Office Lady's Secret 1

Bookmark and Share
OFFICE LADY’S SECRET 1

SINOPSIS
Setelah kepergok mengakses situs porno di kantor, seorang karyawati dijebak oleh dua rekan kerjanya untuk menjadi budak seks.

Story codes
MF, MMF, blackmail, humil, nc, reluc

DISCLAIMER
* Cerita ini adalah fiksi dan berisi adegan-adegan yang tidak pantas dibaca mereka yang belum dewasa, jadi jika pembaca masih belum dewasa, harap tidak melanjutkan membaca. Penulis sudah mengingatkan, selanjutnya adalah tanggungjawab pembaca.
* Semua tokoh dalam cerita ini adalah fiktif. Kemiripan nama tokoh, tempat, lembaga dan lain-lain hanyalah kebetulan belaka dan bukan kesengajaan.
* Sebagian tokoh dalam cerita ini digambarkan memiliki latar belakang (profesi, kelas sosial, suku dll.) tertentu. Tindakan mereka dalam cerita ini adalah fiksi dan belum tentu menggambarkan orang-orang berlatar belakang serupa di dunia nyata.
*Pemerkosaan, pelecehan seksual, KDRT, dan trafiking di dunia nyata adalah kejahatan dan penulis menentang semua itu. Penulis harap pembaca cukup bijak untuk dapat membedakan dunia nyata dan khayalan.
* Penulis tidak memperoleh keuntungan uang apapun dari cerita ini dan tidak memaksudkan cerita ini dijadikan sumber pendapatan bagi siapapun.

Cerita ini terilhami beberapa komentar di grup FB KBB.

Ada komentar? Ide cerita? Mau diposting di situs anda? Silakan kontak penulis. Selamat membaca.

Diny Yusvita & Ninja Gaijin
*****

Office Lady’s Secret 1
Diny Yusvita & Ninja Gaijin


“Kenapa kamu mau pindah, bukannya enak di kantor akuntan?” tanya seorang wanita setengah baya.

“Saya ingin menangani 1 perusahaan saja Bu, kalau di K.A.P. harus menangani banyak perusahaan dalam satu waktu… lagi juga, umumnya orang bekerja di Kantor Akuntan hanya sebagai awal karier…bukan untuk penutup, seperti saya ini… ingin meng-akhiri karier di sebuah perusahaan,” jawab gadis berambut lurus sebahu.

“Oh, jadi di K.A.P hanya batu loncatan…belajar aja, udah pintar lalu keluar gitu?” sindir si wanita peng-interview, gadis itu tersenyum manis.

“Engga papa… wajar, kita harus mencari yang terbaik dalam hidup… iya kan? Oke, to the point aja, waktu saya ga’ banyak… saya sudah baca job desc di CV kamu, semua itu yang saya cari… saya perlu asistensi di pembukuan, staf disini kurang paham ekualisasi tax di financial report… saya butuh itu, saya ingin merapikan perpajakan. Oya, di sini masih cash basis… kamu bisa ya, merombak laporan menjadi accrual?”

“Tentu Bu, tidak masalah… itu standar nasional, sudah menjadi makanan saya sehari-hari, hehe,” gadis itu menjawab dengan mantap.

“Hahaha, ya-ya bagus kalau begitu… yah, sementara kamu rapikan aja tahun berjalan yang berhubungan dengan tahun sebelumnya…lalu beresin ke depan, baru tracing ke belakang pelan-pelan, perubahannya kita ambil meeting tiap bulan. Kapan kamu siap kerja?”

“Satu bulan after konfirmasi diterima, dan tentunya hitam di atas putih Bu.”

“Oke, kalo gitu nanti sore…atau paling lambat besok pagi, saya kasih khabar ke kamu ya Vita!”

“Baik Bu, terima kasih…saya tunggu kabar baik dari Ibu secepatnya.” Mereka berdua berjabat tangan, gadis bernama Vita itu keluar ruangan dengan wajah ceria, meluluhkan harapan calon pencari kerja lainnya.



*****
# 1 BULAN BERLALU…

Tok! Tok! Tok!

“Ya, masuk…”

“Pagi Bu…”

“Pagi, pagi… duduk Vit, oya… sebelumnya, selamat bergabung… dan baik-baik selama masa percobaan kerja yah.”

“Terima kasih Bu, baik… jadi… dari mana saya harus start?”

“Santai ajaa…” Tiba-tiba terdengar suara pintu diketuk.

“Ya, masuk!”

“Morning Bu Brenda, ini ya… yang namanya Mbak Vita?” seorang gadis cantik datang menghampiri Vita.

“Kristin…” gadis yang menjabat sebagai staf HRD itu memperkenalkan diri.

“Vita…” mereka berjabat tangan.

“Ayo Mbak, kita keliling… caw dulu ya Bu…” Brenda, Finance & Accounting Manager yang merupakan atasan Vita mengangguk, senang bawahannya akan segera menjadi bahan perbincangan seluruh divisi.

Kristin mengajak Vita berputar-putar untuk tahu semua tempat, sekalian berkenalan dengan manusia di dalamnya. Terutama ke departemen-nya dahulu, finance & accounting. Vita diperkenalkan pada Flora, staf accounting, juga Daisy finance cashier perusahaan yang akan menjadi bawahannya.

“Pagi Bu Vita, Ibu Bos saya yang baru nih, hihihi,” canda gadis berambut pendek bernama Flora. Daisy, rekan kerjanya yang berpenampilan mirip penyanyi Rossa, menyenggol lengan Flora, mengingatkan agar jangan kelewat bercanda karena belum kenal.

“Pagi juga, yaa biasa ajalah… engga’ usah panggil Ibu, Mbak aja lah ya… belum tuir-tuir amat, hihihi,” ujar Vita santai agar hubungan mereka terasa lebih fleksibel, selain karena merasa masih seumuran.

“Oke, oke …” sahut Flora tersenyum, sementara Daisy menghela nafas lega tahu atasan barunya tidak ‘killer’.

Kristin mengajaknya lagi berkeliling, menemui satu per satu dari Top Manager hingga staf pantry juga satpam. Banyak staf pria menatap Vita ‘lapar’, barang baru yang akan segera menjadi incaran. Hanya beberapa saja yang ia anggap sopan, terutama laki-laki berkacamata tebal yang terakhir diperkenalkan. Walaupun wajahnya unik, tetapi justru mengundang kesan mendalam bagi diri Vita. Vita dan Kristin berbicara sambil berjalan di akhir perkenalan.

“Eh Kris… boleh ya aku panggil kamu Kris?” tanya Vita.

“Iya Mbak engga papa… kenapa?” Kristin bertanya balik.

“Itu tadi… siapa namanya?”

“Oo, si kacamata?”

“Hihihi…dipanggil gitu ya di sini?”

“Hihihi, iya… abis kacamatanya tebel amat seh… nyaingin orang IT, dibanding gaul sama anak-anak sini… dia lebih suka nyendiri dan baca.”

“Oo, engga’ ada yang mau nemenin di sini?”

“Bukan-bukan…dia-nya aja. Dia wakil manajer produksi di sini.”

“Oo, punya jabatan juga ya…”

“Yaa, dia udah lumayan lama di sini…udah 5 tahunan.”

“Ooo…”

“Gitu Mbak, namanya Andy… ciee ada apa nih? Baru-baru udah detail nanya-nya, hihihi…” ejek Kristin, pipi Vita merona.

“Bukan gitu…abis…mukanya lucu sih hihihi unik!”

“Hihihi, iya juga yah”, begitulah mereka terus berbincang dan mengakrabkan diri, hingga kembali ke meja kerja masing-masing.

*****

Agak siang, Kristin mampir ke meja Andy.

“Ndy,” sapa Kristin menepuk bahunya. “Tuh, lu ditanyain sama anak baru tadi…”

“Vita?” Andy menyahut tapi tidak menoleh ke arah Kristin, tak ingin hilang konsentrasi karena sedang mengoreksi desain produk baru.

“Ciee, dia inget namanya haha,” goda Kristin iseng. Andy tersenyum tapi terus menghadap ke kerjaannya.

“Nanyain apa dia?”

“Nanyain lu udah punya pacar apa belum gethu,” Andy menolehkan wajah, melihat Kristin tersenyum meledek ke arahnya.

“Becanda lu Kris, mana mau dia sama gua? Cantik gitu anaknya…”

“Waah!” Kristin tambah semangat. Rupanya Andy cuma kelihatan cuek… padahal diam-diam memperhatikan.

“Cie cieee… ‘Mas Andy, aku Vita, kenalan dooong’”, Kristin terus meledek.

“Udah ah… gua lagi dikejar deadline nih,” Andy berusaha menghindar. Kristin akhirnya berhenti juga setelah puas, dia pergi siap menggosip. Sementara pikiran Andy melayang ke sosok karyawati baru itu sejenak… Memang ada sesuatu yang berkesan pada diri Vita bagi Andy.

*****

Tak terasa, 5 dari 6 bulan masa percobaan Vita berlalu.

Ia semakin akrab dengan kedua anak buahnya, yang dianggapnya seperti kedua adiknya sendiri. Mereka jadi sering jalan bersama, ke Mall, Salon, 21 Cinema juga shopping di Sophie Martin. Atasan Vita senang sekali melihat itu. Selain performa kerja Vita sendiri bagus, kerja sama dengan tim asuhannya pun sangat memuaskan, always on-time dan up to date.

Bu Brenda selaku atasan bertindak cepat agar tidak kehilangan pekerja sebagus Vita, dia mengirimkan Memo Internal ke Manager HRD untuk pengangkatan status Vita menjadi tetap dan berhak atas fasilitas supervisor level pada bulan ke-enam. Namun sebuah tragedi melanda karyawati cantik tersebut.

*****
# 1st Week – Vita yang tergoda #

“Flora … hei!”

“Ups, Mbak… eh-oh,” Flora kepergok sedang membuka web bergambar laki-laki telanjang dada oleh Vita, dia gelagapan hingga salah menutup browser.

“Waah… lagi seru nih,” sindir Vita.

“Anuu… e-enggak Mbak… ada apa?” Flora berusaha menyembunyikan wajah malunya.

“Udah… ga’ papa Flo, aku engga’ masalah… tapi jangan lagi jam kerja, meskipun udah siang gini!”

“Maaf ya Mbak…tolong jangan bilang Bu Brenda!”

“Enggaklah… buat apa juga, oh ya… nih jurnal koreksi, salah jurnal kamu Nda!”

“Mana… oo, iya ya… sorry Mbak, oke deh aku kerjain.”

“Makanya, kerja jangan sambil buka gituan, hihihi,” ledek Vita.

“Iya deh, berarti sore-an boleh dong ya, hihihi,” ujar Flora meleletkan lidah.

Selagi Vita berjalan kembali ke meja kerjanya, bayang-bayang sosok lelaki negro kekar di komputer Flora merasuki pikirannya. Kehidupan Vita selama ini lurus, tetapi kehidupan tenang itu memendam gairah, libido, dan keinginan seks yang menggelora di tubuh indahnya. Vita hanya bisa menyalurkan fantasi lewat masturbasi, baik itu melalui objek gambar, cerita xxx, maupun chatting nakal dengan orang-orang tak dikenal. Dan anehnya, yang mengisi fantasi Vita tidak hanya pria tampan, pria berwajah kampung maupun berumur juga bisa membangkitkan gairah seksnya.

Sejak menjadi wanita karier yang sukses, Vita selalu gagal dalam menjalin hubungan. Ia terlalu menginginkan sosok pria sempurna. Berwajah tampan, berkendaraan sedan, juga menjabat pimpinan perusahaan alias mapan sandang pangan papan. Ditambah kurangnya percaya diri bahwa ia tidak lagi seorang virgin yang selalu dicari-cari lelaki, membuat Vita lebih cenderung ingin mengarungi hidup sendiri. Kecantikannya seringkali membuat orang tak percaya bahwa dirinya ‘still single’.

Diam-diam, setelah Bu Brenda pulang lebih dahulu dan ruangan kantor mulai sepi. Vita tergoda untuk membuka kembali web cerita seru yang sering dibukanya, http://kisahbb.wordpress.com . Ia tidak tahu, ada seseorang yang mengawasi gerak-gerik dan aktivitasnya.

# 2nd Week – Vita yang terjaring Laba-laba #

Senin sore, menjelang jam pulang di gedung bertingkat yang menjadi kantor pusat perusahaan besar itu, tepatnya di lantai 3. Vita sedang beres-beres bersiap pulang, namun tiba-tiba telepon di mejanya berdering.

“Halo… Mbak Vita? Saya Soleh dari bagian IT. Bisa ke tempat saya sebentar? Ada sesuatu yang penting!”

“Oh ya? Sebentar saya ke sana. Mas… siapa tadi, Soleh? Di ruangan mana ya?” jawab Vita.

“Di lantai 2, belok kiri keluar lift, ruangan paling ujung.”

“Oke deh saya ke sana dulu, tunggu yach,” kata Vita tersenyum dan menutup telepon. Karyawati itu lalu meninggalkan mejanya di pojok ruangan utama lantai 3 dan menuju lift. Tak lama kemudian Vita sampai ke lantai 2, terus menuju ruangan yang dimaksud. Dalam hatinya bertanya-tanya, ada urusan apa orang IT memanggilnya?

Ruangan paling ujung itu ternyata bukan ruang IT, melainkan ruang monitor CCTV… Vita sedikit merasa heran, apa Soleh salah memberitahu? Di kiri-kanan pintu logam yang berat itu tak ada jendela, jadi isi ruangan itu tak terlihat dari luar. Tapi dia tak curiga dan memasuki ruangan itu.

*****

“Permisi…” Vita memasuki ruang itu. Ruangan itu kecil, penuh dengan monitor-monitor CCTV yang menampilkan pemandangan yang diambil banyak kamera pengawas di seluruh bagian gedung. Di kantor perusahaan itu memang banyak dipasang kamera pengawas, karena alasan pengamanan gedung. Di dalam ruangan itu Vita melihat ada dua orang laki-laki. Satu orang berseragam satpam, bertubuh gempal dan berkulit hitam, dengan rambut cepak. Dia sedang berdiri sambil mengawasi satu monitor CCTV. Vita bisa melihat wajah si satpam yang bulat dan brewokan karena malas bercukur. Yang satu lagi duduk membelakangi Vita, menghadapi laptop di atas meja. Tubuhnya terlihat kurus, dalam kemeja dan celana panjang seperti biasanya karyawan.

“Mas Soleh yang mana yah? Tadi saya ditelpon dia disuruh ke sini,” kata Vita bernada ramah. Si satpam memandanginya dengan ‘lapar’.

Rambut Vita yang sebahu, digerai hingga menutupi kedua telinga. Wajah cantik alaminya dihias mata lebar dan pipi mulus, lengkap dengan bibir mungil menggemaskan meskipun polos. Di dalam ruangan dengan lampu kurang terang namun penuh pendar cahaya monitor, sesekali terlihat kilatan cahaya memantul dari liontin kalung perak yang dikenakan Vita.

Laki-laki yang menghadap laptop memutar kursinya sehingga Vita bisa melihat wajahnya yang kampungan. Dia berkacamata tebal, berambut acak-acakan dan tak terurus, berhidung pesek, dan secara umum memang kelihatan culun seperti biasanya seorang computer geek, memang cocok kalau bekerja sebagai staf IT. Tapi senyumnya sinis dan ekspresi wajahnya licik, sehingga Vita mulai curiga.

“Mbak Vita?” kata si laki-laki berkacamata. “Saya Soleh yang tadi nelpon. Ini teman saya, Junaedi. Dia penanggungjawab kamera CCTV di gedung ini. Kita emang kerja di satu gedung, tapi kami berdua kebagian ditempatkan di pojok gelap macam ini, makanya kami jarang kelihatan. Salam kenal,” kata Soleh sambil menjulurkan tangan, mengajak Vita salaman. Vita membalas uluran tangan Soleh. Junaedi si pengurus CCTV yang gempal juga mengajak salaman.

“Junaedi, panggil aja Bang Jun,” katanya sambil cengar-cengir. Vita melihat ekspresi Junaedi yang seolah menjurus mesum. “Boleh panggil Vita aja nggak?” tanya Junaedi.

“Emm ya… silahkan,” Vita mulai merasa tak nyaman. Apa urusannya dua orang aneh ini dengan dirinya? “Sekalian aja deh, tadi manggil ke sini katanya ada yang perlu aku lihat, itu apa ya?”

Junaedi dengan sigap berjalan mendekat ke Vita, ke arah satu monitor di sebelah pintu. Si satpam itu meminta Vita bergeser sehingga Vita menjauh dari pintu. Junaedi kemudian memencet beberapa tombol di salah satu perangkat CCTV di bawah monitor itu. Vita menengok, melihat ke arah monitor itu. Yang terlihat pertama adalah lobby kantor, lalu ruang di depan lift, dan kemudian beberapa ruangan dalam gedung. Soleh berdiri dari kursinya lalu bergerak ke sebelah Vita sehingga kini Vita diapit Junaedi dan Soleh di kiri-kanan. Vita masih belum tahu apa yang akan ditunjukkan kepadanya, ketika tiba-tiba muncul tayangan ruangan tempat Vita biasa bekerja… tepatnya di belakang posisi Vita. Di pojok kanan bawah monitor ada tulisan tanggal dan jam. Tiba-tiba Vita cemas.

Tanggalnya hari ini… dan jam 11…

Gambar CCTV tak begitu tajam, tapi cukup jelas menunjukkan Vita dari belakang, dengan baju persis sama seperti yang dia pakai sekarang, blazer hitam. Yang lebih membuat Vita cemas, layar monitornya juga kelihatan… dan di sana terlihat bahwa Vita sedang mengakses situs yang sepertinya menampilkan gambar laki-laki telanjang melintang di bagian paling atas.

Vita terpikir ingin segera keluar dari sana saja. Tapi rupanya tadi, Junaedi bukan sembarang minta bergeser; sekarang posisinya menghalangi pintu. Vita panik, dia tak tahu di belakangnya selama ini dipasang kamera.

“Itu kamu, kan?” komentar Junaedi sambil nyengir, sementara lengannya yang berbulu terjulur, tangannya menapak ke pintu seolah-olah menjaga supaya Vita tak bisa kabur.

“Lagi ngebuka situs apa Non? Bokep ya? Cerita seru?” ejek Soleh. Si satpam tertawa juga dengan wajah melecehkan.

“Err… Bukan… itu… komputerku kena virus, jadi tiap kali buka browser suka muncul begitu… mestinya memang dibetulkan, tapi aku belum sempat ngontak IT,” Vita berusaha mengelak.

“Ah masa’? Saya staf IT lho,” ujar Soleh sambil mengambil laptopnya. “Komputer Vita bersih kok. Kan saya yang tanggung jawab, jadi pasti tahu kalau ada yang kena virus. Semua aktivitas komputer karyawan kan saya tahu… Misalnya komputer Vita di keuangan, jam 8 tadi ngetik laporan, jam 10 ngeprint, jam 11 buka situs cerita beast, jam 1 sampai jam 3 dipake chatting… Tadi sih waktu ngelihat log chatnya kayaknya seru juga? Pake pura-pura dikemplangin sama lawan chat-nya?” Soleh tiba-tiba mencerocos sambil membuka banyak file sekaligus di laptopnya, catatan akses internet yang dilakukan Vita sepanjang hari.

“Eh, Mas… Mas, stop! Udah mas, jangan…” Vita semakin pucat karena semua kenakalannya ditelanjangi oleh kedua orang itu. ia melihat dirinya sendiri sedang chatting—tepatnya melakukan cyber sex—di tayangan CCTV. Isi chat-nya tidak terlihat di monitor CCTV, tapi bisa dilihat di file log yang disimpan Soleh. Soleh sengaja memperbesar tayangan monitor laptopnya sehingga kelihatanlah sebagian isi chat Vita:

Master99b: dasar slave nakal km mesti di HUKUM. ayo nungging!
vita_cute: ampun tuan xixixi saya memang nakal dan pantes dihukum…
vita_cute: *nungging ngebelakangin Master99b
Master99b: *tampar pantat vita_cute
Master99b: makan nih! PLAKK!
vita_cute: auhhh!
Master99b: mau lagi? nih! GEPLAKK! gw bikin merah bokong lu!
vita_cute: auww enak tuannn!

Soleh dan Junaedi sama-sama menyeringai menang melihat wajah Vita. Kepala mereka sudah penuh dengan rencana busuk. Awalnya, Junaedi yang bertugas mengawasi rekaman CCTV suatu hari kebetulan memergoki Vita sedang mengakses situs seperti yang dikunjunginya tadi. Junaedi jadi penasaran dan memeriksa rekaman sebelumnya dari lokasi yang sama, dan dia jadi sadar bahwa si karyawati memang punya kebiasaan seperti itu. Tapi Junaedi tidak tahu apa sebenarnya yang dilihat Vita, jadi dia memberitahu temannya, Soleh yang staf IT, tentang temuannya. Soleh jadi ikut-ikut penasaran dan mereka berdua akhirnya jadi menyusun rencana untuk menjerat Vita. Mereka kumpulkan segala hasil pengawasan mereka tentang Vita, lewat CCTV maupun lewat software pelacak yang Soleh pasang di komputer Vita. Setelah punya cukup banyak bukti, barulah mereka memanggil Vita.

“Jadi… kayaknya kita udah tahu Mbak Vita ngapain aja di kantor yah Jun,” kata Soleh sambil tersenyum sinis.

“Yo’i Sob, hehehe”.

“Tolong Mas… Bang… aku tahu itu salah… Tapi aku mohon… Tolong dihapus semua! Aku janji gak ngulangin lagi…” reaksi pertama Vita, meminta belas kasihan dari dua orang yang kerjanya ngintip lewat kamera dan komputer itu.

Vita bekerja dengan bagus dan tidak pernah bermasalah dengan atasannya, hanya saja tekanan pekerjaan yang berat membuat dia kadang-kadang suka keluyuran di situs-situs dewasa internet. Dari awalnya iseng membuka-buka cerita seru, sampai akhirnya melakukan cyber sex lewat chatting. Selama ini Vita merasa aman karena dia sendiri tahu sebagian kecil karyawan—termasuk bawahannya sendiri, Flora—juga suka membuka situs porno tapi tidak pernah dipermasalahkan. Jadi mana dia tahu kalau selama ini ada yang mengawasi tindakannya?

“Penggunaan internet kantor untuk selain urusan kantor sih resminya melanggar peraturan,” celetuk Soleh dengan gaya sok berwenang.

“Kalau atasan kamu tahu, kira-kira gimana yaaa…”

“JANGAN!” mata Vita sampai terbelalak ketika berteriak seperti itu.

“Please Mas Soleh, Bang Jun… jangan dibeberin…” Selama ini hubungan Vita dan atasannya sangat baik dan cukup akrab. Jadi Vita tahu betul atasannya itu—seorang perempuan yang masih melajang di umur 40—bersifat keras dan tidak toleran dengan kesalahan-kesalahan yang terkait moralitas. Vita tak berani membayangkan seperti apa reaksi Bu Brenda kalau sampai tahu masalahnya.

Soleh dan Junaedi saling pandang lalu memasang tampang bodoh, seolah-olah tidak mengerti permintaan Vita.

“Memangnya kenapa nggak boleh kita laporin? Kan ini pelanggaran peraturan. Kalau kita nutupin nanti kita kena juga dong. Ntar malah kita yang dipecat.” ujar Soleh, membuka ancaman sekaligus menakut-nakuti Vita.

“Mas… Bang… *hiks* saya mohon… tolong jangan kasih tahu siapa-siapa…” Vita tak kuat dan mulai menangis karena takut dipecat. Junaedi segera bertindak sok pahlawan dengan merangkul Vita sambil menyodorkan sapu tangan.

“Waduh… jangan nangis dong?”.

“Gini deh… Kami janji deh, semua yang sudah kami pegang, bakal kami simpan terus. Yang tahu cuma kita bertiga. Nggak ada orang lain. Gimana?”

Vita menyeka pipinya, menoleh ke Soleh yang sedang cengengesan.

“Bener mas?” tanya Vita tak percaya dengan hati sedikit lega.

“Hmm…” Soleh menggumam cukup lama. “Tapi… buat apa ya? Gak ada untungnya buat kita ya Sob?,” katanya sambil membelakangi Vita, Junaedi meng-amini dengan anggukan.

“Ah, Mas Soleeeh, jangan gitu dong…” rengek Vita. “Tolong Mas… saya janji gak ngulang lagi deh…”

“Terus… kita berdua dapat apa?” Soleh membuka negosiasi. Vita tertegun, sadar dirinya jatuh ke dalam jebakan. “Kamu pengen kami nutupin pelanggaran kamu… terus kamu bisa kasih apa?”

Ujung-ujungnya memang ke situ: Soleh dan Junaedi berencana menjebak Vita. Vita diam seribu bahasa.

“Kok diam aja?” tanya Junaedi. “Kalau nggak mau, ya udah, besok atasan kamu dapet paket khusus dari kami he he he…” ancam Soleh to the point.

“Kalian… mau uang berapa?” kata Vita.

“Waduh, Jun… kita disangka mao uang ha ha,” ejek Soleh.

“Engga salah juga sih sebenernya… Cuma yang saat ini kita butuhin bukan uang… ini nih Leh, huehehe” jari tengah Junaedi menunjuk daerah terlarang Vita ‘vagina’.

“Ja-jangan Bang Jun… Mas…” Vita bergerak mundur perlahan, kepalanya berlenggak-lenggok seakan mengatakan tidak karena bibirnya seperti membeku. Junaedi dan Soleh mendekat dengan wajah mesum.

“Betul itu… uang sih biasa Non… tapi memeek… luar biasa, hahaha!” ujar Soleh blak-blakan. Vita merasa punggungnya menghantam dinding, tanda ia telah tersudut.

“Gimana Non… pilih keluar ruangan tapi dipecat dan saya sebar rahasianya… atau…” Soleh memegang dagu Vita, sementara Junaedi tersenyum menyebalkan.

Vita sadar di posisi lemah, berhadapan dengan dua orang pemegang bukti yang menentukan nasib kariernya. Ia tak punya pilihan selain mengikuti apapun kemauan mereka, atau kehilangan pekerjaan.

“Oke, jadi mau kami begini,” Soleh beranjak meninggalkan Vita dan kembali ke kursinya, tersenyum lebar seperti habis menang taruhan.

“Anggap atasan kamu nambah dua orang lagi, saya dan Bang Jun. Mulai sekarang dan seterusnya ke depan… kamu harus lakukan semua yang kami perintahkan! Semuaa, ngerti?… Kalau nolak, Bu Brenda dan mungkin orang-orang yang posisinya lebih ke atas lagi bakal kami kirimi hasil penyelidikan kami. Gimana?”

Vita mau protes karena tuntutan mereka terlalu banyak. Melakukan semua perintah mereka? Ia bergidik ngeri membayangkan apa saja yang akan dilakukan dua otak pria cabul itu, tentu bertujuan ke arah seks.

Satu lagi jalan keluar yang terpikirkan juga segera ditutup oleh Junaedi. “Gak usah lapor polisi juga lah. Percuma. Lagian kamu mau ngelapor apa sama mereka, kamu diperas karena ketangkep ngebokep di kantor? Paling-paling juga diketawain Vit,” ujar Junaedi seolah membaca pikiran Vita. Tak ada pilihan lagi untuk si cantik itu, dengan wajah merunduk ia mengangguk lemah.

“Cihuuy… dapet memek satu lagi,” ujar Junaedi girang gila. Soleh menyeringai lebar, sementara Vita bermimik tanda tanya.

(Berarti… ada yang senasib denganku? Siapakah gerangan?), Vita membatin.

“Sekarang, kesiniin nomor HP kamu,” kata Soleh. Dengan terpaksa Vita melakukan perintah pertama itu secara patuh.

“Jangan lupa, kami ngawasin kamu lewat macam-macam cara di kantor ini, jadi kami tahu kamu nurut atau nggak. Sekarang kamu boleh pulang, Vit. Makasih ya udah datang ke sini.”

“Weits… ntar dulu dong Bozz… masa cuma begini aja ini hari… saya udah ngaceng dari kemaren bayangin kejadian ini!” protes Junaedi.

“Waduh, barang lu tuh emang gak ada remnya ya?”

“Hehe… kalo yang di depan nenek-nenek sih, remnya pakem… ini pan beda huehehe… Slurph!” pandangan mata Junaedi menyapu sosok Vita dari atas hingga bawah.

“Oke deh, gini aja… kalo gitu, Vita… ini perintah pertama buat kamu… ayo isep punya temen saya ini, terus telen kalo dia keluar!” Vita langsung lemas mendengarnya, wajah cantiknya memelas.

“Ayo Non! Denger gak apa yang disuruh si Boz?”

Dengan gerakan perlahan Vita berlutut di depan Junaedi, tangannya bergerak ke arah selangkangan yang menonjol besar itu. Jemari Vita yang lentik meraih resleting, tapi tiba-tiba Junaedi malah bergerak mundur, membuat Vita heran apa maksudnya.

“Non mau apa ?” Vita terdiam tak mengerti, lalu bertanya. “Bu-bukannya…?”.

“Iya tapi minta izin dulu dong!” kata Junaedi dengan gaya arogan. Vita menitikkan air mata, dilecehkan satpam perusahaannya.

“Bo-boleh… boleh saya… hisap… pu..pu-punya, Bang Jun?”

“Pake Tuan!” bentak Junaedi, Vita terbelalak kaget.

“Bo-bolehkah… saya hisap… punya Tuan Junaedi?”

“Gitu doong, yah… untuk wanita secantik Non Vita sih, boleh-boleh aja, heheheh.”

Jari Vita meraih resleting celana, namun tiba-tiba telunjuk gempal Junaedi menekan mulutnya, membuat ia berhenti.

“Pake ini Non nariknya!” hina Junaedi, jarinya menggesek gigi Vita.

Dara jelita itu hanya bisa pasrah. Ia mendekatkan wajah ke selangkangan, lalu menggigit dan menarik turun resleting. Sreet…!

Jduuk! Penis Junaedi yang big size menampar hidung Vita, rupa-rupanya Junaedi konak saat melihat wanita cantik yang selalu terlihat alim di depannya itu, kini terlihat ‘Bitchy’ melakukan gerakan buka resleting dengan gigi.

Vita terbelalak dengan ukuran penis persis di depan wajahnya, Junaedi dan Soleh tertawa melihat ekspresi Vita yang ketakutan menatap penis besar.

“Lhoo, kok dianggurin…? Katanya mau nyepong, hah…?”. Mata Vita yang tadi terbelalak, kini menatap melas ke pemiliknya.

“Kontol lu sih gede banget, jadi ragu dia muat apa kagak. Mulut mungil gitu, Hahaha!”

“Ay-yoo…is-sepp!” Junaedi berang tidak sabar, menamparkan penisnya ke wajah Vita.

Tak tahu memulai dari mana, Vita memajukan wajah dan menempelkan bibirnya ke kepala penis. Ia ciumi, benda itu berkedut-kedut dan sang pemilik melenguh keenakan. Vita berlanjut julurkan lidah, menjilat dari batang hingga buah zakar. Proses terakhir membuat Vita dag dig dug. Ia buka mulut lebar-lebar, untuk memasukan seluruh batang ke dalam mulut. Dengan susah payah, bibir mungil itu berhasil melingkar di batang penis. Nafas Junaedi kontan berat, sedang Vita memejamkan mata. Jijik, mulut serasa robek, mual lantaran kepala penis serasa tersentuh kerongkongan, dan sebagainya.

Dengan tangan kanannya, Vita menggenggam batang penis yang tersisa, sementara kepala bergerak berirama. Junaedi mengerang nikmat. Bibir Vita terus menggosok-gosok maju mundur pada kepala dan batang penis, lidahnya menjilat dan meliuri. Junaedi makin keras mengerang, Vita jijik mendengar erangan Junaedi, membayangkan penis yang dihisapnya akan menyemburkan mani. Terus, terus dan terus sampai akhirnya Junaedi tiba-tiba menjambak rambut Vita dan menekan kepalanya, hingga wajah terbenam di kerimbunan bulu kemaluan. CROOOOOTTT!!!.

Junaedi menyemprotkan sperma di dalam mulut. Vita baru pernah merasakan cairan sperma dalam mulut, ia tak berdaya menelan semua cairan kental asin yang dalam sekejap memenuhi mulutnya.

“Haarggh!” erang Junaedi. Vita menahan mati-matian rasa mual yang sudah memuncak.

“Telen Non. Nggh… telen semuah, Semuaakkh!” dengan rasa tak berdaya, Vita berusaha menelan semua sperma yang terus keluar dari penis.

Jambakan Junaedi pada rambut perlahan mengendur, seiring aliran sperma yang melambat, hingga berhenti total. Akhirnya Junaedi menarik keluar penis dari mulut Vita. Vita langsung membungkuk terbatuk-batuk mencari udara, berusaha menelan sisa-sisa sperma yang masih melekat di lidah dan langit-langit mulut. Tubuhnya berkeringat meski ruangan ber-AC dingin.

“Gilaa, ni cewe jago nyepong Leh…, tampangnya aja yang alim, Haha!” ejek Junaedi.

“Non Vita ini pan orang keuangan… nah, semua cewek yang kenal uang, doyan duit… pasti udah kena kontol, Hahaha…” tambah Soleh menghina. Vita kembali menitikkan air mata.

“Gua ga bisa bayangin, gimana enak mulut bawahnya Leh…mulut atas aja enak be-eng,” lanjut Junaedi, duduk di kursi mengistirahatkan diri.

Soleh memelorotkan celana berikut kolornya, Junaedi tertawa melihat Soleh yang ‘pengen’ juga.

“Bodo’ gua kalo ga ngerasain juga, rugi bandar. Ayo Non Vita, kemari…puaskan tuan-mu ini,” suruh Soleh berkacak pinggang, mengedut-kedutkan penis minta dimanjakan. Vita menggeleng kepalanya dengan wajah memelas.

“Ayo cepeet ah, kesini ngerangkak!” bentak staf IT itu.

Vita merangkak seperti binatang berkaki empat mendekati Soleh, lalu melakukan hal yang sama pada Soleh, hingga karyawan bejat itu melenguh. “Euuuhh!”.

CROOOTTT!!, Soleh mencabut penisnya dari kuluman, membuat sekujur wajah Vita ternoda sperma.

Setelah tak ada lagi yang keluar, Soleh meratakan mani itu, membuat wajah cantik jelita Vita mengkilap sperma. Mereka berdua menertawakan hal tersebut, Soleh menjejalkan mani yang belepotan di jarinya untuk dijilat dan ditelan Vita. Ocehan jorok keluar dari mulut kurang ajar mereka, Vita hanya mampu menyesali yang telah terjadi.

Junaedi membukakan pintu. Vita bergegas keluar, merasa pusing dan mual membayangkan apa yang akan dialaminya besok. Pasti lebih parah dari hari ini. Sebelum ia keluar tadi, Soleh sempat memberinya instruksi.

“Eh Vit, mesti diakuin, kamu tuh cantik, tapi kelewat polos penampilannya. Besok jangan pake blazer dan rok di bawah lutut kayak sekarang gini. Pake apa gitu yang seksi, dandan lebih cantik juga. Oke. Sana pergi…!”

*****
# Vita yang menikmati ‘Tugas’nya #

Selasa pagi.

Kantor heboh.

Sebenarnya tidak se-heboh itu, hanya saja beberapa karyawan—terutama yang posisi duduknya berada sepanjang jalan Vita masuk dari depan sampai mejanya di bagian keuangan—tidak bisa tidak menoleh melihat si karyawati lewat dengan penampilan tak seperti biasa.

Kalau biasanya Vita memakai celana panjang agak gombrong, kali ini Vita memakai rok span berwarna hijau yang tingginya beberapa senti di atas lutut dan ketat sehingga memamerkan keindahan bentuk lekuk pinggul dan pantatnya. Kalau biasanya Vita mengenakan blazer berwarna gelap, kali ini dia memilih blus putih lengan panjang yang berenda dan berbahan tipis; hanya saja dia memilih mengenakan pakaian dalam putih sehingga tak mencolok biarpun bahannya menerawang. Kalau biasanya Vita memakai sepatu hak rendah, kali ini dia memakai sepasang sepatu hak tinggi yang seksi, sementara kedua kakinya dibungkus stocking hitam. Kalau biasanya Vita hanya mengenakan lip gloss, kali ini bibirnya dipoles lipstik pink. Hanya kalung berliontin peraknya yang tidak berubah. Vita memang cantik, tapi penampilannya yang lebih menarik pada pagi itu membuat semua orang yang dilewatinya, terutama yang laki-laki, menengok.

“Suit-suitt!” terdengar suara siulan dari Flora, ketika Vita tiba di mejanya. “Cakep amat Mbak, ada apa nih?”

“Emm…” Vita salah tingkah, tak tahu harus menjawab bagaimana. “Euh… lagi pengen aja.”

Flora senyam-senyum saja sambil memberikan selembar amplop. “Ini, katanya dari bagian IT buat Mbak Vita.” Vita langsung tahu; pasti dari Soleh. Mendadak perasaan Vita jadi kacau. Bakal disuruh apa dia…?

Di dalam amplop itu ada earphone kecil sekali yang bisa diselipkan ke telinga. Karena Vita biasa menggerai rambut, earphone itu tidak akan kelihatan kalau dipakai. Selain earphone, Vita menemukan secarik kertas. Tertulis, “Pakai earphone itu terus, jangan sekali-sekali dilepas, kalau dilepas semua bukti pelanggaran akan sampai ke Bu Brenda. Bekerja saja seperti biasa hari ini, tapi kalau mendengar perintah kami, segera turuti.”

Vita berdebar-debar ketika mengenakan earphone itu. Beberapa menit kemudian terdengar suara Soleh.

“Tes, tes… Vita bisa dengar? Kalau bisa dengar, berbalik, lalu acungkan telunjuk.”

Vita mengikuti perintah itu. Dia berbalik badan, lalu mengacungkan telunjuk kanan, lalu suara Soleh terdengar lagi. “Bagus. Hari ini kamu kerja seperti biasa ya, tapi jangan lupa tiap ada perintah kamu harus lakukan. Ingat, mata kami ada di mana-mana.”

Sesudah itu Soleh diam lagi. Vita ketakutan. Dia benar-benar merasa diawasi. Hari itu dia memulai kerja seperti biasa, tapi dia tak bisa konsentrasi. Untung dia tidak harus ikut rapat, hanya merekap cek yang siap ditanda tangan Bu Brenda sesuai anggaran, serta merapihkan berkas-berkas permohonan dana proyek yang terlampir. Sejam kemudian Vita mencopot earphone…

HP Vita langsung berbunyi. “HAYO! Siapa suruh lepas earphone-nya?” terdengar Junaedi si satpam menghardik ketika Vita menerima panggilan yang masuk. Vita buru-buru memutus panggilan dan memasang lagi earphone. Kedua pemeras itu tidak main-main ketika mereka bilang punya mata di mana-mana. Mereka tahu kalau Vita mencopot earphone—pasti lewat kamera CCTV. “Jangan coba-coba lepas earphone selama di kantor. Kamu baru boleh lepas sesudah pulang kantor nanti sore, dan besok pagi kamu harus udah pake waktu masuk,” kata Soleh lewat earphone.

Sesudahnya, sepanjang hari itu earphone lebih banyak diam. Tapi Vita sudah keburu yakin bahwa dia tak akan bisa lepas dari pengawasan Soleh dan Junaedi. Setiap beberapa lama, Soleh atau Junaedi bakal menyuruh Vita melakukan sesuatu yang sederhana, seperti mengambil dan mengisi gelas, membuka lalu menutup jendela, atau mengajak bicara Flora. Vita heran, kenapa dia disuruh melakukan hal-hal seperti itu? Iseng sekali mereka berdua. Tapi karena tidak berbahaya, dia lakukan saja semuanya.

Satu kali, Vita tidak melakukan perintah Junaedi untuk “ketik ‘JUNAEDI’ di komputer lalu print”. Tidak terjadi apa-apa? Lima belas menit kemudian Soleh muncul di bagian keuangan membawa sejumlah CD dan kaset, bergegas ke arah ruangan Bu Brenda. Vita membelalak ketakutan. Buru-buru dia lakukan perintah Junaedi, ketik dan print. Soleh ternyata tidak menuju ke ruangan Bu Brenda, malah pada saat-saat terakhir berbelok ke meja Flora dan memberikan satu CD, kemudian berbalik. Waktu melewati meja Vita, Soleh tersenyum jahat.

Vita langsung pucat pasi. Rupanya semua perintah biasa itu adalah untuk mengetes kepatuhan. Munculnya Soleh menunjukkan bahwa sekali dia tidak patuh, biarpun ketika disuruh melakukan sesuatu yang biasa, kedua pemerasnya tak segan-segan akan melakukan apa yang mereka ancam.

“Mbak Vita, kenapa…? Mbak kok pucat?” Flora mendekat. Vita yang masih shock karena mengira tadi Soleh benar-benar mau memberikan barang bukti ke atasannya berusaha menenangkan diri. “Gak… gak kenapa-napa kok Flo… Eh itu tadi CD apa yang dikasih sama Soleh?”

“CD kosong buat back up data… Aku minta dari IT,” kata Flora datar, “Lho, Mbak udah kenal sama yang datang tadi?”

“Hah?” Vita kaget. “Eh. Iya. Udah kenal. Emm ketemu waktu makan siang kemarin.”

“Ooo…” Flora cuma menjawab seperti itu, lalu kembali lagi ke mejanya.

Vita juga kembali ke kursinya, terhenyak. Dua orang itu benar-benar sudah mencengkeramnya, tiada jalan keluar. Apa lagi yang bisa dia lakukan?

*****

Selasa sore.

Satu jam sebelum jam kantor berakhir.

Ketika Vita mengira tidak akan terjadi apa-apa lagi, earphone berbunyi. Soleh.

“Vita, beresin kerjaan kamu, dan sekarang juga pergi ke ruang rapat lantai 2.”

Vita seharian terus-menerus mengerjakan perintah-perintah kecil dari Soleh dan Junaedi, sehingga dia lama-lama jadi terbiasa sendiri. Toh belum ada permintaan mereka yang aneh-aneh… Hal itu sedikit membuat Vita tak curiga. Vita segera melakukan apa yang disuruh, lalu meninggalkan meja kerja menuju ruang rapat lantai 2.

Di depan ruang rapat lantai 2…

… ada tanda “Sedang Ada Rapat”. Ruang rapatnya sedang dipakai?

“Masuk aja,” terdengar suara Soleh.

Vita membuka pintu ruang rapat. Ternyata kosong… tidak ada rapat yang sedang berlangsung di ruangan cukup besar itu, hanya ada Soleh yang sendirian dengan laptop-nya. Seperti layaknya ruang rapat, di sana ada meja besar yang dikelilingi kursi, dan layar untuk proyektor. Soleh duduk di dekat pintu, menghadap layar; ketika Vita masuk, Soleh langsung mengunci pintu.

Vita diam saja, tak tahu apa yang akan dilakukan Soleh. Soleh bertanya, “Udah ngapain aja hari ini?” Vita menjawab dengan ragu-ragu bahwa dia bekerja seperti biasa.

“Bukan. Dari tadi udah disuruh apa aja?”

“Emm…” Vita lalu menjelaskan semua yang sudah dilakukan.

“Oke,” kata Soleh. “Bagus. Budak yang baik mesti nurut sama tuannya, heh heh heh…”

Soleh memencet keyboard laptop, dan terdengar lantunan musik.

“Sekarang…” perintah Soleh… “Naik ke meja di depan layar itu.”

Vita menurut. Dia membuka sepatu hak tinggi-nya dan naik ke meja, lalu berdiri di atas meja.

“Oke Vita…” Soleh mengatur sehingga musik yang mengalun terdengar lebih keras. Lagu “Naughty Girl” Beyonce.

“Sekarang kamu striptis di sana.”

Vita merinding. Dia belum pernah melakukan striptis sebelumnya, dan sekarang dia berada di depan seorang maniak komputer cabul yang akan menyaksikan setiap gerak-geriknya.

Karyawati muda yang cantik itu memejamkan mata dan mulai bergoyang membangkitkan gairah seiring musik. Dia tak percaya dia akan berani melakukan ini, tapi tubuhnya seperti terhanyut oleh lagu yang sensual itu. Vita pelan-pelan mulai membuka kancing blus putih tipisnya. Satu kancing… dua kancing… tiga kancing lepas sehingga bra putih berenda-nya terlihat. Soleh bersuit-suit nakal. Anunya sudah memberontak minta jatah dan dia sudah membayangkan tubuh jelita Vita menggeliat-geliat di bawah tubuh kerempengnya.

Setelah semua kancing terlepas, Vita mengeluarkan bagian bawah blusnya yang dimasukkan ke rok. Selagi Vita mencopot kancing lengan blus, Soleh bisa melihat bra putih di celah di antara kedua bagian blus, juga kulit mulus dada dan perut Vita.

Vita menyadari bahwa dia akhirnya harus mencopot seluruh blusnya. Dengan ragu, dia memandangi Soleh, tapi Soleh memasang tampang serius dan berkomentar pendek “Buka.” Vita berbalik dan membiarkan blusnya meluncur turun dari bahunya.

Soleh memandangi punggung atas Vita yang tinggal tertutup tali bra dan menunggu Vita berbalik, dia ingin melihat payudara Vita yang masih ada dalam bra. Vita memutar-mutar blusnya ke atas bagai koboi memutar tali laso, seiring tubuhnya juga yang berputar. Selagi berputar, pinggiran rok Vita terangkat tinggi-tinggi, memamerkan kemulusan pahanya. Vita tak merasa dirinya telah terbawa irama. Vita selesai berputar dan kembali menghadap Soleh, dan Soleh tak kecewa dengan apa yang dilihatnya.

Payudara Vita yang montok sekarang tampak di depannya dalam bra putih berenda. Bra itu berbelahan rendah di depan, menunjukkan lengkung indah sepasang buah dada, dan Soleh menikmati sekali pemandangan itu, tahu bahwa sebentar lagi penutup dada yang menghalangi akan lepas. Sementara itu wajah si karyawati sudah merah padam karena Soleh bersuit-suit terus menonton dirinya, tapi diam-diam dia senang juga karena merasa dikagumi.

Vita kembali berbalik dan membuka kaitan bra di punggungnya sambil menghentakkan kakinya. Dia berhenti bergerak, meloloskan bra dari tubuhnya dengan tangan terjulur ke atas, lalu diputar-putar juga bra itu di udara. Soleh berteriak, "Kesini’in Non, lempar ke sini!" Sambil menutup payudaranya dengan sebelah lengan, Vita melempar branya ke wajah Soleh, sengaja dengan sedikit keras. Soleh hanya menyeringai. Dia tahu Vita benci dikerjai seperti ini, namun si karyawati tak punya pilihan.

Soleh dengan mesumnya memperhatikan tubuh Vita yang sudah setengah telanjang. Mulutnya menganga, air liurnya menetes dari ujung bibir. Saat itu Vita menyilangkan kedua lengan di depan dada, malu membuka payudaranya yang telanjang. “Udah ga usah malu, tunjukin aja Non!” kata Soleh. Vita menurunkan lengannya dan merasa mukanya makin memerah selagi Soleh mengomentari payudaranya. “Wueisss… cakep tuh susunya, putih mulus. Udah ga sabar nih pengen cobain kenyal-kenyalnya.” Sejak menjerat Vita, Soleh sudah membayang-bayangkan tubuh Vita, tapi baru kali ini dia melihat langsung, dan dia tidak kecewa karena tubuh Vita memang indah seperti bayangannya.

"Ayo dilanjut bawahnya!" suruh Soleh, melihat Vita sempat terdiam. Tinggal roknya yang masih tersisa.

"Goyang lagi dong!" Soleh mengeraskan musik, agar Vita kembali menggerakkan badan. Vita yang sudah terbawa irama kembali menggoyang badannya, kali ini berbalik membelakangi Soleh dan membungkuk. Sambil membungkuk, ia melepas kaitan rok, menarik turun resleting, dan jatuhlah rok itu di sekeliling kaki. Soleh semakin gencar mengocok kejantanannya.

Kini tinggal celana dalam G-string yang menutupi tubuh Vita, bongkah pantat Vita pun bebas dipandang. Soleh yang gemas sempat bangun dan spanking. Plaak! Vita memekik kecil ketika pantatnya ditepuk seperti itu, "Awh!!” Dalam hati ia menyukai perlakuan Soleh meski itu melecehkannya. Vita malah menumpukan kedua tangannya ke bawah, di atas meja. Sambil mengocok penis, Soleh maju dan berinisiatif menarik turun G-string Vita dengan sekali sentakan kasar, hingga turun sampai betis Vita

"Goyang pantat kamu Non, posisi tetap gitu!" suruh Soleh. Vita menggoyang pinggulnya, perlahan seperti mengaduk adonan. Soleh manggut-manggut menyaksikan aksi goyang pinggul persis di depan mukanya itu. Dia akhirnya gemas dan meremas pantat Vita.

"Sini Non, udah cukup tariannya... Non udah berhasil bikin saya ngaceng berat!" Soleh tidak hanya bicara begitu, tapi langsung menunjukkan barang bukti perkataannya itu.

"Sini duduk!" suruh Soleh. Vita patuh dan duduk di tepi meja meeting itu. Soleh juga menyuruh Vita membuka kedua paha, sambil terus mengocok kejantanannya. Vita menumpukan kedua tangan ke belakang, wajahnya menoleh ke samping, pipinya merona, karena belahan kemaluannya kini ditatap Soleh nanar. Soleh mencapit sepasang bibir vagina Vita, membuat si cantik itu menjerit kaget plus terangsang. Tangannya refleks menahan lengan Soleh.

"Enggak boleh nih? Hmm... inget!!" mata Soleh melotot, marah karena hobinya dilarang. Vita kembali menarik tangan dan memalingkan wajahnya. Kaki Vita mengayuh ke kiri dan kanan, geli bibir kemaluannya dipegang orang. Pangkal paha Vita sedikit merapat saat melihat Soleh mendekatkan wajah ke kemaluannya. Tanpa perlawanan berarti, hidung Soleh mendekat sampai hanya beberapa senti dari vagina Vita. Pipi Vita semakin merona ketika Soleh menghirup dalam-dalam, seperti menghirup udara segar di pegunungan.

Soleh tak hanya puas dengan mengendus-endus kewanitaan Vita. Dia menjulurkan lidahnya. "Asyiiik," seru Soleh. Pelan-pelan dia menjilat vagina Vita, dimulai dari bawah. Lidah itu menelusup ke liang, mencelup dengan perlahan. Vita ingin menjambak Soleh, tapi dia masih ragu dan takut membuat Soleh marah. Soleh sepertinya bukan amatir dalam hal jilat-menjilat, dia memain-mainkan lidahnya dari bawah ke atas, menjelajah seluruh bagian luar bibir vagina Vita, bahkan mencucup seputar selangkangan dan menjilat pangkal paha Vita. Peluh Vita semakin bercucuran, menambah indah pemandangan karena membasahi lekuk-lekuk tubuh Vita.

"Ohhh..." Vita tak menduga, desahan penuh nafsu keluar dari mulutnya, tubuhnya serasa merinding menerima sensasi dijilat oleh Soleh. Si karyawati menggigit bibir, berusaha menahan malu—dia tak mau mengakui bahwa tubuhnya mulai menikmati rangsangan yang diberikan laki-laki bertampang culun yang sedang melahap selangkangannya. Mendengar itu, Soleh makin semangat, makin liar saja aksinya melahap kemaluan Vita. Lidahnya menemukan dan mulai menggoda klitoris Vita.

Vita semakin merebah ke belakang, pasrah saat Soleh memapah kedua belah kakinya menyilang ke belakang leher Soleh. Soleh semakin bernafsu menyorongkan wajah. Tanpa sadar, Vita merapatkan kedua pahanya, seolah menarik muka Soleh makin dekat, tak mau melepaskan. Soleh tersenyum mesum di selangkangan Vita, merasa si korban telah jatuh dalam genggaman. Jantung Vita berdebar makin cepat, tubuh atasnya yang sudah telanjang menggeliat-geliat di atas meja rapat.

Soleh terus menciumi dan menjilati bibir bawah Vita, menjelajahi seluruh bagian luarnya. Sesekali dia menowel-nowel klitoris Vita dengan lidahnya. Vita menjerit kecil karena nikmat. Tubuhnya terasa panas, putingnya mengeras.

"Hhmmmm mnmmm... Asyikkk ketemu itilnya... Bleph.. mhlm..." Soleh mengoceh sambil merajalela di kemaluan Vita. Dia terus menggoda bagian itu dengan mulut dan lidahnya. Vita merasakan sesuatu memuncak dalam tubuhnya—

"Terus Maas, Aaawhh... dikit lagi, dikit lagiii…" Soleh semakin menyeringai di selangkangan Vita, tahu Vita akan menuju orgasme. Dan dengan kurang ajarnya... Soleh berhenti.

"Mas Hhh, Hhh... ke-kenapa ber..henti?"

"He he he he he... Enak di elu ga enak di gue!" jawab Soleh.

"Tolong Mas... emh, te-terusinh…" pinta Vita.

"Terusin apa, Non Vita sayang?"

Wajah Vita sudah demikian sayu, matanya redup, tangannya meremas payudaranya sendiri karena nafsu yang tak tertuntaskan. Dengan membuang rasa malu, ia berkata, "Terusin... yangh… tadi!"

"Yang tadi mana?" goda Soleh lagi.

"…itu tadi…"

"Tadi apa? Kalo pake Bahasa Indonesia yang jelas dong!" Soleh terus memancing.

Vita malu mengatakannya, tapi apa daya nafsu sudah keburu memuncak.

"Jilatin memekku mas!" tukas Vita dengan pipi merona. Soleh tertawa mendengarnya, serasa jadi pemenang.

"Nya ha ha ha ha... Dasar perek! Minta jilmek!"

"Tapi..." sambung Soleh, "Ogah! Lidah gue pegel! Sekarang giliran yang lain!"

"Tolong Maaaaaaasshh…" Vita merengek sambil merangsang vaginanya sendiri.

"Nah Non, yang ini aja disuruh ngejilat... dijamin lebih enak!" Soleh berkata itu sambil menunjuk kontolnya. "Tapi Non Vita mesti minta... Ya?"

Vita terhenyak mendengarnya, dia merasa dilecehkan namun kondisi birahi mengalahkannya.

"Mi-minta gimana Mas?" kata Vita.

"Minta dientot sama Tuan Soleh," kata Soleh. "Kamu mintanya yang bener, ya! Gini ta’ ajarin...Tuan Soleeeh~"

Vita terdiam.

"Ayo ikutin, gimana sih?!" Soleh tadi meniru nada bicara yang genit mendayu, seperti pelacur menggoda laki-laki.

"I-iya...Tuan Soleeeh," kata Vita dengan terpaksa.

"Sudikah Tuan mengentot sayaa?" ajar Soleh.

Dengan pipi merona merasa dipermalukan, Vita mengikuti apa kata Soleh. "Sudikah Tuan... me-mengentot... saya…"

"Tunggutunggutunggu... Kelewat formal kok gue malah jadi il-fil... Kurang ganjen! Ayo diulang! Improvisasi sendiri kalo perlu!" Soleh memprotes. Memang nada bicara Vita tadi datar dan malu-malu. Vita kaget mendengar perkataan Soleh. Ia terhimpit antara pelecehan dan birahi.

"Ayo cepetan!" perintah Soleh tak sabar. Vita meredam rasa malunya

"Tuan, entot saya Tuaan... saya mau kontol Tuan di memek saya... puasin saya Tuan, Tuan juga boleh entot saya sesuka Tuan!"

"WHUA HA HA HA HA!!" Soleh tak menyangka kata-kata Vita malah bisa sebinal itu. Tapi memang Soleh sudah menyangka ada kebinalan yang disembunyikan Vita, dilihat dari chatting nakalnya; makanya Soleh tidak heran mendengar kata-kata kotor Vita.

"Gak nyangka Non Vita doyan ngentot juga," kata Soleh. "Baik, karena sudah diminta..."

"Baiklah...karena Non Vita maksa... apa boleh buat!" Pria IT berkacamata tebal itu bangkit berdiri dari duduknya.

"Jadi gimana Non, jelasnya..." Soleh lanjut mengejek, sambil mengocok tombaknya. Vita mengangkang dan memohon, "Ma-ma… sukin..."

"Masukin apa?? Ke mana??" kata Soleh lagi dengan suara lebih keras.

"Itu..." Vita menunjuk kejantanan Soleh.

"Itu apa...? Pake bahasa yang jelas dong! Tadi udah bener!"

"Ko… kontol Mas…" wajah Vita semakin memerah.

"Bagus, yang tegas jangan ragu... oke, kontol saya ke...? Ke mana?"

"Ke-ke si… ni..." Vita melebarkan bibir vaginanya.

"Oh ke situ, ya ya... ehem. Itu berarti... saya masukin kontol saya ke... apa?"

"Memek... memek…ku Mas..." Vita memalingkan wajahnya sejauh mungkin, malu dengan kata-kata joroknya sendiri, malu melihat wajah mupeng Soleh.

"Iya deh... yuk?" kata Soleh menempelkan kepala penisnya, namun insting wanita membuat Vita refleks menjauhkan vaginanya dari penis Soleh yang menurutnya asing.

"Lho...kok ?!" Soleh menatap tajam.

"Eh iya Mas, ma-maaf..." kata Vita, kembali melebarkan kakinya yang sempat merapat.

"Gapapa, justru dari situ kelihatan...seberapa polos kamu sebenarnya. Kedua bawahan kamu malah lebih jalang dari kamu," komentar Soleh.” Berarti, memek Non Vita... paaaasti sempit, hehehe." Selesai berkata itu, Soleh membentangkan kedua paha Vita lebih lebar.

"Cepet buka Non!" Soleh meraih tangan Vita, menuntun ke vaginanya. Vita merentang belahan kemaluan miliknya, terlihatlah gemerintil daging merah muda di dalamnya.

Soleh yang sudah sedari tadi menahan nafsu, mulai menekan kejantanannya.

"Mampus gue, susah banget!! Lu pernah dientot ga sih? Punya memek kayak gini... Hhhhhggg!" Soleh mati-matian mendorong masuk. Tangan Vita yang beberapa kali menghalangi laju penis ditangkapnya. Soleh menjauhkan tangan Vita agar tidak ada lagi yang menghalangi.

"...hhhh..." Soleh mendesis keenakan ketika kepala burungnya mulai menerobos vagina Vita. Vita menggigit bibir menahan rasa malu ketika akhirnya dia dipenetrasi Soleh. Soleh terus mendesak masuk... dan mendapati bahwa sebenarnya bukan dia laki-laki pertama yang pernah masuk ke sana.

"Egghh... wah segelnya udah ada yg nge... buka nih?? Sebodo amat... masih nggigit ini... asoyy!”

Tak puas dengan hanya memasuki vagina Vita, Soleh juga merapatkan tubuhnya ke Vita, bibirnya berkeliaran ke puting Vita yang sudah keras. "Aaa~h?" Vita kaget ketika Soleh menjilati payudaranya, sambil tangannya bergerilya ke mana-mana. Tubuh kurus Soleh membungkuk menindih tubuh Vita, lidahnya yang menjijikkan menjilati dada dan leher Vita. Dan di bawah, seluruh bagian penisnya sudah masuk ke vagina Vita.

"Amm... nyam... hleeh..." keluar bunyi-bunyian tak jelas dari mulut Soleh yang menikmati 'hidangan' empuk di dada Vita, ditingkahi desahan Vita. Pinggul Soleh mulai bergerak maju-mundur, membuat Vita memekik. Soleh bergerak pelan-pelan, karena masih konsentrasi di tubuh bagian atas Vita yang sebenarnya juga mau dia nikmati.

"Eh... Tau gak," bisik Soleh sambil menjilati telinga Vita, "Enak juga ya bibir bawah lu, biar udah ga perawan tapi tetep peret!"

Kemudian, Soleh mulai menggenjot makin kencang, sambil sesekali mencengkeram dada Vita.

"ah... ah.... Ahh..." Vita tak kuasa menahan suaranya. Di ruangan yang sepi itu kini hanya terdengar suara Vita dan Soleh yang dilanda nafsu, serta hentakan tubuh mereka yang beradu.

"Mestinya ga heran sih kalo kamu udah pernah ginian," Soleh terus mencerocos. "Kalo masih perawan baik-baik mana mau diajak chatting mesum ama orang ga jelas, ha ha ha!"
Vita sudah tidak peduli lagi apa kata Soleh, dia malu mengakuinya tapi sudah begitu lama sejak ada laki-laki menyetubuhinya, dan biarpun yang sekarang ini seorang yang jelek lagi brengsek, tetap saja dia mulai merasakan kenikmatan badan. Ia terima hunjaman demi hunjaman Soleh yang semakin terasa sambil merintih seksi. Soleh semakin bernafsu berkat reaksi Vita, diciuminya betis Vita yang dicengkeramnya.

"Yahhhhh, ouhhh!" desah Vita, saat lidah Soleh menyapu betis putih padatnya. Itu karena Soleh tanpa sengaja menyentuh satu titik sensitif Vita, dan si karyawati jadi terkaget merasakan kenikmatan karena disentuh di sana. Soleh menaikkan betis Vita ke bahunya, memeluk erat paha Vita yang merapat ke perutnya. Vita menggigit jarinya di sela rintihan, Soleh memejet puting Vita dan menggodanya dengan puntiran. Rintihan pun semakin keras, Soleh juga menyodok semakin keras, karena tahu Vita tak lama lagi meraih klimaksnya

"Aahhh, Ahhhh, Ahhhh, Aaaaahhhhhhh !" Vita mencengkeram lengan Soleh. Soleh yang mengerti menghentikan sodokan sambil tersenyum mengejek.

"Errmm..." Vita menggigit bibir bawahnya, tubuhnya terhentak-hentak.
Kakinya yang jenjang mengejang. Nafas Vita berdengus cepat tak beraturan selesai itu. Soleh menurunkan kakinya dan menarik lepas penis. Ia tersenyum bangga melihat barangnya mengkilap, terselimut jus cinta Vita.

Vita melonjorkan kakinya, ingin beristirahat sejenak. Tapi Soleh malah membalikkan tubuh Vita hingga tengkurap.

"Iyaah..." reaksi Vita, saat Soleh menarik tubuhnya turun dari meja setengah badan. Plaak! Tamparan mendarat di pantat Vita.

"Enak ya...keluar, Hah?!" leceh Soleh. Pantat Vita menjadi sasaran tampar beberapa kali, dan Soleh menyepak kaki Vita agar lebih mudah memasuki tubuh Vita. Soleh meremas-remas pantat Vita sambil menggesekkan penisnya ke bibir vagina yang sudah banjir tak karuan itu.

"Ouh, Sssstt..." Vita mendesis perlahan lalu menggigit bibirnya, seirama dengan kejantanan Soleh yang membelahnya perlahan dari belakang. Erangan kemudian terdengar ketika Soleh melanjutkan sodokan dengan penuh nafsu. Sodokan Soleh semakin lama semakin brutal. Rintihan Vita semakin keras pula jadinya, si cantik itu mencengkeram pinggiran meja. Vita terus terdorong hingga mentok ke pinggiran meja, buah dadanya yang menempel di meja terayun seirama goyangan meja. Soleh mencengkram bahu Vita dan memeluknya dari belakang. Sambil menempelkan tubuhnya ke tubuh Vita, Soleh menghirup harum rambut Vita sambil meremas payudara Vita dan tentunya tidak lupa menggempur liang kemaluan Vita sekencang-kencangnya. Mata Vita terpejam, mulutnya menganga, menjeritkan kenikmatan.

Vita tidak menyangka, ternyata Soleh lama sekali bisa menahan untuk tidak keluar. Nyaris lima menit tanpa henti batang Soleh keluar-masuk kewanitaan Vita, menggesek dinding-dindingnya sampai Vita ngilu, namun Soleh seperti tidak ada habisnya. Yang tak bisa ditolak Vita adalah kenyataan bahwa dia tetap merasakan kenikmatan, walaupun dia sedang disetubuhi dengan paksa. Bahkan bisa dibilang diperkosa. Walaupun dia sudah ada pengalaman sebelumnya, dia belum pernah mengalami yang seperti ini.

Soleh akhirnya memeluk tubuh Vita erat-erat dan menusuk dalam sekali.
Vita merasakan penis Soleh kejang-kejang di dalam vaginanya... Gawat!

"Ah!" jerit Vita, menyadari apa yang terjadi.

"Jangan di dalem Mas... Plis Mas, jangan!" pinta Vita sambil meronta, berusaha melepaskan diri dari rangkulan Soleh. Vita berhasil mendorong Soleh yang tak konsentrasi karena sedang asyik memuntahkan lahar panasnya. Penis Soleh pun keluar dari dalam vagina Vita dalam keadaan masih muncrat, sehingga sebagian spermanya terciprat ke pantat Vita. Tapi tadi keburu ada sedikit yang sempat dikeluarkan di dalam...

Vita merasakan tubuhnya lemas, ingin dia lari dari sana saat itu juga, ke kamar mandi atau ke manapun di mana dia bisa mencuci bersih benih tak diundang yang terbuang dalam rahimnya. Soleh terduduk ke satu kursi, dan tertawa-tawa seperti orang gila. "Huahahahah... Enak banget memek lonte baru gue... Apalagi kalo bisa dikeluarin di dalem kayak tadi..."

Sedikit keberanian muncul dalam diri Vita untuk meminta.

"MAS... Udah puas kan... Aku... boleh pulang?"

Dia mengatakan itu sambil menatap dengan benci ke arah Soleh yang lemas keenakan. Soleh cuma nyengir melihat korbannya yang telanjang, bersimbah keringat, dan ternoda peju itu.

"Yaudah... Buat hari ini udahan dulu! Makasih ya cantik, tadi enak banget, sumpah, mendingan kamu daripada dua yang lain itu!"

Vita tak peduli kancing blusnya belum terpasang rapi, dan dia pun belum memakai pakaian dalamnya. Hanya mengenakan blus dan rok serta menggenggam pakaian dalam, Vita berlari keluar dari ruang rapat. Dia menuju toilet terdekat yang untungnya memiliki ruang shower kecil. Di situ, Vita kembali melepas bajunya, dan pertama-tama langsung membasuh kemaluannya. Dia tak mau dia jadi mengandung gara-gara perbuatan Soleh tadi.

*****
Di ruangan CCTV…

Junaedi, si satpam, duduk sambil menyaksikan rekaman adegan striptease Vita di ruang rapat. Dia dan Soleh memang sengaja menyuruh Vita ke ruang rapat lantai 2 karena di sana dia sudah memasang kamera pengawas dengan kualitas paling bagus. Demi menjerumuskan Vita lebih jauh, mereka merencanakan membuat video semacam itu.

“Gila… bagus amat bodinya si Vita…” kata Junaedi sambil ngiler. Dia hanya menyalakan kamera sampai Vita selesai striptease saja; tidak merekam apa yang terjadi selanjutnya karena sudah tahu Soleh sedang menikmati tubuh si cantik itu. Hari ini giliran Soleh melahap Vita, besok giliran dia. Tidak apa-apa. Yang penting videonya sudah jadi. Dan Junaedi sudah ngaceng dari tadi menikmati liukan tubuh Vita. Dia sudah tak tahan.

“Uahh… gue mau ngecrot nih!”

Di ruangan itu juga ada… Flora, bawahan Vita, yang berlutut di depan selangkangan Junaedi dan sejak tadi mengoral penis si satpam. Junaedi mencengkeram belakang kepala Flora dan memaksa Flora men-deepthroat anunya selagi dia menyemburkan cairan benihnya. Gadis kurus berambut pendek itu tak bisa berbuat apa-apa selain menerima semburan cairan hangat di mulutnya. “Mmmpphhh!!” teriaknya tertahan. “Uooohh!!” seru Junaedi.

Setelah puas, barulah Junaedi melepas cengkeraman. Flora langsung menarik kepalanya dan terbatuk-batuk, tersedak mani Junaedi. “Uhk… uuhkk…” Sebagian mani tercecer dari bibir Flora. Flora langsung menutup mulutnya dengan tangan dan memuntahkan sperma yang masih tersisa di mulutnya. “Kasar amat…” keluhnya.

“Banyak bacot lu…” omel Junaedi. “Tuh lihat, akhirnya kita berhasil. Dia mau juga tuh digituin. Berapa hari ke depan juga dia bakal dijadiin kayak elu… jadi lonte kami. Ahh… tuh kan, gue udah ga sabar pengen nyobain memek si Vita. Giliran gue baru besok tapiii. Ya udah. Ayo nungging!”

Flora pasrah dan berbalik badan, lalu menungging membokongi Junaedi. Si satpam nyengir dan langsung menyiapkan senjatanya.

*****

Vita selesai membersihkan vaginanya yang baru dinodai Soleh, dan telah memakai lagi pakaiannya. Ketika dia keluar kamar mandi, ternyata Soleh menunggu di luar. Soleh menyuruhnya pulang.

“Hati-hati di jalan ya. Oiya. Dandanan kamu hari ini oke juga. Tapi masih nanggung ya. Besok mesti bisa lebih seksi lagi. Bisa kan?”

Vita cuma mengangguk lemah, pikirannya sudah capek karena dikerjai Soleh. Tapi dia tak punya pilihan. Dia sudah tahu apa yang bisa dilakukan kedua bangsat itu.

Dengan langkah lemas Vita kembali ke ruangannya, mengambil tas, lalu pergi meninggalkan ruangan.

*****
Pos satpam dekat pintu keluar, pukul 8 malam.

“Udah sono pulang, sebentar lagi kereta lewat,” kata Pak Chaerul, kepala keamanan yang membawahi semua satpam gedung, kepada Andy si wakil manajer produksi yang sedang menemaninya duduk-duduk di depan pos satpam. “Ga usah mikirin kerjaan terus, mikir yang laen napa, misalnya calon istri, kamu kan udah waktunya cari jodoh.”

“Yang itu biar gimana jalan ke depan aja deh Pak…” kata Andy sambil melihat Pak Chaerul yang rambutnya sudah beruban semua tapi tetap bertampang tegas. Andy baru selesai lembur, tapi karena menunggu jadwal kereta lewat jadi dia ngobrol dengan Pak Chaerul. Andy sebenarnya kurang suka bergaul dengan orang, tapi sekalinya bertemu teman yang cocok seperti Pak Chaerul, dia bisa ngobrol banyak dan lama. Sifatnya yang terkesan kaku itu hanya kepada orang yang kurang dikenal saja.

“Ah, kamu mah kebanyakan mikir, makanya ga maju-maju,” Pak Chaerul menyindir. Andy membalas, “Tetep aja mesti mikir Pak, daripada dapet yang kayak kemarin lagi…” nada bicara Andy berubah jadi suram “…kirain dia cewek setia, nggak taunya pengkhianat. Tampang baik-baik juga nggak jaminan.”

Pak Chaerul menyikut pelan Andy. “Itu yang namanya kebanyakan mikir, tau,” sanggahnya. “Kamu mesti ngambil risiko, kalau nggak sampai tua ga kawin-kawin loh. Jelek-jelek gini, Bapak udah punya istri dari umur 20. Ga usah banyak mikir urusan perempuan, kalau ada kesempatan, hajar aja… Eh ada yang baru pulang tuh?”

Di depan mereka, Vita melintas, berjalan dengan lesu setelah akhinya diperbolehkan pulang oleh Soleh. Perasaannya campur aduk, dan dia pun membayangkan besok harus menjalani hari seperti ini lagi.

Pak Chaerul menarik Andy sampai bangun lalu mendorong Andy agar menghampiri Vita. “Sono samperin!” perintahnya. Andy tidak bisa menolak dan berjalan mendekat ke Vita.

“Emm… Vita dari bagian keuangan kan?” Andy menyapa. “Baru pulang? Abis lembur juga ya?”

“Eh… I… iya,” Vita kaget, tak menyangka bakal dihampiri orang. Tapi perasaannya masih kalut sehingga kedatangan Andy yang tiba-tiba membuat dia waswas. “Mas… Andy kan? Iya, …abis lembur.”

Keduanya berjalan bareng sampai ke luar pagar. Tanpa bicara. Vita masih panik dan takut, Andy belum pede untuk mengajak bicara Vita yang kurang dikenalnya. Akhirnya…

“Ke arah mana?” tanya Andy.

“Ke…” Vita menyebut satu daerah pinggir kota. “Mas Andy ke… mana?” balas Vita. Andy menjawab daerah lain yang agak jauh dari tujuan Vita. “Aku mau ke stasiun…” kata Andy.

“Ya… nggak sejalan nih, yaudah aku duluan ya Mas Andy…” Vita buru-buru pergi meninggalkan Andy, dia malu menghadapi karyawan lain dengan keadaan seperti itu. Andy kelamaan bereaksi, dia cuma melongo melihat Vita yang langsung pergi. Tapi Andy bisa melihat. Vita seperti sedang bermasalah.

*****

BERSAMBUNG!