Sesudah menemani suaminya sarapan pagi dan kemudian melepaskannya untuk berangkat kerja Larsih kembali menyibukkan dirinya membereskan rumahnya. Saat menyapu di depan, dia sempat menyaksikan Murni istri Mas Diran berangkat kerja pula. Pada kesempatan itu Mas Diran yang melepas istrinya mengedipkan matanya. Itulah bahasa teguran di pagi hari yang langsung membuat hati Larsih berdesir.
Sesudah diperhitungkan cukup jauh Tono maupun Murni meninggalkan rumah masing-masing, mereka berdua, Larsih dan Mas Diran bergegas mendekat ke lubang kenikmatan kemarin itu.
"Dik Larsihh..," panggil Mas Diran dalam bisikkan dari sebelah dinding.
"Mas kangen banget niihh..," sambungnya.
"Mas nggak bisa tidur semalaman. Mas pengin menyentuh Dik Larsih seperti kemarin itu".
"Sama Mas, aku juga nggak bisa tidur.. Aku mimpi Mas Diran bermesraan dengan Mbak Murni, loh".
"Asyik banget. Sampai Mbak Murni jerit-jerit karena kenikmatan," cerita Larsih tentang mimpinya.
"Ah, masa sih. Tapi Dik Larsih nggak marah toh?," goda Mas Diran.
"Ya, nggak toh. Khan sama istrinya sendiri," begitu goda balik Larsih.
Tiba-tiba dilihatnya Mas Diran memberikan kejutan. Tangan kirinya berhasil menguak lebih lebar lubang dinding itu dengan cara melipat triplek itu ke samping hingga tangan kanannya kini lebih leluasa untuk bergerak. Lubang itu menganga kira-kira selebar ubin 20 X 20 cm.
Larsih jadi ingat kembali mimpinya. Tetapi..? Mungkinkah membuat lubang yang lebih leluasa lagi? Agar dia bisa nungging di depan lubang itu??
Tetapi dengan adanya lubang itu untuk sementara telah cukup membuat situasi dan hubungan menjadi lebih berkembang. Tanpa saling berkesepakatan Larsih dan Mas Diran langsung melongok ke lubang. Mereka bisa saling pandang. Dalam pandangan penuh kehausan kedua insan saling mengamati wajah lawannya.
Dalam saling pandang itu Larsih dan Mas Diran semakin saling mendekatkan wajahnya. Mata-ketemu mata dalam pancaran pandang yang sangat dalam. Mereka juga saling mengamati pipi, dagu, hidung dan bibir lawannya dengan penuh kehausan.
Mereka masing-masing ingin mendapat tetapi sekaligus juga memberi. Yang terjadi kemudian wajah-wajah itu saling mendekat. Mendekat. Mendekat. Hingga nafas masing-masing saling menghembus wajah lawannya. Hingga Larsih maupun Mas Diran bisa saling merasakan dan menangkap kehangatan wajah lainnya. Mereka saling menyentuh dan berciuman.
Ah.. Betapa kalau dua pasang bibir yang penuh dendam birahi berjumpa. Saling sedot dan lumat lidah untuk menghapus dahaga. Setiap bibirnya serasa ingin meneguk sebanyak-banyak ludah pasangannya.
Desah-desah yang dalam saling bersambut. Kecipak bibir yang terkadang lepas dari gigitan atau sedotannya sering nyaring terdengar. Kedua wajah haus itu saling memilin berputar sedikit untuk meraih posisi nikmat.
Mas Diranlah yang memulai melepas pagutan. Dia sedikit undur dari lubang nikmat itu. Dia susulkan tangan kanannya menerobos dinding. Mas Diran mengulang kenikmatan kemarin. Kembali meremasi buah dada Larsih.
Larsih sedikit merana karena lepasnya bibir Mas Diran tetapi dia tidak protes. Dia kini menyambut tangan Mas Diran pada susunya. Dia juga ingin kembali merasakan apa yang telah dia dapatkan kemarin. Dia ingin rasakan kembali remasan tangan tangan Mas Diran pada bagian-bagian peka pada tubuhnya. Dia bahkan menuntun tangan Mas Diran untuk menyentuhi puting susunya.
Uhh, jari-jari kasar inii.. Langsung memberikan nikmat dengan menyentuhku, demikian desah Larsih sambil matanya merem melek merasakan remasan jari-jari kasar Mas Diran pada kulit buah dadanya yang lembut dan mulus itu. Kemudian saat jari-jari itu memilin putingnya,
"Aduuhh.., maass.. Aku nggak tahan mass.. E.. Ee.. Nak bangett, maass.., amppuun..".
Mas Diran sangat menyenangi jeritan siksaan nikmat dari mulut Larsih itu. Pilinan pada putingnya semakin di putar-putar dan pelintir kecil. Terdengar nafas Larsih yang sangat memburu. Mas Diran tahu betapa nikmat yang kini melanda syahwat Larsih. Tangan Mas Diran juga merabai ketiaknya,
"Dik Larsih, Mas pengin menciumi ketiak Dik Larsih inii.., Mas pengin menjilati susu Dik Larsih..".
"Mas pengin menggigit-gigit pentil inii diikk.., Mas pengin melumat-lumat ketiakmu, Diikk..," demikian erang dan rintih Mas Diran yang berkesinambungan.
Larsih sangat tersanjung dan nikmat mendengar suara Mas Diran itu. Gelora nafsunya terbakar hebat. Rasa haus yang sangat tiba-tiba menyerang tenggorokkan Larsih,
"Aku haus, Maass.., akuu hauss.., Mas Diran..,"
Dia renggut tangan Mas Diran dari remasan susunya. Dia kembali mengulum jari-jari kasarnya itu dengan penuh nafsu. Larsih juga mulai menggigit penuh gereget pada batang-batang jari itu. Entah dalam bayangan erotis macam apa, batang-batang jari kasar milik Mas Diran itu ternyata memberikan saluran akan obsesi syahwatnya. Lidah dan ludah Larsih melumat dan membuat kuyup jari-jari itu.
Mas Diran merasakan betapa semakin histeris perempuan yang istri tetangganya ini. Sementara itu dia juga merasakan penisnya semakin menuntut untuk dipuaskan. Nalurinya melihat dan mengatakan bahwa Larsih bisa memberikan jalan menuju kepuasan itu.
Seperti mengalir begitu saja, tiba-tiba Mas Diran ingin bangun berdiri. Dia seakan tahu apa yang diinginkan Larsih. Dia tarik cepat tangannya dari mulut Larsih dan keluar dari lubang itu. Seperti rasa haus anak bayi yang belum tersembuhkan, tetapi botol minumannya telah direnggut dari mulutnya, begitulah perumpamaan bagi Larsih yang kembali kecewa saat tangan dan jari-jari Mas Diran di tarik dari kulumannya,
"Aacch, Maass.., Mass, toloong, Mas Diraann.., aku hauuss bangeett Maass..," Larsih merana seperti hendak menangis sambil mengasongkan wajah dan bibirnya ke arah lubang nikmat itu. Tidak lama, tiba-tiba tangis dan iba Larsih mendapatkan sentuhan. Jari-jari kasar Mas Diran kembali menyentuh hendak meruyak bibirnya. Bibir haus Larsih langsung mencaploknya. Tetapi kenapa jari-jari ini jadi cepat membengkak?
Dan, aahh.. Kok ada bau lelaki yang sangat kuat.., sepintas bau yang mengingatkan saat bersebadan dengan Tono suaminya..
Dengan sedikit heran Larsih mundur sesaat dari celah nikmat itu. Dia kaget saat mengetahui apa yang barusan dicaploknya. Sebuah batang dengan ujung berbentuk bongkahan licin mengkilat dan berwarna merah kecoklatan. Dan.. Larsih langsung tahu bahwa itu adalah kemaluan Mas Diran. Edaann..
Larsih tidak menduga kalau Mas Diran akan mengasongkan penisnya untuk dia kulum ke mulutnya. Tetapi itulah rupanya yang Mas Diran inginkan.
"Iseplah Dik Larsih.., aku pengin banget Dik Larsih mengisep inii.., ayyoo, dikk, Mas pengin merasakan mulut Dik Larsih..,"
Aah.. Bagaimana aku bisa menolak permintaan Mas Diran. Aku sendiri sangat kehausan untuk menyalurkan keinginan seksku, demikian suara batin Larsih. Dia mencoba mengamati batang dan kepala penis Mas Diran. Duh, bukan main.. Kemaluan lelaki itu sangat mempesonanya. Mata Larsih yang indah itu belum pernah menyaksikan kemaluan lelaki selain kecuali milik suaminya. Matanya belum pernah melihat penis segede dan setegar itu.
Kenapa kepalanya sebegitu mengkilat seakan menahan tekanan yang sangat kuat dari dalamnya..? Bukankah karena Mas Diran sangat mendendam birahi padanya??
Dan itu, lubang kencingnya yang besar menganga, nampak ada cairan bening yang meleleh keluar. Itukah yang namanya pelumas? Cairan yang hanya keluar saat birahinya terangsang??
Larsih masih terbengong saat Mas Diran kembali mengasong-asongkan kemaluannya dan minta agar Larsih mengulum dan mengisepnya,
"Ayyoo, Dik Larsih.., Mas pengin Dik Larsih menciumi dan menjilati inii.., ayoo, diikk..".
Bisik rintih dari balik dinding yang berulang-ulang diperdengarkan oleh Mas Diran. Merasa terdorong oleh rasa iba, tanpa sadar sepenuhnya tangan Larsih langsung meraih batang gede dan hangat itu untuk digenggamnya. Ah, bagi tangannya batang ini tak begitu asing. Bukankah kemarin siang Larsih telah mengurut-urut dan mengocokinya hingga cairan kentalnya tumpah.
Tetapi kini, oohh, .. Lihatlah, dengan matanya betapa Larsih bisa melihat urat-urat kasar melingkar-lingkar di sekujur batang itu. Dan lihatlah betapa kencang dan mengkilat kepalanya karena mendendam birahi.
Lihatlah betapa sangat mempesona dan menantang lubang kencing ini. Tak pelak lagi, Larsih menjadi histeris menyaksikan apa yang kini dalam genggamannya. Dengan histeris pula, sambil setengah menutup matanya mukanya kedepan dan mengusapkan ujung kemaluan Mas Diran itu ke wajahnya.
Ujung kemaluan yang melelehkan lendir pelumas itu diusapkannya ke pipinya. Sepintas hidungnya juga mengendus untuk menangkap aroma kemaluan Mas Diran itu. Ooohh, .. Sedap sekali.
Ahh, Mas Dirann.. Biarlah aku memuaskan kehendak syahwatmu. Biarlah aku ciumi dan kulum kemaluanmu yang mempesonakan ini. Biarlah aku jilat dan bikin kuyup dengan ludahku batang yang tegar dan panas ini. Sinilah, biar kuisep-isep dengan sepenuh nikmat birahiku..
Dan.. Genjotlah maju mundur penismu ke dalam mulutku. Goyangkan pantatmu, Mas Diran. Begitulah racau batin Larsih yang mengalir berkesinambungan. Larsih semakin lupa diri. Sambil jari dan tangannya memilin-milin dan memijit batang kemaluan itu, mulutnya yang kini terisi penuh oleh ujung penis yang gede dan berkilatan itu nampak bergerak memompa. Larsih melakukannya dengan merem melek.
Kemudian ganti, lidahnya bergerak menjilat dari pangkal batangnya hingg ujung lubang kencing kemudian dengan bibirnya yang mengecup-ecup. Dia merasa seperti terbang ke awang nikmat yang tak bertara. Larsih menemukan dambaan dan obsesinya. Larsih larut dalam prahara nafsu seksualnya.
Jangan tanyakan bagaimana Mas Diran dilanda gamang syahwat dari celah dinding rumah kontrakannya yang disebabkan isepan mulut mungil Larsih itu. Jangan tanyakan bagaimana Mas Diran langsung terlempar ke pucuk-pucuk kepuasan libidonya. Jangan tanyakan betapa Mas Diran merasa mendapatkan jawaban atas keresahan dan impian erotisnya pada Larsih selama ini.
Dan walaupun ada dinding pembatas, tetapi kini Larsih impiannya itu ada di depannya. Larsih, istri tetangganya yang meresahkan syahwatnya selama ini sedang meciumi, menjilati dan mengulum penisnya. Dan itu tak seberapa lama..
Kenikmatan tak bertara itu langsung mendongkrak nafsu birahi Larsih dan Mas Diran. Larsih yang menjadi sangat histeris menjilat, mencium, mencaplok, mengulum dengan penuh gereget kemaluan Mas Diran. Dan sebaliknya Mas Diran yang mendapatkan limpahan histeris birahi Larsih hingga syahwatnya menjadi terpacu. Kandungan spermanya terangsang untuk cepat menyemprotkan air maninya keluar.
Saraf-saraf peka di seputar selangkangan Mas Diran berinteraksi dan tak mampu bertahan. Urat-urat yang menyalurkan sperma dari kandangnya mulai berdenyut memompa keluar. Mas Diran merasakan air maninya mau muncrat. Pada Larsih dia teriak dalam bisiikan,
"Dik Larsih.., a.. Ak.. Kku.. Mm.. Mauu.. Keluaarr.., niihh. Booleehh..".
"Ayyoo, Mass.., inilah yang kutunggu..," demikian suara batin Larsih.
"Bantuin Dik. Tolong sambil dikocok-kocok.., tolong Dik Larsihh..".
Kemudian serta merta Larsih meningkatkan rangsangannya pada kemaluan Mas Diran. Tangannya mengocok dan menguruti batangnya sambil ditusuk-tusukkannya ujung ludahnya pada lubang kencing kemaluan itu. Kemudian disapunya kepala yang mengkilat itu dengan lidahnya hingga menyentuh seputaran lehernya.
Tak mungkin lagi dipertahankan. Mas Diran merasakan seluruh saraf-saraf di seputar kemaluannya mulai meregang untuk menjemput muncratnya air mani. Tangannya kini memerlukan ada yang dipegang. Tetapi tak ada pada dindingnya yang bisa diraih oleh tangan Mas Diran. Akhirnya dialihkannya pegangan pada sandaran kursi di dekatnya. Tangannya memerlukan sandaran itu untuk menahan getaran kenikmatan yang semakin datang menderanya. Tak mungkin lagi..
"Aacchh.., Dik Larssihh.. Dik Larsihh.. Keluaarr..," teriakan penuh nikmat dari mulut Mas Diran.
Larsih merasakan seperti kemarin. Bedanya, kalau kemarin tangan kanannyalah yang merasakan kedutan besar penis ini, kini rongga mulutnyalah yang menanggung kedutan itu. Beda yang lain adalah, kalau kemarin sperma Mas Diran tumpah terserak ke segala arah, termasuk melumuri tangannya, maka kini sebagian besar kedutan-kedutan itu untuk memompa air mani yang akan muncrat dalam rongga mulut Larsih. Dan selebihnya yang dibiarkan lepas jatuh ke lengan dan tangannya, Larsih ingin kembali melulur wajah dan tubuhnya dengan air mani itu. Untuk awet muda, katanya.
Bersambung . . .