Derita gadis sporty itu - 3

Bookmark and Share
Sambil beristirahat sebentar aku kembali membaringkan tubuh Widya yang sudah bermandi peluh itu hingga tampak mengkilap ke spons bersprei itu. Widya tidak henti-hentinya menangis, air matanya juga tidak henti-hentinya keluar. Tiba-tiba terdengar HP Widya berbunyi. Setelah aku lihat identitas pemanggilnya ternyata bertuliskan "Mama". Wah, aku pikir Mama-nya Widya sudah mecemaskan anaknya yang belum pulang juga dari sekolahnya. Aku kemudian memperlihatkan kepada Widya siapa orang yang mencoba menghubunginya. Segera saja mata Widya terbelalak saat mengetahui bahwa itu adalah Mama-nya hingga Widya berteriak sekuat tenaga.

"Maamaa!! Maammaa!! Tooloong aku Maa!! Maamaa!!"

Widya berteriak keras sekali berharap aku mau menyambungkan telepon untuknya, tetapi yang aku lakukan adalah justru memutuskan sambungan telepon itu di hadapannya.

"Bangsaatt!! Anjiing!! Bajingaann kamuu!! Bangsaat kamu!! Anjiing!!", maki Widya, lalu Widya kembali menangis.
"Ennghh.. Heennggh.. Kenapa kamu tega melakukan ini? Itu Mamakuu.. Heenggh.. Aku pengen pulaanng!! Mamaa!!"

Bukannya aku kasihan terhadap Widya, aku malah mereply SMS ke Mama-nya yang berisikan, "Ma aku lagi bersenang-senang jadi jangan ganggu aku ya!!" Sebelum aku mengirimkan SMS itu ka Mama-nya aku perlihatkan dulu isi SMS itu kepada Widya hingga kembali ia memakiku.

"Kamu bener-bener menjijikkan!! Terkutuk kamu!! Bangsaat!!"

Aku kemudian menjilati air matanya yang terus bercucuran sampai bersih. Aku juga membenahi kedua kaus kakinya yang mulai merosot, juga tali sepatu sport-nya yang mulai acak-acakan hingga akhirnya Widya kembali rapi dan merangsang untuk dinikmati.

Karena aku tidak mau dia keburu pingsan lagi padahal tugasnya memuaskanku belum selesai, aku memutuskan untuk mengocok batangku di dalam mulut Widya agar sperma yang nanti ditelannya bisa sedikit memberinya energi, lalu aku mengangkat kepalanya, memasukkan batangku ke mulutnya, dan membuat gerakan maju mundur berirama.

"Nymlhh!! Nymngmh!! Ghhkkh!! Nnymhkh!! Ghkmnh!!", gumam Widya saat mulutnya kupaksa dimasuki batangku.

Melihat Widya yang menangis tersedu-sedu dan tampak sangat menderita, nafsu birahiku semakin memuncak, lalu kupercepat saja tempo genjotanku sampai akhirnya.., crott.. croott.. croot.. Akhirnya aku menyemburkan spermaku di dalam mulut Widya. Lalu aku cepat-cepat menutup mulut Widya dengan hati-hati agar jangan sampai ada sperma yang dimuntahkannya lagi.

Widya malah mencoba memaksa memuntahkannya, hingga akhirnya sebagian kecil spermaku berhasil dimuntahkannya lewat sela-sela tanganku. Aku tidak ingin hal ini terjadi lagi hingga tangan kiriku berusaha menutupi mulutnya dan tangan kananku menjepit hidungnya sekuat tenaga agar tidak ada jalan baginya lagi untuk bernapas selain menelan spermaku. Dan kulihat tenggorokannya seperti menelan sesuatu.

Aku pikir dia akhirnyua sudah menelan spermaku semuanya. Kali ini Widya benar-benar seperti mabuk. Spermaku yang sedikit berceceran di mulutnya aku sapukan merata ke mukanya dengan harapan agar dia merasa lebih fresh. Aku merasa kehausan juga, mungkin karena sudah dari tadi berulang-ulang mengeluarkan sperma untuk pelacur kecilku ini. Aku jadi punya ide konyol. Sebelumnya aku keluarkan dulu gulungan tali pramuka yang menyiksanya.

Widya kemudian malah meronta dan badannya juga bergetar, mungkin karena menahan pedih. Tali pramuka yang tadinya putih bersih itu sekarang sudah jadi berwarna agak gelap dan dipenuhi banyak darah dan cairan vagina. Aku menjilatinya sebentar dan, hmm.. rasanya benar benar lezat.

"Wid, aku sekarang pengen kamu kencing!! Cepet!! Aku udah haus banget dari tadi ngerjain kamu!!", perintahku.
"Aa.. Aapa maksudmu!? Aku nggak bisa pipis sekaraang.. Aa.. Aaku.. Lagi nggak kebelet.."
"Ya udah kalo gitu aku bantu sini!!"
"Aa.. Apaa..!?" Aku kemudian mengulum vaginanya dan menghisap-hisapnya serta tanganku menggelitikinya dengan harapan dia akan mengompol.
"Ahahaakhh!! Ahaahaahh!! Khaahaa!! Gelii!! Apa-apaan kamu!?"

Pemandangan yang tampak aneh karena dia bisa setengah tertawa geli setengah menangis tersedu-sedu, sambil badannya bergetar hebat. Widya aku perlakukan seperti itu lama sekali sampai akhirnya dia mengompol juga meskipun hanya keluar sedikit-sedikit.

"Aakkhhaakhh!! Aakkhh!! Sakiit!!"

Aku tidak tahu pasti mengapa dia kesakitan padahal dia hanya mengompol saja. Aku baru ingat jika aku tadi sudah mengobok-obok dan memerawani vagina Widya dengan cara yang kasar hingga jika dia sekarang merintih kesakitan tentunya wajar. Tapi peduli apa aku. Kulanjutkan saja dengan menghisap dan menelan air seni gadis SMA kelas 1 itu. Mungkin karena Widya merasakan perih yang teramat sangat, maka dia hanya mengeluarkan air kencing itu sedikit-sedikit sambil mengerang kesakitan.

Suara rintihannya jadi semakin lemah mungkin karena dia kelelahan. Air seninya hanya keluar sedikit sehingga lama-kelamaan aku agak jengkel juga, lalu aku menghisapnya saja dengan paksa. Hmm.. Ini benar-benar lezat sekali, lebih lezat daripada teh celup manapun, pikirku, hahaha..

Rontaan Widya menjadi lebih panjang dan dia tampak lebih menderita daripada sebelumnya. Setelah aku pikir air seni Widya benar-benar sudah habis, aku sudahi saja permainan itu. Tiba-tiba HP Widya berbunyi lagi, dan setelah kulihat ternyata Mama-nya Widya yang mereply SMS-ku, "Bersenang-senang!? Apa maksudmu sayang!? Kenapa kamu bicara kasar gitu sama Mama!? Kamu sekarang ada dimana sayang!?"

Aku memperlihatkan SMS yang dikirimkan Mamanya kepada Widya. Mungkin karena dipikir dirinya sudah tidak bisa berbuat banyak, Widya menanggapinya hanya dengan menangis tersedu-sedu sambil memanggil-manggil Mama-nya. Kemudian aku kembali mereply SMS tersebut, "Apa urusan Mama dg perkataanku yg ksr!! Makanya jgn ganggu aku lg!! Aku ada les privat dadakan, dan lokasinya ada di sorga dunia, mata pelajarannya adl ttg Kenikmatan Duniawi!! Jd Mama gak usah khawatir dan skrg mending Mama tidur aja!! Aku msh hrs bljr lbh byk lg ttg mata pljrn ini!!"

Seperti tadi, sebelum aku mengirimkan SMS itu ke Mama-nya Widya, aku perlihatkan dulu SMS itu kepada Widya. Mata Widya kembali terbelalak, kemudian memakiku habis-habisan.

"Bangsaat kamu Zen!! Kamu bener-bener terkutuk!! Kamu bukan manusiaa!! Anjing kamuu!!"

Mungkin karena saking marahnya, Widya langsung memanggil namaku "Zen" dan bukan "Om" lagi. Tetapi aku sama sekali tidak menghiraukan ucapannya, dan dia kemudian menangis lagi.

Singkat cerita, setelah itu aku kembali terus mengerjai Widya yang sudah tampak seperti orang mabuk itu sampai suara rintihannya menjadi serak sekali. Ketika sedang asyik-asyiknya mengerjai siswi SMA yang lugu dan malang itu, ternyata HP-nya berbunyi lagi, kulihat ternyata Mama-nya yang mencoba menghubungi Widya lagi yang kali ini kuabaikan. Ternyata Mama-nya Widya tidak mudah menyerah, dia malah mengirim SMS lagi, "Sayang, pulang donk, ini kan sudah jam 5 sore & sudah mo maghrib sayang. Pulang ya sayang ya!? Mama kuatir banget sama kamu sayang! Pulang ya sayang ya!?"

Aku terkejut juga, lalu aku melihat jam tanganku dan ternyata benar yang dikatakan Mama-nya Widya, sekarang sudah pukul 17:15 WIB. Mungkin karena keasyikan sekali sewaktu mengerjai tubuh Widya yang indah itu, aku sampai lupa waktu. Aku kembali membalas SMS Mama-nya Widya, "Iya Ma! Aku sgr plg! Cuma tinggal satu permainan, tunggu sebentar ya Ma!!"

Seperti sebelumnya, sebelum aku mengirimkan SMS ke Mama-nya, SMS itu kutunjukkan dulu kepada Widya, dan seperti sebelumnya juga, Widya hanya bisa meresponsnya dengan meronta dan menangis. Kemudian aku memutuskan untuk mengakhiri permainan sampai di sini. Sebagai permainan terakhir, aku mengencingi Widya merata sampai hampir ke seluruh tubuhnya, tapi sebagian besar air seniku kutembakkan ke mukanya.

"Bangsatt!! Apa-apaan ini!! Anjing kamu Zen!! Akh! Udah Zen!! Ampuun!!"

Widya hanya bisa merespons permainan terakhirku dengan memaki-makiku. Aku tidak menanggapi makiannya, karena justru Widyalah yang sekarang tampak seperti seonggok daging hidup yang hina, pikirku. Mobilku jadi bau pesing juga jika begini caranya, pikirku, tapi sudahlah, toh ini juga air seniku sendiri. Kemudian tali yang mengikat ketat tangan Widya sejak dari pagi tadi kulepas, lalu Widya membuka kedua tangannya secara berlahan-lahan dan dengan sedikit gemetaran, mungkin karena terlalu lama dalam keadaan terikat dan ikatannya sangat kencang.

Kemudian setelah itu langsung saja Widya kutarik keluar dari mobil dalam keadaan telanjang bulat, yang menutupi tubuhnya tinggal kaus kaki beserta sepatu sportnya, karena rencanaku semua pakaian Widya termasuk BH dan CD-nya yang telah berlumuran darah keperawanan Widya itu akan aku gunakan untuk masturbasi nantinya termasuk juga foto-foto bugil Widya yang telah kuambil sebelum ia kuperkosa tadi.

Widya benar-benar nampak panik. Aku memberikan HP-nya kembali, karena memang hanya HP yang ada di sakunya dan dia tidak membawa benda lain lagi seperti dompet atau yang lain-lain, dengan harapan dia dapat segera menghubungi Mama-nya untuk meminta bantuan. Kemudian aku bergegas menutup pintu mobilku dan segera tancap gas tanpa menghiraukan Widya lagi. Daerah itu memang sangat sepi apalagi jika menjelang larut.

Sempat kulihat dari kaca spion, Widya langsung berlindung di bawah pohon yang rindang dan langsung menggunakan HP-nya untuk mencari bantuan. Tentunya untuk saat ini hanya HP-nyalah satu-satunya alat penentu keselamatan Widya, karena dengan keadaan Widya yang bertelanjang bulat seperti sekarang ini dia menjadi serba salah, jika dia mencari bantuan di tempat yang sepi seperti kepada orang lain yang belum dikenalnya, bisa-bisa malah dia akan dimangsa lelaki hidung belang selain aku. Aku bergegas meninggalkan tempat itu dengan kecepatan yang sangat tinggi untuk segera pulang ke rumah.

Pada keesokan harinya, aku tidak pernah lagi melintasi jalan di sekitar sekolah Widya dan juga segera mengganti nomor dan penampilan mobilku untuk menghindari pelacakan dari pihak berwajib.


TAMAT