Susan yang menawan - 2

Bookmark and Share

Untuk lebih mengakrabkan hubungan kerja di kantor, teman-teman kantor


mengadakan acara pergi bersama ke tempat santai, yaitu di daerah pegunungan yang berhawa


dingin. Semua teman-teman kantor pada ikut, tidak terkecuali Dia.


Namun aturannya, bahwa semua karyawan dan karyawati harus ikut dan tidak


boleh bawa pacar, biar lebih bebas (pada saat itu kami semua belum berkeluarga,


kecuali Dia tentunya). Hanya Dia saja yang diperkecualikan untuk


membawa keluarga (dalam hati aku sangat kecewa, karena tidak bisa bebas


mendekati Dia, karena takut ada suaminya).


Pada hari Jum'at sore, setelah selesai tutup kantor, kita semua sudah berkumpul


di kantor untuk berangkat ke Puncak. Semua yang berangkat ada 17 orang


cowok-cewek termasuk aku, dan Dia bersama suaminya dengan membawa


2 anak kecil, yang ternyata keponakan Dia. Dalam hatiku kejengkelan


bertumpuk, karena Dia sudah bawa suami, tambah keponakan lagi, wuaahh


repot, pikirku saat itu. Untuk membawa ke Puncak, sudah dipersiapkan tiga mobil Panther yang dipakai


oleh karyawan dan satu Kijang yang dipakai oleh keluarga Dia, masing-masing


mobil sudah disediakan supir.


"Kalau 3 mobil nggak cukup, satu orang boleh dech ikut saya, atau biar Dik Uki saja yang ikut mobil saya", kata Dia kepada teman-teman, matanya sambil melihatku.


"Cerdik juga boss yang satu ini", pikirku, dan sangat halus sekali triknya.


Agar Dia tetap dekat denganku, tapi tidak terlalu mencolok, makanya pura-pura menawarkan tetapi langsung


menutup penawaran kepadaku.


"Ayo siapa yang ikut mobil Dia, biar aku yang di Panther aja", kataku pura-pura menawarkan kepada teman-teman, karena


aku tahu, pada tidak ada yang berani satu mobil dengan Dia, rata-rata


mereka pada sungkan.


"Udah dech, biar Uki aja yang ikut, sekali-kali kita kerjain, biar tahu rasa, gimana rasanya satu mobil dengan Dia, mungkin sampai di tempatnya UKi sudah tegang nggak bisa bergerak", kata Nancy temanku


sambil tertawa kecil mau mengerjai aku.


"Ya bener, sampai di tempat aku bisa tegang, tapi bukan tegang karena sungkan, tapi tegang karena nggak


tahan aja berdekatan dengan Dia", kataku dalam hati, dan yang tegang


hanya tertentu saja, tidak seluruh badan.


"Jangan aku dong, yang cewek aja", pintaku berpura-pura.


Tapi teman-temanku langsung lari berebut mobil masing-masing, an akhirnya aku jalan juga ke mobil Dia, dan sekali lagi pura-pura mengumpat mereka.


Suami Dia hanya senyum-senyum melihat kelakuan kami. Oh ya, aku belum


kenalin sama suami Dia. Namanya sebut saja Pak Jimmy, orangnya besar,


gagah dan ganteng (kata teman-teman cewek) dan agak pendiam. Wajahnya mirip


dengan Rudi Salam. Pak Jimmy duduk di jok depan dengan supir. Sedangkan Dia, kedua keponakan


yang masih kecil dan aku duduk di jok tengah. Jok belakang penuh dengan


perbekalan. Begitu aku duduk di mobil, pertama yang kulakukan adalah


mempelajari situasi mobil. Posisi kaca spion, dan posisi duduk supir dan posisi duduk


Pak Jimmy. Sekiranya memungkinkan untuk melakukan serangan awal terhadap


Dia. Dan ternyata masih memungkinkan kalau hanya sekedar serangan-serangan


ringan. Sorry agak kampungan sedikit melakukan serangan ringan di mobil,


habis kukira siapa pun akan sayang membiarkan tangan ini tidak bersinggungan


dengan kemulusan tubuh Dia yang memang sintal, padat dan berisi.


Di perjalanan, Pak Jimmy banyak membaca buku, jadi tidak banyak pembicaraan


kami dengan Pak Jimmy. Dia duduk di sebelah kanan, aku duduk di sebelah


kiri, dan kedua keponakan duduk di antara kami. Sehingga kami cukup leluasa


kalau hanya melakukan cubitan-cubitan kecil di pinggang Dia, kadang


sedikit elusan di pantatnya, maupun pinggangnya. Tapi sebaliknya, tangan


Dia terkadang juga memberikan cubitan halus di pinggangku. Dan setiap


kali aku dicubit, rudalku langsung sudah siap mencari sasaran (maklum usia


masih dalam taraf Pandangan Hidup!Baru memandang sudah hidup).


Setiap kali kusentuh pinggang atau pantatnya, kelihatan Dia agak menghela


nafas, dan wajahnya menunjukkan sedikit tegang. Memang kuakui kalau Ibu


Susan itu tegangan tinggi juga. Tidak ada yang istimewa yang perlu diceritakan


dalam perjalanan, karena jarak kantor kami dengan Puncak tidak lebih dari


50 km, sehingga perjalanan cukup ditempuh tidak lebih dari 40 menit.


Menjelang Maghrib kami semua sudah sampai di Hotel, setelah mandi dan istirahat


sebentar, malam kita gunakan untuk bercanda ria dan menikmati santap malam


Kambing Guling. Kami semua menikmati acara tersebut, kecuali Pak Jimmy.


Dengan alasan mengantuk, maka Pak Jimmy tidak ikut bersama-sama dengan kami.


Dia lebih suka makan di kamar dan akhirnya tertidur. Tinggallah kami semua


dan Dia bercanda ria.


Setelah selesai makan, kami berpencar berkelompok-kelompok. Ada yang bercerita


berkelompok, ada yang jalan-jalan menikmati malam, dan ada yang sekedar


memainkan gitar, dengan lagu-lagu tahun 70-an.


Dia memberi kode ke aku untuk mendekat, dan dia berbisik,


"Dik Uki, anterin saya jalan ya."


"Lha Pak Jimmy?" tanyaku terkejut.


"Udah dech, nggak usah pikirin Pak Jimmy, dia sudah tidur."


"Bu, Pak Jimmy bener sudah tidur?" tanyaku menyelidik.


"Ya begitulah suamiku, dia lebih suka menyendiri dan pasti dia sudah tidur",


kata Dia.


Kami berjalan berdua, dan kami saling membisu. Aku masih diliputi perasaan


takut kalau suaminya tahu, dan pikiranku terus berputar, kuajak kemana ibu


Susan ini.


"Kalau tahu kita berdua gini, gimana Bu", tanyaku memecah kebisuan.


"Dik Uki nggak usah takut, dia percaya kok sama kamu, dikirain kamu kan


masih kecil, masak mau ngapa-ngapain sama aku."


"Ya masih kecil, tapi si kecil ini kan sudah bisa gede, dan bisa membuat


anak kecil", jawabku menggoda.


Dia hanya terseyum dan mencubit pinggangku. Kutangkap tangannya dan


kutarik badannya, sehingga kami jalan berdekapan.


Aku berjalan di sebelah kiri Dia, sehingga tangan kananku dengan leluasa


mendekap pundak Dia, untuk melindungi dari hawa malam yang cukup dingin.


Kami berdua berjalan, aku tahu betul liku-liku jalan di Puncak ini, maka


kubawa Dia di tempat yang sangat aman. Kudekap badannya, kubelai-belai


punggungnya, sambil sesekali kucium telinganya. Perempuan cantik ini mendesah


mengeratkan dekapannya ke tubuhku.


Tangan kiriku mengusap-usap buah dadanya yang kenyal dan padat di balik


baju sweaternya, dan sedikit kuremas, sedangkan tangan kananku untuk meremas


pantatnya yang bundar dan padat. Ciumanku berkali-kali kudaratkan pada tengkuk


dan belakang telinganya. Turun ke pipi, dan akhirnya kami saling berhadapan


dan berdekapan. Kuciumi dengan halus pipinya, turun ke bibirnya. Kukulum


lidahnya, dan bibir kami saling berpadu. Nafas kami berdua sudah


mulai tidak beraturan.


Kedua tanganku kudekapkan erat di punggung Dia, tangan kiriku kugunakan


untuk mendekap pantatnya dan sedikit kutekan, sehingga kekenyalan batang


kemaluanku dapat dirasakan oleh kewanitaannya, dan aku mulai geser-geserkan


kemaluanku di kewanitaannya. Sedangkan tangan kananku kutelusupkan di bawah


sweaternya, untuk mengusap kulit punggungnya yang halus, lembut dan sudah


mulai hangat oleh birahi.


Udara malam semakin dingin, tetapi badan kami berdua sudah semakin panas.


Kami berdua sudah tidak tahan untuk tidak menyelesaikan permainan ini, karena


serangan-serangan awal sudah dimulai sejak tadi sore, ketika dalam perjalanan.


"Dik Uki kita cari tempat yang enak aja Dik", bisik Dia sambil mendesah


menahan birahi.


"Nanti kelamaan, Bu? gimana kalau Pak Jimmy bangun?"


"Dik Uki tenang saja, suamiku itu kalau tidur lama kok, dan nggak pernah


bangun, dan nanti seandainya bangun, gampang kok aku cari alasan."


"Oke dech Bu, yuk kita jalan."


Aku bimbing Dia ke arah hotel yang dekat. Aku tahu persis tempat di


sini yang nyaman buat bossku yang cantik. Hanya lima menit perjalanan kaki kami sudah sampai di hotel yang mungil,


tapi sangat bersih dan aman. Kami memesan kamar yang nyaman. Petugas receptionist


sepertinya mengerti benar kebutuhan kami. Tidak banyak pertanyaan dan langsung


mengantar ke kamar yang kami maksud.


Di dalam kamar, setelah pintu kami kunci, Dia langsung melepaskan


baju sweaternya. Sehingga tinggallah kaus singlet yang tipis dengan belahan


dada agak lebar. Dipadu dengan celana jeans ketat di bawah lutut, sehingga


pinggulnya kelihatan sangat bundar dan padat.


Kami berdua langsung berdekapan. Nafas kami berdua sudah memburu. Wajah


Dia agak menengadah, menunggu ciuman. Matanya sedikit terpejam dan


bibirnya yang tipis sedikit terbuka. Kulumatkan bibir tipis yang sedikit


terbuka. Kuhisap lidahnya, kumainkan lidahnya dengan lidahku dan kueratkan


dekapanku di punggungnya.


Lama kami menikmati ciuman itu. Baru setelah aku puas menikmati bibir yang


tipis, kugeserkan mulutku turun ke lehernya. Aku sangat menikmati ciuman


di leher ini. Karena menurutku leher Dia itu sangat seksi. Lehernya


agak tinggi, dengan kulit yang mulus, dan padat berisi. Sehingga lidahku


menari-nari di lehernya.


"Uhf.. uuhh.. sstt, Diikk Uki, awaas hati-hatii, janggann sampai membekas.."


Nafas Mbak Tatik mulai tidak teratur. Dia ini kalau penampilan luar


sangat anggun dan tenang, tetapi kalau birahinya sudah mulai naik, dia bisa


sangat liar, meskipun tidak sampai teriak-teriak. Dan bossku ini memiliki


tegangan sangat tinggi. Baru disentuh sedikit saja, nafasnya sudah tidak


karuan.


"Mmeemm, jangan khawatirr.. Buu", jawabku menenangkan.


Ciumanku sudah mulai turun ke sebelah atas dari buah dadanya. Kuciumi ke


dua buah dadanya yang ranum, meskipun masih terhalang kaos dan BH. Dia


semakin menengadah, dan kepalanya mendongak ke belakang, dengan mata terpejam,


dan mulut masih bergumam.


"Emm.. uugghh.. Diikk Ukii.. uugghh.."


Kelihatannya Dia sudah mulai tak sabar, dia lepaskan sendiri singletnya,


kemudian BH-nya juga dilepaskan sendiri. Sehingga dengan jelas kedua bukit


bundar, kencang, dengan kedua putingnya yang bulat kecil berwarna coklat


yang sudah tegak. Kedua susunya bergoyang-goyang sebagai akibat goyangan


badannya yang mulai terangsang hebat. Tiba-tiba tangan kanannya memegang kemaluanku yang dari tadi sudah


tegak, dan meremasnya karena sudah gemes.


"Uuhh, mm.. janngan kenceng.. kenceng dong umm, Sakiitt..


mm", teriakku masih sambil menciumi perutnya.


"Sstt.. ggeemess kok.. Diik.. ugghh.."


Karena Dia sering menggerak-gerakkan badannya ke belakang, dan sering


mendongak, maka susunya terlihat bergoyang-goyang, tapi aku harus menahan


badannya dengan kuat supaya tidak jatuh ke belakang. Kuhela Dia dengan kedua


tanganku, dan Dia mendekapkan kedua tangannya di leherku, dia tersenyum


menggoda, kucium susunya, dan sekali lagi dia menggelinjang. Kutidurkan Dia dengan perlahan di atas ranjang. Dia masih memejamkan matanya. Kucium sekali lagi bibirnya, sambil kuusap pipinya dengan tangan


kananku. Aku masih menikmati bibirnya, tapi tanganku sudah mulai bergeser


ke lehernya, turun ke bawah, melingkari lingkaran luar susunya. Kuremas-remas


susunya dengan lembut. Dia semakin menggelinjang. Tangan kirinya mendekap


leherku, dan tangan kanannya menjambak-jambak rambutku. Kedua kakinya


bergerak-gerak tidak karuan di atas ranjang, membuat spreinya sudah tidak beraturan lagi.


Ciumanku kugeser ke leher, dan terus turun ke bawah, kulingkari kedua


payudaranya dengan ciumanku. Aku cium payudara kiri, sedangkan payudara yang sebelah


kanan tetap kuremas-remas dengan tangan kananku.


"Uuughh.. hh.. sstt.." desis Dia menahan rangsangan.


Kuhentikan ciumanku sebentar, karena aku mau melepaskan Jeans-nya. Gila, sepasang kaki indah


dibalik celana jeans mulai kelihatan. Kuturunkan perlahan-lahan celana


jeans-nya, dan akhrinya CD-nya juga kuturunkan sekalian. Nampaklah kemaluan Dia


yang padat berisi dengan belahan indah di tengahnya. Rambut halus dan hitam


pekat menghiasi kemaluannya, kontras dengan warna kulit kemaluannya yang


kuning langsat.


Aku kembali menciumi sekeliling pusarnya, dan kumainkan pusarnya dengan


lidahku, sementara tangan kananku membelai kedua pahanya, yang padat dan


mulus. Kuusap-usapkan dengan lembut kedua pahanya, dan selangkangannya.


Selangkangan yang kanan dengan jari manis, dan selangkangan kiri dengan


telunjuk, kuusapkan secara bersama-sama. Kulingkari sekitar kemaluannya


dengan jari-jariku. Aku selalu menghindari untuk menyentuh


klitorisnya sampai menunggu waktu yang tepat.


Kedua kakinya bergoyang-goyang tidak karuan, pinggulnya juga bergoyang-goyang


naik turun, minta klitorisnya disentuh, tapi aku tetap hanya menyentuh tepian


dari kemaluannya dengan lembut. Setelah puas menciumi pusarnya, kunaikkan


bibirku kembali menciumi lingkaran susunya, baru setelah puas, bibirku


kusentuhkan dengan pentilnya, bersamaan dengan jari tengahku menyentuh klitorisnya.


Menerima perlakuanku seperti itu, dia langsung menarik nafasnya lega, seakan


terpenuhi apa yang diharapkan selama ini, sampai melenguh,


"Uuugh nikmat Dikk Ukii.. uughh.. enakkghk sekali..hhnn sstt.."


Bersamaan dengan lenguhan tersebut, Dia mengeratkan dekapannya di


leherku, dan tanganku dicepitnya dengan kedua kakinya. Liang kemaluannya


telah sangat basah dan sudah sangat merekah, seakan-akan sudah menunggu


pisang yang akan dilahapnya.


Aku masih mengulum pentilnya bergantian kiri dan kanan, sementara ujung


jari tengah tangan kananku masih membelai-belai kitorisnya dengan lembut.


Dalam mengusap klitoris ini harus hati-hati, jangan sampai penuh dengan


tekanan, hal ini sangat disukai oleh Dia. Kedua kakinya sudah tidak


menjepit tangan kananku lagi, tetapi sudah telentang, sehingga liang


kemaluannya merekah dengan lebar, dan tanganku dengan leluasa mengusap klitorisnya dan


bibir kemaluannya.


"Uuughhff.. uugghh eff.. Diikk..Ukii.. eennaakk.. sekalii.. Diikk.. uugghff.."


Lenguhannya yang manja, dan merengek-rengek semakin menambah naiknya birahiku.


Aku terus mempermainkan ujung jari tengahku di klitorisnya, dan kurasakan


kewanitaannya semakin basah.


"Diik.. Ukii.. uugghff masukiin, Dik.. akuu sudaah tiidakk tahaan.. uugghhff.."


Rengeknya dengan memelas, kuhentikan ciumanku dan kuhentikan juga usapan di klitorisnya. Aku berdiri dengan kedua lututku di antara selangkangannya, kuletakkan kedua kaki Dia di pundakku,


dengan perlahan-lahan kuusapkan kepala kemaluanku dengan bibir kemaluannya.


Kelihatannya dia sudah tidak sabar untuk menerima batang kemaluanku di liang


kemaluannya, karena kedua tangannya memegang pantatku dan menekan pantatku


masuk ke lubang kemaluannya.


Kumasukkan perlahan-lahan batang kemaluanku memasuki laing kewanitaannya.


Mulai dari kepala terus perlahan akhirnya sampai mentok habis ke pangkalnya.


Dia sangat menikmati masukan pertama batang kemaluanku. Pada saat


batang kemaluanku memasuki lubang kewanitaannya dengan perlahan, dia sangat


menikmati dan mengerang dengan lenguhan yang tak berarti.


"Uuugghh.. uuhhgghh",


seakan-akan merasa sangat lega, bagaikan orang haus di padang pasir, diberi air es yang sangat dingin.


"Uugghh.. eehh.."


Kugeser-geserkan batang kemaluanku ke seluruh permukaan liang kemaluannya ke kiri dan ke kanan. Tetap dengan gaya yang khusus buat Dia, yaitu 5:1.


Pada saat 5 tusukan pertama, di mana hanya setengah batang kemaluan yang


masuk ke liang kemaluan, dia menikmati rangsangan yang ada sekeliling permukaan


liang kemaluan, maka dia hanya bergumam, "Eeemm eemm.. sstt.. eemm.."


namun pada saat 1 tusukan terakhir, di mana seluruh batang kemaluan masuk


ke dalam dan menyentuh dasar liang kemaluannya yang menikmatinya dan


mengencangkan jepitan lubang kemaluannya ke batang kemaluanku, kedua kakinya menjepit


leherku, dan kedua tangannya meremas sprei dengan kencang, dan semua badannya


kelihatan mengejang, dan keluar lenguhan berat dari mulutnya


"Uughh..uugghh.. ennaggk Diikk..Uki.. eennakgg.."


Kami terus gunakan gaya 5:1 ini berulang-ulang sampai akhirnya..


"Diikk.. Uki.. akuu suudahh tiidaak kuatt..akuumauu.. keeluuarr.."


"Seebenntarr.. Buu, aakuu.. juggaa mauu keleuaarr.." jawabku.


Dan untuk menjaga agar kami tetap keluar bersama, maka aku sedikit kencangkan


genjotanku ke liang kemaluannya, dan tiba-tiba.. liang kemaluan Dia


bergerak-gerak, menghisap batang kemaluanku. Nah ini yang kutunggu, hisapan


dan sedotan liang kemaluannya sangat kuat di batang kemaluanku, dan tiba


-tiba..


"Diikk.. Ukii.. aakuu keluuarr.."


dan dalam waktu yang bersamaan, batang kemaluanku juga terasa mau jebol dan..


"Aauughh.. crreett.. creett.. creet",


tumpah semua cairan di tubuhku di liang kemaluannya,


dan liang kemaluannya masih bergerak-gerak menghisap batang kemaluanku dan


memberikan sensasi yang tidak dapat terlupakan.


Badan kami berdua lemas sekali dan berkeringat. Aku suka sekali melihat


badannya basah oleh keringat, menambah keseksian tubuhnya. Kami berdua


berdekapan sebentar, dan akhirnya bersiap-siap kembali ke teman-teman.


Semenjak saat itu tidak ada tempat yang tidak kami coba untuk jelajahi,


untuk melepas kerinduan kami "menjelajahi" tubuh masing-masing! Sampai


sekarang, saya telah menjadi salah seorang direktur dan mendapatkan saham yang cukup


lumayan! Hidup adalah seperti roda, saya telah mengalaminya!


TAMAT