Kencan waria di Jakarta - 3

Bookmark and Share
Sesudah beberapa kali pula bertegur sapa dengan waria yang menanti tamunya, aku ketemu Evi. Sepintas Evi mirip dengan Norma. Namun yang ini lebih cantik dan sensual. Aku selalu melihat dulu ke selangkangannya.

Gede nggak kontolnya? Dan rupanya Evi ini bisa memberikan kejutan padaku. Selangkangannya begitu menggunung yang membuat hatiku tergetar. Dia mengajak aku mojok ke belakang truk yang telah beberapa hari mogok disana.

Seperti hendak kencing kami berdua mengeluarkan kontol-kontol kami. Ampuunn.. Aku hampir kelenger dibuatnya. Evi mengeluarkan batang singkong yang gede panjang dan kehitaman dari celana dalamnya. Aku belum pernah menyaksikan kontol segede itu kecuali dari VCD atau situs porno. Kontol itu benar-benar langsung melambungkan hasrat syahwatku. Aku tak menolak ketika Evi mengajak aku ke penginapan yang pernah aku datangi bersama Norma tempo hari. Aku pengin semalaman bersamanya. Sepanjang jalan aku hanya berpikir bagaimana melumati kontol gedenya hingga pagi nanti.

Aku benar-benar tak memiliki kesabaran. Begitu masuk kamar aku langsung berjongkok di depannya. Aku ingin lekas mengulum kontol Evi. Aku histeris saat aku mendapatkannya dalam jilatan dan kenyotan bibirku. Kontol itu sungguh jantan. Tegak bagai monumen yang tak tergoyahkan. Aku siap menjadi budak yang bertekuk lutut pada kontol Evi itu. Aku mau melakukan apapun sebagai bentuk pujaanku pada kontol segede itu.

"Aku pengin ngentot pantatmu," kudengar sura pemilik kontol ini.

Evi merabai kepalaku dan menarik lenganku agar berdiri. Dia melepasi celana dan bajuku. Aku juga melepasi celana dan bajunya. Kemudian sama-sama menuju ke ranjang dan rebah disana. Kami berpagut seakan tak pernah puasnya. Lidah-lidah kami menjadi biru dan bibir kami mungkin sudah jontor.

"Kamu nungging ya maass.." tangan Evi merabai lubang pantatku. Dia sudah pengin melakukan penetrasi pada lubangku ini. Aku ikuti. Aku pengin memanjakan kontol pujaanku itu.

Evi menciumi pantatku. Lidahnya menyeruak menusuk-nusuk lubangnya. Rasa geli dan erotis dengan cepat mendongkrak syahwatku. Mungkinkah lubangku menampung gedenya kontol Evi itu? Namun aku tak sempat mendengar jawaban.

Yang kemudian terjadi adalah Evi yang bangkit dan menunggangi aku. Kontol gedenya di sorong-sorongkan ke pantatku. Berkali-kali dia meludah dan dioleskan ke lubangku untuk melicinkan jalan. Hingga lambat laun terkuak juga. Dipegangnya pinggangku untuk menahan agar tubuhku tidak kedorong setiap kontolnya mendorong aku. Dan akhirnya sedikit.. Blezz.. Duhh.. Aku merasakan legit nikmat sekaligus pedih yang amat..

Akhirnya penetrasi ini sukses juga. Pantatku terasa sangat panas saat kontol Evi menghujam-hujam di lubang taiku. Sepertinya pantatku diolesi cabe rawit. Namun aku tak hendak menghindar. Pompaan Evi membuat aku merasakan nikmatnya kontol menembusi lubang dubur. Aku menyambutnya dengan menjemputi genjotannya.

Menjelang spermanya tumpah, Evi meraih rambutku. Aku dijadikan kuda pacuannya. Genjotannya yang semakin cepat benar-benar membuat aku kesakitan yang sangat. Rasanya kontol itu juga membawa pisau silet yang menyobeki saraf-saraf peka sepanjang dinding anusku.

Namun itu semua terobati begitu lahar panas pejuh kontol gede itu tumpah. Aku rasakan kehangatan sperma Evi terasa begitu adem menyirami dinding-dinding peka dalam anusku. Kami berdua tersungkur dalam nikmat syahwati.

Sesudah istirahat sejenak aku kembali melumat kontol hebat itu. Aku ingin kali ini dia menumpahkan laharnya ke rongga mulutku. Aku ingin menelan pejuhnya. Hingga menjelang pagi aku berhasil menampung 3 puncratan sperma Evi. Pertama di analku tadi, kedua dan ketiga dalam mulutku. Lidahku merasakan dan mengecapinya. Pejuh Evi seperti rasa kelapa muda.

Tumben, aku berani pulang larut. Jam 3 pagi aku masuk kamar kostku.


Waria Jembatan Jatinegara, Cerita Sarip

Pulang dari mudik di Cirebon aku naik kereta ke Jakarta. Tepat jam 8 malam keretaku berhenti di Jatinegara dan aku turun. Dengan metro mini aku akan melanjutkan perjalanan hingga sampai ke tempat kostku di Pulo Gadung.

Karena cukup malam nampaknya metro mininya sudah agak jarang. Iseng-iseng, dengan ransel berisi beberapa lembar pakaian aku berjalan kaki menyusuri jalan stasiun dengan tujuan Cipinang. Dari sana banyak angkot yang bisa mengangkut penumpangnya sampai di Pulo Gadung.

Sampai di bawah Jembatan Tol Jatinegara aku melihat banyak waria sedang mangkal.

"Bagi rokoknya dong Oom," seorang waria mengadang aku.

Apa salahnya kalau sesekali aku mengenal mereka. Kunyalakan juga apinya.

"Ramai disini ya," iseng aku membuka bicara.
"Iya, Oom. Mau cari yang macam apa Oom suka, ada disini Oom"

Tiba-tiba timbul gagasanku yang juga obsesiku selama ini.

"Ada yang kontolnya gede?"

Dia nggak menjawab tetapi teriak ke temannya.

"Ritaa.. Ritaa.. Riitt.."

Nampak dari kejauhan waria gede jangkung melambai dan datang mendekat.

"Nih, Oom cari lu. Dia pengin yang gede," dia lantas pergi dan waria yang dipanggil Rita itu tinggal bersamaku.
"Kemana Oom?" jelas suara baritonnya kentara banget.

Dan di lengan 'u can see'-nya nampak bisepnya yang nonjol. Terus terang ini dahsyat banget bagiku. Dia bukannya cantik tetapi ganteng. Aku sering mengkhayal waria yang lelaki banget macam Rita ini.

"Aku nggak tahu. Kemana?" aku balik tanya.
"Disitu ada tempat Oom. Di bawah pohon angsana di belakang gardu taman itu," dia menunjuk ke arah taman dekat lampu merah.

Batinku tertawa geli. Pragmatis banget waria jalanan ini.

"Ayoo.." aku setuju.

Kami menuju kesana. Ini adalah konsep cinta kilat di taman metropolitan Jakarta.

"Oom mau isep Rita punya ya?"
"Mau tapi aku pengin nyiumin ketiak dan dada kamu dulu,"
"Wwoouu.." omonganku terdengar erotis untuknya.

Dia buka blusnya berikut kutangnya. Dia bersandar ke pohon angsana sambil tangannya memegang dahan di atasnya. Ketiaknya yang langsung terpampang nampak berbulu. Dduuhh.. Aku gemetar. Kudekatkan wajahku. Bau ketiaknya begitu tajam dan menusuk hidungku. Aku sangat terangsang. Macam begini yang selalu kucari dan memenuhi obsesiku.

Aku melahap dan melumat bulu-bulu itu. Aku pengin keringatnya larut dalam ludahku untuk kutelan. Habis ketiak kanan dan kiri aku menciumi dadanya. Menggigit dengan penuh gereget puting-putingnya. Dia mendesah dengan baritonnya,

"Terus Oom.. Enak bangett.." tangannya mulai menjamah kapalaku.

Aku menggeliat dengan gigitan pada dadanya. Ciumanku menjalar turun keperutnya. Dia tahu. Tangannya otomatis melepasi resluiting dan menurunkan celananya. Menunggu bibirku melata ke sana. Tangannya terus menjamah rambutku dan kini sedikit menekan agar lumatan bibir dan lidahku turun ke bawah. Benar kata waria tadi, kontol Rita segede pisang tanduk.

"Isep Oom.. Enak dehh.. Ayoo isepp.." dia mendesah sambil menyodorkan kontolnya yang telah tegak ngaceng ke mulutku.

Tanganku menjamahnya untuk menikmati bagaimana menggenggam kontol segede itu. Telapak tanganku merasakan kedutan dan kehangatannya. Kuciumi kontol itu. Aku tegakkan hingga menyentuh perutnya, aku mulai dengan mengulum bijih pelernya. Dia mendesah kembali. Aku menjalar naik menjilati batangnya. Aku menjilati urat-urat kasarnya. Aku menjilati bonggolnya yang mengkilat-kilat menahan gelora syahwatnya. Akhirnya aku mengulum dan memompa.

Rita juga memompa. Pantatnya maju mundur ngentot mulutku sambil meracau,

"Enak ya Mas, kontolku enak yaa.. Enak maass.. Sshh.. Enak kontolku ya maass.." aku terus mempercepat temponya.

Menjelang spermanya muncrat tangan kekarnya menekan kepalaku hingga ujung kontolnya menutup pintu kerongkonganku. Aku tersedak. Kontolnya berkedut-kedut dan spermanya muncrat-muncrat dalam mulutku. Aku menahan nafas agar tersedakku hilang. Aku mengenyam-kenyam berliter-liter sperma kentalnya yang tumpah ke mulutku.

"Banyak banget. Sudah berapa hari pejuh kamu nggak keluar?" tanyaku sesudah dia berpakain lagi.
"Udah seminggu. Soalnya aku pulang kampung. Ke Tegal"

Aku puas dengan limpahan spermanya itu. Aku berikan tanda terima kasihku sebesar 50 ribu rupiah.

"Kalau nyari aku, tanya saja teman di bawah kolong itu," demikian pesan cintanya padaku.


Waria Taman Lawang, cerita Usman

Inilah pusat elite waria Jakarta. Nama Taman Lawang terkenal hingga ke mancanegara. Kalau anda buka internet khusus pemburu 'ladyboy', Taman Lawang menjadi salah satu erotis Jakarta.

Aku nongkrong di warung tenda dengan secangkir kopi dan ketan goreng di meja. Malam minggu ini bosan lihat TV aku pergi iseng dan mampir Taman Lawang ini.

"Ngganteng banget si Mas. Ajakin Dian jalan-jalan dong," tiba-tiba waria dengan tampang mirip Dian Nitami.. Srokk.. Duduk disampingku.

Bibirnya yang mungil dan 'kenes' memaksa aku melihatinya dengan penuh hasrat.

"Jalan-jalan kemana? Enakan ngopi. Mau?"
"Iya deh, tapi nanti jalan-jalan sama Dian yaa.." nada manjanya sungguh membuat geregetan pendengarnya.

Bersambung...