Hampir dua bulan aku mengenal Aditya, bahkan sekarang waktu kunjungannya padaku semakin sering dengan waktu yang mendadak. Aditya adalah anak yang pintar mencari perhatian, setiap kunjungannya ke apartemenku dia membawa makanan untuk santapan kami bersama. Aku sangat menyukainya karena kehadiran Aditya dapat menghilangkan kesepianku. Bahkan hari-hari biasapun Aditya suka berkunjung setelah pulang sekolah dan masih menggenakan pakaian sekolah smu dan akhirnya aku mulai terbiasa dengannya.
"Kak Adit sering berkunjung ke sini nggak ganggu Kakak-kan? Kakak jangan marah sama Adit ya, soalnya Adit nggak tahan kalo dimarahin" ucapan Adit saat tubuhnya dalam dekapanku.
"Hmm gimana ya Dit, Kakak sih jelas sangat terganggu kalau Adit sering datang. Tapi kalau Adit nggak datang Kakak kesepian dan juga bisa kelaparan, ha ha ha.." candaku padanya.
"Ah dasar Kakak rakus.! uang jajan Adit habis mulu buat beliin makanan untuk Kakak, hehehe tapi Adit senang dan Adit juga sayang kakak" jawabannya dengan nada yang sangat menyenangkan.
"Kalo Adit kurang duit atau habis uang jajannya minta aja sama Kakak lagi, eh jangan deh minta sama Bu dokter aja dia kan banyak duitnya" balasku lagi sambil menguatkan pelukanku.
"Enak aja! minta mulu diomelin mama tahu! Kak, benarkan Kakak sayang Adit? Kakak nggak akan kecewakan Adit?" pertanyaan Adit cukup menyentuh perasaanku dan membuat aku lebih memperkuat pelukanku padanya.
"Adit mau nggak nginep satu malem aja sama Kakak? temanin Kakak ya" aku ingin lebih dekat bersamanya dan bisa lebih memanjakannya lagi.
"Hmm..! gimana ya izinnya? Jelas Adit pengen banget tidur sama Kakak tapi harus cari akal dulu Kak" jawaban Adit dengan wajah serius.
Sabtu siang sepulang sekolah Adit sudah datang masih dengan mengenakan seragam sekolahnya. Tas sekolahnya dalam kondisi penuh pasti berisi pakaian ganti juga.
"Kakak sip deh!" ujarnya sambil mengacungkan jempolnya Adit tersenyum padaku.
"Okey deh! Anak pintar, nanti malam kita bisa nonton midnight dulu sebelum Kakak kelonin Adit" aku tersenyum padanya.
"Ha ha ha, mau..!" sambil tertawa manja Aditya datang memelukku.
"Kakak, tapi Adit izinnya mau pergi ke Bandung bersama teman, jadi nontonnya jangan sampai ketahuan ntar bisa berabe!"
Aditya selalu senang dipeluk dan merapatkan kepalanya di dadaku. Kedekatanku dengan Aditya semakin hari makin melekat, bahkan aku sulit membedakan hubunganku dengannya sebagai Kakak-beradik atau sebagai seorang kekasih. Tingkahnya yang sangat manja kepadaku dan selalu mengikuti keinginanku sangat memuaskan bagi diriku. Aku menjadi sangat mencintainya.
Pada malam harinya kami sangat menikmati kebersamaan ini. Walaupun sebelumnya kami sudah biasa berpergian bersama, tapi hari ini sangat berbeda, karena aku tidak perlu mengantarnya pulang ke rumah dan Aditya akan tetap bersamaku hingga esok harinya. Aku mengajak Aditya makan di café dan sengaja aku memilih lokasi cafe yang tidak terlalu umum untuk menghindari orang-orang mungkin saja kami kenal. Kami menikmati makan bersama seperti sepasang kekasih yang saling mencintai dan saling membutuhkan.
Aditya sangat menyukai film action asing, aku mengajaknya nonton pertunjukkan midnight. Di dalam bioskop sambil menonton kami terus bergandengan tangan seakan ingin bersama terus menikmati cinta yang indah milik kami bersama.Setelah pertunjukkan selesai kami tidak langsung kembali ke apartemen, kami masih berkeliling kota Jakarta yang tidak pernah sepi. Sikap Aditya malam ini sangat berbeda, rasa manjanya pun semakin berlebihan tapi ku akui aku sangat menikmatinya dan ingin mengalami hal seperti ini terus.
Akhirnya aku memarkirkan mobilku di suatu yang cukup romantis, di sana banyak mobil yang parkir dan yang jelas pemiliknya sedang bermesraan di dalam mobil. Belum selesai menempatkan mobilku dengan posisi yang tepat Aditya sudah menyergapku, dengan bibirnya Adit menciumku mulai dari pipiku, keningku hingga ke bibirku. Aku membalasnya dengan melumat bibirnya sangat terasa nikmat sekali, membalas ciumannya dan kami mulai mengadu lidah. Keringatku mulai mengucur darahku semakin panas aku sangat terangsang sekali, tetapi gerakan kami sangat terbatas dengan posisi di dalam mobil. Kami bercumbu hampir setengah jam dan aku ingin merasakan yang lebih dari itu.
"Adit kita balik ke apartemen saja yok! Kakak ingin melakukannya lagi tapi di apartemen aja ya!" tantangku dengan suara agak memohon pada Aditya.
"Ayo Kak cepatan kita pulang! Adit ingin melakukan semuanya untuk kakak"
Wow, hebat tanggapannya memang Adit sangat mencintaiku. Aku memutar mobilku dan melaju dengan satu tujuan di benakku.
Saat tiba di lokasi apartemenku berlomba untuk mencapai pintu apartemen hampir sama seperti orang berjalan cepat dalam perlombaan. Setelah di dalam aku mengunci pintu, dengan rasa penasaran yang tinggi aku langsung mendekap tubuh Aditya, tangannya pun kencang memeluk pinggangku. Bibirku melumat bibirnya dan lidahku kumainkan ke dalam mulutnya beradu dengan lidahnya sungguh nikmat sekali.
Aditya semakin nakal, jari tanganya mengapai resleting celanaku dan berusaha menarik resletingku. Kesulitan membuka resletingku gilirannya sekarang meremas penisku yang masih tertutup rapat celanaku. Penisku memang sudah menegang sejak tadi, sentuhannya membuat aku semakin terangsang kemudian aku melepaskan celanaku sendiri. Aku membaringkan tubuhku di atas sofa panjang, dan Aditya dengan cepat mendatangiku dengan wajah yang penuh nafsu. Mulutnya mendekati penisku yang masih tertutup celana dalam putih, dengan tangan disingkapnya celana dalamku dan mulai menjilati penisku kemudian dikulum dan dihisapnya
"Ahh ahk ahk.." suaraku semakin keras menikmati hisapannya yang sangat dahsyat.
Kemudian aku melepaskan semua pakaianku tidak tersisa satupun dan sekaligus membuka semua pakaian Aditya. "Wow..!" aku sangat kagum dengan postur tubuhnya yang atletis. Tanpa bicara lagi aku menarik Aditya ke dalam kamar, di atas tempat tidur kubaringkan tubuhnya, aku mulai dengan menghisap penisnya yang juga sudah mengeras sejak tadi. Aditya mengerang kenikmatan dengan hisapanku yang semakin lama semakin kuat.
Aku banyak melakukan gerakan dengan tetap menghisap penisnya, membalikkan tubuhnya, menjilati buah zakarnya, menggigitnya pelan dan kembali menghisap penisnya.
"Kak Adit sudah hampir mau keluar!" suaranya yang terdengar masih dengan kondisi terangsang.
"Hmm.. keluarin aja sayang, gak papa Kakak sayang padamu" kusempatkan dengan ucapan ini dan kemudian meneruskan mengulum.
"Crot crot crot" akhirnya sperma Aditya memuncrat di sekitar wajahku, mulutku juga belepotan dengan spermanya.
Untuk mempercepat klimaks aku mulai mengocok penisku yang kuarahkan tepat di mulut Aditya. Saat kurasakan spermaku hampir keluar kumasukan penisku ke dalam mulutnya dan disambut dengan ligat oleh Aditya sambil menghisapnya terus. "Ahh ahk ahk" spermaku terus keluar ke dalam mulutnya sedangkan gerakan Aditya yang tak henti-hentinya menghisap terus. Tenagaku sangat terkuras, akhirnya aku kelelahan dan terbaring sambil memeluk tubuh Aditya yang juga sudah lemas.
"Kakak janji ya! harus sayang Aditya dan Adit juga sangat sayang Kakak. Adit ingin Kakak jadi bf Adit, Kakak maukan?" ucapan Aditya dalam kondisinya yang masih lemas.
"Ya.. sayang" jawabanku yang singkat namun pasti. Akhirnya aku terlelap bersama dengan Aditya, anak remaja yang pertama kali kuakui sebagai kekasihku, anak yang tidak membosankan bagiku.
Hubunganku dengan Aditya berjalan sangat baik selama enam bulan dan hanya kami berdua saja yang saling mengetahui. Kegiatan kami berjalan dengan baik dan selalu saling memperhatikan, kami sering pergi nonton bahkan dalam waktu seminggu bisa menyaksikan sampai tiga film.
Setiap orang punya rencana dan kepentingan yang berbeda, pada akhirnya kami harus melepaskan diri dari hubungan ini karena punya kepentingan masing-masing. Setelah perpisahan dengan Aditya hampir empat bulan lamanya, dimana kami masing-masing menjalani kehidupan sendiri-sendiri, kami bertemu di satu tempat tanpa disengaja. Pada saat itu kami masih merasakan kerinduan yang sama dan masih saling membutuhkan, kemudian kami menjalin hubungan kembali sekitar tiga bulan lamanya. Dan akhirnya kami memilih untuk bersahabat hingga saat ini, Aditya yang seusia dengan Tony masih tetap menjadi sahabat terbaikku.
*****
EPILOG
Aku menikmati satu persatu kentang goreng McDonald sambil di dalam benakku berpikir terus "aku ingin melakukannya! Aku harus berani! Tapi bagaimana jika dia menolaknya? Ah aku nggak peduli aku harus berani melakukannya!". Aku memilih satu kentang goreng yang paling baik, setelah memberikan saus kemudian kuarahkan kemulut pemuda yang duduk di depanku ini. Dan ternyata disambutnya dengan membuka mulutnya dan dilahapnya, "tuh kan! Aku nggak pernah gagal soal begituan!" pikirku dalam hati dengan perasaan bangga. Aku mencintainya dari sejak dia kecil dulu, wajahnya yang manis dengan lesung pipinya jika tersenyum sangat menggoda. Jika mengingat masa laluku dengannya aku merasa sungguh hebat bisa bersamanya dan tinggal bahkan tidur bersamanya.
"Kak gimana pekerjaan Kakak sekarang? Terus Kakak ngapain aja selama Tony nggak bersama Kakak cukup lama"
Pertanyaan Tony yang kujumpai sekarang sudah jauh berbeda, lebih dewasa dan makin menarik. Tapi sikapku sudah tidak bisa seperti dulu lagi, karena perasaan bersalah, sungkan dan lain lain yang tak kuketahui membuatku agak kaku terhadap Tony.
"Kerjaan Kakak biasa-biasa saja ton, ya Kakak banyak melakukan kegiatan juga sih dengan teman kakak" aku belum berani mengakui keadaanku yang sebenarnya, karena aku tahu sikap Tony yang cukup tegas dan Tony menepati janjinya padaku sedangkan aku merasa seperti orang loyo hanya bisa menasehati tetapi nggak becus.
"Kak kok sikap Kakak sekarang berubah sih nggak seperti dulu lagi? Kakak masih sayang Tony seperti dulu kan?" pertanyaan Tony yang juga merasakan sikapku yang kaku.
"Iya ton Kakak cuma agak canggung ketemu Tony lagi yang sudah berbeda, dewasa, tinggi dan makin cakep"
Aku dulu berani menegurnya, memarahinya dan apapun yang kusukai tetapi sungguh perubahan seperti ini sangat jauh berbeda.
"Kak Tony ke Jakarta untuk apa! kalau bukan karena Kakak yang dulu pernah sayang pada Tony! Kakak biasa aja lagi, Tony masih ingat Kakak dan nggak pernah lupakan kakak"
Sungguh kata-katanya membuatku marah terhadap diriku sendiri. Aku sudah menghianati Tony padahal aku sangat mencintainya.
Tony sengaja datang mengunjungiku setelah perpisahan kami yang lebih dari tiga tahun. Tony menepati janjinya padaku seperti perkataannya saat perpisahan kami dulu. Sungguh Tony adalah anak yang baik bahkan sangat baik buatku. Aku pernah menjadi bagian hidupnya semasa dia masih sekolah SMP bahkan kehidupan kami sangat menyenangkan. Aku bangga memilikinya, dan sekarang dia sudah menjadi seorang laki-laki yang dewasa dan menjalani kehidupan sangat baik. Aku menyakininya dia akan menjadi orang yang paling berhasil kelak, karena Tony sangat disiplin dan menepati janji.
TAMAT