Seni Bercinta Bersama Tiwi

Bookmark and Share
Pengalaman saya terjadi pada waktu saya sedang cuti, dimana hari-hari saya diisi dengan mengutak-ngatik computer dan mejelajah internet (maklum orang IT). 3 hari sudah saya lewati begitu saja dan kemudian jenuh pun mulai saya rasakan, akhirnya saya mencoba masuk ke dalam sebuah fasilitas chatting, yaitu : IRC.DAL.NET. Saya lihat-lihat dan saya menggunakan nickname Budi (edited), di sebuah channel kecil. Saya dimessages seseorang yang kemudian saya tahu dia adalah seorang dengan kode asl f 22 Jkt. Kami mengobrol kiri kanan, sampai akhirnya aku tahu dia sudah menikah, akhirnya obrolan kami tertuju tentang masalah-masalah kehidupan rumah tangga dan seks perkawinan mereka. Kita sebut saja nama wanita itu Tiwi (nama samaran). Di dalam obrolan itu, Tiwi bercerita bahwa dia menikah dengan seorang laki-laki yang usianya lebih dari separuh abad, karena paksaan orang tuanya. Dia berkeluh kesah akan masalah kenikmatan berhubungan intim dengan suaminya, yang menurut dia egois sekali tanpa foreplay (buka, cium, tusuk, keluar) begitu katanya.
“Mending kalau lama, cuma 2 menit keluar deh..!” kata Tiwi dalam pembicaraannya.Aku menimpali,
“Wah, nggak asik kalo gitu Wi..!”
“Iyah nih, Den, abis gimana lagi..?” di dalam pembicaraan itu akhirnya aku bisa menangkap kalau Tiwi membutuhkan “sex is warm art not sex is sex”.Pembicaraan kami akhirnya disudahi dengan akan bertemunya kami di suatu cafĂ© di Jakarta selatan.Setelah kami ngobrol cukup lama, kami kemudian saling bertukar nomer handphone dan akan bertemu esok hari di tempat yang telah kami sepakati. Keesokan harinya aku bangun dengan segar dan burungku berdiri kencang (butuh sentuhan), dan langsung menuju kamar mandi.
“Brrr.., segar…” aku membasahi seluruh tubuhku dengan shower.Selesai mandi aku mencukur dan merapihkan bulu-bulu di sekitar dagu dan pipiku. Kupilih kemeja yang kusukai dan celana jeans, lalu aku semprotkan parfum Hugo kegemaranku. Wah.., aku ingin kelihatan rapih di depan Tiwi nanti. Setelah acara dandan selesai, aku hidupkan mobil VW kesayanganku dan meluncur ke arah sebuah cafe di selatan pusat perbelanjaan di Jakarta selatan.
Kulihat jam, “Hmm.., masih jam 10 lewat, masih lama.” pikirku.Lalu aku melihat-lihat counter pakaian dan membeli kemeja dan dasi untuk keperluan kantorku sambil menunggu Tiwi. 45 menit kemudian HP-ku berbunyi dan terdengar suara Tiwi disana, “Halo, ini Deni..?” katanya.
“Iyah Wi.., Kamu dimana?”“ Aku di lantai satu nih.., Kamu dimana?” katanya.
“Hmm.., Aku masih belanja dulu nih Wi. Sabar yah..!” kataku menenangkan. “Bentar lagi Aku kesana kok..!” lanjutku.“Iyah deh, Aku tunggu di Cafe *** (edited) yah..? Aku laper nih..!” katanya manja. “Kamu pake baju apa..?” katanya.“Hmm.., Aku pake hem biru dan jeans coklat muda.” kataku sekenannya, “Kalo Kamu..?”“Hmm.., Aku pake kemeja biru dan rok hitam. Rambutku kuikat ke atas.” katanya.“Oke..,” kataku, “Sabar yah Wi… bayar dulu nih..!”“Oke..,” kata Tiwi, “Aku tunggu yah..?”Lalu HP-ku kututup dan aku ke kasir untuk membayar. Setelah proses transaksi selesai, aku turun ke bawah sambil membawa beberapa belanjaanku dan menuju cafe itu. Langkah kakiku semakin dekat. Kupandangi isi dalam cafe tersebut. Hmm.., ada beberapa orang saja. Lalu di pojok aku melihat seorang wanita sendiri dan duduk membelakangiku.“Hmm.., ini dia si Tiwi..!” kataku sambil mendekat.“Pagi..!” kataku, dan Tiwi akhirnya menoleh.“Pagi.” katanya.Lalu aku menyodorkan tanganku dan menjabat tangan Tiwi, “Deni..,” aku memperkenalkan diri, dan dia berdiri sambil membalas, “Tiwi…”Hmm… tinggi juga nih Tiwi pikirku dengan bentuk tubuh proposional, aku menebak kira-kira 170 cm tingginya, dengan kulit putih dan mata yang kecil jelas sekali kalau dia adalah keturunan Chinese.“Silakan duduk Den..!”“
Makasih Wi,”“Belanja apa Den..?”“Hmm.., ini cuma buat keperluan ke kantor aja, Kamu tinggi yah..,” kataku menimpali.“Ah kamu tuh… bisa jinjit Aku kalo pelukan.” katanya sambil tersenyum.“Emang tinggi Kamu berapa Tiwi..?” kataku.“Hmm.., 171 Den, emang kenapa..?”“Ah nggak.., cuma Kamu tuh pantesnya jadi model.” kataku.“Kamu kali.. yang pantes.” katanya, “Terus kalo Kamu berapa Den..?”“Aku 186-an deh kalo nggak salah.” kataku seenaknya sambil membaca-baca menu.“Aku pesen Hot Cappucino. Kamu mau pesen apa lagi Wi..?” aku menawari.“Hmm Aku nambah Chess Croissant ajah deh..,” katanya kepada pelayan cafe.“Kamu abis cukuran yah..?” Tiwi membuka pembicaraan.“Iyah.., kok tau sih..?” kataku sambil menatapnya.“Iyah dong, ketauan lagi bau aftershape Kamu.” katanya.Aku hanya tersenyum sambil membakar sebatang rokok, lalu kutawari sebatang kepadanya.“
Rokok Wi..? dan dia mengambil satu, lalu aku menyulutkan rokokku dan memberinya zippo-ku.“Huffff..” Tiwi menghembuskan asap rokoknya seolah ingin melepaskan semua beban ceritanya kepadaku.“Hmm.., Aku bosen dengan perkawinanku Den..,” katanya, “Mungkin Aku kelihatan bahagia, yah..?” katanya.“Yah.., tampaknya sih begitu Wi, memangnya kenapa..? Apalagi yang Kamu rasakan kurang..?” kataku sambil menatap wajah Tiwi lekat-lekat.“Yah.., Aku kehilangan masa dimana Aku bisa merasakan suatu hubungan yang “balance”, bukan hubungan hanya sekedar jadi objek seks suami…” katanya.“Hmm..,” aku manggut-manggut, “Lalu apa kamu udah diskusi dengan suami Kamu..? Sebaiknya Kamu diskusikan saja Wi, bagiku sih lebih baik begitu…”“Sudah.. Den.. cuma yah nggak berhasil, malah Dia nyangka Aku yang hyper.” katanya dengan tertunduk. Jelas sekali Tiwi menahan suatu kesedihan dan kekecewaan.“Hmm.., sabar ajah Wi. Itu butuh waktu kok..!” aku menenangkannya.Tanganku membelai jemarinya dan dia tersentak, tapi Tiwi membiarkanku menggengam tangannya.“Terus apa Aku salah..?” katanya dan kulihat matanya mulai berkaca kaca.“Loh..? Kok Kamu jadi sedih gitu sih Wi..?”“Aku udah nggak kuat Den, kalo cuma dijadikan objek seks ajah.” Katanya meninggi dan tampak dia begitu emosional.“Sssttt…” aku menempelkan telunjukku di kedua bibirnya, “Tiwi, coba sabar dan cerita yah..!” kataku menenangkannya.“Hmm.., diusia 20 Aku menikah Den, Dengan lelaki yang seharusnya jadi ayahku. Dan 2 tahun Aku mencoba menjadi istri yang baik buat Dia, tapi kenapa Dia nggak pernah memperhatikan keinginanku untuk tidak menjadikanku hanya sebagai objek seks Dia dan teman di tempat tidur saja. Aku butuh lebih dari itu
kan.., Den..? Yah
kan..?”“Iyah, Kamu betul, cuma apa Kamu nggak ingin mencoba buat berdialog lagi..?” kataku.“Percuma Den.., Aku jenuh… Aku ingin seperti cerita teman-temanku Den. Yang juga ingin merasakan kesempurnaan dalam bercinta, tapi Aku belom pernah mendapatkannya.” Tiwi berkata dan tetesan air matanya mulai berlinang bergulir ke arah pipinya yang putih bersih.“Oh.., gosh.. kasian sekali wanita ini.” pikirku.Aku membelai tetes air mata Tiwi dengan sapu tanganku, “Sttt.., sudahlah Wi, jelek loh kalo Kamu nangis gitu..!” kataku menggoda untuk mencoba mencairkan suasana hatinya.“Igh.., Kamu yang jelek..!” katanya tersenyum dan mencubit tanganku. Akhirnya kami tersenyum lagi.“Eh.. Den, Kamu orang mana..? Kok Kamu kaya blasteran gitu sih..?” katanya menyelidik.“Iyah.., Aku emang blasteran kok,” kataku tersenyum.“Oh yah..?” katanya, “Hmm.., mana sama mana Den..?”“Blasteran Jawa sama sunda…”“Hahahhahha…” Tiwi tertawa memamerkan deretan gigi putihnya, “Bisa ajah Kamu, Den..!”“Tapi yang jelas Aku
Indonesia dan Non Rasial.” kataku.Tiwi memandangku sambil ikut menggenggam jemariku. “Egh.. hmm agh..,” aku gugup di saat Tiwi mulai mendekatkan diri dan duduk di sampingku.Hmm.., bau parfum Tiwi benar-benar matching dan kelihatan sekali kalau dia berasal dari kalangan atas.“Den..!” katanya agak gugup juga, “Hmmm.., keberatan nggak Kamu kalo Aku minta sesuatu sama Kamu..?” katanya.“Apa tuh Wi..?” jawabku enteng, padahal Satelit bawahku sudah salah orbit.“Gini Den.., Aku boleh nggak hari ini merasakan apa yang Aku inginkan..?”“Hah..? Gila.., terus terang amat nih cewek..?” pikirku, tapi aku berusaha untuk bersikap wajar.“Dalam batas gimana Aku bisa bantu Wi..?”“Yah.., Aku ingin merasakan apa yang selama ini Aku pendam…” katanya.“Hmm..,” aku berfikir, “Kamu serius dengan kata-kata Kamu itu Wi..?”“Iyah Den, Aku sadar dan ikhlas dengan keinginanku..!” kata Tiwi.“Hmm.., oke-lah kalo Kamu mau, cuma Aku hanya memberikan apa yang Aku bisa berikan untuk membantu Kamu yah Wi..!”“Makasih Den..!” Tiwi tersenyum padaku.“Wow..! Mimpi apa nih semalam..?” pikirku. Akhirnya kami meninggalkan cafe dan menuju sebuah apartemen dengan menggunakan Jeep Mercy milik Tiwi. VW bututku kutinggal atas permintaan Tiwi. Singkat cerita, aku meluncur ke arah apartemen Tiwi yang ternyata milik Tiwi pribadi dan jarang ditempati, dia bilang apartemen itu merupakan pemberian suaminya.“Gila.., ini sih 25 tahun gajiku baru bisa buat beli apartemen kaya begini.” kataku pada Tiwi.“Ah.., ini
kan punya suamiku. Aku sih nggak mampu.” katanya merendah. Akhirnya kami tiba di sebuah ruangan yang indah, kecil dan tertata rapih.Lengkap sekali, berbeda dengan rumah kontrakanku. Lalu Tiwi menawarkanku coke dingin. Aku menerima sambil melihat-lihat lukisan dan photo yang terpampang di dinding.Lalu Tiwi mendekatiku, “Itu suamiku Den.., gimana menurut Kamu..?”“Hm.., tua sekali yah..?” kataku jujur dan Tiwi hanya tersenyum kecut mendengar ucapanku.Lalu dia berusaha menyandarkan tubuhnya di dadaku. Aku meresponnya sambil memeluk perutnya. Kubiarkan dia bersandar, lalu sambil mencium rambutnya, kubelai lembut perutnya.“Hmm.., hmm..,” Tiwi mendesah pelan dan membiarkan badannya dalam dekapan tubuhku.Lalu dia membalikkan tubuhnya dan menatapku. Tangannya membelai pipi, hidung, dan daguku.“Tiwi… hmm..,” aku menempelkan ujung hidungku yang lancip ke leher Tiwi.“Ahh.., sstt…” Tiwi memejamkan matanya dan menikmati hangatnya nafas serta dekapanku.Sekali-kali kutempelkan bibirku ke lehernya dan kugesekkan pipiku dan daguku, lalu kuciumi bagian telinga Tiwi.“Ahh.., hmm, Den.., hmm.., Kamu hangat sekali…” katanya.Aku menatap Tiwi. Terlihat sekali dia menginginkan suatu kehangatan. Lalu aku mengangkat tubuh Tiwi, kugendong dan kumelangkah ke arah ranjang Tiwi. Kuturunkan perlahan dan tubuhnya kuraih hingga merapatnya dada Tiwi di ulu hatiku. Kulumat perlahan bibir Tiwi dengan lembut dan kutekuni setiap jenjang lekuk bibirnya. Bibir kami saling berpagutan, tangan Tiwi merangkul pundakku dan nafasnya mulai tidak beraturan.“Oh Den.., oh… hmm..,” desah Tiwi yang mulai menghangat. Perlahan tangan Tiwi menerobos kancing kemejaku dan membelai dada serta menyentuh putingku. Aku tersentak dan mendidih lah gejolak libidoku.“Ohh Tiwi.., uhh..,” aku melenguh pelan.Tanganku menyentuh kenyalnya buah dada Tiwi. Kuremas pelan dan kubuka kancing bajunya perlahan. Ujung jariku menyentuh puting Tiwi dan jilatan-jilatan lidahku sudah berpindah menelusuri leher, tengkuk dan belahan dada Tiwi.“Oghh.. Deni..!” Tiwi merinding, tampak bulu-bulu halusnya berdiri menahan serangan lidahku.“Ohh.., hmm..,” Tiwi mendesah.Kusapu belahan dadanya dari leher hingga ke ulu hatinya.“Sss.., ssttt..,” Tiwi mendesis menikmati lembutnya sapuan lidahku.Kecupan-kecupan ciuman terus merajalela di bagian pinggul dan perut Tiwi. Kuklitiki lubang pusar Tiwi dan kugesekkan hidungku di permukaan kulit tubuhnya.“Aahh.. Deni.., ouggh.. sstt..”“Tiwi.., Aku emut yah nenen Kamu..?”“Oh please Den.., Do it for Me..!” katanya sambil membantuku membuka BH-nya yang berukuran 36B.“Hufff.. yess…” kedua dada Tiwi terlihat jelas dengan 2 puting kecil berwarna coklat muda.Tiwi memegang kepalaku dan sedikit meremas rambutku, lalu dia menekankan kepalaku mendekati dadanya.“Slurppp… sluurppp..,” mulutku meraup dan menghisap dada Tiwi.“Oeghh Den.., aahhh..”Ujung lidahku menekan ujung puting Tiwi, “Sstt.. shmm… oh..” Tiwi menggelinjang karena kuemut putingnya, lalu ujung lidahku menglitiki dada dia. Turun naik remasan-remasanku dan pilinan kedua jariku, menambah indahnya foreplay yang kuberikan kepadanya. Lalu aku membalikkan tubuhnya. Dengan tubuh tengkurap, kubuka roknya dan tinggalah sebuah CD. Lidahku mengerayangi pungDen Tiwi. Usapan kombinasi antara sapuan ujung lidah dan belaian jemariku membuat Tiwi semakin merasakan hangatnya tehnik bercinta yang kuciptakan.“Ohh… hhmm ahhh…” kepala Tiwi bergoyang dan menengadah menahan geli.Aku mengekspresikan gerakan cintaku agar Tiwi mengerti arti sebuah sentuhan. Lidahku turun menelusuri bongkahan pantatnya. Kugigit karet CD-nya dan kuturunkan dengan menggunakan mulutku.“Arghh.. Deni.., Kamu.. ahh.. It’s so warm.. and erotic…”Kupeloroti CD-nya hingga sampai ke betis. Lalu kedua kaki Tiwi membantu melepaskannya. Tinggal lah tubuh Tiwi yang putih polos layaknya tubuh seorang wanita Chiness. Kuciumi betis Tiwi, kutelusuri dengan sentuhan lidahku hingga ke bagian pantatnya.“Uhh..,” lalu kuemut bongkahan pantatnya hingga timbul tanda cupangan dari bibirku kujilat-jilat belahan pantatnya.Tiwi mengangkat pantatnya dan mendesah, “Ooh… hhh..” kutelesuri kembali belahan pantatnya dan akhirnya lidahku bermuara pertengahan antara vagina dan lubang anusnya, “Slurp…” lidahku menjulur-julur ke arah lubang itu bergantian dan merasakan lembab dan harumnya vagina Tiwi.“Aogh.. hh..” Tiwi menggelinjang menggerakkan pantatnya naik turun.“Den.., buka baju Kamu Say..” katanya.Lalu dia membalikkan badannya dan bangun, lalu berdiri melucuti pakaianku satu persatu. “Ahnm…” aku menikmati gerakan jemari Tiwi, membuka pakaianku sambil kupandangi dan kubelai punggung dan bongkahan pantatnya dan ingin sekali kulumat bibir dan putingnya.Lalu Tiwi berlutut dan membuka CD-ku lalu dia terbelalak, “Oh sstt.. besar sekali Den..?Huff..!”Tiwi mengelus dan mengurut-urut lembut kejantananku dengan pandangan nanar bernafsu untuk menghisap.“Buat Kamu Wi..! Ini buat Kamu.. Sayang..” kataku memanjakannya, “You are so beautiful Tiwi..!” kataku sambil mengangkat Tiwi dan merebahkannya di atas ranjang.“Oh Man, She’s so preety…” kataku dalam hati.Aku menjatuhkan serangan di dada, dan mulai menghisap puting kirinya.“Ooughh…” mendesir sekujur tubuh Tiwi sampai ke kemaluannya.Tangan Tiwi melemas tidak berdaya, apalagi jemari kiriku yang kokoh memilin-milin puting kanan, tangan kananku meremas-remas pantat Tiwi. Mulutku kemudian berpindah dari puting kiri ke kanan dan sebaliknya.“Tetemu indah sekali Wi, Aku suka..” kataku memujinya.Tidak tahan Tiwi menerima permainanku, sangat lain, beda, pintar sekali, berbeda dengan suaminya.“Oghh Sayang.. uh.. enak Sayang berikan apa yang belum pernah kurasakan…” erangnya.Payudara Tiwi langsung mengeras. Kedua putingnya kontan meruncing, tegak. Kukombinasi gerakan antara lembut dan terkadang agak liar, aku menghisap dan membuat Tiwi merasa nikmat. Birahi Tiwi yang mulai membesar, tidak terasa tahu-tahu dia telah meninggalkan beberapa cap merah di sekeliling dadaku yang bidang. Jemari tanganku mulai merasuk ke belahan kemaluan Tiwi. Tanganku satunya meremas-remas pantatnya.“Ogh..!” Tiwi menggelinjang disaat aku menggesek-gesek liang kemaluannya dengan jemariku.“Ooouuww..,” serangan bersamaan di lubang kemaluan dan hisapan putting menyebabkan Tiwi pra-orgasme.Tanpa sadar mulut Tiwi terbuka menahan nikmat dan matanya terpejam sambil melenguh panjang.“Ahh… ssshhh…” lalu mulutku menyumpal mulut Tiwi, dan lidahku berkesempatan menari-nari mencari lidah dalam rongga mulutnya. Tiwi kembali mengeluh dan menggelinjang, “Oouuh, enak sekali.. Deni…”Tanpa sadar Tiwi membalas jilatan-jilatanku, dan mebuat kemaluannya membanjir dengan CD yang telah terlepas. Jari tengahku mulai menusuk-nusuk perlahan ke dalam lubang kemaluan Tiwi.“Ouuugh,” semakin dalam, dalam sekali, Tiwi teersentak-sentak akibat ditusuk sedalam ini, “Oouuugh nikmatnya…” erangnya.Jariku menekan-nekan di dalam liang vagina Tiwi, masuk lalu kuputar dan kubengkokkan. Kutarik keluar.“Deni, cukup… Sayang Aku nggak kuat… oh..,” katanya.Aku tidak mempedulikan erangannya, “Oohh yeah…”Aku sungguh menikmati foreplay ini dan kuyakin Tiwi pun sangat menyukainya.Mulutku kembali menghisap putingnya terus ke pusar, dan serta merta aku menjilati lubang kemaluan Tiwi dengan irama “SALSA”, yaitu gerakan lidah yang erotis di relung vagiannya. Wooww, nikmat. Seolah Tiwi tahu dan menemukan permainan cinta baru. Dia hanya bisa mendesah, mendesis, melenguh.“Uuueeehhhgg… Oh! Oh! Oh! Oouughh…” desahnya.Selagi asyik begitu, aku langsung berhenti dan mendekap Tiwi, seraya berbisik di telinga, “Enak tidak Sayang..?” Tiwi mengangguk sambil menatapku sayu.“Mau lagi?” kataku.Tiwi mengangguk, “Ooh.. Sayang.. teruskan..!” katanya.“Cukup nggak foreplay-nya..?” kataku sambil membelai rambut dan pipinya.Tiwi hanya tersenyum dan melingkarkan kakinya di pinggangku. Pelan, hangat dan penuh arti foreplay yang kuberikan kepada Tiwi.Aku kembali melakukan serangan dengan menjilati kemaluan Tiwi, kemudian menghisap putingnya.“Ouuuggh,” desahnya sambil tanganku merenggangkan selangkangannya.Lidah kami saling mencari, saling membutuhkan, dan kemaluanku yang keras, besar, panjang menempel di atas paha Tiwi.“Deni, Aku sudah tidak tahan…” desah Tiwi, “Oh… Deni, please “fuck Me Dear..!” pinta Tiwi.Ah, aku berlutut di hadapan Tiwi yang sudah telentang dan memperhatikan batang kejantananku.“Woow, besar sekali dan panjang. Coklat, kokoh, Glek..glek..” Tiwi tercekat melihat pemandangan itu.Aku mengarahkan tangannya untuk memegangnya, saking besarnya tidak cukup satu genggaman.“Gede mana sama punya suamimu..?” tanyaku, “Ayo dikulum dulu..! Sayang..” pintaku.Tiwi tak menjawab dan langsung mengocok kemaluanku dan membuka lebar-lebar pahanya. Aku tidak ingin egois, lalu kuputarkan dan naikkan badannya hingga posisi “69″ agar kebersamaan bercinta kami tetap terjaga. Kusapu perlahan liang vaginanya.Kutusukkan ujung hidungku, kutekan dan kuhirup aroma semerbak vagina wanita keturunan ini, “Arrrgghh… hhmm… hh… Den… aa…”Tiwi menekan pinggulnya, bibir vagina Tiwi kupagut, serasa aku memangut bibir atasnya.Oh.., aku paling suka seperti ini, membuat wanita menjadi dihargai dengan memanjakan vaginanya oleh sentuhan-sentuhan. Kupagut bergantian kedua bibir vaginanya. Kulumat, hisap dan mengemut-emut lembut. Lalu ujung lidahku menerobos masuk ke dalam liang senggamanya. Kugoyang-goyangkan ujung lidahku serasa menari-nari di lantai dansa. Lekukan-lekukan lidahku dikombinasikan dengan tusukan-tusukan di vagina Tiwi, membuat Tiwi mengejan dan orgasme. “Aahh.. hh… ah uhhhhhh.. hh.. Deni..” desahnya.Aku menampung keluarnya cairan vagina Tiwi dengan lidahku, dan kutelan. Lalu kuresapi rasanya. Oh nikmat sekali.Kini klitoris Tiwi menjadi sasaranku. Kuguncang-guncang dengan ujung lidahku,“Ohh oh.. yes.. uhh..”Tanganku menari dan menjepit di sekitar putingnya, membuat serangan belaianku menjadi terkombinasi dengan baik. Kontraksi otot vagina Tiwi terlihat dengan jelas disaat kuberi serangan “3 penjuru”, yaitu pilinan di puting, mengguncangkan klitoris dengan jemari dan jilatan serta tusukan di vaginanya menggunakan lidah.“Arggg.. hhh… ahh… hh.” nafas Tiwi semakin tidak beraturan dan orgasme foreplay kedua siap dinikmatinya.“Oh Sayang.. ough.. Deni.. Kamu.. oh..” Tiwi meracau, menahan nikmat.“Ughhh..” aku merasakan nikmat kuluman dan hisapan Tiwi di batang penisku.Aku tak menghiraukannya karena aku berkonsentrasi dengan memanjakan vagina Tiwi.“Oghh.. Deni… Ayo Sayang..! Ughh.., masukkan.. Sayang.. ugh…” Tiwi meracau sambil menjilati batang dan menghisap buah zakarku.Aku bangkit dan menelentangkan tubuh Tiwi dengan bertumpu pada kedua lututku. Kulebarkan paha Tiwi, satu kakinya kusangkutkan di pundakku.“Ayo Deni.., beri nikmatnya bercinta Kamu..!” katanya.“Cepat.. Deni.. please… masukkan..!” desahnya lagi tak beraturan.Kepala burungku yang besar dan berurat, kokoh, kekar sudah menempel pelan dibibir kemaluan Tiwi.“Rasakan penisku Sayang.. rasakan denyutnya, Tiwi.” kataku sambil membelai perut dan pahanya.“Ya, masukkan sedalam-dalamnya, Aku tak tahan lagi Deni, please..! Setubuhi aku..!” katanya.“Sabar Sayang.. pelan-pelan yah..!” kataku mesra dan tak ingin terburu-buru. “Come on Dear… please..!” kata Tiwi yang sudah melayang tidak tahan. Dan, “Bleessh..!” kepala batang kejantananku susah payah dan akhirnya masuk kedalam liang senggamanya.“Wooww arggh.., saaakk… Deni… nikmaat…” erang Tiwi.“Sabar Sayang pelan-pelan ya..?” kataku terus menggenjot pelan.“Ooougghh yesss… yesss… Dear… ahhh..!” Tiwi, benar-benar merasa nikmat.“Enak Sayang..?” tanyaku.Tiwi terdiam merasakan nikmat, hanya bola mata sayu dan gigitan bibir yang terekspresi yang terlihat. Aku mendorong perlahan sampai kira-kira 1/3 batangpenisku. Maju mundur, oh mulai agak nikmat rasanya.“Deni, Aku suka penismu.. Oh berdenyut Sayang nikmat Deni.” katanya.“Iya… Ooouuww hufff… aku full menekan…”“Ahh… Deni.. Oh…” desahnya.Kuterus memperdalam sodokan dengan cara menarik sekitar 3-5 cm dan memasukkan kembali 7-9 cm, sampai kira-kira mencapai 50 persen panjangnya, itulah metode “234″-ku.Sekarang aku mulai mengocok agak keras dan cepat, sehingga, “Oougghh, Oh..Oh.. Oh. Oh..”Penisku mengisi liang senggama Tiwi yang tidak tersentuh dengan metode seperti ini. Sangat terasa sekali batang kokoh, kuat, bertenaga, serta jantan itu. Hampir semua batang penisku yang panjang itu tertelan dalam vaginanya. Dan disini lah aku menunjukkan keahlianku dalam bercinta.Peluh memulai menitik dan membasahi perut Tiwi. Sudah hampir 2 jam aku bercinta dengan Tiwi dan aku benar-benar menikmatinya. Demikian pula Tiwi sebaliknya. Tiwi mendapatkan kenikmatan yang amat sangat, Tiwi mencoba menyambut setiap hantaman penisku dengan cara mengangkat pinggul dan pantat setinggi mungkin. Pada saat aku menekan, menusuk, Tiwi menyambut dengan mengangkat pinggul, dan sekali-kali menjambak rambutku, sehingga hantamanku yang keras semakin keras cepat, dan nikmat. Tubuh Tiwi terguncang-guncang naik turun seirama hentakan pinggulku dan tampak pancaran wajah Tiwi penuh birahi. Sambil menikmati kocokanku, aku merasakan banjirnya vagina Tiwi.“Ayo Den..! lebih kuat.., Oh!” desahnya.Aku mempercepat kocokanku, goyang-goyang sodok, goyang-goyang sodok, itulah metode yang kugunakan.“Deni aa… Ouugghh… Haaa..!” aku menahan untuk kemudian menghentak dengan satu dorongan kuat.“Deni… ouww…” aku menusuk dengan perlahan sampai masuk semuanya.“Deni… Hoh… Hohh… Aw..! Nikmatth… enakh.., terussh Sayang… teruszhh… oouugghh mmhh…”“Tiwi, Aku mau keluar, di dalam nggak apa-apa..?” tanyaku.“Arghh… uhh.., jangan dicabut, keluarin di dalam saja Sayang..!”“Enak ini.. hhh… Deni.. uhh..” Tiwi mengejang dan menjepitkan belahan pahanya di pinggulku.“Ooouughh.., Seerrr…” semprotan cairan vagina Tiwi kencang sekali, diikuti dengan semburan cairan vagina Tiwi.Kenikmatan yang diberi olehku membuatnya terhempas di dunia kenikmatan. Aku masih terus mengocok pelan-pelan dan kuat, setelah agak lama baru kusodok dan terdengar bunyi, “Plok.. cplok.. clep..!” saat kejantananku berguncang dan menari di dalam vagina Tiwi.“Oh.., Sayang… uhh keluarkan sperma Kamu Sayang.. oh..!” desahnya lagi.Pijitan-pijitan di ujung batang kejantananku menandakan aku akan menyusul Tiwi mengalami orgasme.“Aagh… uhh…” kuterus mengocok kemaluanku dan Tiwi hanya memejamkan mata, menahan nikmat dengan menggigit bibirnya.“Deni.. a… ahhh.. ooh…”Tidak lama setelah itu, “Crutt… crutt.. ser… crettt..” penisku mengejang diikuti semburan spermaku yang memenuhi liang senggama Tiwi.“Argggh…” aku mengejan dan mengerang, “Oeghh Tiwi.., Uhh.., Sayang… ahh..!”Tiwi menjepit serasa menerima utuh spermaku. Oh, sekitar 5 kali semprotan kulakukan. Benar-benar menghempas kenikmatan bersama Tiwi.“Oh yesss Deni.. trus Sayang.. keluarin Sayang.. uhh hangat.. Den ahh.. uh..”Kupendamkan seluruh batang penisku agar Tiwi mendapatkan betul-betul hangatnya sperma dan denyut penisku secara utuh.“Oh..” desahku.Tiwi tersenyum dan aku mengecup pipi serta keningnya tanpa melepaskan batang penisku yang akhirnya keluar dengan sendirinya.“Oh Tiwi… hmm Aku suka…” kataku.“Deni.. Aku belum pernah seperti ini.. terima kasih..!” katanya sAmbil melumat dan mengecup keningku dan kami menyelesaikannya dengan saling mendekap dan bibir kami berpagutan.Serasa indah sekali jika bercinta penuh dengan kebersamaan