Dibawah bayang-bayang dewi fortuna - 1

Bookmark and Share
Cerita saya ini hanyalah fiktif belaka, bila ada kesamaan itu hanyalah kebetulan.
Hari itu hari Sabtu, waktu menunjukkan pukul 07:30 WIB. Aku pergi kuliah, mobil kubawa menuju ke kampus. Pas sampai perempatan jalan di depan alun-alun, aku melihat cewek cantik jalan di trotoar. Aku menggoda dan menyapanya, karena aku tidak melihat jalan maka saat lampu menunjukkan warna merah aku mendadak berhenti. Dan.. "Brakk.." mobilku ditabrak dari belakang. Aku turun dari mobil, lalu kulihat keadaan bagian belakang mobilku. Aku terkejut sekali dan marah sekali, karena bemper belakang mobilku penyok. Lalu, kuhampiri mobil yang menabrakku, dan kusuruh turun sopirnya. Lalu.. terbukalah pintu mobil itu, darahku mendadak naik. Kulihat sepasang kaki yang indah dan putih itu menginjak tanah. Ternyata dia seorang cewek, dia memakai rok mini sebatas pahanya yang mulus, putih dan berbulu halus itu. Wajah cantik dan body-nya yang sexy mirip perpaduan antara Tia Ivanka dan Cindy Crawford. Lalu..

"Aduh.. maaf ya Mas.. Mas sih, berhenti mendadak di tengah jalan. Tapi Mas jangan kuatir, nanti saya akan ganti semua kerugian. Ini kartu nama saya, Mas bisa hubungi saya bila ada hal penting. Dan sekarang, Mas pergi saja ke bengkel langganan saya. Nanti masalah biaya, saya akan menanggungnya, oke. Saya pergi dulu Mas, soalnya udah telat nich. Bye.." katanya sambil masuk mobil terus membawa mobilnya pergi.

"Eee.. Mbak. Mbak. tunggu..!" Aku dari tadi bengong dan tidak bisa ngomong, bingung dan juga senang. Sudah semua biaya bengkel sudah ditanggung oleh Mbak tadi itu. Aku juga bisa kenalan dengan cewek cantik. Lalu, aku membawa mobilku ke bengkel yang dikatakannya tadi. Setelah mengurus segalanya, kutinggal mobilku terus aku naik angkot ke kampus. Angkot berhenti pas di depanku, aku masuk ke belakang tapi sudah penuh, terpaksa aku naik di depan bersama seorang cewek yang kira-kira umurnya seumur kakakku. Aku duduk di sebelahnya, lalu kulirik dia. Dia tersenyum padaku. Busyet.. betapa cantik, wajahnya mirip Larasati. Dia memakai celana jeans LEA warna biru tua sehingga aku bisa melihat lekuk-lekuk tubuhnya yang oke punya itu.

"Mau kemana Mbak..?" tanyaku.
"Ke kampus Mas.." jawabnya.
"Kampus mana Mbak..? tanyaku lagi.
"STIKI, Mas.."
"Lho.. STIKI, saya mahasiswa STIKI lho..?" jawabku.
"Jadi, Mas mahasiswa STIKI ya.?" tanyanya.
"Ya, ehmm.. Mbak juga mahasiswa STIKI ya..?" tanyaku lagi.
"Saya.. Bukan Mas. Saya di STIKI mengajar mata kuliah akuntansi.."
"Upss.. I didn't Again. Jadi Mbak seorang dosen dan Mbak adalah dosen saya. Karena sekarang saya ke kampus ini karena ada mata kuliah akuntansi."
"Oh ya, jadi Mas adalah mahasiswa saya dong."
"Maaf Bu, saya tidak tahu kalau ibu adalah dosen saya."
"Nggak apa-apa kok. Oh ya, siapa nama Mas..?" tanyanya padaku.
"Eee.. Sony Bu," jawabku agak malu.
"Bagus ya namanya, sebagus orangnya..?" jawabnya menggoda.
"Akh.. Ibu bisa saja," jawabku.
"Oh.. ya ibu sendiri siapa namanya..?" tanyaku.
"Sari.." jawabnya.
"Nama ibu begitu indah, secantik orangnya."
"Akhh.. masa kamu jangan berlebihan, menurutku sih aku biasa-biasa saja."
"Ibu jangan merendah begitu, saya jujur mengatakannya.. I Swear.."
"Aduh.. aku jadi tersanjung."

Beberapa menit kemudian, sampailah kami di kampus. Aku jalan berdampingan dengan Ibu Sari. Tiba-tiba, tas yang dibawanya jatuh dan isinya berserakan kemana-mana.
"Biar saya saja Bu, Ibu jalan saja terus."
"Terima kasih, Son kamu anak baik."

Lalu, setelah selesai memasukkan semuanya ke dalam tas tersebut aku menyusul di belakangnya. Darahku jadi mendesir, aku melihat pantat Ibu Sari yang bulat dan panjang itu seperti tersembul dari balik celananya. Lekuk tubuhnya yang aduhai membuatku terkesima. Setelah kita jalan berdampingan lagi, kuserahkan tas tadi padanya. Setelah itu.. "Sony aku ke kantor dulu ya, kamu masuk aja ke ruang 6."

Aku berjalan menuju ruang 6, di situ teman-temanku sudah ngumpul semuanya. Henry salah satu temanku bertanya padaku, "Son, kamu tahu nggak kita punya teman baru."
"Akh.. masa siapa namanya, Hen?"
"Eee.. kalau tidak salah namanya Rita. Dia anaknya orang kaya lho. Dia sekarang ada di dalam bersama teman-teman."
Aku langsung saja masuk ke dalam lalu kucari mana anak baru itu, nah itu pasti dia. ehmm.. Cantik juga orangnya. Lalu aku hampiri dia, "Halo anak baru, boleh kenalan nggak?"
Dia melihatku, "Kamu pasti Sony, ya kan..? Cowok playboy yang terkenal itu kan."
"Kok, tahu sih..?"
"Ya tahu dong, lihat aja "anu"-mu sudah berdiri dari tadi. Apa sih yang kamu lihat.?"

Memang aku jadi teransang melihat penampilan anak baru itu, celana jeans-nya yang ketat terus ditambah payudaranya yang segede gentong.
"Eee.. nggak punyaku memang gini kok dari tadi, nggak berdiri."
"Alah, ngaku aja dech bilang aja kamu terangsang tubuhku, ya kan?"
"Oke dech, kali ini aku kalah. Boleh kenalan nggak..?"
"Rita.." sambil mengulurkan tangannya padaku.
"Sony.." aku mengulurkan tanganku, lalu kita berjabat tangan. Ohh.. betapa halus tangannya, seandainya tangan ini dipakai untuk memegang dan mengelus penisku, betapa nikmatnya.
"Nah.. kan kambuh lagi dech. Baru pegang tangan aja udah bengong nggak karuan, dasar playboy edan."
"Aduh, gitu aja marah. Sayang lho cantik-cantik hobinya marah, nanti ilang cantiknya lho."
"Dasar sinting.."

Tiba-tiba dari arah pintu masuklah Ibu Sari, tapi betapa kagetnya aku, dia sekarang tidak memakai celana jeans lagi. Dia memakai rok mini, kakinya yang jenjang dan putih mulus itu membuatku tidak berkonsentrasi pada pelajaran yang dia berikan. Waktu dia membalikkan badan saat menulis, aku tambah jadi nggak karuan, pantatnya yang bulat itu sepertinya menantangku untuk menjamahnya. Aku melihat dengan potongan tubuh yang aduhai itu, aku yakin Ibu Sari tidak memakai celana dalam. Saat dia membalikkan badannya lagi, aku melihat belahan payudaranya dari balik bajunya. Sangat montok dan menggairahkan sekali. Setelah itu, dia memberi soal latihan agar dikerjakan. Aku tetap memandangnya tanpa berkedip. Mungkin karena curiga lalu dia menyuruhku maju ke depan untuk mengerjakan soal itu. Aku kaget dibuatnya, lalu aku bingung mencari jawaban soal itu dari teman-teman. Tapi sebelum aku mendapat jawabannya, Ibu Sari memanggilku, "Sony ayo kerjakan soalnya." Aku bingung tapi apa boleh buat, dengan tekad rawe-rawe rantas malang-malang putung aku maju ke depan. Aku berdiri di depan papan, aku diam dan tak bergerak. Beberapa saat kemudian, aku melirik Ibu Sari yang menatapku tajam sekali. Lalu..

"Sony, kamu bisa nggak mengerjakan soal itu?"
"Tidak bisa Bu?" kataku terus terang.
"Baiklah, kamu sekarang kembali ke tempatmu.."

Setelah kuliah selesai, aku melangkah keluar tapi sebelum mendekati pintu.
"Sony coba kemari sebentar, ibu ada perlu sama kamu."
"Ya, Bu.." jawabku lirih.
"Kenapa kamu tadi, kayaknya kamu nggak konsentrasi dengan kuliah yang Ibu berikan, apa Ibu terlalu cepat?"
"Tidak Bu, itu semua salah saya. Karena.. anu.. Bu.."
"Karena apa Son, ayo terus terang saja Ibu bisa mengerti kok.."
"Bolehkah, Sony berterus terang sama Ibu.."
"Silakan saja, Ibu akan mendengar semua ucapanmu."
"Eee.. begini Bu sebetulnya saya tidak bisa berkonsentrasi dikarenakan oleh Ibu sendiri."
"Lho, saya. Apa salah saya hingga kamu tidak bisa berkonsentrasi saat kuliah tadi."
"Ibu kan tahu saya di sini terkenal dengan cowok playboy, nah biasanya cowok demikian itu dianugerahi mata yang sehat, tajam dan liar. Saya sebelumnya minta maaf sama Ibu kalau nanti ucapan saya ini akan menyinggung perasaan ibu. Sejak Ibu masuk dalam ruangan ini, Ibu telah membuat saya jadi tidak karuan."

"Coba jelaskan lebih rinci lagi Son, agar Ibu mengerti.."
"Saya tahu Ibu tidak memakai BH dan CD. Hingga saya bisa melihat onderdil milik Ibu. Mulai dari ujung rambut sampai ujung jempol kaki Ibu."
"Aduh.. Son kamu lancang sekali. Tapi kamu tahu darimana kalau ibu tidak memakai BH dan CD."
"Saya tahu, Ibu ini orangnya sangat haus akan seks, Ibu coba memperlihatkan aurat Ibu kepada semua cowok yang melihat Ibu. Agar mereka jadi teransang dan tujuan Ibu dapat terlaksana."
"Ya ampun Son, aku tidak mempunyai maksud tertentu."
"Tapi dengan bukti yang sudah saya jelaskan tadi itu apa belum membuat Ibu jadi berterus-terang dan bertanggung jawab atas kejadian tadi."
"Apa Son, aku harus bertanggung jawab. Tidak.. tidak kamu tidak bisa memaksa ibu untuk bertanggung jawab atas kejadian tadi."
"Kalau ibu tidak mau bertanggung jawab, maka saya akan melaporkan kepada rektor kalau ibu mengajar dengan pakaian yang tidak pantas untuk dilihat."
"Baiklah Son, sekarang apa maumu. Ibu akan menuruti semua keinginanmu asalkan kamu tidak melaporkan hal ini ke rektor."
"Ibu coba menyuap saya. Saya sebetulnya tidak akan menuruti permintaan ibu tapi karena 'adik kecil' saya membutuhkan pasangannya maka saya setuju saja. Ibu harus memuaskan 'adik kecil' saya, OK".

Lalu, kami berdua menuju ke kamar mandi khusus dosen. Ruangannya cukup luas dan harum baunya. Setelah itu, aku bertanya kepadanya, "Bagaimana Bu? Kira-kira Ibu sudah siap tempur belum?"
"Ayolah. Apa sebaiknya kita langsung telanjang bulat aja?"
"OK, deh." jawab Ibu Sari dengan agak tersenyum malu.
Akhirnya kita berdua mulai melepas pakaian satu-persatu dan akhirnya poloslah semua. Bulu kemaluan Ibu Sari bentuknya lurus dan tertata dengan bentuk segitiga ke arah bawah, ya mirip "punya"nya Asia Carrera bintang BF itu lho. Lalu aku menyentuh payudaranya yang montok dan besarnya minta ampun, sampai-sampai tanganku tidak muat.

Kujilati kedua putingnya yang berwarna agak kemerah-merahan, rasanya enak juga. Lalu kujilati secara keseluruhan payudaranya. Ibu Sari nampak terangsang dan napasnya mulai memburu. "Ohh.. enak.. teruss.. Sonn..?"

Aku kemudian memohon Ibu Sari untuk duduk di bawah serta menelentangkan badannya dan langsung dia kangkangkan kedua kakinya dan terlihatlah vagina Ibu Sari yang masih OK punya. Aku mulai mendekatkan wajahku ke vaginanya. Ibu Sari merasakan sesuatu yang agak basah menyentuh vaginanya. Ibu Sari mengangkat kepalanya dan dia melihatku mulai berani menyentuh-nyentuhkan ujung lidahku ke vaginanya. "Terus.. terus.. Son.. ohh.. I feel so good.. ohh.!" Ibu Sari mulai terangsang. "Ehmm.. mmh.. oohh.. ooh nikmat sekali. Sedaap.." Terasa semakin lincah gerakan lidahku, Ibu Sari mengangkat kepalanya lagi dan melihatku sudah mulai tenggelam dalam kenikmatan, lama-kelamaan semakin enak. Ibu Sari merintih nikmat, "Ehmm.. hhmmh.. ouw.. aah.. aah.. uuh..uuh.. terus.. Teruus.." Bibir vagina Ibu Sari terasa dikulum oleh bibir mulutku. "Emm.. hhmm.. enaknya.."

Kemudian aku menyisipkan lidahku ke dalam vaginanya. Kutekan lidahku ke lubang di antara bibir vaginanya. "Aaahh.. aakh!" Ibu Sari mulai naik dan terasa lubang vaginanya semakin hangat, lendir vaginanya sudah banyak yang keluar. Akhirnya dia pun mencapai klimaks merintih, "Aaahh.. aahh.."
"Bagaimana rasanya Bu, ngetop nggak?"
"Aduhh.. Son sungguh luar biasa, kamu memang seorang cowok sejati. Tidak rugi kamu dijuluki Playboy. Sudah berapa cewek yang sudah takluk sama kamu..?"
"Ehhmm.. kira-kira yang kesekian-sekian.. itu rahasia saya.. kalau ibu sendiri ini sudah yang keberapa?"
"Idihh.. kamu nakal dech?"

Setelah itu..
"Ibu udah baik kan, sekarang giliran Ibu, ok?"
Segera saja Ibu Sari membungkuk, melahap penisku yang sudah tegang itu. Kepalanya naik turun nikmatnya, Ibu Sari memainkan lidahnya di leher penisku. "Oohh.." sedapnya lidah itu mengkilik-kilik leher dan kepala 'NAZI'-ku. Nikmatnya bibir itu turun naik menelusuri seluruh batang penisku. Kepala Ibu Sari turun naik mengulum penisku.

Ibu Sari memang pintar berimprovisasi. Kelihatannya ia sudah biasa ber-oral sex. Lidahnya tak melewatkan seinci pun batang penisku. Kadang ditelusuri dari ujung ke pangkal, kadang berhenti agak lama di "leher". Kadang bibirnya berperan sebagai "bibir" bawahnya, menjepit sambil naik-turun. Terkadang nakal dengan sedikit menggigit! Aku bebas saja mendesah, melenguh, atau bahkan menjerit kecil, "Oohh.." Gerakan kepalanya memang cepat. Aku menuju puncak. Ibu Sari makin cepat. Sebentar lagi.. hampir..!

Ibu Sari mempercepat lagi, sampai berbunyi dan.. "Croott.." Kusemprotkan laharku ke dalam mulut Ibu Sari. "Ohh.." lalu Ibu Sari menyuruhku tidur terlentang, penisku yang panjang menegang ke atas. Ibu Sari tanpa ragu-ragu segera mengangkangiku dan menyodorkan vaginanya ke mulutku. Aku kegirangan dan segera menjilatinya dengan rakus sampai berbunyi cipak-cipuk. Ibu Sari pun keenakan sambil menyosor-nyosorkan vaginanya ke mulutku agar lidahku lebih masuk ke dalamnya. Aku semakin gigih menyedot cairan vagina Ibu Sari. Setelah itu, ia bangkit lalu dikangkanginya lagi kakinya terus segera setelah mengarahkan penisku tepat di bawah vaginanya, Ibu Sari mulai beraksi. Bertepatan dengan anjloknya tubuhnya ke bawah, penisku pun langsung tertelan seluruhnya dalam vaginanya. Aku tidak mau berdiam diri saja. Segera kuputar-putar penisku di dalam lubang vagina Ibu Sari. Sementara itu Ibu Sari ikut mengimbangi dengan menaik-turunkan sembari memutar-mutar pantatnya yang semok itu. Kami berdua semakin lama semakin mempercepat tempo gerakan kami. Tanganku ikut ambil bagian, meremas-remas susu Ibu Sari dengan gemasnya.

Bersambung . . . . .