Kedua tangan Teh Widya memelukku erat-erat. Kadang sesekali, jari-jemarinya mencakar punggungku, kadang membelai, dan kadang mencubit nakal pantatku. Entah berapa lama, gaya ini kami lakukan terus. Akhirnya aku mengambil inisiatif. Aku lepaskan pelukan Teh Widya. Kemudian aku sedikit menegakkan tubuhku sehingga aku dan Teh Widya membentuk sudut 45 derajat. Aku angkat kedua kaki Teh Widya, dan aku letakkan di bahuku Masing-masing. Kedua tanganku menahan beban tubuhku ke tempat tidur. Kini pompaku berjalan agak sedikit lebih cepat.
"Ah.. ohh.. wowww.. aduh sayang.., terus sayang..teruuss..!"
Teh Widya meracau terus yang membuatku semakin gila. Keringat kami mulai bercucuran deras. Teh Widya hanya bisa meremas-remas bedcover ku. Aku pompa terus memek Teh Widya.
"Crop.. chop.. chop.. chop..!"
Suara yang dihasilkan dari kehangatan memek Teh Widya dan genjotan Kontolku membuat suasana menjadi semakin hangat. Aku rasakan surga yang amat sangat. Betapa kontolku serasa di kempot-kempot dan serasa akan dihisap kedalam lubang surga Teh Widya. Rasa hangat yang asalnya hanya di kemaluanku kini mulai menjalar ke tubuhku. Memek Teh Widya ibaratkan mesin sex yang sempurna. Kontolku serasa di pijit-pijit, di sedot, di tekan, dan kadang dengan gerakan pantat Teh Widya seakan kontolku di putar didalam memek Teh Widya. Gerakanku mulai kencang dan bertambah kencang. Tapi aku tetap harus mengendalikan nafsuku. Aku ingin bidadari didepanku terpuaskan. Makin kencang.. dan makin kencang.., terus.. dan terus..
"Willy.. sayang.., heg.. heg.. heg.. ah.., ah.., heg.. heg..!"
Nafas Teh Widya semakin memburu dibarengi dengan nafasku yang tersengal-sengal. Tak lama kemudian..
"Sayang.. aahh..!", Teh Widya berteriak panjang, aku hentikan sesaat genjotanku.
"Ahh..!"
Aku rasakan sekali ada sesuatu yang sangat hangat, bahkan sedikit panas menyelimuti kemaluanku. Kontolku serasa ada yang menyiram di dalam memek Teh Widya. Oh.., rasa hangat itu membuatku gila. Aku denyut-denyutkan kontolku.
"Ahh, sayang.. jangan gitu dong, geli..!", Teh Wid mulai berbicara lagi.
"Copot dulu ya.. sebentar aja..!", kata Teh Widya.
"Hehehehe.., keluar ya..?", tanyaku sambil bercanda.
"He-eh, aku keluar.. tapi pengen lagi..!", kata Teh Widya.
Aku tarik rudalku perlahan. Ketika aku tarik aku lihat seluruh bagian kontolku basah. Dan.., "Plop..!" Kepala kemaluanku keluar dari memek Teh Widya. Teh Widya bangkit dan langsung menungging memamerkan keindahan celah surgawinya. Rambutnya yang hitam panjang itu teruarai sampai ke kasur. Menambah keindahan si wanita sempurna ini.
"Ayo sayang, aku sudah siap lagi neh..!", katanya.
Aku hampiri celah itu dengan berjalan menggunakan kedua lututku. Sesampainya aku di dekat lubang kenikmatan itu, aku tidak langsung menghujamkan batangku, aku ingin menikmati dulu sesaat pemandangan terindah yang pernah aku lihat. Aku melihat sesuatu yang sangat mengagumkan diantara dua buah bongkahan pantat Teh Widya.
Pantat Teh Widya yang begitu putih, mulus, padat dan berisi itu menjepit sesuatu ditengahnya. Sesuatu yang sangat ranum berwarna merah muda. Aku dekati mulutku kearah celah yang terjepit itu. Aku keluarkan lidahku dan aku selipkan lidahku diantara celah itu. Teh Widya menggoyangkan pantatnya.
"Ahh.., Masukin dong sayang..!", pintanya.
Sebelum aku menghujamkan lagi kontolku. Aku kecup dulu dengan mesra memek Teh Widya. Betapa Teh Widya memang pintar menjaga kewanitaannya. Memeknya tidak berbeda dengan memek seorang bayi, kencang, rapat, mulus dan halus, hanya ditambah bulu-bulu yang sangat halus dan tipis bagaikan sutra yang membuatnya tampak lebih indah "Cleb..!" Aku hujamkan kembali batang kebanggaanku itu. Teh Widya sedikit merintih. Dari belakang sini, aku memompa kontolku lagi keluar masuk memek Teh Widya. Posisiku yang berada dibelakang membuatku dapat jelas melihat penisku keluar masuk cepat ke lubang vaginanya, dan saking pasnya, terlihat bibir vagina Teh Widya itu tertarik keluar setiap batangku kutarik keluar dan seakan tersedot melipat kedalam setiap aku dorong penisku ke dalam.
"Agghh, shh.. ohh.. hegghh..!", Teh Widya meracau terus.
Gerakanku yang makin liar dan cepat membuat buah dada Teh Widya terpental-pental.
"Shh.., enak sayang.. ah.., enak.., sayang.. Willy .., terus.., terus.., ohh..uhh!", sSuaranya kian tidak berirama.
Kedua tanganku memegang erat pinggulnya yang memang benar-benar indah dan pas itu. Kedua tanganku menarik dan mendorng pinggulnya, sehingga tenaga genjotan di pantatku sedikit lenih ringan.
"Duh.., sayang..!", ujar Teh Widya.
"Kenapa Wid, sakit?", tanyaku.
"Nggak, nggak pa-pa koq.., terusin deh sayang..!", pintanya.
"Habis punya Teh Widya sempit sekali sih..!", kataku.
"Ah.., punya kamu aja yang terlalu nakal.", katanya.
Akhirnya kuangkat paha kiri Teh Widya, agar lubang surgawinya terbuka sedikit lebih lebar. Aku lakukan lagi tugasku, menarik dan menghujam memeknya yang sudah sangat basah. Sesekali tangan Teh Widya menahan perutku agar laju genjotanku tidak terlalu keras dan cepat. Tapi tetap saja desahannya menandakan sebaliknya. Tangannya menahan perutku tapi desahannya..
"Ayo sayang terus, terus.., lebih cepat sayang.., terus.., ohh. teruuss..!"
"Plak.. plak.. plak..!", suara benturan antara pantat Teh Widya dan selangkanganku membuat suasana semakin gaduh ditambah suara desahan kami berdua, dan suara tempat tidur yang juga ikut bergoyang hebat.
"Udah dulu sayang..!", Teh Widya mendorong perutku kuat-kuat sampai kontolku terlepas dari memek surganya. "PLOP..!"
Aku heran setengah mati, apa lagi yang akan dilakukannya. Teh Widya kemudian mendorongku agar aku telentang, dan.., oh.., aku mengerti, sang bidadari yang baru turun dari surga itu ingin di atas dan ingin memegang kendali. Aku menurut saja. Dia mengangkangi tubuhku dan menggenggam penisku. Penisku yang sudah sangat merah itu dibimbingnya memasuku gerbang kenikmatan surgawi. "Bles..!" masuk sudah penisku ke dalam lubang vaginanya. Teh Widya bergerak naik turun dengan kedua tangannya memegang dan meremas rambutnya sendiri. Kadang kedua tangannya menahan payudaranya yang terlempar dan terpental naik turun sesuai dengan gerakannya. Kepalanya sesekali menggeleng ke kanan dan kekiri sehingga rambut indah sang bidadari itu menjadi acak-acakan.
Aku hanya diam total, aku biarkan Teh Widya bergerak dan menari sepuas dan sesukanya. Kontolku yang memang sudah memerah semakin terasa hangat. Nikmatnya jepitan dan buaian memek Teh Widya membuatku kadang meremas bedcover juga. Teh Widya bergerak naik dan turun juga maju dan mundur. Tapi ada satu gerakan Teh Widya yang paling aku suka dan aku takuti, yaitu gerakan "Memutar". Setiap Teh Wid memutar pantatnya, aku merasakan sensasi yang teramat sangat nikmat di kontol dan di sekujur tubuhku, aku suka tapi.., aku takut aku akan keluar dengan cara itu.
"Willy.. ssaayang.. akk.. akk.., aku.., kk.., kke.. ll.., kke.. keluar.., aahh..!"
Teh Widya berteriak menahan orgasmenya yang ketiga. Ketika proses orgasme itu berlangsung aku dorong pantatku ke atas dan aku benamkan seluruh batang pelerku dan aku denyutkan di dalam liang surga Teh Widya. Hal ini menambah kenikmatan orgasmenya Teh Widya. Teh Widya rubuh seketika dan kepalanya kepalanya menyentuh dadaku, tetapi dengan kontolku masih tertanam di dalam memeknya.
"Ahh.. sayang.. aku keluar..!"
"Kamu belum ya..!", aku hanya tersenyum.
Aku suka dia orgasme sampe tiga kali. Aku biarkan sesaat sang bidadari itu tergeletak di dadaku.
"Kamu masih kuat sayang..?", tanya Teh Widya dan aku tetap terdiam sambil tersenyum.
"Eh.., kalo di tanya jawab dong..!", katanya dan tetap aku terdiam sambil tersenyum dan mengerdipkan mataku. "Aduh.. jawab dong.., ayo dong jawab..!", ujarnya.
Aku tidak lagi menjawab sepatah katapun. Aku bangkit dari posisi semula. Tangan kananku memeluk punggung Teh Widya sedangkan tangan kiriku membantuku bergerak ke sampng tempat tidur.
"Sayang.. mau kemana?", tanyanya.
Aku tetap terdiam, kemudian kurebahkan Teh Widya di bibir tempat tidur. Aku angkat kaki kanannya dan aku letakkan di bahuku denga tangan kiriku menahannya, sedangkan kaki kirinya aku biarkan jatuh ke bawah.., terlihat olehku itilnya yang kecil dan mungil iti. Jari jemari tangan kanankupun menyentuh kacang surga itu. Dan genjotankupun di mulai. Aku terus menggenjot semakin lama semakin cepat dan tidak teratur sambil jempol tangan kananku mempermainkan itilnya terus.
"Ah.., sayang.., kamu hebat sayang.., terus..terus..!", Teh Widya mulai meracau lagi.
"Oughh, ah.., jangan berhenti ahh terus..!", desahan sudah menjadi teriakan kecil.
"Kamu keluar sekarang yah sayang, aku nggak kuat..!", katanya.
"Keluar ya sayang.., ahh.., keluar donk..!", ujarnya.
"Crop.. crop.. crop..!", suara kocokan kontolku ke memek Teh Widya semakin cepat.
Beberapa menit telah berlalu. Aku semakin gila dan gila. Teh Widya sudah tidak lagi memintaku segera keluar. Teriakannya sudah berubah.
"Sayang.., terus sayang.., aku mau keluar lagi", kata Teh Widya.
"Tunggu sayang.., hh,.., mm.., kita keluar bareng ya..!", kataku.
"Aku kk.., keeluarin dd.., di luar apa di dalem sayang?", tanyaku dengan nada dan intonasi yang sudah tidak keruan lagi.
"Di dalem aja sayang.., dd.., ddi dalem .., ddi yang pp.. paling dalem ss.. ssayang", kata Teh Widya.
Gerakan pompaku semakin cepat, buas dan ganas disertai denyutan kontolku yang semakin cepat denyutannya. Kempotan Memek Teh Widya terasa lebih keras dan lebih menyedot dari yang tadi. Kerakan kami berdua sudah sangat tidak teratur sama sekali. Tetapi perpaduan ketidak teraturan itu membuat kami semakin gila.
"Aku mmau kkeluar sayang..!", Teh Widya menatapku dengan menyeringai.
"Ttahan dulu sayang, aku sebentar lagi koq..!", kataku.
"Ohh.., ah.., fftt.., ohh.., hegg.. hegg.., hegg..!"
Sudah tak ada lagi sebuat katapun yang dapat keluar dari mulut kami berdua. Yang keluar hanyalah desahan surga dan teriakan kenikmatan yang tiada tandingannya. Aku lihat Teh Widya mulai menggeleng-gelengkan kepalanya keras sekali seperti orang yang sedang triping. Aku tahu, sesaat lagi pasti Teh Widya orgasme lagi. Aku makin mempercepat gerakanku, dan akhirnya..
"Uuaahh..!", kami berdua berteriak cukup keras.
Aku tekan dan aku dorong pinggulku sehingga kontolku benag-benar amblas ke memek nya. Kontolku berdenyut dengan sendirinya tak terkendali dan kempotan Teh Widyapun sangat terasa sekali. Kemaluan kami berdua berdenyut secara reflek dan tidak terkendali lagi. Spermaku tumpah ruah didalam memeknya disertai cairan hangat memek Teh Widya. Cairan puncak kenikmatan surgawi kami saling bertemu dan bercampur. Entah berapa lama tubuh kami berdua mengejang hebat. Ujung rambut sampai ujung kaki kami seraca mengeras dan mengejang. Sang bidadari mengangkat kepalanya sambil menyeringai dan berteriak. Aku menengadahkan kepalaku sambil menahan kenikmatan yang muncul.
Dengan sisa tenagaku yang penghabisan.., aku membungkukkan badanku dan kucium dia. Dia membalas ciumanku seadanya. Tapi dia sempat memberikan senyuman manisnya padaku. Aku ckeluarkan penisku dari lubang surganya. Tampak olehku penisku begitu basah dengan kepala yang sangat memerah. Kulihat juga betapa celah memek Teh Widya begitu basah dan aku perhatikan ada sedikit spermaku yang putih kental seperti mutiara itu menempel pada klitorisnya. Dengan tenagaku yang penghabisan aku angkat tubuhnya dan ku rebahkan di atas tempat tidur. Aku pun merebahkan tubuhku. Aku menarik selimut putih yang ada di dekatku. Ternyata Teh Widya masih mampu bergerak. Dia memelukku dengan senyuman kepuasan dan kebahagiaan.
Dia memelukku dan mengusap dadaku. Setelah bibir kami berciuman, Teh Widya kemudian meletakkan kepalanya di dadaku sambil tangan kirinya mengusap-usap dadaku. Tangan kiriku pun melingkari dan memeluknya. Kami berdua tersenyum..dan tak lama kemudian. Kami tertidur didalam selimut putih di kamarku. Kami terlalu lelah setelah melakukan perjalanan kesurga dan akhirnya kami pun mereguk puncak kenikmatan surgawi bersama. Aku pun heran.., dari mana datangnya pikiran itu.., aku mulai merasa tak akan bisa berpisah dari Teh Widya.. istri sepupuku, dan sesaat setelah itu aku dengar bisikan yang amat halus dan kecil dari bibir sang bidadari yang matanya sudah terpejam.., "Willy, I love you..!"
Buat para pembaca rumahseks khususnya para cewek yang ingin curhat atau bahkan selingkuh ditunggu emailnya.
Tamat