Adakah kebenaran dari yang aku lakukan? - 2

Bookmark and Share
Wuihh.. Hebat sekali orang ini pikirku, ruangannya mewah sekali dengan warna dominan maroon persis seperti ruangan yang biasa digunakan orang-orang kaya di opera sabun Televisi. Dipojok dekat jendela ada springbed kecil warna pink lengkap dengan bed cover warna kuning. Indah sekali. Si Abang tadi menyuruhku duduk disampingnya pada sofa yang sangat lembut sekali dekat meja kerjanya.

"Kamu sudah pengalaman pijat?" tanyanya sambil menyapu tubuhku.
"Belum pernah Pak" kataku sambil menatap ke arah karpet berwarna-warni.
"Kalau begitu kenapa kamu melamar kalau tidak punya pengalaman pijat?" tanyanya membuat jantungku kembali berdebar-debar takut.
"Anu Pak.. Ehh.. Saya pernah belajar pijat dari nenek saya.. Beliau tukang pijat terkenal di kota Madiun kampung saya Pak" kataku mencoba meyakinkan si Abang.
"Bagaimana kalau nanti ada tamu yang badannya sebesar saya, apakah kamu mampu memijatnya?" katanya tegas tapi ada nada becanda didalam pembicaraannya.
Aku tersenyum dan kukatakan, "Saya bisa Pak dan saya kuat koq Pak".
"Kamu tahu ndak," lanjutnya, "Kalau disini para pemijat, saya perintahkan untuk membuka semua pakaian para tamu tanpa terkecuali pada saat akan mulai memijit.. Artinya para tamu tidak menggunakan celana dalam" katanya tegas.
"Hah?! Jadi tamunya telanjang bulat Pak" aku kaget sekali mendengar penuturannya.

Si Abang hanya mengangguk sambil tersenyum penuh arti. Langsung aku terbayang bagaimana mungkin aku memijat laki-laki yang telanjang bulat.. Yahh ampun bagaimana kemaluannya kena tanganku.. Jangan-jangan nanti aku diperkosa.. Bukankah lelaki kalau sudah ereksi harus dikeluarkan air maninya.. Paling tidak begitu kata almarhum suamiku. Tapi aku butuh uang untuk meneruskan kehidupan aku dan anakku. Bagaimana yah batinku.

"Tapi jangan takut.." kata si Abang tadi membuyarkan lamunanku.
"Disini para tamu dilarang membuat tindakan asusila.. Misalnya beginian ditempat ini" kata si Abang menunjukkan jempolnya yang disisipkan diantara telunjuk dan jari tengahnya yang berarti tanda bersetubuh.
"Tapi kalau kamu kocok kemaluannya sampai bucat nahh itu wajib dilakukan kalau tamu meminta.. Harus dilayani.. Tidak boleh ada tawar menawar harga untuk itu" katanya sambil tersenyum.

Aku kembali bergidik yahh ampun.. Bagaimana mungkin aku lakukan.. Artinya kalau aku menerima 5 tamu berarti aku memegang 5 penis.. Ohh my god pikirku.. Terasa adrenalin-ku memancar ditubuhku.. Baru aku sadar sudah lebih 3 bulan ini aku tidak pernah memikirkan penis setelah kematian suamiku. Dan hanya penis suamiku lah yang satu-satunya pernah kupegang selama hidupku.

"Bagaimana? Kamu setuju?" tanya si Abang mengagetkan aku.
"Ehh.. Saya pikir-pikir dulu Pak nanti" kataku gugup.
"Tidak bisa nanti-nanti" kata si Abang tegas katanya sambil matanya memandang payudaraku.
"Kamu harus putuskan sekarang.. Mau atau tidak dengan pola kami, kalau setuju.. Mulai besok kamu boleh langsung masuk untuk di trainning.. Kalau tidak mau atau pikir-pikir.. Atau nanti-nanti.. Atau besok-besok.. Itu sama saja artinya kamu tidak ada kesempatan lagi kerja disini" kata si Abang dengan suara keras.

Aduhh bagaimana dong.. Mulai muncul kepananikan dalam diriku.. Aku mulai tidak dapat berpikir jernih. Ohh iya aku ada ide untuk menolak pekerjaan ini tanpa menyakiti hatinya..

"Bagaimana dengan gajinya Pak?" tanyaku.
"Hmm kamu cerdas.. Itulah makanya saya suka sama kamu.. Melamar kerja memang harus tanya gaji" kata si Abang sambil menyalakan rokoknya.
"Disini beda dengan panti pijat yang lain.. Disini kamu dapat gaji tetap Rp.300.000/bulan ditambah bonus Rp. 15.000,- per tamu yang kamu handle. Jadi kalau sehari kamu dapat 3 tamu saja.. Kerja sebulan 22 hari.. Hmm.." kata si Abang sambil menarik hidungnya yang mancung sambil menghitung.
"Berarti sebulan kamu menerima paling kecil Rp.1.300.000," lanjutnya.
"Dan itu belum tip dari tamu lho.. Para tamu disini rata-rata memberikan tip Rp. 50.000, setiap pijat.. Jadi hitung sendiri berapa penghasilan kamu?" kata si Abang sambil tersenyum.

Cepat aku menghitung.. Dahiku mengkerut.. Tip Rp.50 ribu per tamu.. Kalau ada tamu sehari 3 orang berarti aku bawa pulang tiap hari Rp. 150.000, kalau itu dikalikan 22 hari sama dengan hmm Rp.3.300.000,-.. Besar sekali batinku.. Dan ehh tunggu dulu.. Itu belum ditambah penghasilan tetap Rp. 1.300.000,-.. Berarti uang yang ku terima tiap bulan Rp.4.600.000,- Ohh aku berteriak dalam hati.

Ekspresi kegembiraanku kutunjukan dengan senyum ke si Abang.. Mau rasanya aku peluk dia. Bayangkan saja, uang segitu hampir 4 x gaji almarhum suamiku yang hanya Rp. 1.200.000,- sebagai supir kantor.

"Bagaimana?" tanya sia Abang.
"Baik Bang.. Ehh Pak" kataku cepat hampir tanpa kontrol.

Si Abang langsung membelai rambutku.. Aku mendiamkan saja karena kegembiraanku.

"Tapi.. Ada tapinya lho.." kata si Abang berbicara dekat dengan wajahku sambil terus membelai rambutku.
"Hah? Tapinya apa Pak?" tanyaku cemas..
"Kamu harus memang bisa pijat" tegas si Abang.
"Ohh pasti lah Pak.. Saya pasti akan lakukan tugas saya untuk membuat tamu senang" kataku kembali tenang.
"Anak baik.. Nahh ada persyaratan 1 lagi yang paling penting dalam test saat ini" lanjut si Abang.
"Apa Pak?" tanyaku masih heran, koq ada lagi..
"Kamu harus bisa membuktikan sekarang juga kalau kamu memang bisa pijat.. Sama dengan yang dilakukan teman kamu diluar tadi.. Kamu lihat toh?!" siabang menarik rokoknya sambil melihat ke arah enternit.
"Boleh Pak.. Ehh.. Jadi yang saya pijat Pak Fahmi.. Yang diluar tadi Pak?" tanyaku.
"Bukann.. Tidak dengan siapa-siapa.. Tapi dengan saya.. Disini" katanya tegas.
"Ohh.. Baik Pak.. Saya siap" lanjutku sambil tersenyum.
"Ok.. Ayo kita ke tempat tidur" katanya sambil menarik tanganku dan berjalan ke arah springbed warna pink dekat jendela.

Lalu dia menyerahkan sebuah botol.

"Ini creamnya" aku menerima botol tersebut dari si Abang.
"Anggap saja aku tamu kamu yah Nita" kata si Abang sambil membuka baju dan kaos oblongnya.

Aku mengangguk setuju.

Wuih.. Takjub sekali aku melihat badan si Abang yang masih terlihat otot-otot baik di dada maupun di perutnya dengan dihiasi bulu disekitar dada menyambung sampai ke pusar. Walaupun usianya pasti mendekati 50 pikirku. Si Abang tersenyum kearahku melihat caraku memandang tubuhnya.. Aku jadi malu, kutundukkan mukaku.

Lalu masih dengan memakai celana panjang, siabang langsung tidur telungkup di tempat tidur. Aku termangu sekejap tidak tahu apa yang harus dilakukan.

"Ayo.. Pijat cepat," kata si Abang sambil menarik tanganku untuk dibimbing ke pundaknya.

Aku pijat pundaknya.. Keras sekali..

"Apakah ada yang salah dengan pelayanan kamu sebagai pemijat di tempat ini?" tanya si Abang.
"Apa.. Apa ada yang salah Pak?" aku bertanya tidak mengerti.
"Tadi kan sudah saya terangkan kalau ditempat ini tidak boleh ada tamu yang mengenakan pakaian apapun termasuk celana dalam.. Kamu lupa?"

Dhuarr.. Jantungku mau copot rasanya mendengar pertanyaan si Abang..

"Ehh.. Apa perlu sekarang Pak?" tanyaku dengan muka yang merah, untung si Abang tidak melihat perubahan mukaku.
"Tadi kan saya bilang juga.. Anggap saja saya tamu kamu?" si Abang mulai terlihat nada tidak senang.
"Cepat katakan ke tamu kamu" lanjut si Abang..

Aku tidak dapat menyembunyikan rasa kikuk ku..

"Pak.. Ehh.. Anu.. Celananya dibuka yah Pak" kataku dengan suara bergetar.
"Buka aja sendiri" kata si Abang sambil membalikan badannya dan memandang ke arahku.

Aku terdiam sesaat.. Ragu.. Si Abang dengan cepat menarik tanganku supaya aku lebih mendekat dan menuntun tanganku ke ikat pinggangnya..

"Cepat buka" perintahnya.

Aduhh kalau tidak membayangkan uang yang akan aku peroleh dari pekerjaan ini, pasti aku sudah kabur dari tempat ini. Dengan gemetar aku buka ikat pinggangnya dan selanjutnya kancing celana dan terakhir retsluitng celana si Abang.

"Ayo.. Tarik celana ku" kata si Abang.

Pelan aku tarik celana panjang si Abang sambil melirik ke muka si Abang. Pinggul Si Abang diangkat lalu kakinya juga diangkat hingga dengkulnya menyentuh perutnya tapi mukanya tidak menunjukan ekspresi apapun. Tanganku terus menurunkan celana panjang tersebut tapi mataku tidak berani kemana-mana.. Hanya memandang dengkulnya yang nyaris menyentuh wajahku..

Tiba-tiba..

Si Abang menurunkan kakinya yang tadi dengkulnya menyentuh perut.. Denngg.. Ya ampun.. Terpampanglah penis yang begitu gemuk dan kepalanya yang sebesar kepalan anak bayi. Bagaimana mungkin ada penis sebesar itu pikirku dengan rasa takjub yang tidak terhingga sehingga tidak sadar aku memelototi penis si Abang, rupanya si Abang tidak mengenakan celana dalam lagi.

3 detik berlalu aku dilanda rasa terkejut dan takjub dengan pemandangan yang hanya berjarak kurang dari sejengkal.. Tiba-tiba.. tanganku diraih oleh Abang dan langsung di tuntun memegang penisnya.. Adduhh.. Jantungku rasanya mau meledak dengan sirkulasi darah yang begitu cepat.. Penis itu sudah dalam genggamanku.. Hangat dan berdenyut penis tersebut dalam genggamanku.

Bersambung...