Skandal di kantor - 2

Bookmark and Share
Waktu berjalan begitu cepat. Tak terasa sudah hampir satu bulan sejak kejadian waktu aku hampir saja mengkhianati suamiku dengan kejadian di ruangan kantorku. Aku pun sudah mulai dapat melupakan kejadian itu soalnya selama ini aku juga hampir tidak pernah melihat Parjo. Aku pun tidak berusaha ingin mengetahui keberadaannya.

Kira-kira satu minggu menjelang bulan puasa kegiatanku semakin bertambah sibuk. Aku harus banyak mempersiapkan kegiatan promosi menjelang penjualan untuk hari raya lebaran nanti. Untuk itu aku banyak melakukan lembur seperti biasanya.

Aku masih ingat saat itu hari Kamis tanggal 7 Oktober, aku seperti biasanya lembur di kantor. Saat itu yang ada di kantor hanyalah aku dan Ida yang juga sedang lembur menyelesaikan tugasnya. Kira-kira pukul 18.00, Ida mendatangi ruanganku dan mengajakku pulang bersama-sama, namun aku yang masih harus menyelesaikan beberapa laporan memintanya untuk pulang duluan, sehingga praktis di kantor hanya tinggal aku sendirian. Aku tidak takut karena sudah terbiasa, lagi pula ada security yang selalu berjaga-jaga di lobby bawah di lantai satu.

Entah karena ruangan AC yang dingin atau mungkin karena sejak sore tadi aku belum ke rest room maka aku merasa ingin sekali buang air kecil. Karena desakan itu aku pun meninggalkan ruanganku dan pergi ke rest room yang letaknya di luar ruangan kantor namun masih satu lantai dengan kantorku. Karena aku yakin sudah tidak ada orang lain, maka aku melepas CD-ku dan memasukannya ke tasku sebelum ke rest room. Hal ini kulakukan agar mudah melepas hajatku nanti. Praktis saat itu aku tanpa mengenakan CD saat pergi ke rest room. Toh rok pendekku cukup tebal, jadi kalau pun masih ada orang tidak bakalan ketahuan, pikirku.

Keadaan memang sepi di kantor. Saat aku melewati koridor di samping kantorku pun tidak tampak ada satu orang pun di sana. Aku lalu masuk ke rest room dan menutup pintu kemudian langsung menghambur masuk ke salah satu toilet yang berjajar di sana. Aku merasa lega sekali setelah hajatku yang sedari tadi merongrongku terlepas sudah. Kini aku bisa kembali bekerja dengan tenang.

Saat itu aku sedang merapikan pakaianku di depan cermin di ruangan rest room. Aku terkejut setengah mati saat aku tersadar bahwa ternyata di rest room sudah ada orang lain selain diriku. Yang lebih mengejutkan ternyata orang itu adalah Parjo yang sedari tadi memperhatikan diriku saat mematut diriku di depan cermin.

Belum sempat hilang rasa terkejutku, Parjo sudah mendatangi dan langsung memeluk tubuhku. Aku yang termasuk sudah cukup tinggi untuk ukuran wanita ternyata masih terlalu kecil bila dibandingkan dengan Parjo. Mungkin tingginya sekitar 175-an lebih karena ternyata tinggi tubuhku hanya sebatas hidungnya saja. Selain tinggi, tubuh Parjo sangat kekar dan tegap hingga aku tak mampu bergerak saat kedua tangannya yang kokoh menyergapku.

Didekapnya tubuhku erat-erat dengan kedua lengannya yang kokoh. Kemudian sambil sedikit menundukkan kepalanya, bibir Parjo yang tebal mulai menyentuh bibirku. Lidahnya mulai menerobos bibirku dan mencari-cari lidahku. Napasnya mendengus-dengus menggebu-gebu. Aku tidak mampu menghindar karena tubuhku terjepit lengannya yang begitu kokoh.

"Hmmngghh.. Ughh..", saat lidah Parjo dapat menemukan lidahku, ia mulai mengerang dengan suara yang benar-benar maskulin. Aku yang tadinya berusaha meronta-ronta, mulai berdesir darahku mendengar erangan maskulinnya itu.

Aku merasa betapa dekapan Parjo begitu ketat menarik tubuhku hingga tubuhku dan tubuhnya berhimpitan sangat ketat. Aku dapat merasakan ada benda yang mengganjal di perutku dari balik celana Parjo. Tangan Parjo yang mendekapku mulai bergerak nakal. Satu tangannya mulai meremas buah pantatku dari luar rok ketatku sedangkan tangan satunya sangat ketat mendekap punggungku.

Aku mulai terangsang saat lidah Parjo yang bergerak liar di dalam mulutku mulai mendorong-dorong lidahku dan tangannya yang tadinya meremas-remas buah pantatku mulai menyingkap rokku ke atas. Rokku ditariknya ke atas hingga pantatku yang tidak tertutup CD segera tersentuh langsung oleh telapak tangannya yang kasar. Aku menggerinjal karena tangannya yang kasar terasa geli di pantatku yang halus.

"Hhsshh.. Oughh.." tanpa sadar aku sedikit melenguh karena tangan kasar Parjo meremas buah pantatku yang terbuka dengan gemasnya. Napasku mulai memburu dan gairahku mulai terusik. Apalagi bau keringat Parjo yang menusuk sangat maskulin dalam penciumanku.

"Ja.. Jangan.. Joo.. Ohh.. Sshh" antara sadar dan tidak aku masih sempat meronta dan mulutku masih mencoba mencegah perbuatan Parjo lebih jauh. Namun seolah tak peduli dengan desisanku atau mungkin karena penolakanku tidak begitu sungguh-sungguh, Parjo tetap saja merangsekku dengan serbuan-serbuan erotisnya.

Lidah Parjo terus saja menjilat-jilat mulutku dan turun ke daguku. Aku semakin gelisah menerima rangsangan ini, apalagi tangan Parjo yang tadinya meremas-remasa pantatku kini bergeser ke depan dan mulai mengelus-elus daerah perut di bagian bawah pusarku. Tubuhku bergoyang-goyang kegelian menahan serbuan tangan nakal Parjo yang sudah mulai merambah daerah selangkanganku.

"Joo.. Jang.. Jangannhh.. Ohh.." aku semakin mendesis antara menolak dan tidak.

Tangan Parjo yang nakal semakin liar mengaduk-aduk daerah sensitifku. Mulutnya kian gencar menyedot-nyedot leherku. Seolah tak peduli dengan rengekanku, Parjo terus saja bergerak. Kini tangannya bahkan mulai meremas-remas labia mayoraku yang sudah mulai basah berlendir.

Tubuhku tersentak saat jari tangan Parjo mulai menyusup ke dalam labia mayoraku dan mulai mengorek-korek tonjolan kelentitku. Digerakannya jarinya berputar-putar menggesek kelentitku. Kakiku seolah sudah tak bertenaga hingga tubuhku sudah tersandar sepenuhnya di pelukan Parjo. Sambil terus memutar-mutar jarinya di tonjolan kelentitku, Parjo mulai mendorong tubuhku dan diangkat untuk didudukkan di atas toilet rest room yang dingin itu. Aku yang sudah mulai pasrah hanya diam saja atas perlakuannya.

Parjo lalu melepaskan jarinya dari selangkanganku dan ia mulai berjongkok di hadapanku. Wajahnya berada dekat sekali dengan selangkanganku yang terbuka lebar.

"Aw.. Ohh.." tubuhku kembali tersentak saat tiba-tiba Parjo menyurukkan wajahnya ke selangkanganku dan mulutnya menyedot-nyedot bibir kemaluanku.

Lidahnya yang panas menerobos masuk di antara labia mayoraku dan mengais-ngais daging hangat lubang vaginaku. Tanpa sadar aku meremas rambut Parjo yang jabrik itu. Tanpa bicara, Parjo terus bekerja! Ya sedikit bicara banyak bekerja!! Ini benar-benar tepat untuk keadaan Parjo saat itu. Lidahnya kini mulai mempermainkan kelentitku yang sudah semakin mengembang. Perutku mulai kejang karena menahan kenikmatan yang hampir meledak.

"Shh.. Ouhh.. Shh.. Ter.. Rushh Jo.." bibirku tak henti-hentinya berdecap menahan kenikmatan yang mulai naik ke ubun-ubunku.

Aku yang tadinya berkata jangan, sekarang meminta Parjo untuk terus! Tanganku tanpa sadar merengkuh kepala Parjo agar semakin ketat menempel ke selangkanganku. Rupanya Parjo tahu kalau aku sudah hampir mencapai orgasme. Lidahnya semakin gila mempermainkan kelentitku. Bibirnya menyedot seluruh cairan yang semakin membuat vaginaku basah. Aku hampir saja mencapai klimaks saat tiba-tiba Parjo menarik kepalanya dari selangkanganku. Aku hampir saja terjatuh dari dudukku karena pantatku tanpa sadar bergerak maju mengejar wajah Parjo yang ditariknya.

Parjo benar-benar mempermainkan aku. Saat aku sudah menjelang orgasme, tiba-tiba ia menghentikan pekerjaannya yang belum tuntas. Napasku sudah ngos-ngosan karena didera nafsu. Parjo yang sudah berdiri di depanku mulai melepas gespernya dan memerosotkan celana sekaligus CD-nya hingga ke lututnya. Aku benar-benar terkejut melihat kontol Parjo yang luar biasa. Besar dan panjang.. Luar biasa. Aku ngeri melihatnya. Jangan-jangan vaginaku bisa jebol dibuatnya. Benar-benar sesuai dengan ukuran tubuhnya yang perkasa.

Kontol Parjo yang perkasa berdiri tegak mengacung ke arah wajahku yang terpaku melihatnya. Tanpa memberi kesempatan padaku untuk berlama-lama melihat kontolnya yang perkasa, Parjo segera menarik tubuhku dan membaliknya. Kini aku berdiri menghadap cermin. Kedua tanganku bertumpu di atas toilet yang tadi kududuki. Tangan Parjo yang kekar mendorong punggungku sedikit membungkuk hingga pantatku agak menungging. Lalu kedua kakiku digesernya agar lebih membuka.

Bulu-bulu di tubuhku mulai merinding saat ada benda hangat dan tumpul mulai bergesek-gesek di bibir kemaluanku mencoba masuk. Lubang vaginaku yang sudah licin sangat membantu penetrasi yang dilakukan Parjo dari arah belakang.

"Oghh.." kudengar Parjo menahan napas saat ujung kontolnya yang seperti topi baja mulai terjepit labia mayoraku. Aku pun tak mampu bernapas karena benda itu terasa sesak sekali mengganjal selangkanganku.
"Hkk.. Hh.. Shh.. Ouchh" aku mendesis tercekat.

Parjo agak kesulitan mendorong kontolnya masuk ke dalam lubang vaginaku yang agak kesempitan menerima serbuannya. Aku sendiri heran, aku yang sudah pernah melahirkan terasa seperti perawan saja saat ditembus batang kontolnya. Terus terang ukurannya jauh lebih besar dibandingkan dengan milik suamiku. Aku menjadi lupa diri saat itu. Yang kutahu aku harus menuntaskan gairah napsuku.

Berkali-kali Parjo terus mendorong batang kontolnya. Tanpa sadar aku ikut membantunya dengan menggeser pantatku hingga kontol Parjo terdorong masuk. Tubuhku bergetar karena seluruh lubang vaginaku seperti tergesek oleh besarnya kontol Parjo yang baru masuk kira-kira setengahnya saja.

"Ouchh.. Hhahh.." aku berkali-kali pula mendesis menahan nikmat yang kembali naik ke kepalaku.

Dengan pelan Parjo kembali menarik batang kontolnya dari jepitan lubang vaginaku. Didorongnya lagi hingga bertambah dalam batang itu menerobos masuk ke dalam lubang vaginaku yang sudah mulai bisa beradaptasi dengan besarnya kontol Parjo. Sekarang gerakan maju mundur batang kontol Parjo mulai lancar.

"Hugghh.." kami sama-sama menahan napas saat kurasakan seluruh batang kontol Parjo sudah masuk ke dalam jepitan lubang vaginaku hingga ke pangkalnya. Itu aku rasakan karena pantatku menempel ketat pada kantung biji telur kemaluan Parjo. Lubang vaginaku terasa berdenyut-denyut meremas batang kontol Parjo yang memenuhi lubang vaginaku. Panjang sekali batang kontolnya hingga mulut rahimku seolah-olah seperti tersodok benda tumpul. Tubuh kami terdiam seperti terpatok satu sama lain oleh pasak yang menyumpal lubang kemaluanku.

Tangan Parjo yang tadinya memegang kedua sisi pinggulku mulai menyusup ke dalam gaunku dan bergerak meremas kedua payudaraku. Tangannya yang kasar membuat tubuhku menggelinjang saat meremas payudaraku yang sudah terlepas dari BH-ku. Kait BH-ku memang ada di depan hingga mudah bagi Parjo melepas penjepitnya.

Mataku terpejam menahan desakan napsu yang mulai mendesak dari perutku. Dengan pelan Parjo mulai menarik batang kontolnya dari jepitan lubang vaginaku lalu mendorongnya kembali. Tubuhku mulai bergetar saat batang kontolnya menggesek-gesek seluruh dinding vaginaku.


Bersambung . . . .