Setelah didesak oleh suamiku, dengan alasan bahwa tidak ada salahnya berbagi pengalaman agar rekan-rekan dapat melihat dan menambah pengetahuan tentang kehidupan seksual kami, akhirnya aku mau juga menceritakan pengalaman seksualku, dengan syarat bahwa tidak ada nama sesungguhnya. Saat ini jika anda membaca tulisan ini, suami sayalah yang menulis serta meramu menjadi suatu tulisan, saya hanya bercerita tentang pengalaman, perasaan dan pikiran saya. Silakan apabila anda ingin bertanya, sharing ataupun berdiskusi, dengan saya ataupun dengan suami saya.
Pacaran dan Kontak Seksual
Sejak kecil, orang tuaku menekankan bahwa area kelamin adalah jorok, kotor dan sebagainya. Aku masih ingat ketika masih kecil, ketika aku memegangi kelaminku, ibuku mengatakan bahwa itu tidak bagus, jorok, kotor, banyak kuman. Mungkin karena sejak kecil ditanamkan hal tersebut, maka sampai aku berpacaran, aku tidak pernah masturbasi. Tidak terlintas dalam pikiranku untuk memikirkan hubungan seksual atau memainkan alat kelaminku sendiri. Selama aku belum mengenal suamiku, hampir tidak ada kontak seksual antara aku dan pria.
Aku hanya berpacaran 2 kali. Pertama pada saat duduk di bangku SMA, yang kedua adalah dengan Abang, suamiku. Pada saat berpacaran untuk pertama kali, kami berpacaran tidak sungguh-sungguh. Pada saat itu aku masih tidak tahu apa yang harus dilakukan dalam berpacaran (aku anak yang dimanja orang tua, sampai SMP aku masih bersikap layaknya anak kecil, dan orang tuaku over protective). Hubunganku dengan pacar pertama hanya singkat saja, hanya berjalan 1 bulan, itupun tanpa jalan bareng, tanpa datang ke rumah dan lain-lain. Hanya berpacaran atau bertemu dan mengobrol ala kadarnya di sekolah. Tidak ada kontak seksual sama sekali dengannya.
Makin lama memang pengetahuanku tentang seksualitas meningkat seiring dengan usiaku yang bertambah, pada waktu di SMA aku sudah mengetahui tentang hubungan seksual, akan tetapi aku tidak merasa tertarik untuk melakukannya. Pernah bersama teman-temanku menonton film biru. Aku terkaget-kaget menyaksikan adegan itu, karena tidak mengira ada orang yang mau mempertontonkan alat kelamin mereka dan memainkannya dengan tangan, mulut, dan terakhir bersenggama. Aku dan temanku muak melihatnya, hanya beberapa adegan, kemudian kami mematikan film tersebut dan termangu, dan kami berkomentar bahwa hal itu menjijikan.
Menonton film (apalagi film porno), mendengar cerita jorok tidak membuatku ingin melakukan hubungan seksual. Namun seiring dengan itu, beberapa kali aku ingat bahwa aku bermimpi bermesraan dengan pria, dan muncul hasrat seksual, akan tetapi kepuasan itu tiba tanpa adanya hubungan seksual, hanya sekedar bermesraan, atau berpelukan. Aku tidak ingat berapa kali aku bermimpi seperti itu, tapi yang jelas tidak terlalu sering, biasanya hal ini datang periodik, seperti halnya datang bulan. Aku berpikir, mungkin ini disebabkan siklus hormon dalam diriku saja.
Dengan Abang, demikian panggilanku kepada pacar kedua, yang sekarang adalah suamiku, lain. Kami berpacaran ketika aku sudah kuliah. Kami bertemu di kampus. Hubungan kami pun semula biasa saja, sebatas junior dan senior. Tidak ada perasaan deg-degan ketika bertemu dengannya, aku juga tidak ngecengin Abang, dan dari pengakuannya, sebetulnya Abang pada saat itu sebetulnya sedang berusaha mendekati teman dekatku, Vita.
Hubunganku dengan Abang berjalan cukup lama, kami menikah setelah kurang lebih 4 tahun berpacaran. Karena Abang lebih dulu lulus, maka tahun-tahun terakhir berpacaran, kami berbeda lokasi yang lumayan jauh, yang mana tidak dapat bertemu setiap saat. Namun, selama kami berada di satu kota, banyak hal yang berkaitan dengan kontak seksual yang aku dan Abang lakukan selama berpacaran. Dan pengalaman seksualku dengan Abang adalah pengalaman seksual yang pertama, dan satu-satunya pria yang kusayangi.
Kontak seksual dengan Abang pertama adalah ketika Abang mencium keningku. Saat itu aku merasa senang sekali karena aku merasa bahwa Abang sayang padaku. Sejak saat itu, Abang mulai berani mencium pipiku. Setiap ada kesempatan, pasti Abang mencium pipiku. Aku merasa senang bila Abang mencium pipiku. Terkadang aku merinding geli, dan ada rasa aneh yang menjalar di sekujur badan bila Abang mencium pipiku lama-lama dan mulai menciumi bagian dekat telinga.
Aku tidak ingat lagi, kapan pertama kali Abang mencium bibirku. Saat itu aku masih kaku sekali. Abang mencium bibirku, dan aku hanya diam saja, tidak tahu apa yang harus aku lakukan. Saat itu ciuman di bibir terasa biasa saja, tidak ada aliran listrik, tidak ada serr. Biasa saja. Aku malah lebih senang bila Abang mencium kening atau pipiku. Apalagi kalau mencium pipi lama-lama. Aku jadi bingung, kenapa banyak yang bilang bahwa ciuman bibir menyenangkan, menggairahkan dan lain-lain. Aku tidak dapat merasakan kenikmatannya. Semakin sering berciuman, Abang mengajariku teknik berciuman. Aku mengambil kesimpulan, aku ikuti apa yang Abang lakukan terhadap diriku. Kalau Abang mengisap bibirku, maka aku juga melakukan hal yang sama. Ternyata ciuman bibir begitu menyenangkan sekali. Aku sangat menyukainya, apalagi bila mulai memainkan lidah. Ada perasaan nikmat tersendiri ketika aku mengulum bibir dan lidah Abang.
Saat berciuman, biasanya tangan Abang memeluk diriku sehingga tangannya melingkari badanku, sehingga tangannya dapat menggosok-gosok punggungku. Aku sangat menyukainya, karena aku merasa begitu dekat dengan dirinya. Sejak kecil, memang aku selalu dimanja, oleh karena itu, aku sangat senang kalau dipeluk, dielus-elus dan dimanja. Lama-kelamaan, Abang semakin berani, ia tidak hanya menggosokkan tangannya dari luar baju, akan tetapi mulai masuk melalui bawah baju atau kaos yang aku pakai dan membelai langsung kulit punggungku. Semula aku agak risih, tapi lama-lama aku tidak keberatan, dan malah aku merasa senang sekali. Semakin lama kami berpacaran, kontak seksual kami semakin seru.
Setelah seringkali kami berciuman, berpelukan dan akhirnya pada suatu saat, kami bercumbu, dan kami berada dalam posisi aku terbaring telentang, dengan tubuh Abang berada di atasku. Aku merasakan sesuatu yang keras di bagian alat kelaminku. Aku tidak mengerti bahwa yang menempel pada alat kelaminku adalah alat kelaminnya yang mengeras. Aku hanya merasakan ada kenikmatan ketika alat kelaminku terkena bagian tubuh Abang yang keras, tanpa sadar aku biasanya ikut menggoyangkan pinggulku ketika Abang menggoyangkan pinggulnya menekan lebih kuat bagian tubuhnya ke kelaminku.
Gerakan itu tidak kurencanakan, tapi entah kenapa saat itu aku menggerakkan pinggulku, walaupun kami masih menggunakan celana lengkap (aku lebih sering menggunakan celana jeans dari pada rok) namun aku dapat merasakan nikmat pada diriku. Semakin aku bergoyang, rasa nikmat itu bertambah, ada rasa nikmat pada alat kelaminku. Biasanya setelah lama bercumbu seperti itu, Abang mengejang dan lemas. Aku baru tahu, bahwa saat mengejang itulah Abang orgasme. Biasanya akan tampak basah di celananya. Aku merasa lega bila Abang sudah mencapai puncak kepuasan bila sedang bergumul, bukan karena aku merasa puas, akan tetapi terlepas dari rasa takut dan rasa bersalah. Aku selalu merasa bahwa ada perasaan yang tidak enak, perasaan bersalah dan rasa takut, sepertinya aku merasa sangat berdosa.
Aku serba salah, selama bergumul, aku merasa ada hasrat atau keinginan yang aneh, kemaluanku sangat nikmat jika tertekan tubuh Abang. Aku sangat menikmatinya. Beberapa kali, terutama jika aku mengenakan celana yang berbahan halus, aku bisa mencapai orgasme. Sebelumnya aku tidak pernah orgasme. Beberapa kali bergumul aku merasakan orgasme, perasaan yang nikmat luar biasa. Di sisi lain, setelah merasakan kenikmatan yang tiada taranya, aku selalu merasa bersalah, berdosa dan ingin rasanya menyendiri. Oleh karena itu, setelah orgasme biasanya aku segera melepaskan diri dari dekapan Abang, dan minta Abang turun dari tubuhku. Hal ini disebabkan aku ingin menyendiri, tidak ingin bersama Abang, dan menyesal. Ironisnya, aku tidak tahu apa yang aku sesali. Aku melakukan hal itu bersama, dan sebetulnya kami tidak melakukan hubungan seksual yang sebenarnya, jadi tidak harus merasa terlalu bersalah. Akan tetapi aku sendiri tidak tahu, kenapa perasaan bersalah, berdosa itu selalu muncul ketika bercumbu berat ataupun setelah orgasme.
Tidak jarang berpikir bahwa aku tidak akan melakukannya lagi. Tapi pikiran ini tidak pernah terjadi, aku selalu dan selalu akan melakukan hal itu lagi tanpa dapat menahan keinginanku. Berkali-kali itu pula Abang selalu kuminta melepaskan pelukan dan dekapan ketika aku habis orgasme. Suatu saat Abang bertanya, mengapa aku selalu menolak atau meminta Abang untuk melepaskan pelukan. Aku berbohong mengatakan bahwa jika aku orgasme aku merasa kepanasan. Hal ini berulang kali setiap kami bergumul, dan setiap kali aku orgasme, dengan penuh perhatian Abang mengipasi diriku dengan majalah, koran ataupun kipas.
Lama kelamaan aku merasa tidak enak telah berbohong dengan orang yang aku sayangi. Akhirnya aku mengakui bahwa ada perasaan tidak enak ketika habis melakukan kontak seksual, apalagi kalau orgasme. Bahkan terkadang aku merasakan perasaan itu ketika hasrat seksualku mulai bangkit, ketika sedang bercumbu. Abang mengerti perasaanku, dan Abang bercerita bahwa sebelumnya Abang juga merasakan hal yang sama, yaitu perasaan bersalah yang amat sangat setelah bermasturbasi (lihat pengalaman seksual Abang pada tulisan terdahulu). Abang bercerita bahwa hal itu dapat hilang dengan sendirinya bila kita menganggap bahwa hal itu hal yang wajar, biasa saja, dan kita juga memahami bahwa sebetulnya dorongan seksual adalah normal untuk setiap manusia. Jadi kita tidak perlu merasa terlalu bersalah untuk melakukan hal ini (jika dipikir memang apa yang Abang katakan benar, tapi tentunya hal ini tidak sesuai dengan norma yang ada).
Secara logika aku menerima pendapat Abang, bahwa kebutuhan seksual adalah salah satu kebutuhan manusia yang perlu dipenuhi, seperti: makan, minum, tidur. Perlahan-lahan aku mencoba untuk menerima saran Abang. Aku berusaha melupakan perasaan bersalah. Abang juga terus meyakinkan aku dengan menunjukkan kepadaku literatur-literatur serta tulisan-tulisan yang dia peroleh dari berbagai sumber tentang kehidupan seksual wanita. Buku pengetahuan tentang seksual Abang, baik dari dalam maupun luar negeri cukup banyak. Beberapa literatur diberikannya kepadaku. Perlahan-lahan memang perasaan bersalah itu berkurang, namun, tetap tidak dapat hilang dari perasaanku. Aku masih tetap merasakan perasaan bersalah.
Tentang Kelamin Pria
Sejalan dengan umur pacaran kami, kami menjadi lebih berani dalam bercumbu. Kami menjadi lebih saling terbuka dalam mengungkapkan masalah-masalah seksual. Ada hal yang amat berharga bagiku, yaitu bahwa Abang tidak senang bila ia ditolak ketika pergumulan sedang mulai, biasanya dia akan muram bila pergumulan berjalan setengah dan terhenti. Hal lain yang aku pelajari adalah bahwa Abang sangat tidak senang apabila ketika sedang bergumul aku tertawa. Kejadiannya adalah, Abang selalu berusaha untuk memegang payudaraku ketika sedang bergumul, entah mengapa, aku tidak dapat menikmatinya, geli sekali apabila payudaraku diraba.
Suatu kali karena tidak tahan, aku tertawa ketika payudaraku diraba. Abang marah sekali saat itu. Untunglah Abang mau mengerti bahwa aku bukan mentertawakan apa yang kita lakukan, akan tetapi karena geli sekali. Abang mau mengerti, akhirnya Abang mengalah dan tidak lagi mencoba memegang payudaraku (that's why I love him, sabar dan mau mengerti aku). Aku sendiri tidak mengerti, kenapa aku sangat geli ketika payudaraku disentuh. Dari cerita-cerita teman-teman maupun bacaan yang kubaca, aku tahu bahwa biasanya wanita akan sangat terangsang dan senang bila payudaranya disentuh atau dipegang pada saat melakukan kontak seksual. Payudara adalah bagian tubuhku yang paling akhir Abang lihat dan sentuh. Abang malah terlebih dahulu melihat kemaluanku sebelum melihat payudaraku (lihat tulisan tentang payudara).
Bersambung...