Malam Yang Tak Kan Terlupakan (1)
---------------------------------------------
Valerie tidak akan pernah bisa melupakan malam percumbuan yang satu ini!
Segala  variasi seksual yang dialaminya bersama Arya, David, maupun Kent  seakan-akan seekor semut dibandingkan dengan gajah. Malam liar yang  dialaminya kali ini benar-benar menakjubkan, dan mewujudkan fantasi  seksualnya yang tergila! Benar-benar tak pernah sebelumnya ia bisa  menduga bahwa akhirnya ia akan merasakan kenikmatan badani yang seperti  ini.
Awalnya  adalah sebuah pesta perpisahan dengan salah seorang konsultan di kantor  yang ia pimpin. Namanya Rajesh, seorang keturunan India yang lahir dan  besar di AS, lalu menjadi seorang ahli hukum dan perdagangan  internasional lulusan Yale. Valerie menyewanya untuk membantu perusahaan  mengembangkan sayap ke wilayah Australia dan Pasifik. Val tidak salah  pilih, karena Rajesh sangat cerdas. Dalam masa 6 bulan kontraknya,  kantor Valerie benar-benar telah mendapatkan bimbingan yang maksimal,  dan kini siap me-launch proyek-proyek baru bernilai milyaran dollar.
Tidak seperti kebanyakan konsultan hukum, Rajesh tidak berperilaku formal, dan bahkan lebih menyerupai seniman katimbang ahli international law.  Selama membimbing para direktur, Rajesh bersikap ramah dan pandai  menarik perhatian. Seringkali ia datang dengan jeans dan baju lengan  pendek, selalu riang setiap pagi, menyapa semua orang mulai dari  direktur utama sampai tukang sapu. Namanya segera populer di seantero  kantor.
Ia  juga ganteng, selayaknya bintang-bintang film India dengan hidung  mancung dan alis mata tegas. Tubuhnya tegap dan bicaranya selalu jelas.  Bibirnya sangat menarik perhatian Val, dan diam-diam wanita ini sering  memperhatikan bibir itu di rapat-rapat kantor. Diam-diam pula ia  menduga, Rajesh menaruh perhatian yang sama terhadapnya. Tetapi, karena  suasana kantor yang sibuk, dan karena Valerie tidak ingin urusan bisnis  dibawa ke tempat tidur, mereka berdua saling menjaga jarak.
Sesekali,  jarak itu seperti memendek. Misalnya, kalau mereka kebetulan satu lift,  tak sengaja tubuh mereka saling bergesekan. Biasanya, Valerie maupun  Rajesh cepat-cepat membuka ruang pemisah. Namun, kadang-kadang mereka  membiarkan kedua tubuh mereka agak merapat beberapa saat. Membiarkan  percik-percik romantik bertebaran di tubuh mereka, sebelum akhirnya  mereka padamkan sambil keluar dari lift. Pernah juga Val menawarkan  mengantar Rajesh pulang -tetapi secepat ia menawarkan, secepat itu pula  ia meralat.
Begitulah.  Keduanya seperti saling mengincar, mencari peluang yang tepat. Seperti  dua gladiator di gelanggang, saling melingkari mencari kesempatan.  Seperti dua singa yang sama-sama enggan melakukan serangan pendahuluan,  saling mengintai dari jauh maupun dari dekat.
Tetapi,  ketika akhirnya kontrak Rajesh habis, maka terbuka lah peluang untuk  menyerang bersama-sama. Pesta perpisahan akan diadakan di apartemen  Valerie. Sebagai boss ia berhak membelanjakan uang kantor untuk  menjamu konsultan. Apalagi konsultan yang satu ini terbukti canggih.  Apalagi pula, secara pribadi Val pun menyukainya. Ia segera  mengantisipasi peluang ini dengan berdandan "habis-habisan". Semua  keseksian tubuhnya ia tonjolkan. Minyak wangi termahal ia balurkan ke  seluruh tubuh. Tekadnya bulat: malam ini, atau dua malam ini .... (atau  tiga malam!)... ia akan "mengurung" Rajesh di kamar tidurnya, sebelum  pria gagah itu kembali ke New York.
Hanya  saja, Val kali ini terlalu yakin bahwa segalanya akan berjalan sesuai  rencananya. Ia lupa, Rajesh juga punya rencana. Ketika malam pesta tiba,  Val hampir saja membatalkan semuanya!
******
Segala  persiapan pesta telah sempurna. Apartemen Valerie yang luas telah  ditata secara profesional. Makanan dan minuman terbaik dari restoran  terbaik di Jakarta telah tersedia. Seorang DJ (disk jockey) kenamaan telah pula disewa untuk memeriahkan suasana. Pokoknya, Valerie bertekad menjadikan perpisahan ini the best ever party in town!
Tamu-tamu  mulai berdatangan sejak pukul 7 malam. Val tampil sempurna dan anggun  dengan gaun merah tua yang menegaskan keputihan tubuhnya. Gaun itu  panjang menyentuh matakaki, tetapi terbelah di pinggir sampai jauh ke  pangkal paha. Kalau Valerie berjalan (dengan gayanya yang mengalahkan  peragawati di cat walk itu) maka para tamu bisa menikmati  pemandangan kaki yang indah-mulus tak tercela. Selain itu, belahan di  dadanya cukup rendah untuk menampakkan hampir seluruh payudara Val yang  ranum menantang itu. Decak kagum segera memenuhi ruangan setiap kali Val  berkeliling menyapa para tamunya.
Lalu,  pada pukul 7.45, Rajesh muncul. Gagah sekali dengan jas pesta biru tua,  jeans Levis, dan kaos T-shirt berwarna kuning cerah. Val tak sabar,  menyambutnya di beranda apartemen. Siap memberikan ciuman selamat  datang, yang rencananya akan ia berikan secara lebih istimewa.
Tetapi  Val segera tertegun. Rajesh datang menggandeng seorang dara cantik  gemulai dengan rambut terurai sebahu! Setelah rasa kaget, di dalam diri  Val muncul perasaan kecewa yang amat sangat, lalu disusul rasa kesal  yang menggumpal. Kurang ajar, umpatnya dalam hati. Pria ini pura-pura  tidak tahu bahwa aku sedang menyiapkan pesta untuknya sendirian. Val  tahu persis, Rajesh belum menikah dan belum punya pasangan tetap. Kenapa  dia bawa perempuan itu ke sini? Sungguh tidak sopan!
Tetapi  berhubung ini adalah pesta kantor, Val tidak ingin merusak suasana.  Cepat-cepat ia menguasai diri dan menyambut hangat pasangan yang  sebetulnya ingin ia usir itu. Hanya saja, sambutan itu jauh lebih dingin  dari rencananya semula. Val cuma menempelkan pipinya ke pipi Rajesh;  sebuah salam biasa-biasa saja. Tidak istimewa sama sekali. Ia bahkan  melakukannya dalam hitungan 2 detik. Sekilas sekali.
Lalu,  Val segera mengumpulkan tamunya di halaman belakang yang sudah bertenda.  Acara dimulai dengan setengah formal, setelah mengucapkan selamat  datang dan menjelaskan maksud pesta, Val mempersilakan Rajesh  mengucapkan kata perpisahan. Pria itu segera menyita perhatian orang  banyak karena pidatonya yang jenaka. Para tamu tertawa berderai-derai,  dan Val pun sejenak lupa pada kesal yang menggumpal di dadanya. Ia  bahkan berdiri dekat Annisa, gadis indo-jepang yang datang bersama  Rajesh.
Sambil  menikmati lelucon Rajesh, diam-diam Val melirik gadis di sebelahnya.  Hmmm.., sungguh cantik walau agak sedikit "mungil" untuk ukuran Rajesh.  Di balik kaos terusan yang ketat melingkari tubuhnya, Val bisa  membayangkan tubuh gadis ini pasti mulus belaka. Sial, umpatnya dalam  hati, ... gadis ini bisa jadi saingan yang terlalu tangguh!
Setelah  acara pidato, Val memimpin tamunya menuju ruang makan. Ia mempersilakan  mereka mengambil makanan dan membawanya kembali ke taman di belakang.  Lalu, mereka yang ingin minum bisa datang ke bar di ruang tengah.  Setelah itu, silakan berdisko di sebuah arena khusus dekat kolam renang.
Dengan  segera, pesta berubah meriah-cerita. Musik berdentam riang. Orang-orang  berceloteh ramai. Tawa berderai-derai, ditingkahi jeritan manja pada  wanita di sana-sini. Val merasa sangat puas, karena segalanya berjalan  sempurna.
Sayang sekali, malam ini Rajesh tidak akan pernah bisa menyentuh tubuhku, gumam Val dalam hati. Salah dia sendiri!
******
Berkali-kali  ada kesempatan untuk Rajesh dan Val memisahkan diri dari kerumunan,  tetapi berkali-kali pula Val menghindar. Ia ingin memberi pelajaran dan  ingin mempertahankan kewibawaannya. Kalau pria itu memang tidak mau,  yaa.. sudah. Aku tak rugi apa-apa! sergahnya dalam hati. Dia bukan pria  paling istimewa, walaupun memang menarik. Cuma Val agak heran, mengapa  Rajesh masih tetap berusaha dekat dengannya. Apakah cuma karena  sopan-santun sebagai tamu? Atau ia ingin "menyiksa" ku dengan memamerkan  pasangannya? gerutu Val dalam hati.
Pada  suatu saat, ketika pesta tengah ramai-ramainya dengan orang yang  berdisko, Val tidak bisa menghindari pertemuan dengan Rajesh. Ia baru  kembali dari toilet, dan bertemu pria itu di gang menuju ruang tengah.  Agak kikuk, Val mencoba memberi jalan, merapat ke tembok. Tetapi Rajesh  juga ikut minggir, memblokir langkahnya. Val tak bisa menghindar.
"You  look marvelous tonight ..," ucap Rajesh dengan senyumnya yang  "mematikan". Sorot matanya tajam bagai elang. Val mencibir dan berkata  dalam hati, aku tak tertarik.
"Kenapa kamu seperti menghindar?" tanya pria itu, salah satu tangannya sudah menyentuh lembut pundak Val.
"You know why," jawab Val ketus sambil menyingkirkan tangan pria yang sebenarnya ia ingin remas dengan gemas itu.
"Aku  punya penjelasan, kalau kamu mau mendengar," ucap Rajesh, semakin  merapatkan tubuhnya. Val terpepet di tembok. Harum minyak wangi pria itu  memenuhi rongga hidungnya.
Val  mengangkat mukanya, "Okay. Tulislah penjelasan itu, masukkan sebagai  laporan tambahan di laporan akhirmu." jawabnya dengan dingin.
Rajesh  tertawa kecil, "Kamu makin cantik kalau sedang marah," katanya sambil  menyentuh lagi bahu Val, dan Val kembali menghindar walau dengan  kesulitan.
"Aku  tidak marah. Biarkan aku lewat, tamu-tamu lain pasti juga ingin bicara  denganku," ucap Val seformal mungkin. Hanya saja, ia sendiri tidak yakin  apakah ucapan itu cukup kuat menampakkan kekesalannya. Ia sebenarnya  ingin sekali tetap dipepet di tembok seperti ini oleh tubuh tegap yang  harum semerbak itu.
"Kalau memang tidak marah, biarkan aku menciummu," ucap Rajesh.
Val terperangah. Apa-apaan ini? pikirnya dalam hati, apakah ia pikir aku mau dicium begitu saja. Apakah ....
Pikiran  Val tak bisa berlanjut. Tiba-tiba saja bibir Rajesh sudah mengulum  bibirnya. Val tersentak, mencoba menghindar dan mendorong tubuh pria  itu. Tetapi tentu saja Rajesh terlalu kokoh untuk Val, dan tembok di  belakangnya sama sekali tidak memberi peluang untuk menghindar. Rajesh  dengan leluasa bisa melumat bibir Val yang selalu tampak basah itu.
Sebuah  siraman kenikmatan bagai diguyurkan keseluruh tubuh Val. Ciuman pria  yang bergairah itu dengan cepat meluluhkan pertahanan Val. Walaupun  hatinya kesal dan pikirannya berontak, tetapi tubuhnya terkulai lemas.  Bahkan kedua tangannya tidak lagi mendorong dada Rajesh, melainkan malah  melingkari pundak pria itu. Secepat datangnya rasa kesal, secepat itu  pula birahinya terpicu. Val benar-benar sial malam ini. Maksud hati  ingin berwibawa, apa daya tubuhnya merindukan pria itu. Benar-benar  sial!
Lebih  sial lagi ketika Val mendengar langkah-langkah kaki di belakang tubuh  Rajesh. Cepat-cepat ia membuka matanya, dan ...... Annisa berdiri  terpaku memandang keduanya. Tetapi gadis itu cuma terpaku sejenak, lalu  tersenyum manis kepada Val yang memandangnya dengan kedua mata  terbelalak, dan segera melanjutkan langkah menuju toilet. Rajesh tentu  saja tidak melihat kedatangan gadis itu, dan agaknya juga tak peduli  siapa yang datang, karena pria itu terus melumat bibir Val dengan penuh  nafsu.
Dengan  sekuat tenaga Val mendorong tubuh Rajesh. "Stop it..,please" sergahnya.  Rajesh pun mengendorkan pelukannya, membiarkan Val melepaskan diri dari  pagutannya. Nafas wanita ini tersengal-sengal, selain karena kehabisan  nafas juga karena perasaan galau: antara birahi, rasa kesal, dan  terkejut. Bercampur baur.
Rajesh  tersenyum memandangnya dengan wajah sangat dekat. Oh, Val betul-betul  terpikat oleh pria ini. Ia jadi bingung sendiri. Kenapa Rajesh begitu  bergairah menciumnya, dan seperti tak peduli kalau-kalau Annisa  memergokinya? Bahkan, gadis itu benar-benar sudah memergoki mereka.  Rajesh tampak tidak peduli.
Begitu  ada peluang, Val segera cepat-cepat melangkah menuju ruang tengah,  meninggalkan Rajesh yang masih berdiri di gang, memandangnya sambil  tetap tersenyum tipis. Val tidak begitu suka senyum itu: menyembunyikan  sesuatu yang penuh kejutan. Apakah gerangan yang ada di benak pria itu?
******
Tamu  mulai pulang menjelang tengah malam. Valerie merasa puas karena  tamu-tamunya tampak menyukai pesta yang diselenggarakannya. Beberapa  tamu terpaksa dibujuk untuk pulang, karena Val hanya memperoleh ijin  pesta sampai pukul 1 pagi dari pihak keamanan apartemen. Sampai  menjelang usai, masih ada beberapa tamu yang tinggal. Lalu tepat pukul  1, musik disko dihentikan dan semua tamu pulang. Kecuali dua!
Val  tidak tahu harus berkata apa. Sepanjang pesta, berkali-kali Rajesh  datang kepadanya, mengajaknya mengobrol intim terlepas dari tamu-tamu  lain. Entah kenapa, sulit sekali bagi Val untuk menolak ajakannya.  Bahkan suatu saat, ketika Val perlu mengambil sesuatu dari kamar tidur,  Rajesh menawarkan diri untuk mengantarnya.
"Don't  be silly... masak aku perlu diantar ke kamarku sendiri," ucap Val  sambil melepaskan tangannya dari gandengan Rajesh. Tetapi Rajesh tidak  menyerah begitu saja. Dia bilang, tidak bolehkah ia melihat kamar  tidurnya sejenak saja. Matanya yang indah dan tajam menembus kalbu Val,  membuat wanita ini tak berdaya. Apalagi, bukan kah pada awalnya ia  memang hendak mengajak pria ganteng ini tidur bersama?
Akhirnya  Rajesh ikut ke kamar tidur. Baru saja lewat dari pintu, pria ini sudah  merengkuhnya, mendesak Val ke tembok dan menciuminya. Val hanya bisa  terperangah sebentar, lalu malah balik melayani cumbuan Rajesh. Cepat  sekali ia terangsang oleh pria yang sangat bergairah ini. Ia biarkan  Rajesh mengulum-melumat bibirnya. Ia biarkan tangan pria itu merayap ke  bawah, menyingkap belahan rok yang memang sangat tinggi itu. Ia biarkan  kedua bukit di bagian belakang tubuhnya diremas-remas.
Dalam  sekejap, Val kehilangan kendali atas dirinya. Rajesh semakin berani,  menciumi leher dan tengkuk wanita ini sambil meremas kedua payudaranya.  Untung saja gaun Val terbuat dari bahan kualitas tinggi yang tidak mudah  lecek. Untung pula bagi Rajesh, gaun itu berleher sangat rendah di  muka. Salah satu tangan pria ini dengan mudah masuk menelusup, menemukan  bola kenyal yang tak ber-beha. Val mengerang perlahan merasakan  putingnya diraba-raba oleh jari Rajesh yang bagai mengandung setrum.
Sejenak Val hampir lupa tujuannya datang ke kamar, yaitu mengambil uang untuk membayar seorang petugas catering  yang harus segera pulang. Ia cepat sekali terhanyut oleh alunan birahi  yang dibangkitkan dengan sempurna oleh Rajesh. Tubuhnya  menggeliat-geliat tak terkendali. Matanya terpejam nikmat. Seluruh  ujung-ujung syaraf di badannya menimbulkan rasa geli yang melenakan.
Ketika  tengah melayang-layang di alunan birahi itu lah tiba-tiba Val mendengar  langkah kaki lagi. Cepat-cepat ia memperbaiki letak berdirinya,  mendorong Rajesh agar menjauh. Tetapi pria itu sangat kuat, dan sangat  bernafsu mencium serta menggerayanginya. Val juga tak sepenuh hati ingin  melepaskan diri, karena tubuhnya terus minta digerayangi, minta  diremas. Tenaganya sama sekali tak ada. Ia hanya bisa mengerang dan  mengeluh dengan suara keras.
Ternyata  yang datang adalah Annisa lagi. Gadis itu sudah ada di depan pintu yang  hanya tertutup setengah. Di wajahnya tak ada rasa kaget ketika ia  melihat Rajesh dan Val sedang berciuman di kamar. Rajesh  membelakanginya, sehingga tidak tahu sama sekali Annisa telah masuk. Val  terbelalak melihat gadis itu masuk tenang-tenang saja. Gadis itu sangat  pendiam, pikir Val sambil berusaha lebih kuat untuk lepas dari pelukan  Rajesh. Gadis itu juga sangat misterius, karena matanya bersinar erotis  setiap kali memergoki Rajesh mencumbunya.
Rajesh  akhirnya sadar bahwa ada orang lain di kamar. Ia melepaskan pelukannya  dan berbalik. Val bersiap-siap memberi penjelasan. Tetapi ia jadi  terpana sendiri, ketika Rajesh justru cuma berkata, "Hai.. sudah lama  berdiri di sana?"
Annisa  bersender di bingkai pintu, memainkan kancing bajunya, memandang dengan  senyum kecil tersungging di bibirnya yang merah-basah. Pandangannya  sama sekali tak mengesankan kaget atau marah melihat pasangan pestanya  bercumbu dengan wanita lain.
Saat  itulah, setelah beberapa detik berpikir dengan cepat, Val menyadari  siapa sebenarnya gadis molek yang seksi itu. Oh-my oh-my, sergahnya  dalam hati, gadis ini rupanya bukan kekasih Rajesh dan tampaknya ia  datang dengan harapan yang sama: untuk bermain cinta. Persoalannya:  dengan siapa gadis ini ingin bercinta? Kalau dengan aku, pikir Val, ....  no way!
Rajesh  berdiri di tengah, di antara kedua wanita. Senyumnya masih mengembang  lebar, matanya masih bersinar bergairah. Ia dengan tenang berucap kepada  Val, tetapi dengan muka memandang Annisa, "Val ,... isn't she beautiful  ?"
Lalu ketika Val tidak menjawab, Rajesh melanjutkan, "Ia menyukaiku, dan aku menyukainya. Kami pasangan serasi, bukan?"
"Aku  tidak bisa mengatakan lain, selain setuju..," jawab Val agak ketus  sambil melangkah menuju laci dan mengambil dompetnya. Permainan  teka-teki apa ini? pikir Val sambil meraih lima lembar uang sepuluh  ribuan.
"And  we both like you...," tiba-tiba terdengar Annisa berucap dengan suaranya  yang manja. Walau ucapan itu perlahan saja, Val bagai tersentak listrik  1.000 volt.
Rajesh tertawa melihat Val berdiri tegak dan memandang ke arah mereka dengan mulut ternganga.
"Oh,  please Val..., don't worry. Kalau kamu tidak suka, kami akan segera  pulang. Aku cuma ingin mengatakan padamu terus terang, ... aku ingin  tidur dengan mu malam ini," katanya. Segera disambung dengan, "...Kalau  kamu bersedia."
Val tentu saja tidak bisa menjawab. Selain ia kini teringat harus segera kembali ke ruang depan untuk membayar petugas catering,  ia juga masih terkesima oleh tingkah kedua tamunya itu. Bergegas ia  tinggalkan kamar, tidak menoleh lagi kepada kedua tamunya, dan tidak  tahu bahwa keduanya kemudian berciuman dan saling meremas dengan  bergairah. Val juga tidak tahu bahwa Annisa tidak bercelana dalam, dan  jari-jari Rajesh terus menerus menelusup-mengelus di bawah sana,  menyebabkan gadis itu menggeliat ke kiri ke kanan seperti seorang penari  erotik.
******
Sepanjang  sisa pesta, pikiran Val penuh galau. Sebagai seorang yang lahir dan  besar di Inggris, ia tidak heran pada tingkah seksual Rajesh dan Annisa.  Tetapi biar bagaimana pun, Val bukanlah pecinta yang terlalu bebas. Ia  tentu saja tak asing dengan fantasi seksual yang melibatkan lebih dari  sepasang kekasih, tetapi ia belum pernah melakukannya. Ia bahkan belum  pernah mempunyai kesempatan langsung untuk melakukannya. Seluruh  petualangan seksualnya berlangsung straight.
Yang  jelas, Val tak merasa dirinya berkategori lesbian. Ia tidak pernah  berfantasi bercinta dengan sesama wanita, walau banyak sekali temannya  yang lesbian ketika masih kuliah. Tidak hanya lesbian, tetapi juga  biseksual. Beberapa kali Val pernah diajak bercumbu, misalnya oleh  Lindsay sahabatnya. Tetapi Val selalu menolak dengan halus, karena  sampai kini pun ia merasa bahwa bercumbu dengan sesama mu memerlukan  jiwa dan perasaan yang berbeda. Ia tidak memiliki jiwa dan perasaan itu.
Tetapi  bagaimana jika Rajesh ingin bercinta dengannya DAN dengan Annisa?  Bagaimana jika Rajesh menawarkan petualangan baru itu? Val merasa  darahnya berdesir lebih cepat ketika mempertimbangkan ide ini. Ah....,  bercumbu dengan pria itu saja sebetulnya sudah cukup. Kalau ditambah  dengan bercumbu sambil melihatnya bercumbu?
"Pesta  yang menakjubkan, Val! " sebuah suara membuyarkan lamunan Val, "Sayang  aku harus segera pulang. Aku sudah terlalu tua untuk pesta ini." .  Direktur Pemasaran telah berdiri di sampingnya, mengulurkan tangan untuk  bersalaman. Val menyambut uluran tangannya, berbasa-basi mengajak pria  gaek ini untuk tetap tinggal. Tetapi tentu saja itu cuma basa-basi. Val  tidak mencegah ketika akhirnya pria tersebut melambaikan tangan.
Lalu tamu-tamu pun  berpulangan. Sehingga akhirnya tinggal Rajesh dan Annisa yang belum  pulang. Val berdiri di depan beranda, mengantar setiap tamunya pulang.  Ketika ia harus kembali masuk ke kamar tamu, jantung Val berdegup  kencang.!
