Bella, mahasisiwi fakultas kedokteran adalah mahasiswi yang paling cerdas diantara keenam orang mahasiswi itu. Wajahnya bulat dan cantik dengan rambut dipotong pendek. Kacamata kecil menghiasi wajahnya membuatnya terlihat makin berwibawa. Dia juga yang terlihat paling dewasa diantara kawan-kawannya.
Sebagai mahasiswi kedokteran, Bella bertugas untuk meningkatkan kesadaran masyarakat tentang kesehatan. Dia juga sering bertugas di puskesmas sebagai tenaga medis karena di desa itu tidak ada dokter yang bertugas. Satu-satunya petugas kesehatan yang ada hanyalah mantri kesehatan yang kemampuannya jelas kurang memadai.
Suatu ketika saat Bella sedang bertugas di puskesmas, tiba-tiba datang seorang pria setengah baya yang terburu-buru menemuinya. Bella mengenalnya, pria itu adalah Pak Hasan, salah satu kerabat dekat kepala desa. Pak Hasan walaupun sudah tua, limapuluh tahun tapi terlihat masih kuat dan kekar. Dulunya Pak Hasan adalah jawara desa yang sangat ditakuti. Tampangnya seram, rambutnya yang penuh uban tumbuh tidak teratur seolah tidak pernah tersentuh air, senada dengan kumis dan janggut kambingnya yang juga tidak terawat, tampangnya semakin sangar dengan sebuah bekas luka yang menoreh pipi kirinya, separti luka bekas bacokan senjata tajam
Pak Hasan... ada apa Pak? Tany Bella dengan tergopoh-gopoh. Pak Hasan yang terengah-engah tidak segera menjawab. Dia masih terbungkuk mencoba mengatur nafasnya, sepertinya dia baru saja berlari mengelilingi desa.
Eh.. tolong Neng Dokter.. ibunya.. anu.. maksud saya.. istri saya.. Pak Hasan berujar terputus-putus di tengah nafasnya yang tidak teratur.
Istri Bapak kenapa..?
Tidak tahu Neng Dokter.. tahu-tahu panasnya tinggi dan muntah-muntah.
Di mana sekarang istri Bapak? Bella bertanya bingung. Kenapa tidak dibawa ke sini..?
Di rumah Neng.. boro-boro dibawa ke sini, jalan saja susah, kalau bisa Neng Dokter yang ke sana, Pak Hasan menunjuk ke arah luar, maksudnya mungkin menunjuk ke arah rumahnya.
Iya Pak.. sebentar saya ambil tas dulu. Bella segera menyambar tas peralatannya, dan tanpa menunggu persetujuan, Pak Hasan menarik tangan Bella, Bella mengikuti dengan langkah terseret.
Aduh.. tunggu Pak.. jangan cepat-cepat, Bella mengeluh, dia memakai sepatu hak tinggi, tentu saja susah kalau diajak jalan cepat.
Kalau tidak cepat nanti keburu hujan Neng, Pak Hasan menunjuk ke atas. Bella ikut menengok, langit terlihat suram karena tertutup mendung tebal. Mereka segera mempercepat jalannya. Tapi perkiraan Pak Hasan tepat, baru setengah perjalanan hujan sudah mulai turun dan makin lama makin deras, membuat keduanya basah kuyup. Bella merasakan tetes air sebesar kelereng seperti hempasan peluru yang menghajar tubuhnya. Tubuhnya menggigil kedinginan sementara tidak ada tempat untuk berteduh. Akhirnya mereka terpaksa berjalan di tengah badai.
Sampai di rumah Pak Hasan hujan belum reda sedikitpun, bahkan makin deras. Bella merasa lega akhirnya bisa berteduh, baju yang dipakainya sudah basah kuyup oleh air hujan menciptakan genangan kecil tiap kali dia berhenti. Di teras rumah Pak Hasan ada dua orang pria yang sepertinya juga sedang berteduh menghindari hujan yang kian menggila.
Lho.. Parjo.. Somad.. kalian di sini..? Pak Hasan mengenali mereka, mereka adalah petugas Hansip desa yang sering ronda kalau malam hari.
Eh iya Pak.. tadi barusan dari desa sebelah, baru sampai di tengah prjalanan kehujanan, ujar Parjo, pria bertubuh gemuk dengan rambut botak di bagian depannya, menyeringai. Di sebelahnya, Somad yang bertubuh pendek tapi gempal dengan rambut dipangkas pendek bak tentara, juga menyeringai.
Kok sama Neng Dokter ini Pak..? Parjo bertanya dengan nada tertahan seolah tidak ingin mencampuri urusan pribadi Pak Hasan. Sesekali matanya melirik ke arah Bella. Tatapannya bagaikan srigala lapar yang siap menerkam mangsanya. Bella mendadak merasa risih ditatap oleh Parjo dan Somad, seolah kedua orang itu mampu melihat menembus pakaiannya.
Istri saya sedang sakit. Pak Hasan menjawab kalem. Parjo dan Somad hanya menjawab dengan O panjang. Pak Hasan lalu menyuruh mereka masuk.
Neng Dokter bajunya basah kan.. nanti pakai saja baju punya anak saya. Kata Pak Hasan. Dia masuk ke salah satu kamar dan tak lama kemudian keluar lagi dengan membawa beberapa lembar pakaian.
Eh.. Bella menatap Pak Hasan. Boleh saya numpang ganti baju Pak?
Oh ya.. di situ saja.. Pak Hasan menunjuk ke arah kamar belakang yang sebagian dindingnya terbuat dari kayu triplek tipis.
Bella yang sudah kedinginan bergegas masuk ke dalam kamar itu dan segera mengunci pintunya. Kamar itu tidak seberapa luas, hanya berukuran dua kali tiga meter dan terkesan kosong, ada sebuah ranjang kayu usang di dekat dinding sebelah kiri pintu dan sebuah lemari kayu yang juga usang. Beberapa poster artis India tertempel di dinding secara acak dan tidak teratur.
Bella untuk sesaat hanya berdiri seperti bengong. Dia kemudian meletakkan baju pemberian Pak Hasan di atas ranjang. Kemudian dengan gerakan perlahan dia mulai membuka satu persatu pakaiannya. Mula-mula kausnya yang basah kuyup sehingga tubuh bagian atasnya sekarang hanya berbalut Bra berwarna pink berenda. Tubuhnya jelas sekali terawat dengan baik. Putih dan mulus. Payudaranya terlihat padat dan ketat di balik mangkuk Branya. Lalu Bella mulai menurunkan celana panjangnya, sepasang kaki yang jenjang dan mulus terlihat begitu elok dipandang, pahanya yang padat dengan pinggul membulat berakhir pada pinggang yang ramping. Sebuah celana dalam yang juga berwarna pink berenda melekat di bagian segitiga selangkangannya. Pantatnya terlihat begitu padat, dan meskipun masih berada di balik celana dalam, tidak dapat dipungkiri pantat itu sangat bagus, padat dan mulus, semulus bagian tubuh Bella yang lain.
Bella kemudian menyeka seluruh tubuhnya dengan selembar handuk dengan gerakan tenang seolah di rumah sendiri, bahkan Bella terdengar bersenandung kecil. Tanpa disadarinya, ada sesuatu yang bergerak liar di luar mengikuti setiap gerakannya dengan tatapan mata yang liar. Rupanya di luar kamar, Parjo sedang berkasak-kusuk di dekat tembok kamar tempat Bella berganti baju. Rupanya sejak dari awal Parjo bertemu Bella di rumah Pak Hasan, Parjo mempunyai niat jahat pada Bella. Dia hafal seluk beluk rumah Pak Hasan karena sering sekali menginap di situ. Dia tahu di dinding kamar itu ada celah kecil yang tersembunyi jika diilihat dari dalam, letaknya agak di bawah dekat dengan lemari. Parjo dengan nekat mencoba melebarkan celah itu dengan menggunakan pisau hansip yang saat itu dibawanya. Celah itu membuka cukup lebar untuk Parjo bisa mengintip ke dalam. Dan Parjo dengan jelas bisa melihat apa yang terjadi di dalam, dan dengan jelas pula dia bisa melihat kemulusan tubuh Bella yang hanya berbalut celana dalam dan Bra.
Parjo meneguk ludahnya menyaksikan kemulusan dan kemolekan tubuh Bella. Tubuhnya panas dingin dan gemetar menahan dorongan seksualnya yang tiba-tiba bangkit saat menyaksikan tubuh yang nyaris telanjang itu.
Apa yang.. Pak Hasan dan Somad yang tahu-tahu sudah ada di dekat Parjo melongo tertegun menatap ulah Parjo. Parjo terkejut sesaat dan beringsut mundur. Ngapain kamu..? Pak Hasan bertanya, tapi dengan suara lirih. Parjo menunjuk ke arah celah yang dibuatnya. Pak Hasan lalu ikut mengintip ke dalam. Seperti Parjo, diapun meneguk ludah menyaksikan tubuh Bella yang mulus itu. Gairah kelelakiannya bangkit seketika, nafasnya terengah-engah menahan gejolak liar dari dalam tubuhnya.
Mulus banget Pak... Parjo berbisik. Pak Hasan hanya mengangguk tanpa menggeser tubuhnya dari tempat mengintip itu. Dilihatnya Bella sedang menimbang-nimbang apakah perlu melepaskan Bra dan celana dalamnya juga.
Buka... ayo buka.. Pak Hasan bergumam lirih pada dirinya sendiri. Tapi dia kecewa karena Bella memutuskan untuk tetap memakai pakaian dalamnya dalam keadaan basah. Pak Hasan makin kecewa saat Bella memakai baju pemberiannya, seolah menyesali keputusannya memberikan baju itu pada Bella.
Ketika Bella keluar kamar, Pak Hasan dan Parjo bersikap seolah tidak terjadi apa-apa, meskipun begitu Parjo tidak dapat menahan diri untuk terus menatap tubuh Bella, terutama pada bagian payudara, selangkangan dan pantatnya. Bella sendiri tidak tahu kalau beberapa saat yang lalu tubuhnya dijadikan obyek wisata. Dia segera bergegas memeriksa keadaan istri Pak Hasan yang sedang sakit, yang terbaring lemah di ranjang. Bella kemudian memriksa kadaan istri Pak Hasan. Tanpa disadari oleh Bella, Pak Hasan dan Parjo sedang berkasak-kusuk merencanakan sesuatu.
Bella lalu berdiri sambil menatap ke arah Pak Hasan.
Dia nggak apa-apa, cuma terserang flu berat, sekarang sudah tidur. Kata Bella lembut. Dia cuma perlu istirahat.
Terima kasih Neng Dokter, Pak Hasan mengucapkan terima kasihnya sambil menyilakan Bella duduk di ruang tengah. Ada secangkir minuman di tangan Pak Hasan.
Silakan diminum dulu Neng, Pak Hasan menyodorkan cangkir di tangannya sambil tersenyum aneh. Bella menerimanya dengan canggung sambil mengucapkan terima kasih. Bella perlahan meneguknya sedikit, bukan teh, bukan pula kopi, cairan hangat yang mengalir di dalam tenggorokannya terasa aneh, segar dan membangkitkan sesuatu dari dalam dirinya, seperti kehangatan yang sulit dilukiskan.
Minuman apa ini Pak..? tanya Bella sambil menatap penuh tanda tanya.
Oh.. itu minuman tradisional desa ini Neng, dibuat dari daun teh liar dari hutan sini.. Pak Hasan menjawab ringan. Habiskan Neng.
Bella agak ragu untuk meneguknya lagi, tapi dia merasakan tubuhnya yang tadi kedinginan mendadak menjadi hangat, maka Bella sedikit demi sedikit meneguk minuman itu sampai habis.
Sesaat Bella merasakan tubuhnya hangat dengan kehangatan yang tidak lazim. Seperti ada yang menyalakan api kecil di dalam tubuhnya, kepalanya perlahan seperti berputar dan pandangannya mengabur membuat keadaan di sekelilingnya menjadi berwarna abu-abu. Bella juga merasakan dorongan aneh di dalam tubuhnya, seperti seekor kuda liar yang berusaha mendesak keluar. Mendadak badannya menjadi terasa gelisah, keringat mulai menetes dari tubuh Bella. Desakan asing dari dalam tubuhnya membuat Bella seolah ingin secepatnya melepaskan seluruh pakaiannya dan membuatnya seperti kehilangan kendali atas dirinya sendiri. Dalam keadaan seperti itu Bella merasa tubuhnya seperti diangkat dan dipindahkan dari ruangan tengah dan direbahkan ke sebuah tempat yang lembut dan lebar. Setelah beberapa saat Bella kemudian benar-benar hilang kesadaran.
Beberapa saat kemudian Bella terbangun dari tidurnya. Untuk beberapa saat Bella merasakan keanehan yang terjadi pada dirinya, Dia sekarang berada di sebuah kamar sempit dan terbaring di atas sebuah ranjang lebar berbau melati. Samar-samar dilihatnya ada tiga orang yang berdiri di dekatnya mengelilingi tubuhnya.
Pak Hasan.. Bella mengejapkan matanya untuk melihat lebih jelas, perlahan bayangan samar yang dilihatnya mulai menampakkan bentuk aslinya, Pak Hasan, Parjo dan Somad berdiri mengelilinginya di pinggir ranjang. Ketiganya hanya memakai celana kolor.
Bella berusaha bangun, tapi tubuhnya lemas sekali, pengaruh minunam yang diminumnya membuat sekujur badannya lemas.
Sudah bangun Neng.. Pak Hasan berujar sambil tersenyum dengan tatapan matanya memelototi Bella. Parjo dan Somad bahkan menatap Bella tanpa berkedip sedikitpun sambil sesekali menguk ludahnya. Bella merasa ada yang salah dengan tubuhnya melihat ketiga orang itu menatapnya. Dan beberapa detik kemudian Bella baru sadar kalau dirinya terbaring di atas ranjang dalam keadaan telanjang bulat, tanpa selembar benangpun menutupi tubuhnya.
Apa yang kalian lakukan pada saya..? Bella menjerit, tapi suaranya terdengar terlalu lemah, dia berusaha mundur dan bangkit, tapi tubuhnya tidak bertenaga, dia hanya mampu menutupi payudaranya yang telanjang sambil berusaha merapatkan kakinya.
Hehehehe.. Pak Hasan tertawa pelan. Belum ada sih Neng, soalnya kami baru saja selesai menelanjangi Neng Dokter.
Jangan Pak.. jangan.. jangan sakiti saya.. Bella mulai menangis sambil berusaha berontak, meskipun dia terlalu lemah untuk itu, yang dilakukannya hanya mengejang-ngejang di atas ranjang yang justru membuat gerakan erotis karena dirinya dalam keadaan bugil.
Oh.. tentu tidak Neng, Bapak hanya ingin senang-senang sedikit saja, kata Pak Hasan sambil menoleh ke arah Parjo dan Somad yang menyeringai liar.
Tidak apa-apa Neng.. Bapak hanya minta Neng melayani Bapak sebentar saja, Bapak sudah lama tidak mendapat jatah dari istri Bapak. Kata Pak Hasan
Jangan Pak.. jangan.. saya tidak mau.. Bella menangis sesenggukan sambil menggeleng ketakutan.
Jangan nangis Neng, Bapak janji bakal muasin Neng Dokter juga, malah mungkin Non yang ntar ketagihan katanya setengah berbisik, hembusan nafasnya terasa di telinganya. Bella merinding mendengar usapan itu, sama sekali tidak disangkanya Pak Hasan tega melakukan hal ini padanya, Bella memang sudah tidak perawan, tapi dia tidak mau dijadikan pelampiasan nasu seorang tua bangka seperti Pak Hasan.
Neng Dokter cantik sekali.. Pak Hasan menyeka air mata yang membasahi pipi Bella lalu mengalihkan wajah cantik itu berhadapan dengan wajah buruknya, dilumatnya bibirnya yang mungil itu dengan kasar, sementara tangan kanannya meremas-remas payudaranya. Bella memejamkan mata dan meronta berusaha melepaskan diri, namun tenaganya terlalu lemah untuk melawan Pak Hasan, malah rontaan itu membuat Pak Hasan makin bernafsu mengerjainya. Ketika tangan Pak Hasan mulai merogoh bagian kewanitaannya, dia tersentak dan mulutnya sedikit membuka, saat itulah lidah Pak Hasan menerobos masuk ke mulutnya dan melumatnya habis-habisan, lidah Pak Hasan menyapu telak rongga mulutnya. Bella merapatkan pahanya untuk mencegah tangan Pak Hasan masuk lebih jauh, namun dengan begitu Pak Hasan malah senang bisa sekalian membelai paha mulusnya sambil tangannya makin menuju ke selangkangan. Sekali lagi tubuhnya tersentak seperti kesetrum karena jari Pak Hasan telah berhasil mengelus belahan vaginanya. Desahan tertahan terdengar dari mulutnya. Tangan Pak Hasan menyusup menyentuh permukaan kemaluan Bella yang ditumbuhi bulu-bulu halus.
Bella mengejang sesaat ketika tangan itu menyentuh kemaluannya, campuran antara sensasi yang ditimbulkan sentuhan tangan itu dan pengaruh minuman yang tadi diminumnya membuat tubuhnya menegang sesaat. Bella mulai merasakan getaran-getaran yang mengenai syaraf seksualnya, tanpa sadar Bella mendesah.
Ahhhhhh... ehsssss.... ohhhkkkhhhh... Bella merintih dan bergerak liar merespon sentuhan Pak Hasan. Pak Hasan melihat reaksi itu semakin bersemangat. Pak Hasan lalu berusaha membuka kedua belah paha Bella lebar-lebar sambil terus menerus menciumi bibir Bella. Nafas gadis itu semakin memburu dan wajahnya yang putih merona merah karena rangsangan-rangsangan gencar Pak Hasan. Tangan Pak Hasan akhirnya berhasil membuka paha Bella membuat vagina Bella sekarang terbuka lebar, vagina itu terlihat bagus dengan ditumbuhi rambut halus dan rapi.
Parjo dan Somad yang melihat aksi Pak Hasan mengerjai Bella hanya bisa meneguk ludah sambil mengocok penis mereka sendiri.
Ohh.. jangan lama-lama Pak.. kami juga kebelet.. Parjo mengerang pelan sambil meneguk ludah.
Hehehe.. giliran kalian nanti ya.. Kata Pak Hasan. Kemudian Pak Hasan mulai memainkan jari-jarinya di vagina Bella sambil terus menciumi dan mengulum bibir Bella Lidah Bella yang berusaha menolak lidahnya justru semakin membuatnya bernafsu mencumbunya. Beberapa saat lamanya Pak Hasan terus menciumi bibirnya dan mengelus-elus bibir vaginanya. Jari-jari Pak Hasan yang ditusuk-tusukkan ke vaginanya sadar atau tidak telah membangkitkan libidonya. Menyadari perlawanan korbannya melemah, Pak Hasan menyerang daerah lainnya, payudara Bella yang telanjang perlahan mulai diremas oleh Pak Hasan. Bella berusaha menepis tangan Pak Hasan dan menutupi dadanya dengan menyilangkan tangan, namun Pak Hasan mencengkeram kedua pergelangan tangannya dan melebarkannya ke samping badan. Dia memejamkan mata dan menangis, seorang bertampang buruk dan seusia ayahnya meremas, menjilati dan mengenyot payudaranya.
Gadis itu menggeliat-geliat dengan suara-suara memelas minta dilepaskan yang hanya ibarat menambah minyak dalam api birahi pemerkosanya. Cukup lama Pak Hasan menyedoti payudara Bella sehingga meninggalkan bekas cupangan memerah pada kulit putihnya dan jejak basah karena ludah. Jilatannya menurun ke perutnya yang rata sambil tangannya terus memainkan payudara Bella.
Tidakjangan Pak, jangan ! ucap Bella memelas sambil merapatkan kedua belah paha ketika Pak Hasan mau menjilati vaginanya.
Pak Hasan hanya menyeringai lalu membuka paha Bella dengan setengah paksa lalu membenamkan wajahnya pada vagina gadis itu. Tubuh Bella menggelinjang begitu lidah Bella yang panas dan kasar itu menyapu bibir kemaluannya, bagi Bella lidah itu adalah lidah pertama yang pernah menyentuh daerah itu, tubuhnya menggelinjang dan darahnya berdesir merasakan sensasinya. Pak Hasan berlutut di ranjang dan menaikkan kedua paha Bella ke bahu kanan dan kirinya sehingga badan gadis itu setengah terangkat dari ranjang, dengan begitu dia melumat vaginanya seperti sedang makan semangka.
Sudahhh Pakahhaahh ! desah Bella memelas saat lidah Pak Hasan masuk mengaduk-aduk bagian dalam vaginanya.
Sekalipun hatinya menolak, tubuhnya tidak bisa menolak rangsangan yang datangnya bertubi-tubi itu. Harga diri dan perasaan ngerinya bercampur baur dengan birahi dan naluri seksual.
Sekitar seperempat jam Pak Hasan menikmati vagina Bella demikian rupa, dengan lihainya dia menyedot dan menjilati klitoris gadis itu menghanyutkannya dalam permainan liar ini.
Eenngghhaaahh ! Bella pun akhirnya mendesah panjang dengan tubuh mengejang. dia menyedoti bibir vagina Bella sehingga tubuhnya makin menggelinjang. Orgasme pertama begitu dahsyat baginya sehingga membuatnya takluk pada pria itu. Parjo dan Somad yang melihat Bella orgasme tertawa senang.
Hehehehe.. ternyata konak juga, tadi nolak-nolak tuh.. dasar pelacur, dimana-mana sama saja.. Parjo berujar datar.
Iya nih... tadi berlagak nggak mau, ternyata nyampe juga.. timpal Somad yang juga masih mengocok-ngocok penisnya sendiri.
Nah.. kalau begitu Neng dokter sudah siap ya.. kata Pak Hasan. Bella tahu maksud siap yang dilontarkan Pak Hasan. Dirinya memang terangsang hebat oleh perlakuan Pak Hasan, meskipun pikirannya menolak, tapi tubuhnya tidak bisa berbohong. Bella yang sudah mulai kehilangan akal sehatnya hanya terdiam. Diamnya Bella itu bagi Pak Hasan dan kawan-kawannya dianggap sebagai lampu hijau dari Bella untuk menidurinya. Perlahan Pak Hasan mulai menarik kedua belah kaki jenjang Bella ke arah luar sehingga terpentang lebar membuat vaginanya terkuak. Lalu perlahan Pak Hasan mulai menindih tubuh mulus Bella yang telanjang bulat. Pak Hasan merasakan kenyalnya payudara Bella menekan dadanya dengan lembut.
Perlahan-lahan, Pak Hasan lalu menaikkan kedua kaki Bella yang masih mengangkang sehingga melingkari pinggulnya yang kekar. kedua pahanya kini melingkari bagian perut Pak Hasan. Kemudian Pak Hasan menggosok-gosokkan batang penisnya ke kemaluan Bella.membuatnya kegelian merasakan kemaluan Pak Hasan yang menyentuh kemaluannya. Setelah penis Pak Hasan mengeras sepenuhnya dan siap dipakai, dia lalu mengarahkan kemaluannya yang panjang dan hitam legam itu ke arah bibir kemaluan Bella. Siap untuk dibenamkan ke dalamnya. Merasa batang penisnya telah siap lalu Pak Hasan mendorong pinggangnya maju mendesak pinggul Bella membuat penisnya masuk ke dalam vagina Bella. Saat penis Pak Hasan melesak ke dalam kemaluan Bella, spontan Bellapun mengejang. Jeritan tertahan di tenggorokannya. Sebentar kemudian, ia pun meringis.... kedua matanya terpejam menahan nyeri dan sakit pada rahimnya. Tak terasa air matanya pun menetes...
"Aduuuh........ Paak...!! Ampuuun..." jeritnya halus mengiba. Pak Hasan masih mendorong penisnya untuk masuk terus hingga dasar kemaluan Bella. Bella pun terus menangis dan air matanya menetes membasahi pipinya yang putih saat itu. Tubuhnya pun terguncang-guncang di bawah tubuh kekar Pak Hasan.
Bersambung . . . . .
Home » pemerkosaan » Malapetaka KKN - Di tengah badai - 2