Bandot tengik - 2

Bookmark and Share
Aku masih berdiri mematung di belakang pintu, sementara Pakde Mardi alias "Bandot" Tengik" itu mulai melepaskan pakaiannya satu demi satu. Kini dia sudah telanjang bulat di depanku. Dengan sudut mataku, kuamati sekujur tubuhnya. Perawakan agak pendek, dengan kepala sedikit botak dan rambut keriting tebal, mengingatkan wajah Pak Hikam, Menteri Ristek (maaf ini hanya sekedar perbandingan fisik saja, tanpa maksud apa-apa), namun dengan kesan wajah yang lebih tua. Umur "Bandot" Tengik" ini kutaksir sudah lebih dari 53 tahun. Dadanya ditutupi rambut lebat, mulai bawah leher, dada terus sampai di atas pangkal kemaluannya. Konon kata orang, digumuli dengan orang dengan rambut di tubuh begini akan memberi rasa geli bercampur nikmat. Namun karena yang ada di hadapanku ini adalah seorang pemerkosa, aku merasa akan diperkosa oleh monyet besar atau gorilla. Kemaluannya yang akan segera dihujamkan ke liang kemaluanku panjangnya biasa saja, tetapi bentuknya besar dengan warna hitam kemerahan. Apa batang kemaluan sebesar alu (penumbuk padi) ini tidak akan mengkoyak-koyak liang kemaluanku? Mudah-mudahan tidak. Kepala bayi saja bisa lewat apalagi kemaluan laki-laki, begitu pikirku.

Kini "Bandot Tengik" ini mulai menciumi, melumat bibirku. Kasar sekali. Satu persatu pakaianku dilepaskan. Entah kenapa aku tetap pasif diam dan menurut saja. Sekarang dalam keadaan bugil aku berada dipelukan "Bandot Tua" itu. Sambil mendesakkan bibirnya ke bibirku, badannya mendorong tubuhku ke belakang mepet ke tembok, sehingga tekanan bibir dan badannya terasa kuat sekali. Lalu batang kemaluannya mulai menggelitik kemaluanku. Pangkal kemaluan itu ditekan-tekankan, ada reaksi dari kemaluanku. Bungkem rapat-rapat. Seperti mulutku yang tetap rapat meskipun bibir "Bandot Tengik" menekan sambil diputar-putar di atas bibirku. Saat gelegak nafsu "Bandot Tengik" ini mulai meningkat, bibirku digigit dengan gemasnya. "Aduh Pak, sakit.. aduh.. jangan Pak!" Ciumannya kini menuju ke bawah, leher, daerah belakang telinga, terus ke bawah, di antara buah dada. Tiba-tiba ciumannya dilepaskan. Dia menyempatkan mengamati buah dadaku. "Susumu hebat, Min," (Buah dadaku memang indah, besar, kenyal dan berbentuk kerucut. Di sekitar puting susu yang coklat kehitaman terlihat semburat urat darah kebiruan muda yang seolah terukir di atas "bola" porselin yang putih. Kata suamiku, setiap kali melihat buah dadaku, batang kemaluannya langsung ereksi. Batang kemaluan itu baru mau "tidur" kembali setelah isinya dimuntahkan ke lubang kemaluanku, melewati persetubuhan yang panjang, mengasyikkan dan penuh nikmat).

Kini, bibir "Bandot Tengik" ini dibenamkan di antara kedua buah dadaku. Mencium ke kiri dan ke kanan bergantian. Lalu pentil buah dadaku mulai dihisap-hisap. Mulutnya lebih masuk lagi, sepertinya buah dadaku mau ditelan saja. "Hii.. hh, hii.." gumamnya sambil menggigit buah dadaku dengan geramnya, rupanya gemas sekali dia merasakan ranumnya buah kebaggaan suamiku tersebut. "Hiyung.. aduuh.. Pak.. sakit, sakit sekali.. Pak.. sudah.. Pak.." aku hanya bisa mengaduh lirih. Kini serangannya merembet ke bawah. Perut atas, pusar, diciumi, digigit-gigit dengan rakusnya. Terus.. terus ke bawah lagi.. sampai di bukit kemaluanku. "Bandot Tua" ini rupanya sangat terangsang melihat kemaluanku yang metutuk (mencembung) ke depan seperti roti kokis dengan rambut di sekitar klitoris yang rimbun. Sebab setelah dijilati sebentar, bibir kemaluanku sempat digigit dengan gemas. "Aduh..!" aku tersentak karena sakit.

Lalu pahaku dipeluk satu persatu, dicium, digigit. Kalau aku mengaduh, baru gigitan itu dilepaskan. Bangsat! Rakus benar, setan laknat ini. Demikian umpatku dalam hati. Setelah forepplay ini dianggap cukup, badanku ditarik dan direbahkan dengan paksa ke atas kasur. Dengan kakiku yang terjulur ke bawah, dia menunggangiku. Persis seperti joki kuda balap yang siap memacu kuda balapnya (lihat tulisanku bagian pertama). Batang kemaluannya siap dimasukkan ke lubang kemaluanku. Tetapi bibir lubang kemaluanku rupanya mengkerut (berkontraksi) menutup rapat. Ini akibat sikapku yang me-"reject" (menolak) batang kemaluan asing itu, sehingga timbul Vaginismus. (Vaginismus adalah lubang kemaluan yang mengalami spasmus, yaitu merapat kuat menutup lubangnya sehingga tidak bisa dimasuki batang kemaluan). Gagal, tetapi tidak putus asa. Kini dia menciumiku lagi, kasar dan penuh nafsu. Buah dadaku dipegang dengan kedua telapak tangannya, diperas kuat-kuat, digigit mulai pangkal puting dadaku terus sampai setengah buah dada masuk ke mulutnya. "Uhh.. uhh.." suara kegemasan Pak Mardi.

Rupanya nafsu syahwatnya sudah sampai ke ubun-ubun, sementara batang kemaluannya masih parkir di luar lubang kemaluanku. "Aduhh.. aduh.. Pak.. sakit sekali Pak!" teriakku lirih penuh iba. Tetapi akibat kesakitanku itu "kontrol" sarafku ke lubang kemaluan lepas. Lubang kemaluanku sedikit menganga, dan cairannya mulai menetes keluar. Merasa batang kemaluannya terbasahi cairan lubang kemaluanku, "Bandot" ini terlihat lega. Batang kemaluannya coba dimasukkan lagi secara paksa ke lubang kemaluanku. "Bluss.." masuk seluruhnya meskipun aku jadi kesakitan karena bibir lubang kemaluan luar dan dalamnya terlipat-lipat dan terseret ke dalam akibat desakan batang kemaluan. Kini "Bandot" itu seperti menemukan kunci, kunci untuk membuka lubang kemaluanku yang "metutuk", yaitu dengan menyakiti. Karena itu diulangi kekurang-ajarannya dengan menggigit buah dadaku, kiri dan kanan bergantian. Sakit.. sekali. Meskipun tidak sampai berdarah, akibat gigitannya terasa perih karena menyisakan jelas (bekas, pingget)di kulitku. Sekarang dia mulai menikmati lubang kemaluanku. Pantatnya mulai dinaik-turunkan dengan kuatnya terutama pada saat diturunkan, seolah batang kemaluannya mau membobol lubang kemaluanku. Dug.. dug.. dug.. Setiap menghentakkan kemaluannya, tangannya meremas buah dadaku sekeras-kerasnya. "Nurut saja Min, biar sama-sama enak, ya.. toh.." Buiihh, anjing tua keparat, gumamku dalam hati. Ya, aku heran kenapa aku merasa tidak punya kekuatan apa-apa. Lemah, lunglai, mungkin karena mengalami syok mental. (Padahal dengan suamiku kalau bersetubuh sambil bergulat begini, aku biasa di posisi atas, dan "lumpang"-ku yang justru menjojoh "alu"-nya suamiku. Setiap kali lubang kemaluanku menjojoh, Mas-ku menggelinjang kenikmatan).

Ibarat air yang dimasak, suhunya kini sudah delapan puluh derajat. Ini terlihat dari nafas "Bandot" yang mulai terengah-engah. Dan keringat dari dadanya mulai menetes. Sementara akibat tonjokkan itu, aku sedikit saja menikmatinya, meskipun kenikmatan yang hanya 10% itu terkubur oleh 90% rasa sakit yang kurasakan. Ibarat orang naik motor, kini sudah masuk ke perseneling tiga, sebab makin lama makin cepat gerakan menggenjot-genjot tubuhku. Kulihat mata "Bandot" ini mulai dipejam-melekkan menikmati lubang kemaluanku yang mulai kuat menggigit, merasakan kenikmatan memijat buah dadaku yang indah, putih dan montok. Kadang saja "Bandot" ini terlihat kelelahan, "pause" sebentar dengan merebahkan dadanya ke dadaku, sedang wajahnya "disembunyikan" di samping leherku. Kalau sedang begini, aku hanya dapat berdoa, semoga "Bandot" ini mati mendadak terkena serangan jantung, meskipun urusan dengan polisi nantinya akan sangat ruwet. Ehh.. bangun lagi. Malah tambah segar, tentu, setelah lebih kurang satu jam aku disiksa dalam alam surganya "Bandot" ini. Permainan agaknya akan diakhiri, tetapi tiba-tiba "Plak.. plak.. plak.." pipiku kanan dan kiri ditamparnya kuat beberapa kali. Ini merupakan "kunci" untuk memaksa aku membuka lubang kemaluan.

"Aduh Pak.. sakit sekali.. Pak, aku sudah tidak kuat lagi Pak.. dibunuh saja aku Pak!" Tapi tentu saja suara itu tak akan terdengar, karena tertutup deru nafsu syahwatnya yang mulai mencapai kecepatan 90 km per jam itu. Gojlokan batang kemaluannya ke lubang kemaluanku makin keras dan cepat, dan aku menggelinjang kesakitan, menggolek-golekkan kepalaku, meronta-ronta mau melepaskan tikaman batang kemaluan "Bandot" ini, tetapi tentu tak akan bisa. Bahkan rambutku yang tersibak ke kiri dan ke kanan di depan wajahku menjadi daya tarik tersendiri (seperti iklan shampoo di TV itu). Rambutku dipegangnya, disapukan ke wajahku, lalu ditaruh di depan wajahku lagi. Setelah itu rambut disibakkan ke pipiku. Dan hidung, bibir, pipiku diciumnya kuat-kuat, sambil sekali-kali digigit. Dan sementara itu penggejotan lubang kemaluanku jalan terus. Wah.. pokoknya, ini cara orang barbar menyetubuhi pasangannya. Menyetubuhi sambil menyiksa.

Kini badanku makin bertambah lemas, ingatanku mulai sayup-sayup. Tetapi suhu syahwat "Bandot" ini tambah tinggi, dengan kecepatan diatas 100 km. "Duk.. duk.. duk.." batang kemaluannya makin mengembang dan tetesan keringatnya makin deras, nafasnya makin tersengal, sementara aku meronta-ronta ingin melepaskan diri. Tetapi kekuatanku makin lemah dan akhirnya tak sadarkan diri. Dan tiba-tiba.. "Achh.." Bandot ini mencapai klimaks. Kakinya mengejang lurus, tangannya memeluk leherku sambil menggigit pipiku. Air maninya muncrat dari batang kemaluannya, ditumpahkan ke lubang kemaluanku. Dan tubuhnya lemas jatuh menimpa badanku. Sekian dulu teman-teman, mohon diberi skor dan komentar.

TAMAT