FBI - 3

Bookmark and Share
Aku senang dengan cara Budi menatapku. Sorot matanya mengobarkan gelora asmara yang menggebu. Ketika itu wajahnya terlihat sangat "Mupeng" atau "muka pengen". Pengaruhnya sangat dahsyat sehingga membuatku tak kuasa berpaling dari pandangannya dan membuatku ingin berbuat lebih jauh. Tanpa ragu segera kupagut bongkah bibir Budi yang merekah yang segera dibalasnya dengan juluran lidah yang menyapu langit-langit mulutku. Kutangkap ujung lidahnya dan kuhisap serta kukulum dengan penuh kelembutan.
Tangan Budi melingkar di pundakku. Dengus dan kecipak suara pagutan bibir saling bersahutan. Aku menelusuri leher dan belakang telinga Budi, membuatnya menggelinjang dan terengah. Tangan Budi pun tak kurang akal bergerilya di sekujur tubuhku, seraya mencoba melepas pakaian dan celana yang masih melekat di tubuhku. Ada rasa kegelian ketika belaian jemarinya singgah di lekuk tubuhku.
Bagai serigala lapar tangannya menyelinap mencoba melepas ikat pinggang yang kukenakan. Akhirnya, ikatan itupun terlepas, setelah kurasakan tangan Budi menggamit batang kemaluanku yang sudah membengkak. Aku menghentikan cumbuan itu. Melepas kemeja dan celana panjang yang masih melekat ditubuh. Tidak beberapa lama aku sudah naked atau bugil atau telanjang bulat. Kulihat Budi tertegun menyaksikan batang kemaluanku yang sudah menegang. Kepala penisku, dengan warna merah keunguan mengkilat, menyembul keluar sempurna dari kulit kulup kemaluanku yang tidak disunat.
Aku merasa kegelian ketika Budi menggesek-gesekan ujung kemaluanku ke rongga hidungnya. Kumisnya menyentuh leher penisku. Tangannya mencoba menarik kulit kulupku agar menutup kepala penisku. Tapi tidak bisa lagi. Sebab aku sudah dalam puncak ereksi. Budi tertawa. Aku cuma tersenyum menyaksikan sikapnya yang bagaikan anak kecil mendapatkan mainan baru. Jemari Budi mengurai pubicku dan kemudian membenamkan wajahnya dikerimbunan pubic itu. Terasa olehku, tangan Budi meraba dan meremas bongkah pantatku yang gempal.
Aku membalik badan. Dengan setengah membungkuk kusodorkan bongkah pantatku ke arahnya. Kurasakan bulu kumis Budi digesek-gesekan ke kulit pantatku. Jemarinya terasa mencoba menguak asshole ku yang masih tersembunyi. Aku bergerak sedikit mengangkang agar Budi mudah mencapai sesuatu yang ia cari. Tidak lama aku sudah merasakan hangatnya ujung lidahnya bermain di seputar rectumku. Aku melenguh nikmat. Begitu pula ketika kumisnya digesek-gesekan di assholeku. Aku mendesah dan semakin resah. Aku membalikkan tubuh lagi lagi. Kupagut kembali bibir Budi. Kucari-cari lidahnya yang tadi liar menggelitik rectum. Kuhisap dengan kuat lidah itu hingga membuat Budi tersengal. Kulirik ke bawah, terlihat kepala penis Budi telah menyembul dari dalam G string yang masih dipakainya. Dengan sekali sentakan Aku berhasil mengeluarkan batang kemaluan dan scrotum Budi.
Celana sudah merosot ke bawah. Namun masih belum terlepas. Akhirnya dengan beberapa gerakan Budi berhasil melepaskan celana tersebut. Sehingga kini leluasa bergerak. Budi kini bugil pula. Sama seperti diriku yang juga sudah bugil. Tak ada sehelai benangpun yang melekat. Kupandang lekat mata Budi. Ada pendar keinginan persetubuhan yang memancar. Ia tersenyum ke arahku. Ada dekik yang timbul karena senyumnya itu. Membuat makin manis dan menawan.
Kudorong tubuhnya ke arah dinding dan kuangkat sebelah tangannya ke atas. Terlihat deretan hitam lebat bulu ketiaknya tersibak dari pangkal lengannya. Perlahan kusorongkan hidungku mengendus aroma sensualnya. Aku merasa suka dengan apa yang dimiliki Budi, soft dan alami. Tidak membuatku puyeng karena bau tubuhnya yang keras yang campur aduk dengan wewangian massal. Kusapu bawah lengannya itu dengan ujung lidahku yang basah. Membuatnya menggelinjang kegelian. Kutelusuri lehernya yang jenjang sampai berakhir di keranuman bongkah bibirnya. Kami saling pagut lagi, yang menimbulkan suara decak dan kecipak.
Budi memintaku menungging lagi. Dan segera kurasakan kembali lidahnya bergerilya di muara pelepasanku. Aku menggigit bibirku sendiri, menahan sensasi kenikmatan yang kurasa mengaliri sekujur tubuku. Kemudian juga kurasakan jemari tangan Budi membelai batang kemaluanku yang memang sudah membengkak. Kulihat ia ingin melakukan blow job namun seperti ragu.
"Sudah kucuci bersih kok, dijamin gak ada smegma-nya". Ujarku sambil tertawa.
Aku memakluminya, karena pada batang kemaluan yang tidak disunat, umumnya, jika tidak sering dibersihkan, selalu menyisakan timbunan putih smegma berbau tak sedap. Membilas ujung kulup saja tidak cukup. Sebab endapan air seni dapat menggumpal bersatu dengan kotoran lain, sehingga menimbulkan aroma yang tidak enak. Jauh dari kesan merangsang. Bisa jadi malah akan membuat seseorang menjadi merasa mual.
Karena itu, aku selalu mencuci tidak hanya kulit kulupku, tapi juga kepala penisku. Dengan cara menarik kebelakang ujung kulit kulup. Sampai kepalanya tersembul keluar. Selanjutnya membilas kepala dan lingkar leher penis yang biasa dijadikan tempat smegma berkumpul. Memang agak repot. Tapi aku tidak punya pilihan demi untuk menjaga sanitasi kemaluanku sendiri.
Belum selesai aku tertawa, Budi sudah melumat habis penisku. Tawaku segera berganti dengan erangan dan desahan nikmat. Aku melihat Budi bersemangat sekali melahap kemaluanku. Sesekali dipadanginya lagi kemaluanku. Ia seperti keheranan menyaksikan kemaluan yang tidak disunat.
Sambil melahap batang kemaluanku aku merasakan jemari Budi merayap di sela-sela bongkah pantatku. Aku segera merentangkan kaki agar Budi mudah menggapai yang dicari.Aku mulai merasa ujung jari Budi menggelitik lingkar rectumku. Tentu saja, memberikan gairah rangsang yang berbeda.
Aku juga melihat Budi memasukan ujung jarinya ke mulutnya. Ia membasahi jari tersebut dan kemudian memasukkan jari itu ke lubang duburku. Aku menggelinjang kegelian ketika jemarinya bergoyang samba di dalam tubuhku. Budi terenyum manis padaku. Kupegang pundak Budi dan kukecup ujung bibirnya. Budi membuka mulutnya seraya menjulurkan lidahnya yang segera kusambut dengan juluran lidahku. Lidah kami saling berbelit. Tangan kami saling meremas.
Pagutanku merambah turun ke bawah. Sampai ke batas pusar dan terus bermain hingga kemudian singgah di pangkal kemaluannya yang telah menegang itu.Kuamati batang kemaluan Budi yang berukuran 15/4 tegak menyeruak dari kelebatan pubicnya yang legam. Lumayan. Ada titik precum di ujung penisnya. Kujilat. Terasa asin dan gurih.
Segera kubenamkan wajahku di selangkangannya seraya mengulum habis batang kemaluan Budi. Dari mulut Budi hanya terdengar erangan dan desahan nafas yang memburu. Kurasakan jemari tangan Budi membelai kepala dan pundakku. Menambah gairahku memberi blow job untuk Budi. Sampai akhirnya, Budi menekan kepalaku dalam-dalam sehingga aku sempat tersedak oleh bongkah kepala kemaluannya yang menggelepar memuntahkan air kehidupan. Gurih, wangi daun pandan, serta sedikit ada campuran rasa manis dan asin, memenuhi rongga mulutku. Budi tersenyum. Terlihat bulir-bulir peluh di keningnya. Aku mengambil tissue dan kuusap dengan lembut.
"Terima kasih, Pras", kata Budi
Kemaluanku masih tegang seperti tadi. Penisku menyeruak dari kulit kulup. Merah mengkilat dengan lubang ureter yang seperti nganga. Budi bersimpuh. Jemarinya mengelus batang kemaluan dan bongkah buah zakarku. Ujung lidah Budi mengelitik lubang yang ada di ujung penisku. Aku menggeliat menahan sensasi rasa kegelian yang nikmat.
Kehangatan yang kudamba tiba saat Budi mulai menimbultenggelam kan batang kemaluanku ke dalam rongga mulutnya. Lidahnya terasa liar menelanjangi kemaluanku. Sepertinya aku tidak punya waktu lagi untuk bernafas dan bicara. Aku hanya mampu melenguh, mendesah, dan menggelinjang. Mencoba meredam bunyi kecipak blowjob dari bibir Budi. Tapi tak bisa. Malah paduan suara itu bagaikan dendang lagu asmara.
Sementara kurasakan jemari Budi berkejaran seperti mengobarkan titik-titik sensasi dalam tubuhku. Aku seperti terpanggang dalam gejolak panasnya api cinta. Kodorong Budi ke arah depan sehingga batang kemaluanku terlepas dari pagutannya. Kuajak Budi pindah tempat. Karena di kamar mandi itu aku tidak merasa nyaman. Dengan tetap berciuman kami berjalan ke arah tempat tidur. Bagaikan pasangan Adam dan Adam (bukan Eva) kami berasyik masuk memadu cinta.
Di atas ranjang, kami bergelut melakukan body contact, saling menghimpit dan menggesekan batang kemaluan yang menegang. Ada geletar sensasi dan bunyi gemerisik ketika pubic kami saling bercengkerama menjalin asmara sejenis.
Kurasakan kemaluan Budi sudah menegang kembali. Ternyata benar juga, hipotesaku, apabila birahi telah membara, penuntasannya tidak harus dengan gender yang berbeda. Dengan sesama jenispun ternyata oke juga.
Mengayuh bahtera syahwat menuju perhentian. Kugapai tube KY vaginal lubricant dari atas meja toilet. Aku tekan untuk mengeluarkan isinya. Dan segera kuoleskan merata ke kepala dan batang kemaluan Budi. Selebihnya ke permukaan rectumku. Aku merunduk dan membiarkan bongkah pantatku menghadap ke atas (doggy style). Dengan cara ini penetrasi penis bisa lebih mudah dan dalam. Dan benar, Tanpa kesulitan Budi sudah berhasil menjelajah relung tubuhku yang paling dalam. KY mempermudah goyang ngebor Budi. Sambil mencabutbenamkan kemaluannya di tubuhku, kudengar Budi meracau.
Aku juga tak kalah heboh bergoyang seperti permintaannya. Apalagi ketika kurasakan lidah Budi menjelajah punggungku. Sensasinya menjadi semakin luar biasa. Sampai kemudian tiba-tiba Budi mencengkeram erat pundakku. Dan kurasakan di dalam tubuhku ada sesuatu tersembur deras seperti pancaran air dari selang brandwir (pemadam kebakaran). Budi lunglai dengan peluh bersimbah disekujur tubuhnya.
Budi berbaring terlentang. Tersenyum. Aku menghampiri dan menggigit lembut putingnya. Budi menggelinjang. Tangannya mencoba mengapai kemaluanku. Segera kusodorkan ke mulutnya dan ia segera melumatnya. Tapi dengan posisi ini aku merasa lelah. Aku merubah posisi dengan berbaring. Budi bangkit dan kemudian membungkuk mengelamoti kemaluanku. Tidak berapa lama aku merasa harus sampai pada suatu titik perhentian.
Bagai kapal oleng tubuhku menggeletar memuntahkan cairan sperma di mulut Budi. Ia menjilatiya hingga tandas. Tiada bersisa. Budi kemudian memelukku. Kudengar bisikan nya di telingaku.
"Terima kasih, ya. IF benar, kau memang hebat"
Dengan masih tidak berbusana kami tidur saling berpelukan. Aku ingat film teletubbies. Tinky winky dan Po Berpelukan!
"Ting-tong".
Terdengar suara bel pintu. Aku beringsut berdiri dan meraih kemeja gombrong di kursi. Sambil memakainya aku menuju ke lubang intip, melihat siapa yang datang. Oh, ternyata IF. Sehingga aku tidak perlu tergesa-gesa memakai celana. Hanya dengan memakai kemeja gombrong yang dapat menutupi kemaluanku yang menjuntai, aku membukakan IF pintu. IF tersenyum menggodaku.
"Bagaimana, beres kan?", katanya sambil memicingkan sebelah mata.
"Nanti malam kita three some-an ya", lanjutnya kemudian.
"Siplah..", teriak Budi dari balik selimut.
"Jadi ini yang kau maksud dengan FBI", kataku kepada IF.
"Iya. Kenapa? Kau menyesal?"
Dengan pura-pura berwajah masam, marah dan bersungut-sungut aku mendekati IF. Dan secara tiba-tiba aku mendaratkan kecupan lembut di bibirnya.
"Dasar lu!", IF memekik dan kemudian kami semua tertawa terbahak-bahak.
*****
Aku menghela nafas lega. Akhirnya selesai juga cerita ini. Dan aku harus segera menghubungi sahabat baruku, Darma. Kawannya, seorang sutradara muda ibukota, membuka casting untuk pemeran cerita barunya. Kabarnya, dia sudah hampir putus asa mencari pemain yang bersedia melakukan adegan cinta sejenis. Siapa tahu, aku bisa terpilih, apabila mengikuti casting-nya.
Tamat