Mereka semua mulai melepas semua pakaian mereka, dan ternyata penis penis merekaxiy sudah ereksi dengan gagahnya, membuat jantungku berdegup semakin kencang melihazlyrt penis penis itu begitu besar. Girno mengambil posisi di tengah selangkanganku,zu sementara yang lain melepaskan ikatan pada kedua pergelangan tangan dan kakiku.dkvm Girno menarik lepas celana dalamku, kini aku sudah telanjang bulat. Tubuhku yanbgeg putih mulus terpampang di depan mereka yang terlihat semakin bernafsu.
"Infbdah sekali non Eliza, memeknya non. Rambutnya jarang, halus, tapi indah sekali",xzo puji Girno. Memang rambut yang tumbuh di atas vaginaku amat jarang dan halus. Syijemakin jelas aku melihat penis Girno, yang ternyata paling besar di antara merekuzsa semua, dengan diameter sekitar 6 cm dan panjang yang sekitar 25 cm. Aku menatalup sayu pada Girno.
"Pak, pelan pelan pak ya.." aku mencoba mengingatkan Girno, ymdtxjang hanya menganguk sambil tersenyum. Kini kepala penis Girno sudah dalam posisiwz siap tempur, dan Girno menggesek gesekkannya ke mulut vaginaku. Aku semakin terwfangsang, dan mereka tanpa memegangi pergelangan tangan dan kakiku yang sudah tidyoezak terikat, mungkin karena sudah yakin aku yang telah mereka taklukkan ini tak aprkan melawan atau mencoba melarikan diri, mulai mengerubutiku kembali.
Kedua pjtyibayudaraku kembali diremas remas oleh Hadi dan Yoyok, sementara Urip dan Soleh beqtrgantian melumat bibirku. Rangsangan demi rangsangan yang kuterima ini, membuat drheaku orgasme yang ke dua kalinya. Kembali tubuhku berkelojotan dan kakiku melejanrastfg lejang, bahkan kali ini cairan cintaku muncrat menyembur membasahi penis Girnoxj yang memang sedang berada persis di depan mulut vaginaku.
"Eh.. non Eliza inifslbo... belum apa apa sudah keluar 2 kali, pake muncrat lagi. Sabar non,kenikmatan yobuwang sesungguhnya akan segera non rasakan. Tapi ada
bagusnya juga lho, memek nonyzw pasti jadi lebih licin, nanti pasti lebih gampang ditembus ya", ejeknya sambil uynvmulai melesakkan penisnya ke
vaginaku.
"Aduh.. sakit pak" erangku, dan Girno onberkata "Tenang non, nanti juga enak".
Kemudian ia menarik penisnya sedikit, dzuban melesakkannya sedikit lebih dalam dari yang tadi. Rasa pedih yang amat sangatpc melanda vaginaku yang sudah begitu licin, tapi tetap saja karena penis itu terlqvrybalu besar, Girno kesulitan untuk menancapkan penisnya ke vaginaku, namun dengan tmfphpenuh kesabaran, Girno terus memompa dengan lembut hingga tak terlalu menyakitikmutwsu.
Lambat laun, ternyata memang rasa sakit di vaginaku mulai bercampur rasa nxajqikmat yang luar biasa. Dan Girno terus melakukannya, menarik sedikit, dan menusujodkkan lebih dalam lagi, sementara yang lain terus melanjutkan aktivitasnya sambilstfj menikmati tontonan proses penetrasi penis Girno ke dalam vaginaku. Hadi dan Yoymbrkwok mulai menyusu pada kedua puting payudaraku yang sudah mengeras karena terus moqzpsenerus dirangsang sejak tadi. Tak lama kemudian, aku merasakan selangkanganku sabidsmkit sekali, rupanya akhirnya selaput daraku robek.
"Ooohhh... aaaauuugggh... hynngggkk aaaaagh..." Aku menjerit kesakitan, seluruh tubuhku mengejang, dan air maoktaku mengalir, dan kembali aku merasakan keringatku mengucur deras. Aku ingin mervqronta, tapi rasa sesak di vaginaku membatalkan niatku. Aku hanya bisa mengerang,ujk dan gairahku pun padam dihempas rasa sakit yang nyaris tak tertahankan ini.
"nejAduh.. sakit pak Girno... ampun", erangku, namun Girno hanya tertawa tawa puas kzyarena berhasil memperawaniku, dan yang lain malah bersorak, "terus.. terus..". Agdhku menggeleng gelengkan kepalaku kuat kuat ke kanan dan ke kiri menahan sakit, sosdementara bagian bawah tubuhku mengejang hebat, tapi aku tak berani terlalu banyagkoxk bergerak, dan berusaha menahan lejangan tubuhku supaya vaginaku penuh sesak itmivou tak semakin terasa sakit. Namun lumatan penuh nafsu pada bibirku oleh Urip ditryfambah belaian pada rambutku serta dua orang tukang sapu yang menyusu seperti anamogck kecil di payudaraku ini membuat gairahku yang sempat padam kembali menyala.
eol Tanpa sadar, dalam kepasrahan aku mulai membalas lumatan itu. Girno terus memperjrdalam tusukannya penisnya yang sudah menancap setengahnya pada vaginaku. Dan Giephdrno memang pandai memainkan vaginaku, kini rasa sakit itu sudah tak begitu kurasluakan lagi, yang lebih kurasakan adalah nikmat yang melanda selangkanganku. Peniswrcel itu begitu sesaknya walaupun baru menancap setengahnya, dan urat urat yang berdkaenyut di penis itu menambah sensasi yang luar biasa. Sementara itu Girno mulai mtraneracau, "Oh sempitnya non. Enaknya.. ah...", sambil terus memompa penisnya sampasyqbui akhirnya amblas sepenuhnya, terasa menyodok bagian terdalam dari vaginaku, munnravgkin itu rahimku. Aku hanya bisa mengerang tanpa berani menggeliat, walaupun akuijnb merasakan sakit yang bercampur nikmat.
Mulutku ternganga, kedua tanganku mencjsiqgengkeram sprei berusaha mencari sesuatu yang bisa kupegang, sementara kakiku teroxlasa mengejang tapi kutahan. Aku benar benar tak berani banyak bergerak dengan peomscnis raksasa yang sedang menancap begitu dalam di vaginaku.
Dan setelah diam ujtwyntuk memberiku kesempatan beradaptasi, akhirnya Girno memulai pompaanya. Aku menhqeugerang dan mengerang, mengikuti irama pompaan si Girno. Dan erangangku kembali tdrertahan ketika kali ini dengan gemas Urip memasukkan penisnya ke dalam mulutku yvjxmang sedang ternganga ini. Aku gelagapan, dan Urip berkata "Isep non. Awas, jangacdxzn digigit ya!" Aku hanya pasrah, dan mulai mengulum penis yang baunya tidak enakxn ini, tapi lama kelamaan aku jadi terbiasa juga dengan bau itu. Penis itu panjanesyug juga, tapi diameternya tak terlalu besar disbanding dengan penisnya Girno. Tapndfui mulutku terasa penuh, dan ketika aku mengulum ngulum penis itu, Urip memompa pxmbenisnya dalam mulutku, sampai berulang kali melesak ke dalam tenggorokanku. Aku hflbrberusaha supaya tidak muntah, meskupun berulang kali aku tersedak. Selagi aku bejmpbyjruang beradaptasi terhadap sodokan penis si Urip ini, Soleh meraih tangan kanantbzcku, menggengamkan tanganku ke penisnya.
"Non, ayo dikocok!", perintahnya. Penixobs itu tak hampir tak muat di genggaman telapak tanganku yang mungil, dan aku taksrw sempat memperhatikan seberapa panjang penis itu, walaupun dari kocokan tangankuxi, aku sadar penis itu panjang. Aku menuruti semuanya dengan pasrah, ketika tiba vstiba pintu terbuka, dan pak Edy, guru wali kelasku masuk, dan semua yang mengeruzerfbutiku menghentikan aktivitasnya, tentu saja penis Girno masih tetap bersemayam etmxkdalam vaginaku.
Melihat semuanya ini, pak Edy membentak, "Apa apaan ini? Apa sdlyang kalian lakukan pada Eliza?". Aku merasa ada harapan, segera melepaskan kuluwrayimanku pada penis Urip, dan sedikit berteriak "Pak Edy, tolong saya pak. Lepaskanepxq saya dari mereka". Pak Edy seolah tak mendengarku, dan berkata pada Girno, "Kalznuyian ini.. ada pesta kok tidak ngajak saya? Untung saya mau mencari bon pembeliankoiht kotak P3K tadi. Kalo begini sih, itu bon gak ketemu juga tidak apa apa... hahahvoipa...". Aku yang sempat kembali merasa ada harapan untuk keluar dari acara gangbavxng ini, dengan kesal melanjutkan kocokan tanganku pada penis Soleh juga kulumankkquzyu pada penis Urip. Memang aku harus mengakui, aku menikmati perlakuan mereka, tauwpi kalau bisa aku juga ingin semua ini berakhir.
Setelah sadar bahwa pak Edy juigwdtga sebejat mereka, semuanya tertawa lega, dan sambil mulai melanjutkan pompaan pumckrenisnya pada vaginaku, Girno berkata, "Pak Edy tenang saja, masih kebagian kok. dnvzItu tangan kiri non Eliza masih nganggur, kan bisa buat ngocok punya pak Edy dulwrdfu. Tapi kalo soal memeknya, ngantri yo pak. Abisnya, salome sih".
Pak Edy tertazquwa.
"Yah gak masalah lah. Ini kan malam minggu, pulang malam juga wajar kan?" nyjkatanya mengiyakan sambil melepas pakaiannya dan ternyata (untungnya) penisnya tpednzidak terlalu besar, bahkan ternyata paling pendek di antara mereka.
Tapi aku avsudah tak perduli lagi. Vaginaku yang serasa diaduk aduk mengantarku orgasme yanlsg ke tiga kalinya.
"Aaaaagh.. paaak... sayaaa... keluaaaar....", erangku yang sexowtanpa sadar mulai menggenggam penis pak Edy yang disodorkan di dekat tangan kirirxgitku yang memang menganggur.
Pinggangku terangkat sedikit ke atas, kembali tubuhksbeolu terlonjak ufl
Bersambung . . .