Halo.. Masih ingat dengan cerita "Teh Endang" kan? Selagi ada waktu luang, saya akan membagi pengalaman lainnya. Daripada saya ngelamun yang tidak-tidak, lebih baik saya kirim cerita saya ke 17Tahun. Lagipula saya sudah berjanji akan menceritakan pengalaman saya yang lainnya, jadi sekaranglah saatnya. Sekali lagi saya mohon maaf apabila terdapat kesamaan nama, tempat, cerita, penulisan kata dan yang lainnya di dalam cerita saya ini dan itu merupakan murni ketidaksengajaan penulis saja.
*****
Akhirnya saat yang ditunggu-tunggu datang juga. Kejadiannya beberapa lama berselang kejadian saya dengan Teh Endang sebelumnya. Suatu hari teman Teh Endang datang berkunjung ke rumahnya. Sebelumnya saya telah diberitahukan tentang hal itu. Ketika saya sedang berada di rumahnya, terdengar suara mobil yang sedang parkir di depan rumah. Teh Endang dengan percaya diri langsung keluar rumah untuk menemui orang itu. Saya hanya melihatnya dari jendela. Seorang wanita setengah baya, kira-kira seumuran Teh Endang, berkaca mata hitam, keluar dari mobil dan mereka berdua langsung berciuman pipi layaknya seorang sahabat lama. Lalu mereka berdua berjalan masuk ke dalam rumah.
Saya langsung dikenalkan kepada wanita itu.
"Gus, kenalin ini temen Endang.. namanya Susi, Susi ini Agus..", kata Teh Endang memperkenalkan kami berdua.
"Halo Mbak Susi..", kataku sambil menjabat tangannya.
"Halo juga Gus..", katanya sambil melakukan hal serupa.
"Jangan panggil Mbak dong ah.. gue kan masih muda..", katanya dengan senyum dan nada akrab.
Saya perhatikan ternyata Mbak Susi lebih tinggi dari Teh Endang. Parasnya tidak terlalu cantik tetapi terlihat sedikit periang, hanya dandan sedikit, kalau berbicara matanya seperti menari-nari dan itu yang membuatnya lebih sexy. Rambutnya panjang dan memakai bando hitam. Badannya lebih langsing tetapi payudaranya tidak lebih besar dari Teh Endang. Kulitnya putih. Karena memakai rok sebatas dengkul maka terlihat Mbak Susi mempunyai betis yang bagus. Dan sepertinya ia rajin berolahraga.
Lalu kami semua duduk di ruang tamu. Teh Endang memanggil Yuyun untuk menyuruh membuatkan minuman. Lalu selang beberapa lama Yuyun datang membawa tiga buah gelas berisi air sirup jeruk dingin.
"Eh tau aja gue lagi haus banget..", kata Mbak Susi lalu langsung mengambil salah satu gelas.
"Sory yah gue duluan En..", katanya dan langsung meneguk minuman itu.
"Gue tau, emang lu gak ada sopan-sopannya dari dulu Sus..", kata Teh Endang sambil tersenyum ke arahku.
Teh Endang dan saya hanya tersenyum melihat kelakuan Mbak Susi.
Setelah itu kami bertiga ngobrol dan saling tanya jawab. Dari percakapan itu hanya sedikit informasi yang saya dapatkan tentang Mbak Susi. Yang saya tahu Mbak Susi adalah seorang janda dengan satu orang anak. Ia baru mengantarkan anaknya ke sekolah dan dititipkan kepada pembantunya. Anaknya bersekolah di kota Jakarta. Lalu ia bertanya seputar saya. Tetapi kejadian itu hanya beberapa saat saja karena lama-lama percakapan yang terjadi hanya dua arah, antara Teh Endang dan Mbak Susi. Saya hanya tersenyum dan lama-kelamaan terasa membosankan. Mereka berdua tertawa, saling menepuk, berteriak-teriak, dan sepertinya percakapan itu hanya dimengerti oleh mereka berdua saja. Saya sudah tidak menghiraukan isi pembicaraan mereka, lalu saya ijin ke WC sebagai alasan keluar dari sana. Saya perhatikan mereka berdua sudah tidak memperhatikan saya lagi dan larut dalam percakapan itu.
Pada waktu saya ke dapur, letak WC-nya bersebelahan dengan dapur, saya secara tidak sengaja melihat Yuyun yang sedang menjemur pakaian di teras belakang. Yuyun menggunakan daster tipis dan karena terkena sinar matahari maka CD dan BH-nya terlihat samar-samar. Saya berfikir apakah hal ini disengaja atau kebetulan saja atau apalah sehingga saya diberikan tontonan seperti itu. Secara spontan saya membatalkan niat saya menuju WC dan pergi menemui Yuyun. Yuyun hanya tersenyum saja melihat saya mendekatinya. Ketika saya berhadapan dengannya, saya langsung memeluknya dan kami berdua berciuman liar. Tangan kami berdua bergerak kesegala arah. Kedua tangan saya meremas pantatnya dan sesekali saya susupkan jari saya diantara kedua pantatnya. Pada waktu tangan saya menyusup ke selangkangannya, tangan Yuyun menarik tangan saya.
"Gus jangan yah, soalnya Yuyun lagi dapet nih, ntar tangan Agus merah-merah loh..", katanya.
"Eh.. sory Yun, abis gak tau..", kataku sambil langsung menarik tangan saya keluar dari selangkangannya.
(Menurut yang saya tahu, bila wanita sedang "M", tidak diperbolehkan melakukan hubungan intim, karena dinding vagina dan rahimnya sedang tipis dan dapat menyebabkan luka. Betul gak sih?)
Karena hal itu maka saya hanya menyusupkan tangan saya ke arah payudaranya dan meremas-remasnya sambil terus berciuman liar.
"Mmhh.. Gus.. iyahh.. gi.. gi.. tu.. ajah.. aahh..", desahnya sambil meremas tanganku yang ada pada payudaranya.
Saya terus menciuminya dari belakang lalu turun ke punggung dan naik lagi ke leher, serta tidak lupa menciumi telinganya.
Tetapi gairah saya terus-menerus turun dan saya tidak mendapatkan kepuasan yang saya inginkan. Lalu saya menarik tangan saya yang tepat berada di payudaranya. Yuyun menahan tangan saya tetapi tarikan saya lebih kuat.
"Loh.. kenapa Gus? Kamu jahat.. Yuyun lagi tanggung..", katanya sedikit kecewa dengan perlakuanku.
"Yun, gue gak mood nih.. gak asik ah.. kontol gue tegang tapi gak ada juntrungannya.. udah ya.. takut ketauan Teh Endang!", kataku sambil membuat alasan untuk menyudahi hal itu.
"Yun, gue ntar main lagi sama lu kalo lu udah gak merah lagi..", kataku.
"Oh jadi itu ya? Emang sih Yuyun juga gak enak.. nanti aja deh Gus..", katanya dengan nada kecewa.
Lalu saya meninggalkan Yuyun dan menuju WC untuk buang air kecil.
Ketika saya keluar dari WC, saya melihat sekilas bahwa ada sesuatu benda yang dimasukkan dengan cepat ke dalam tas Mbak Susi. Ternyata itu adalah penis mainan yang saya lihat di meja rias di kamar Teh Endang.
"Makasih ya Sus, tuh udah gue bersihin..", kata Teh Endang.
"Iya nih lu pinjemnya lama banget, gue juga kan butuh tau.. mahal nih..", kata Mbak Susi.
Saya langsung tahu bahwa penis mainan itu adalah milik Mbak Susi yang dipinjamkan ke Teh Endang.
"Eh apaan tuh?", kataku sambil memergoki mereka.
"Anak kecil pengen tau aja nih..", kata Mbak Susi sambil melirik ke arah Teh Endang.
"Nggak koq..", kata Teh Endang padaku.
"Eh Gus, kamu kan tau tempat jualan asinan.. si Susi ngidam nih sama asinan Bogor..", kata Teh Endang.
"Kamu tau tempatnya Gus?", tanya Mbak Susi.
"Tau banget dong.. Mbak mau dianterin ke sana?", tanyaku.
"Iya dong, udah lama Mbak gak makan asinan Bogor, biasanya si Endang yang suka bawain ke rumah..", jawabnya.
"Saya gak bisa anterin soalnya Endang mau keluar sebentar, ada urusan.. jadi kamu aja yang anter ya Gus?", kata Teh Endang padaku.
"Oke deh, Mbak..", kataku menyanggupinya.
Saya lalu pulang ke rumah dan berganti pakaian. Lalu saya diajak oleh Mbak Susi dengan mobilnya dan dia membeli sepuluh bungkus asinan. Dalam perjalanan menuju penjual asinan, kami hanya berbicara seputar lalu lintas dan pemandangan di Bogor. Tetapi dalam perjalanan pulang, saya kaget dengan perkataan Mbak Susi.
"Gus, saya tau semuanya..", katanya sambil melirik sesekali padaku sambil menyetir mobilnya.
"Hah.. tau apa Mbak?", tanyaku penasaran.
"Gak usah pura-pura Gus.. si Endang udah cerita.. katanya dia puas tidur sama kamu..", katanya. Saya hanya diam dan tidak tahu untuk berkata apa-apa. Badan saya langsung terasa panas, padahal AC mobil Mbak Susi lumayan dingin sehingga saya kedinginan sebelumnya. Saya tidak berani memandang wajahnya karena perasaan saya sudah bercampur aduk, kesal, malu, takut, penasaran, dan semuanya itu membuat saya diam tidak bergerak.
"Kamu hebat loh.. bisa bikin si Endang gitu.. padahal dia itu orangnya gak pernah puas sama yang kaya gituan.. dia orangnya milih-milih trus jarang maen juga..", katanya sambil terus melirik padaku.
"Emangnya Teh Endang cerita apalagi ke Mbak?", tanyaku sambil memberanikan diriku sendiri untuk berbicara.
"Semuanya lah.. kita kalo udah ngumpul udah gak ada yang dirahasiain lagi..", jawabnya.
"Wah gawat..", kataku dalam hati.
"Emang si Endang kamu apain sih.. gue jadi penasaran..", katanya.
"Ehh biasa aja Mbak..", kataku.
"Saya mau dong yang biasa itu.. kayanya kalo denger si Endang cerita gimana gitu.. uhh bikin nervous aja..", katanya.
"Kamu mau kan puasin saya.. kaya si Endang.. udah lama nih gak gituan..", katanya.
Saya hanya mengangguk dan dibalas dengan senyuman yang mengandung banyak arti dari Mbak Susi.
Tiba-tiba mobilnya berbelok ke arah jalan tol. Ternyata saya dibawa ke Jakarta. Ketika sampai di Jakarta, saya di bawa ke sebuah kompleks perumahan. Lalu beberapa saat kemudian mobil berhenti di depan salah satu rumah.
"Mbak.. kenapa berhenti di sini?", tanyaku.
"Ini rumah saya.. kita di sini aja..", jawabnya.
"Wah Mbak.. saya gak mau ah Mbak, beresiko..", kataku.
"Gak ada siapa-siapa koq..", katanya untuk meyakinkan saya.
"Wah.. gak deh.. saya gak berani.. takut ada apa-apa..", kataku sambil melihat kanan kiri mobil.
"Jadi kamu maunya di mana?", tanyanya.
"Terserah deh di mana.. asal jangan di sini..", kataku.
"Oke sayang..", katanya sambil mengelus pahaku.
Mobil yang kami tumpangi bergerak dari rumah itu, lalu keluar dari kompleks perumahan dan menyusuri jalan raya. Sepanjang jalan saya bertanya-tanya dalam hati tentang kemana saya akan di bawa. Dan sepanjang jalan kami berdua hanya berbicara seperlunya saja dan kelihatan Mbak Susi agak sedikit pendiam. Tiba-tiba mobil kami berbelok ke arah sebuah bangunan. Ketika saya sadar, ternyata sebuah bangunan hotel. Hotel itu tidak terlalu ramai dan cukup berkelas. Ini terlihat dari pakaian para bell boy yang bekerja di sana. Lalu saya di suruh menunggu do loby hotel itu. Mbak Susi pergi untuk menyewa sebuah kamar. Lalu saya di beri aba-aba untuk tidak mengikutinya. Terlihat seorang bell boy berjalan di depan Mbak Susi. Lalu beberapa saat kemudian Mbak Susi datang menemuiku. Dengan tersenyum ia mengajak saya menuju kamar yang telah dipesannya.
"Sorry ya Gus.. saya tadi gak enak mau ngajak kamu.. gak enak sama orang tadi..", katanya sambil mengajak saya menuju kamar. Saya hanya mengangguk dan saya sudah mengerti walaupun Mbak Susi tidak menerangkan hal itu.
Tiba-tiba Mbak Susi berhenti, lalu mengeluarkan kunci dari sakunya. Setelah pintu terbuka kami berdua masuk dan langsung mengunci pintu kamar itu. Saya agak kaget melihat dekorasi kamar itu yang tidak terlalu buruk. Dengan lampu remang-remang tetapi menjadikan suasana kamar terlihat sejuk, ditambah udara dari AC yang membuat kamar menjadi agak dingin.
"Gus..", Mbak Susi memanggil saya dari arah belakang.
Ketika saya berbalik, Mbak Susi langsung melompat ke arah saya dan badan saya terdorong ke belakang. Badan kami berdua langsung terhempas ke atas tempat tidur yang sangat empuk dengan posisi Mbak Susi di atas saya. Mbak Susi langsung menciumi saya dengan sangat liar. Bibir kami berdua serasa menyatu ditambah permainan lidah kami yang memenuhi rongga mulut kami berdua. Rambutnya menutupi wajah kami berdua. Dari situ saya tahu bahwa rambutnya sangat wangi.
"Mmhh.. mmhh.. cuph.. cuph..", kurang lebih seperti itu suara yang ada pada saat kami berciuman.
Ketika kedua tangan saya meremas pantatnya, Mbak Susi berhenti mencium saya lalu tiba-tiba menampar pipi saya. Saya keheranan dan bertanya kenapa menampar saya. Pada waktu saya akan berbicara, tangan Mbak Susi meremas kemaluan saya lalu membuka retsleting celana jins saya dan berusaha mengeluarkan penis saya dari dalam CD. Tetapi setelah tangannya menyentuh penis saya, penis saya diremasnya dan dipermainkannya tanpa dikeluarkan dari balik CD saya. Sangat nikmat rasanya. Sesekali penis saya dikocok-kocok naik turun yang membuat saya mengurungkan niat untuk bertanya.
"Ohh.. jadi ini yang bikin si Endang merem melek?", katanya.
"Gimana.. enak Gus?", tanyanya lagi sambil terus mempermainkan penis saya.
"Mbak.. uuhh.. gila.. enak.. banget..", kataku.
Lalu penis saya dikeluarkan dari CD. Maka terlihatlah penis saya berdiri tegak dan keras berwarna merah.
"Mmhh.. not bad..", katanya sambil sambil terus memegangi penis saya.
"Memekku bisa kamu puasin gak?", katanya sedikit merayu.
"Coba aja masukin ke memek Mbak..", kataku sedikit nakal.
Ketika mulutnya mendekati penis saya, saya bangun berusaha menjauhinya.
"Mbak, mendingan kita mandi dulu, supaya bersih.. kita kan abis jalan jauh.. pasti kotor.. ntar banyak penyakitnya loh..", kataku.
"Emang gue pikirin..", katanya tidak mempedulikan perkaanku tadi.
Saya langsung berdiri dan pergi ke kamar mandi. Saya langsung mandi. Tiba-tiba Mbak Susi mengetok pintu kamar mandi.
"Gus, ikut donk..", katanya.
"Jangan Mbak.. ntar jadi gak mandi.. kita mandi masing-masing.. maennya abis mandi aja.. biar fresh and harum.. kan lebih nafsu..", kataku setelah membuka pintu kamar mandi dan langsung menutupnya lagi.
"Iya deh sayang..", katanya sambil tersenyum padaku.
Setelah saya selesai mandi, saya terkejut melihat Mbak Susi sudah dalam keadaan bugil. Ia memandangku sambil berputar-putar memamerkan tiap lekuk badannya.
"Gimana Gus?", tanyanya. Saya tidak menjawabnya, tetapi penis saya menjawab dengan berdiri tegak kembali tanda kekagumannya pada tubuh Mbak Susi.
"Koq yang jawab anunya kamu Gus?", katanya sambil memperhatikan penis saya yang berdiri tegak dibalik handuk.
Bersambung . . .