Tante Wulan dan kakakku - 2

Bookmark and Share
Tiba-tiba Tante Wulan berdiri dan menyambar piyama tidurnya dan keluar kamar begitu saja. "Haa.." saya hanya melongo dibuatnya kali ini apa yang akan dibuatnya? Terdengar suara agak gaduh di luar, sepertinya ia sedang mencari sesuatu. Kemudian saya bangun dan mengintip dari balik pintu, rupanya ia mengambil sesuatu dari kulkas dan menyembunyikan di balik badannya, dan melangkah ke arah saya. "Ssstt ayo masuk," bisiknya dan ia menunjukkan sesuatu tepat depan wajah saya. "Haa, Tante untuk apa ketimun itu," tanyaku heran. "Aahh aku tauu! Dasar!" lalu dia memelukku dan menjatuhkan diri bersama-sama ke atas tempat tidur setelah ia membuka kembali piyamanya. "Nih, pegang..!" teryata ketimun ini sudah diberi baby oil, licin dan basah. Sekedar informasi, ketimun itu adalah ketimun import 'Cucumber Pickling' Berwarna hijau tua berukuran seperti alat vital orang dewasa.

Beberapa saat kita berguling-guling di atas kasur sampai akhirnya ia berada di bawah saya dan membimbing tangan saya untuk memasukkan ke dalam liang senggamanya. "Aaauugghh.. teeruuss.. yang dalam.. uuhzz.. yeeaah.. pompa terus Roy.. ya begitu.. terus.. aahhggh.. nikmat Roy.. puter.. puter.. yaa.. sodok.. sodok lagi.. aauuhh.. niikmaatt.. agak ke atass.. ya begitu.." ocehan Tante Wulan makin menjadi sambil ia mengocok senjata pusakaku. Tante Wulan membalikkan badan saya dan menduduki tugu kenikmatan yang sudah mengeras dan membimbingnya masuk. "Srruup.." amblas, tapi hanya setengahnya saja dan Tante Wulan mulai menaikturunkan pantatnya dengan perlahan sambil berpegangan pada lututnya. "Uuuhh.. batangmu hangat sekali.. lebih enak punyamu.." sesekali ia membenarkan letak rambutnya.

"Kraak.. kraakk.. kraakk.." suara ranjangku seakan berteriak karena menahan beban tubuhku dan tubuh Tante Wulan. Malam itu menjadi malam yang sangat istimewa dan gaduh, suara rintihan, erangan, kenikmatan berbaur menjadi satu seperti hendak sengaja mempertontonkan adegan yang mencengangkan. "Astaga pintu kamarku belum ditutup," tetapi Tante Wulan sedang asyik bermain di atas tubuhku, aku pun tak ketinggalan, menjamah, meremas buah dadanya sehingga membuat Tante Wulan semakin liar saja. Samar-samar ada empat mata yang memandang dari kegelapan, apakah itu cuma khayalanku yang timbul karena rasa takut? Ah masa bodoh, selama mata itu tak menggangu acaraku.

Lalu saya bangun tapi hanya sebatas duduk, Tante Wulan masih berada di atas pangkuanku. Bibir kami saling bertemu dan berpagutan, saling menjilat dan saling memompa, berpelukan. Kemudian saya bangun dan berdiri sambil menggendong Tante Wulan agar batang kejantananku tetap menancap di liang senggamanya, dan kunaikturunkan dengan kedua tanganku. "Enaak.. Roy.." Tante Wulan semakin memelukku dengan erat. Lalu tak kusadari kakiku melangkah keluar sambil tetap pada posisi tadi, sampailah di ruang tengah dan kuletakkan tubuh Tante Wulan di atas meja, tanpa kucabut batang kemaluanku yang bersarang indah di liang sorganya.

Aku mulai memompanya lagi, "Aauugghh.. lebih cepat Roy.. ya teruss.. begitu," desah Tante Wulan sambil melingkarkan kedua kakinya di pantatku. Aku mengayun dengan sekuat tenaga, meja bergetar dan pot bunga, gelas berjatuhan akibat getaran kenikmatan yang kukeluarkan. "Roy lebih cepatt.. mau keeluarr nih.." Aku pun semakin mempercepat dorongan dan pompaanku," Aaahh.." teriakku sambil mengumpulkan tenaga yang tersisa, mulai terasa olehku ada suatu cairan hangat yang memenuhi liang senggama Tante Wulan dan menyelimuti seluruh batanganku, membuat seakan berkumpul kembali tenagaku, bersamaan itu Tante Wulan bangun dan memelukku erat sambil melumat bibirku dan tak lama kemudian aku pun tiba-tiba merasa tergoncang hebat sambil memacu dengan gencarnya, "Croot.. croot.. croott.. croot.." empat kali tembakanku, lalu lunglailah tubuh kami. Nafasku tersengal-sengal, Tante Wulan memandangku dengan penuh rasa bangga dan puas, lalu ia menarik dirinya dari pelukanku sambil memberikan kecupan lembut di bibirku, dan ia melangkah menuju kamar mandi.

Keesokan harinya, pukul 11.00 aku bangun dan aku melihat mata kedua kakakku merah dan bengkak seperti orang habis begadang, karena memang pertempuran semalam selesai ketika matahari mulai nampak. Hatiku bertanya-tanya, "Apakah mereka menontonku? tapi dari sikap mereka terlihat biasa saja. "Roy kenapa kamu bangunnya siang begini tak seperti biasanya?" tanya Risma curiga. "Ehh.. karena.. kecapean kali.." Aku pun bingung, tetapi aku jadi malu jika menatap wajah tanteku itu, ada perasaan bersalah tapi ia tenang dan mengusap-usap bahuku dan kepalaku dan seperti biasanya kami melakukan aktifitas kami masing-masing, Riska kuliah dan Risma sekolah di sebuah SMA Negeri di Jakarta, dan aku sendiri sekolah tak jauh dari rumah.

Pukul 17.00 aku tiba di rumah, aku menengok ke kanan dan ke kiri, sepi sekali di dalam rumah, pintu tidak dikunci terlihat olehku pintu kamar Riska agak terbuka, dengan berjingkat aku masuk dan mengintip. "Ahh.. baju.. rok dan celana dalam kakakku bertebaran di lantai, lalu mataku mulai menjelajah ke setiap sudut ruangan. "Astagaa," jantungku berdetak keras melihat Riska tanpa busana membelakangiku sambil tangan kanannya berpegangan pada lemari dan tangan kirinya maju mundur seperti sedang memasukkan sesuatu ke dalam kemaluannya, hal ini membuat darah mudaku mendesir. Dia mengerang, meringis. Kepalanya menengadah ke atas langit-langit, lalu ia merebahkan diri ke atas kasur, sambil terus memompa sesuatu di liang kemaluannya.

Perlahan setelah kulepas sepatuku, aku masuk dan menutup pintu, aku tak tahan dan kukeluarkan kejantananku, tetapi sayang ia membalikkan badannya ke arahku, terpaksa aku masuk ke dalam kolong ranjang. "Ahh sial.." kataku. "Aaa.." jeritan Riska menyudahi kenikmatannya, entah sudah berapa lama ia melakukan itu (martubasi dengan ketimun), tapi tak terdengar apa-apa, semuanya menjadi sunyi, aku tak berani keluar dari kolong dan setelah 2 jam aku mulai keluar dan memperhatikan sekelilingku. Oh, rupanya ia telah tidur dengan mengenakan selimut.

Perlahan-lahan kutarik selimut itu. Mataku terbelalak melihat pemandangan yang satu ini, tubuh molek kakakku yang dihiasi dengan keringat semakin indah kelihatannya, ia teryata lebih seksi dari Tante Wulan, payudaranya lebih kencang, tubuhnya padat berisi. Uhh, pokoknya diatas segala-galanya jika dibandingkan dengan Tante Wulan. Lalu kutangalkan semua pakaianku dan kukunci pintu.

Perlahan kuhampiri tubuh kakakku yang sedang tertidur, lalu aku menyentuh bulu-bulu tipis yang tumbuh di sekitar kemaluannya dan kusisir dengan lidahku perlahan-lahan, sambil tanganku menggapai-gapai buah dada milik Riska dan kuambil kembali ketimun itu dan kumasukkan perlahan. "Ehm, pantatnya agak terangkat sedikit dan kupompa perlahan, masih tertinggal bekas cairan memeknya di ketimun yang ia gunakan tadi. Aromanya lebih tajam dari milik Tante Wulan. Riska tampak menggeliat-geliat sambil bergumam, "Ohh.. oohh.." tangannya tak bisa diam menjambaki rambutnya dam meremas-remas payudaranya, kupercepat pompaanku tapi aku tidak tega dan kutarik kembali ketimun itu dan kugantikan dengan punyaku sendiri.

"Ssleephh.. Ooohh.." Riska merintih panjang dan astaga membuka matanya dan kaget melihatku yang ada di atas tubuhnya dan mendorongku, tapi tanganku lebih kuat. "Rooy jangann.. tolong Roy jangan," katanya, tapi kusumpal dengan mulutku. Ia menoleh ke kiri dan ke kanan, menghindari ciumanku dan kutahan kepalanya, kupaksa ia untuk menerima ciumanku. "Aaaihh teryata bibir Riska lebih manis dari Tante Wulan." Aku semakin bernafsu saja. Ia terus berontak, berontak. Semakin ia berontak, aku semakin kencang mengayun batanganku. "Auu.. uughh.." Riska menggigit bibirnya, tak kusadari bahwa setiap hentakanku turut dibantunya dengan menggoyangkan pantatnya, membuat semakin nikmat walau punya kakakku lebih sempit dari milik Tante Wulan, ini tak menjadi penghalang bagiku, kali ini sepertinya ia sudah kehabisan tenaga dan pasrah.

"Roy jangan kau tumpahkan manimu di dalam ya," katanya memelas, aku hanya menganggukkan kepala saja dan kuciumi bibirnya, ia tidak menolak bahkan lidahnya masuk ke dalam mulutku dan ikut menikmatinya, karena takut ketahuan yang lain aku memacunya lebih cepat dan kulihat senyuman dari bibir kakakku. Ia melingkarkan kakinya di pantatku agar tak terlalu kencang getaran yang ditimbulkannya. "Aaa.." kita berteriak bersamaan, dan tiba-tiba ia memelukku dan menciumi bibirku sambil menekan pantatnya hingga terasa olehku menyentuh dinding kemaluannya bahkan klitorisnya, dan "Croott.. crroot.." untung saja aku cepat mengeluarkan dan tertumpah mengenai wajah Riska, dan saat itu juga ia meraih dan mengulum batanganku dan menyedot habis mani yang tersisa di sekitar topi kepala bajaku. Terlihat juga ada lava putih mengalir dari dalam liang senggamanya yang disertai aroma yang merangsang. Sebetulnya aku masih ingin bercinta dengannya tapi sudah agak petang dan karena itu aku tadi mempercepat genjotanku, dan aku mengambil bajuku dan keluar menuju kamar mandi, beruntung ketika aku mandi, Tante Wulan dan Risma pulang sehingga mereka tidak mengetahui apa yang sebenarnya telah terjadi.

Saya mengharapkan bagi teman-teman pembaca untuk memberikan kritik, saran dan pendapatnya mengenai tulisan saya ini.

Tamat