Kisah 1001 Malam Abunawas : Strategi Maling

Bookmark and Share
Strategi Maling

Tanpa pikir panjang Abu Nawas memutuskan untuk menjual keledai
kesayangannya. Keledai itu merupakan kendaraan Abu Nawas satu-satunya.
Sebenarnya ia tidak tega untuk menjualnya. Tetapi keluarga Abu Nawas amat
membutuhkan uang. Dan istrinya setuju.
Keesokan harinya Abu Nawas membawa keledai ke pasar. Abu Nawas tidak tahu
kalau ada sekelompok pencuri yang terdiri dari empat orang telah mengetahui
keadaan dan rencana Abu Nawas. Mereka sepakat akan memperdaya Abu
Nawas. Rencana pun mulai mereka susun.
Ketika Abu Nawas beristirahat di bawah pohon, salah seorang mendekat dan
berkata,
"Apakah engkau akan menjual kambingmu?"
Tentu saja Abu Nawas terperanjat mendengar pertanyaan yang begitu tiba-
tiba.
"Ini bukan kambing." kata Abu Nawas.
"Kalau bukan kambing, lalu apa?" tanya pencuri itu selanjutnya.
"Keledai." kata Abu Nawas.
"Kalau engkau yakin itu keledai, jual saja ke pasar dan dan tanyakan pada
mereka." kata komplotan pencuri itu sambil berlalu. Abu Nawas tidak
terpengaruh. Kemudian ia meneruskan perjalanannya.
Ketika Abu Nawas sedang menunggang keledai, pencuri kedua menghampirinya
dan berkata."Mengapa kau menunggang kambing."
"Ini bukan kambing tapi keledai."
"Kalau itu keledai aku tidak bertanya seperti itu, dasar orang aneh. Kambing
kok dikatakan keledai."
"Kalau ini kambing' aku tidak akan menungganginya." jawab Abu Nawas tanpa
ragu.
"Kalau engkau tidak percaya, pergilah ke pasar dan tanyakan pada orang-orang
di sana." kata pencuri kedua sam bil berlalu.
Abu Nawas belum terpengaruh dan ia tetap berjalan menuju pasar.
Pencuri ketiga datang menghampiri Abu Nawas,"Hai Abu Nawas akan kau bawa
ke mana kambing itu?"
Kali ini Abu Nawas tidak segera menjawab.la mulai ragu, sudah tiga orang
mengatakan kalau hewan yang dibawanya adalah kambing.
Pencuri ketiga tidak menyia-nyiakan kesempatan. la makin merecoki otak Abu
Nawas, "Sudahlah, biarpun kau bersikeras hewan itu adalah keledai nyatanya
itu adalah kambing, kambing ....... kambiiiiiing !"
Abu Nawas berhenti sejenak untuk beristirahat di bawah pohon. Pencuri
keempat melaksanakan strategi busuknya. la duduk di samping Abu Nawas dan
mengajak tokoh cerdik ini untuk berbincang-bincang.
"Ahaa, bagus sekali kambingmu ini...!" pencuri keempat membuka percakapan.
"Kau juga yakin ini kambing?" tanya Abu Nawas.
"Lho? ya jelas sekali kalau hewan ini adalah kambing. Kalau boleh aku ingin
membelinya."
"Berapa kau mau membayarnya?"
"Tiga dirham!"
Abu Nawas setuju. Setelah menerima uang dari pencuri keempat kemudian Abu
Nawas langsung pulang. Setiba di rumah Abu Nawas dimarahi istrinya.
"Jadi keledai itu hanya engkau jual tiga dirham lantaran mereka mengatakan
bahwa keledai itu kambing?" Abu Nawas tidak bisa menjawab. la hanya
mendengarkan ocehan istrinya dengan setia sambil menahan rasa dongkol. Kini
ia baru menyadari kalau sudah diperdayai oleh komplotan pencuri yang
menggoyahkan akal sehatnya.
Abu Nawas merencanakan sesuatu. la pergi ke hutan mencari sebatang kayu
untuk dijadikan sebuah tongkat yang nantinya bisa menghasilkan uang..
Rencana Abu Nawas ternyata berjalan lancar. Hampir semua orang
membicarakan keajaiban tongkat Abu Nawas. Berita ini juga terdengar oleh
para pencuri yang telah menipu Abu Nawas. Mereka langsung tertarik. Bahkan
mereka melihat sendiri ketika Abu Nawas membeli barang atau makan tanpa
membayar tetapi hanya dengan mengacungkan tongkatnya. Mereka berpikir
kalau tongkat itu bisa dibeli maka tentu mereka akan kaya karena hanya
dengan mengacungkan tongkat itu mereka akan mendapatkan apa yang mereka
inginkan.
Akhirnya mereka mendekati Abu Nawas dan berkata, "Apakah tongkatmu akan
dijual?"
"Tidak." jawab Abu Nawas dengan cuek.
"Tetapi kami bersedia membeli dengan harga yang amat tinggi." kata mereka.
"Berapa?" kata Abu Nawas pura-pura merasa tertarik.
"Seratus dinar uang emas." kata mereka tanpa ragu-ragu.
"Tetapi tongkat ini adalah tongkat wasiat satu-satunya yang aku miliki." kata
Abu Nawas sambil tetap berpura-pura tidak ingin menjual tongkatnya.
"Dengan uang seratus dinar engkau sudah bisa hidup enak." Kata mereka makin
penasaran.
Abu Nawas diam beberapa saat sepertinya merasa keberatan sekali.
"Baiklah kalau begitu." kata Abu Nawas kemudian sambil menyerahkan
tongkatnya.
Setelah menerima seratus dinar uang emas Abu Nawas segera melesat pulang.
Para pencuri itu segera mencari warung terdekat untuk membuktikan keajaiban
tongkat yang baru mereka beli. Seusai makan mereka mengacungkan tongkat
itu kepada pemilik kedai. Tentu saja pemilik kedai marah.
"Apa maksudmu mengacungkan tongkat itu padaku?" "Bukankah Abu Nawas juga
mengacungkan tongkat ini dan engkau membebaskannya?" tanya para pencuri
itu.
"Benar. Tetapi engkau harus tahu bahwa Abu Nawas menitipkan sejumlah uang
kepadaku sebelum makan di sini!"
"Gila! Temyata kita tidak mendapat keuntungan sama sekali menipu Abu
Nawas. Kita malah rugi besar!" umpat para pencuri dengan rasa dongkol.
oo000oo