"Mass.. Aku ingin dientot mulutku, mass..", racaunya.
Kepalanya terus berputar menggeleng mengantarkan keinginan mulutnya melumati kontolku. Aku agak heran, ketika masih di luar tadi rasanya aku yang sangat ngebet padanya. Ternyata kini dialah yang begitu haus melumati kemaluanku.
"Sejak Mas turun dari taksi tadi, aku sudah langsung naksir, lho. Mas seksi sekali. Dan aku sudah tebak kontol Mas pasti gedee.. sekali".
Aku senang memberi kepuasan padanya. Aku entot mulutnya hingga spermaku yang muncrat-muncrat ditelannya habis. Aku juga mengisap kontolnya yang bersih itu. Aku ciumi sepuasku. Aku minum spermanya pula. Aku merasakan betapa kental dan manis pejuh Sofyan dalam mulutku.
Menjelang pulang dia bilang masih ingin menikmati syahwat bersama aku. Kami saling bertukar No. HP. Kami janji akan berjumpa sebelum pelantikan Presiden Baru Pilihan Rakyat untuk periode tahun 2004-2009.
Minum Pejuh Supir Metro Mini
Aku kebelet kencing di terminal Senen. Sebelum aku naik metro mini untuk pulang ke Rawamangun aku perlu menyempatkan diri untuk buang air kecil. Sesudah tanya sana-sini dimana ada toilet umum dalam hari panas yang terik aku berjalan ke sana untuk buang air kecil. Di pintu masuk kulihat ada penjaga untuk menerima bayaran dari setiap orang yang kencing, atau berak atau mandi di toilet tersebut.
Dalam aroma pesing sebagaimana umumnya toilet umum, aku kencing di tempat yang sangat sederhana. Nempel ke dinding pipa air paralon yang memanjang dengan lubang airnya yang terus mengalir membersihkan dinding keramik yang terus menerus siap dikencingi siapa saja sepanjang hari. Di bawahnya memanjang pula selokan yang menampung air kencing.
Beberapa orang telah lebih dahulu kencing di sana dan aku masuk ke celah kosong di samping seseorang. Aku mengeluarkan kemaluanku yang sudah sangat kebelet dari celanaku. Dan ssrr.. Duh.. Legaa.. Rasanya.
Tiba-tiba orang di sampingku itu menengok ke wilayah kencingku. Dia melihati kontolku yang lagi memancurkan kencingnya. Aku jadi penasaran. Ada apa? Dan tanpa kusadari aku sendiri juga melihati kontolnya. Namu aku tidak melihatnya sedang kencing. Orang ini sedang memijit-mijit atau mengelus-elus kontolnya yang gede dan panjang sekali. Kontolnya sedang ngaceng dan aku yakin dia memang sedang masturbasi. Dia tersenyum nyengir padaku. Nampak matanya sayu dan haus. Dia mengangkat alisnya seakan memberi kode untukku. Kemudian aku mendengar dia berbisik padaku..
"ingin ngeluarin pejuh nih, Mas. Mau nggak bantuin?".
Nggak tahu bagaimana awalnya, tiba-tiba hal yang begitu saja muncul di depan haribaanku ini langsung mencongkel birahiku. Kencingku langsung tersendat karena kontolku jadi ikutan ngaceng. Aku tergetar menyaksikan kontol tuh orang yang segede dan sepanjang itu. Aku nggak pernah melihat kontol seperti itu sebelumnya. Dan yang membuat aku menjadi demikian tercongkel birahiku adalah bonggol kepala kontolnya yang berkilat-kilat serta batangnya yang gede dipenuhi urat-urat yang melingkar-lingkar di seputarnya. Kontol ini kelihatan sangat menahan desakan nafsu syahwatnya.
"Mau nggak?", sekali lagi orang ini berbisik sambil tangannya terus memijiti dan mengelus-elus kontolnya yang semakin mempesona aku.
Aku nggak berani mengeluarkan suaraku. Namun aku juga nggak mampu mengelak dorongan syahwatku. Dengan gemetar yang hebat aku mengangguk-angguk menyetujui permintaannya. Orang ini menggerakkan kepalanya sebagai kode ajakannya. Dia beranjak sambil seakan tetap memegang kontolnya, berbalik masuk ke salah satu WC tertutup yang berderet di belakang kami kencing. Orang ini langsung masuk dan menutup pintunya separuh. Dia menunggu aku untuk menyusulnya. Dan aku sepertinya dalam pengaruh sihirnya, ikut beranjak untuk menyusul masuk ke WC itu.
"Ayo, kamu isep supaya pejuhku cepat keluar", katanya sambil mengunci pintu dan dengan tajam matanya memandangi aku.
Edan.. Tak pernah aku terpojok macam begini. Masak seseorang yang tak kukenal tiba-tiba menyuruh aku untuk mengisep kontolnya.
"Ayoo.. Keburu ada orang nanti..", sambil tangannya meraih bahuku dan menekan agar aku merunduk dan mendekatkan mulutku ke kemaluannya yang gede panjang dan berkilatan bonggolnya itu.
Aku nyaris berontak dan menolak kemauannya. Namun rangsangan yang sangat hebat menyambar hasrat syahwatku. Aku seakan tertelikung oleh nafsuku. Aku terperangkap dalam arus birahi dan dengan tanpa pertimbangan lagi aku berjongkok pada dengkulku di lantai WC yang basah itu. Aku mengangakan mulutku dan menerima sorongan bonggol kepala kontol orang itu.
"Jilati dulu biar cepat keluar", orang itu bisa memerintah aku seenaknya.
Dan dengan segala keblo'onanku hal itu juga kulakukan. Dengan penuh getaran syahwat aku langsung menyapu bonggol kepalan itu dengan lidahku. Aku mengenyami asin-asin precumnya. Aku menikmati bau selangkangannya. Aku juga menikmati tangan kasar orang itu yang meremas-remas pedih rambutku. Aku juga menikmati entotan maju mundur pantatnya saat mendorong tarik kontolnya yang gede ke mulutku.
Dan ketika puncak nikmatnya hadir, orang itu betul-betul bertindak di luar batas padaku. Dia tekan kepalaku kedinding hingga aku jatuh terduduk pada lantai WC yang basah. Dia genjotkan kontolnya mepet ke tenggorokanku hingga aku tersedak tanpa mampu menghindar. Dia semprotkan pejuhnya yang kental ke langit-langit dan gerbang kerongkongan dalam mulutku. Dia bekap hidungku. Dia buat aku tak bisa bernafas sehingga aku terpaksa menelan seluruh spermanya yang dia tumpahkan.
Seperti bayi yang dicekoki jamu oleh ibunya, orang ini mencekoki mulutku dengan berliter-liter pejuhnya. Dia masih terus mengocokkan maju mundur kontolnya ke mulutku sambil membekap hidungku sampai seluruh cadangan air maninya terkuras habis tertelan membasahi kerongkonganku. Dan yang lebih kurang ajar adalah, saat dia merasa telah selesai dan meraih kepuasannya, dia masukkan kontolnya dan menarik resluiting celananya untuk kemudian bergegas pergi meninggalkan aku yang masih terkapar di lantai WC yang basah.
Aku berusaha bangun secepatnya walaupun agak tertatih-tatih. Sesudah membayar Rp. 500 aku berhasil keluar dari toilet itu dengan celanaku yang basah dan bau pesing. Dan kembali di bawah teriknya matahari aku menuju deretan metro mini yang akan membawa aku pulang ke Rawamangun.
Tanpa ragu aku langsung naik angkutan kota yang paling terkenal ini, aku menuju bangku depan agar bau pesingku tidak mengganggu penumpang lainnya. Tak lama metro miniku ini merangkak keluar terminal dan melaju menuju Rawamangun. Sambil meluruskan pinggangku, aku mengangkat kakiku untuk menginjak pijakan di depanku. Aku terkejut saat melihat ke samping kananku. Kurang ajarr.. Sopir ituu.. Dialah orangnya yang telah memaksa aku untuk minum pejuhnya di WC terminal pesing beberapa menit yang lalu.
Dadang, Pengamen Bis Kota
Sekitar jam 5 sore, sepulang kantor aku langsung masuk ke bis kota yang akan membawa aku ke Pulo Gadung dimana rumahku tidak jauh dari sana. Di Cempaka Putih aku melihat seorang pemuda jangkung naik dengan gitarnya. Dia adalah pengamen bis kota.
Walaupun pakaiannya nampak seadanya, T. Shirt dengan celana jeans butut, namun pengamen ini menampakkan posturnya yang seksi. Jangkungnya yang lebih dari 170 cm, wajahnya yang manis dengan rambutnya yang terurai lepas dan sosoknya yang agak bongkok-bongkok itu membuat aku selalu ingin melihatnya setiap aku pulang kerja. Nggak tahu ya.., rasanya aku ingin sekali menciumi atau mengulum kontolnya. Aku bayangkan pemuda jangkung dengan punggung bongkok-bongkok macam itu biasanya kemaluannya gede dan panjang. Aku semakin terobsesi setiap berjumpa dengannya.
Sore ini kebetulan tak ada acara penting di rumah. Aku bisa telepon istriku pulang terlambat dengan alasan ada keperluan bisnis nyari uang tambahan. Dan itu sudah kulakukan begitu aku melihat si jangkung pengamen ini naik ke bis kota yang aku tumpangi. Sore ini aku ingin membuntuti dia, di mana dia turun.
Aku ingin ngajak istirahat untuk minum atau mungkin makan malam. Aku ingin tahu seharian ngamen dia dapat uang berapa? Maukah dia menerima uangku yang mungkin 2 atau 3 kali lebih besar dari pendapatan ngamennya dengan syarat dia memperbolehkan aku menciumi atau mengulum kontolnya. Aku ingin sekali dia menyemprotkan air maninya ke mulutku. Aku ingin minum pejuhnya.
Aku yakin dia akan memenuhi keinginanku dengan imbalan yang aku berikan untuknya. Apa ruginya? Dan dia bisa libur tanpa perlu ngamen barang 2 atau 3 hari. Ternyata di jalan Pemuda sesudah jalan Velodrome dia turun. Aku juga cepat-cepat ikut turun. Sebelum masuk ke gang di sebelah kanan jalan aku memanggilnya,
"Dik, tunggu", dia berhenti menengok ke arahku.
Hari yang sudah mulai gelap membuat kami tidak bisa saling memandang sehingga dia berjalan balik ke tempatku.
"Aku suka lho. Suaranya enak Dik. Latihannya dimana?", aku berbasa basi untuk membuka dialog.
Dia mengelak dikatakan suaranya bagus. Dia bilang tanpa pernah berlatih. Kemampuan menyanyi maupun main gitarnya sekedar asal-asalan saja demi untuk uang makan yang ala kadarnya. Aku merasa mendapat peluang. Dia yang hanya demi makan ala kadarnya tentu akan senang mendapatkan tawaranku.
"Mas tinggal dimana? Baru pulang kerja?", dia kini yang bertanya. Kebetulan. Aku bisa menjawab sesuai skenarioku,
"Iya, nih. Lapar lagi. Bagaimana kalau kita makan sama-sama sambil ngobrol. Biar aku traktir kamu. OK? Dimana makan yang enak nih?", ajakku layaknya cukong.
"Mas suka makan apa?", nampak kalau dia juga setuju untuk makan sama-sama.
"Terserah. Aku suka apa saja koq", jawabku sambil membayangkan pikiranku yang 'aku juga suka makan kontol kamu'.
Aku gemetar. Hasrat syahwatku bergetar. Rasanya aku akan meraih keinginanku. Dia mengajak aku makan Soto Madura di tenda pinggir jalan itu. Aku merangkul pundaknya sambil duduk berhimpit dengannya. Hidungku sudah sempat mencium keringatnya.
"Kamu ganteng lho. Siapa namamu. Sekolahmu di mana?".
"Dadang, Mas. Aku lulusan SMP. Jebolan SMU karena nggak punya uang buat sekolah", aku mendengarkannya sambil mengelus-eluskan tanganku ke pundaknya.
Aku ingin dia tahu aku memperhatikan dan menaruh simpati padanya. Dia sama sekali tidak mengelak. Adakah dia menerima elusanku sebagai elusan sesama pria yang menaruh minat pada dirinya? Seusai makan kami keluar warung. Pada saat itu aku keluarkan lembaran Rp. 100 ribu. Aku tunjukkan kepadanya sambil berkata..
"Mau nggak? Aku ingin mencium kamu", aku nekat berkata langsung begitu.
Aku sudah gemetar oleh hasrat birahiku yang menggebu. Dadang menatapku. Dan aku mendapatkan kejutan darinya. Uangku langsung diambilnya sambil berkata..
"Mas homo ya? Nggak apa-apa Mas. Banyak kok saya ketemu macam Mas. Mereka mengajak aku tidur di hotel. Aku khan nyari uang. Apa salahnya?", jawaban yang lugas dari Dadang sambil mengajak aku untuk ke tempat nginap yang dekat dari situ.
"Mas mau ke Pulo Gadung? Disitu ada losmen. Rp. 40 ribu semalam".
Aku langsung panggil taksi dan mengajak Dadang ke sana. Rupanya hal ini bukan hal yang baru baginya. Dadang sudah sering menerima ajakan dari lelaki haus macam aku. Bahkan dia tahu tempat-tempat mana yang bisa dipakai kencan untuk orang macam aku yang cinta sesama lelaki.
Begitu masuk kamar Losmen Pulo Gadung Indah, aku langsung memeluki pemuda pengamen ini. Aku buka T. Shirtnya untuk menenggelamkan hidungku ke ketiaknya, untuk menggigiti dadanya, untuk mengisep puting susunya. Aku terkam Dadang. Kehausanku akan tubuh sesama lelaki tak mampu kubendung. Aku ingin cepat melumat tubuhnya dengan lidah dan bibirku.
Dan spesial untuk Dadang yang nampak sangat tampan ketika telanjang di depanku, aku juga menciumi pantatnya. Aku sengaja tak lepaskan dulu celana dalam dekilnya. Aku ingin dia nungging dan lidahku merambati pahanya kemudian melata hingga ke pantatnya. Aku ingin biar bibirkulah yang menggigit dan menarik celana dalamnya hingga dia telanjang bulat. Dan aku ingin menciumi lubang pantat pemuda tampan ini. Aku ingin lidahku membersihkan segala yang bau dan tersisa di seputar pantatnya.
Aku dengar bagaimana Dadang meraung menjalani nikmatnya. Aku dengar bagaimana rintihannya terus bersambungan selama lidahku melumati pantatnya. Aku merasakan betapa tangannya mencakar-cakar kepalaku dan meraih-raih rambutku saat nikmat syahwat melandanya.
Pada kesempatan ini aku berhasil membuat Dadang menumpahkan air maninya ke mulutku. Dan aku sangat rakus menikmati cairan kentalnya itu. Dan ketika aku sendiri semakin dekat menuju puncak syahwatku, kupepetkan kontolku sambil mengayun menggosok-gosokkan ke pahanya. Dengan cara itu khayalanku melambung tinggi unyuk menjemput ejakulasiku dan dengan segala dorongan birahiku aku memohon kepada Dadang..
"Daang.. Dadaanng.. Toloonng.. Ludahi mulutku Daanngg.. Ludahi aku Daanng.. Ludahi akkuu..".
Dia nampak kebingungan. Permintaanku terasa aneh buat kupingnya, namun saat aku mengulangi permintaanku, dia nampaknya baru mengerti. Dia balik tubuhku dan tubuhnya menindih aku. Dengan tetap menggoyang pantat dan pinggulku aku telentang sambil terus menggosok-gosokkan kontolku ke tubuhnya atau pantatnya atau pahanya. Aku semakin histeris. Dan Dadang yang wjahnya kini ada di atas wajahku mulai mengeluarkan ludahya. Dia membuang ludah dan busanya ke mulutku yang terus menganga siap menerima buangannya itu.
Dengan sepenuh nikmat syahwatku, spermaku terasa mulai merambati saraf-saraf yang menuju lubang kencingku. Aku pastikan bahwa spermaku akan muncrat sementara mulut Dadang terus membuang ludahnya ke mulutku. Tak bisa kuhindarkan aku meracau hebat. Aku bilang mencintai kontolnya. Aku bilang mau menjilati tubuhnya. Aku bilang mau menceboki pantatnya. Aku bilang.. Aarrcchh..
Akhirnya.. Tunai sudah. Spermaku muncrat-muncrat. Membasahi tubuhku sendiri. Membasahi tubuh Dadang dan juga membasahi seprei ranjang Losmen Pulo Gadung Indah.
Jakarta, Oktober 2004
TAMAT