Malam itu, aku sedang berada di dalam mobil kijang kapsulku dengan perasaan yang tidak karuan. Semua perasaan bercampur aduk, antara perasaan senang, deg-degan, takut, dan penasaran semua jadi satu. Harum parfum Issei-ku yang sudah bercampur bau keringat dinginku menambah suasana terasa sama sekali asing buatku. Sudah hampir lima belas menit aku menunggu kedatangan seseorang bernama Arman yang baru kukuenal beberapa minggu yang lalu di chatting.
Selama lima belas menit itu, aku bolak-balik mengecek penampilanku, apakah masih terlihat menawan dan fresh seperti saat keluar salon tadi. Aku memakai gaun terusan pendek sekitar 20 cm di atas lutut berwarna biru muda dengan tali yang kecil di bahuku. Lumayan tipis juga soalnya BH-ku yang berwarna htam bisa kelihatan samar-samar. Kakiku yang mungil dibungkus dengan sepatu hak tinggi warna silver. Sehelai syal sutra melingkar dengan manisnya di leherku menyelinap di antara helai-helai rambutku yang panjangnya melebihi bahuku. Wajahku yang lonjong dihiasi make up tipis tapi lumayan elegan dan tentunya menambah manis penampilanku. Sepasang anting yang lebih mirip gelang karena cukup besar diameternya menghiasi kedua telingaku.
Aku sudah hampir habis menghisap light mentolku yang ketujuh ketika seseorang mengetuk kaca mobilku yang terbuka sedikit. Reflek tanganku langsung memencet tombol power window dan seketika itu tampak senyum menawan yang langsung membuatku tersipu. Senyum menawan itu milik seorang pemuda berkulit putih dengan rambut sedikit ikal dan tampang yang lumayan cakep ditambahsepasang sunggingan lesung pipitnya.
"Hallo, saya Arman, kamu Natasha yah", tanyanya sambil tersenyum dan mengulurkan tangannya menyalamiku. Aku yang masih tersipu hanya mengganggukan kepalaku saja.
"Aku naik yah", tanpa kujawab Arman sudah bergegas memutar dan membuka pintu kiri mobilku. Aku hanya bisa membisu dan benar-benar nggak tahu mau berbuat apa. Setelah dia masuk baru aku tahu kalau Arman bertubuh lumayan kekar dan keliatannya sedikit lebih tinggi dari aku.
"Ayo, kita jalan Nat", katanya,"Aku rada laper nih", katanya.
Sejenak aku masih terdiam dan tak berapa lama mobilku sudah melaju perlahan di jalanan Bandung yang habis diguyur hujan sore tadi. Sambil terus muncul pertanyaan yang terulang-ulang sejak tadi,"Sedang mimpikah aku".
Namaku Natasha. Aku lahir sebagai pria normal bernama Nathan dari keluarga yang lumayan berada di Bandung. Aku berumur 24 tahun dan baru lulus dari kuliahku di jurusan psikologi dari sebuah universitas swasta di Bandung. Wajahku sebenarnya lumayan cakep, putih mulus, tanpa jerawat dan jakun yang hampir tak kelihatan. Tubuhku boleh dibilang langsing dengan tangan dan kaki yang nyaris tak berotot. Sekilas tubuhku mirip wanita tapi tanpa buah dada, sepasang buah dada yang selalu kudambakan. Rambut asliku hitam agak kaku panjang melebihi bahuku dengan potongan shaggy.
Sebenarnya aku tidak tahu mulai kapan aku mulai lebih suka dengan penampilanku sebagai Natasha. Sewaktu SMP aku mulai rajin mengambil baju kakak-kakakku yang semuanya cewek dan mencobanya. Mulanya cuman buat cekikikan sendiri karena kurasa lucu banget kalau aku lagi mencoba pakaian cewek. Kemudian berlanjut dengan memakai wig milik kakakku yang kebetulan pengurus teater di kampusnya dan selalu membawa pulang semua kostum klubnya ke rumah. Dan terakhir aku mulai memakai make up milik mamaku. Entah kenapa lama-kelamaan aku merasakan sebuah sensasi yang kurasa sangat luar biasa jika sedang berpenampilan sebagai Natasha. Seolah dalam diriku ada dua kepribadian yang jelas bertolak belakang, Nathan dan Natasha.
Selama aku kuliah, aku memilih tinggal di kos dekat kampus daripada di rumahku sendiri yang notabene besar dan cukup mewah itu. Dengan alasan lebih bebas dan bisa konsentrasi penuh ke kuliah. Padahal aku tahu kalau aku pengen supaya Natasha lebih sering keluar dari persembuyiannya. Hampir setiap malam di kosku aku berubah menjadi Natasha dan pagi harinya aku menjalani kebidupan kuliahku sebagai Nathan seperti layaknya seorang laki-laki normal. Sesudah ngekos aku mulai banyak memborong baju-baju cewek di factory-factory outlet yang tersebar di Bandung. Dengan alasan hadiah untuk pacar atau adik, mulai dari celana pendek jean yang ketat, tank top, gaun panjang, kulot, sepatu-sepatu tinggi serta wig mulai dari yang pendek sampai yang panjang aku membelinya dengan alasan untuk kegiatan teater kampus. Untuk celana dalam dan BH, diam-diam kuambil milik kakakku di rumah yang kira-kira sudah jarang dipakai lagi. Dan sebagian lagi kupesan dari internet. Buat urusan alat-alat make up aku sengaja ikut jaringan MLM dari cewek temen kuliahku dengan alasan buat menambah uang jajan. Jadi singkatnya semua kebutuhan Natasha lengkap banget.
Setelah kehidupanku di kamar kos sebagai Natasha kujalani selama kuliah, aku mulai terpikir merasa jenuh karena seakan tidak ada tantangan. Natasha dalam diriku mulai pengen keluar dari kamar kos dan mencari pengalaman yang baru. Siang itu di warnet sesudah nge-browse cewek-cewek transsexual dari internet, aku iseng nyari kenalan lewat chatting. Dari situlah aku berkenalan dengan Arman. Berhari-hari aku mengaku sebagai Natasha seorang cewek centil kesepian dari Bandung yang lagi cari cowok.
Tanpa diduga suatu hari setelah ngobrol macem-macem Arman mengutarakan kalau dirinya lebih menikmati 'making love' sama waria. Terus terang saat itu aku agak kaget bercampur senang sambil meyakinkan Arman kalau kelakuannya itu menurutku wajar-wajar saja. Setiap chatting Arman selalu tak pernah absen menceritakan pengalaman-pengalamannya dengan cewek-cewek warianya yang selalu berhasil membuatku masturbasi berulang-ulang sepulang dari warnet. Membayangkan tangan-tangan Arman yang memelukku dari belakang, bibirnya yang mencium helai rambutku, memainkan penisku dan membangunkannya dari tidurnya.
"Aaachh.., mmhh..," desahku sambil terus mendesah lirih.
Sekali lagi aku menikmati khayalanku sendiri dengan Arman. Lelehan air maniku di pahaku yang putih saat itu akhirnya menyadarkanku kalau aku sudah horny banget sama seorang yang bernama Arman.
Lama kelamaan aku tak tahan lagi dan hari itu, Minggu pagi, aku akhirnya mengaku pada Arman kalau aku bukan cewek seperti umumnya kalau aku adalah seorang Natasha yang sebenarnya.
"Man, aku mau membuat pengakuan, nih", tulisku di lajur chatting.
"Pengakuan apa Natasha sayang, kalau kau naksir sama aku yah he.. he.. he.." balasnya enteng tanpa tahu aku yang lagi deg-degan berat.
"Itu juga sih he.. he..," tulisku lagi,"Bukan, soal siapa aku sebenarnya, Man". Tanpa menunggu jawaban dari Arman aku menulis lagi,"Kalau aku sebenernya tak jauh beda sama waria-waria yang sering kamu ceritain."
Sejenak hening dan tak ada balasan dari Arman. Aku sempet bingung dan berpikir kalau aku salah mengatakan ini ke Arman.
"Man, kamu masih di sana", tanyaku.
Tak lama ada jawaban dari Arman,"Kamu serius, Nat, aku nggak tahu mau ngomong apa".
"Iya, aku serius dan aku pengen ketemuan, Man. Kamu mau apa nggak kalau kita ketemuan?", tanyaku sedikit memelas,"kamu nggak marah kan, Man."
Percakapan yang cukup bikin stress itu pun berlanjut dengan mulusnya, seperti yang kurencanakan. Apalagi setelah Arman tahu kalau Natasha masih boleh dibilang masih virgin, belum pernah 'making love' beneran. Dia malah yang balik ngebet buat ketemuan sama aku.
"Minggu depan, aku ke Bandung, kamu siap-siap buat aku yah sayang," tulis Arman di akhir tulisan chattingnya.
"Oke, sampai ketemu, aku tunggu yah sayang," balasku.
Aku masih bengong dan terpaku sambil terus menatap monitor komputer. Apa yang sudah kulakukan? Aku membuat janji untuk bertemu sebagai Natasha dengan orang yang hanya kukukenal lewat chatting. Apa yang harus kulakukan?
Beberapa hari aku bingung dan terus memikirkan janji dengan Arman, akhirnya keputusanku sudah bulat untuk tetap memenuhi janjiku dengan Arman. Mungkin aku sudah kelewat horny sama Arman. Rayuan-rayuan gombalnya buat aku dan khayalanku sendiri tentang Arman mungkin sudah merasuk terlalu dalam. Aku memutuskan untuk ketemu Arman bahkan aku berniat untuk memuaskannya. Melebihi dari cerita cerita pengalamannya bersama waria di Jakarta.
Sore itu aku membuka koran infomedia seputar Bandung dan melihat begitu banyak salon-salon baru yang menawarkan servis lumayan lengkap. Muncul ideku untuk memakai jasa mereka walaupun aku sendiri sudah terlatih buat berdandan sebagai Natasha. Kupikir selain untuk memuaskan diri sendiri dan tampil cantik buat Arman, ideku ke salon bisa jadi sebagai sarana latihan. Latihan buat Natasha untuk pertama kalinya bertemu dengan orang lain selain Nathan sendiri.
Esok paginya, setelah aku mandi dengan sabun sampai wangi dan mencukur semua bulu-bulu di badanku terutama rambut kemaluanku sampai licin. Kemudian kupilih baju-baju yang akan kupakai dan membawa lengkap semua kebutuhan Natasha, aku pergi ke salon. Aku sengaja pergi pagi-pagi ke salon soalnya terus terang selain nervous banget juga aku kepikiran untuk merubah total penampilanku buat Arman.
Mobil kijangku melaju ke basement parkiran sebuah Mall dan di situ aku mulai merubah diriku menjadi Natasha. Sengaja kupilih parkir di sudut yang agak gelap dan sepi biar aku leluasa untuk berias dan berganti baju. Setelah kucopot semua pakaianku, aku mulai memakai celana dalam cewek dan BH warna hitamku. Kemudian aku memakai rok jeanku yang lumayan mini dan atasan putih dengan renda-renda di tiap lubang bajunya. Kusapu wajahku yang dengan make up tipis dan kegeraikan rambutku yang hitam sebahu. Kemudian kupasangkan sepasang anting di telingaku. Berkat pengalamanku bertahun-tahun dalam sekejap aku sudah menjadi Natasha yang cantik. Setelah kupakaikan selopku dan kacamata hitamku, aku pun siap bergegas menuju salon yang sudah aku pilih dan kutelepon dari koran kemarin.
Mmmhh.., horny rasanya dan ditambah deg-degan juga keluar di tempat umum sebagai Natasha. Soalnya ini kali pertamaku aku mengalaminya. Mulai dari mengembalikan tiket ke petugas parkiran di mall, menyetir di jalanan Bandung, sampai akhirnya siap-siap buka pintu di parkiran salon. Aku ngerasa sexy dan cantik banget pagi itu. Aku yakin ada sedikit-sedikit cairan maniku yang keluar karena pengalamanku yang lumayan heboh ini.
Setelah kuparkirkan mobilku aku mengecek penampilanku dan bergegas turun masuk ke salon yang baru buka itu.
"Selamat pagi, Mbak," sapaku pada penjaga yang ada di meja resepsionis salon itu. Jantungku masih terus berdegup makin kencang, aduh, jangan-jangan ketahuan nih kalau aku bukan cewek asli. Untunglah berkat pengalamanku selama ini menjadi Natasha dan suaraku yang memang agak lembut dari sononya, mereka tak ada yang curiga.
"Selamat pagi," balasnya,"Mau servis apa, Mbak. Eh, EMbak yang namanya Natasha yah, yang telepon kemaren sore itu?"
Aduh, senengnya ini pertama kalinya aku dipanggil Mbak.
"Eng, iya betul, banyak Mbak servis yang mau saya ambil,"jawabku sambil tersenyum.
Aku memang berniat tidak akan menyia-yiakan kesempatan pertamaku ini untuk menikmati semua kenikmatan yang memang disediakan untuk kaum wanita itu. Aku sudah merencanakan untuk menikmati semuanya mulai dari manicure, pedicure, facial, make up, sampai merubah penampilan rambutku. Aku terus terang pengen meluruskan rambutku yang agak kaku ini dengan hairbonding sejak dulu. Senang rasanya melihat cewek-cewek kebanyakan mengibaskan rambut bondingnya yang lemas. Dan mengecat rambutku dengan warna merah, brunnet, dan memotongnya dengan model baru supaya penampilanku kali ini benar-benar istimewa.
Ada satu perasaan yang luar biasa, semacam ejakulasi yang terus tertahan, selama aku menikmati semua layanan di salon ini. Hampir 6 jam aku menikmati semuanya. Termasuk lama karena aku mengambil cukup banyak layanan yang mereka tawarkan pagi itu.
Bersambung...