Saat Cindy dan David kembali, Robin bersikap seolah-olah tidak mengetahui kegiatan mereka di toilet perempuan beberapa saat lalu. Tak pelak sejak saat itu mata Robin selalu mencari-cari kesempatan untuk melihat pemandangan di balik rok mini Cindy setiap kali Cindy bergerak mengganti posisi duduknya. Setelah cukup menikmati suasana pub dan mendapatkan beberapa kenalan baru lagi, Elizabeth dan Robin pun memutuskan untuk pulang.
Rupanya mereka agak mabuk malam itu. Saat kembali menuju mobil, Robin terantuk pembatas besi di tempat parkir hingga tersungkur dan wajahnya mencium pasir.
"Kamu nggak apa-apa, sayang?" dengan khawatir Elizabeth membantu Robin bangkit.
"Nggak apa-apa, aku baik-baik aja. Nggak mungkin aku mabuk hanya karena beberapa gelas wine tadi."
Robin bangkit sambil membersihkan wajah dan celana bagian depannya yang kotor oleh pasir. Agak malu juga ia terhadap Elizabeth mengingat kondisinya saat itu. Tapi sikap Elizabeth yang penuh pengertian membesarkan hati Robin.
Di dalam mobil Robin tidak segera menyalakan mesin. Mereka duduk santai sambil mendengarkan lagu-lagu dari stereo set. Tidak jauh dari tempat dimana mobil Robin parkir, terdapat sebuah lampu jalan. Daun-daun pada pepohonan sekitar yang tertimpa cahayanya menciptakan bayang-bayang indah di dashboard. Robin mengubah posisi sandaran kursi mobilnya hingga setengah berbaring. Elizabeth melakukan hal yang sama. Sambil memejamkan mata mereka menikmati musik. Pengaruh alkohol dari wine membuat mereka merasa hangat dan nyaman. Setengah mengantuk juga. Sementara sebelah matanya terpicing, mata Robin yang lain sedikit terbuka melirik Elizabeth.
Di sebelahnya Elizabeth terbaring. Matanya dipejamkan sementara kedua belah lengannya terlipat di belakang kepala. Sikap tersebut memperjelas tonjolan payudaranya, naik turun seiring setiap tarikan dan helaan nafasnya. Dua buah kancing paling atas blus satin tanpa lengan Elizabeth dibiarkan terbuka, bahan blusnya yang licin menempel di tubuhnya. Bagian atas lengannya yang telanjang terlihat putih mulus. Robin melirik ke bagian bawah tubuh Elizabeth. Rok mininya sedikit tersingkap memperlihatkan sebagian pahanya yang terbalut stocking. Ia membayangkan apa yang akan terjadi apabila rok itu ia singkapkan lebih ke atas lagi. Tentunya ia akan dapat melihat batas stocking Elizabeth dan mengetahui warna celana dalam yang dikenakannya. Robin tersenyum diam-diam, geli sendiri dengan pikiran nakalnya.
Beberapa saat kemudian Elizabeth menggeliat mengubah posisi tubuhnya. Ia menghadap ke arah Robin dan menatapnya. Tubuhnya miring dengan kaki kiri ia tumpangkan ke atas kaki kanannya. Mengetahui bahwa Elizabeth memandanginya, Robin pun menoleh ke arah Elizabeth. Mereka saling pandang. Setelah beberapa saat, ia mengusap-ngusap pipi Elizabeth, kemudian jemarinya bergerak ke arah mulut Elizabeth. Jemarinya menyentuh bibir, yang saat itu agak terbuka. Jemari Robin membelai-belai bibir Elizabeth dan Robin membiarkan jari telunjuknya masuk ke dalam mulut Elizabeth untuk dikulum.
Saat dikulum, telunjuknya merasakan hangat dan basah lidah Elizabeth hingga menimbulkan sensasi tersendiri. Setelah beberapa saat kemudian Robin menjerit. Elizabeth tiba-tiba menggigitnya,
"Ouch!", dengan refleks Robin mencabut jari telunjuknya dari mulut Elizabeth. Elizabeth tertawa geli melihat reaksi Robin yang kesakitan campur kaget. Robin segera menghukum Elizabeth dengan sebuah ciuman di bibir yang lama dan dalam.
Setelah berciuman, Robin tidak dapat menahan diri untuk tidak menyentuh belahan dada Elizabeth yang terbuka. Di usap-usapnya dengan penuh keinginan. Elizabeth merasakan hangatnya sentuhan Robin di belahan dadanya. Ia ingin Robin tidak sekedar mengelus-elus bagian atas dadanya saja. Ia ingin Robin mengelus dan meremas seluruh bagian payudaranya dan bermain-main dengan kedua putingnya juga. Ia memandang sendu Robin. Seolah mampu membaca pikiran Elizabeth, Robin pun mulai menyentuh tidak hanya bagian atas dada Elizabeth, ia pun mulai meremas-remas perlahan payudara Elizabeth. Bahan satin blus Elizabeth membuat pergerakan tersebut lancar dan Elizabeth dapat merasakan sentuhan Robin layaknya telanjang. Elizabeth mulai mendesah sambil menyodorkan payudaranya.
Sentuhan lembut Robin pun mulai berubah menjadi remasan-remasan gemas bernafsu. Desahan Elizabeth membuat Robin hampir kehilangan kesabarannya, akan tetapi ia adalah seorang lelaki berpengalaman yang tahu bagaimana cara menaklukkan wanita. Ia tidak larut terbawa nafsu, ia menahan diri dengan penuh perhitungan. Robin mulai memainkan puting payudara Elizabeth. Dengan bantuan jari jempol dan telunjuknya puting payudara Elizabeth dipijat-pijat hingga mengeras di balik blus dan behanya, sementara itu desahan Elizabeth mulai berubah menjadi erangan lembut. Mata Elizabeth begitu sayu. Robin sadar, ia akan mendapatkan apa yang telah sekian lama ditunggu-tunggu. Malam ini saatnya, demikian batinnya.
Robin mencium bibir Elizabeth yang mengerang. Karena mulut Elizabeth tengah dalam keadaan agak terbuka, maka bibir Robin terasa begitu pas di bibir Elizabeth dan lidah Robin dapat melakukan manuver menuju lidah Elizabeth dengan leluasa. Cecapan-cecapan itu terasa nikmat. Seiring setiap kecupan dan kulumannya mereka dapat merasakan setiap bagian tubuh mereka digetarkan gairah asmara. Robin mengulum bibir Elizabeth sambil kedua tangannya bermain-main di kedua bukit kembar Elizabeth. Dibelainya apa yang bisa dibelai, diremasnya apa yang mampu ia remas.
Kedua lengan Elizabeth merangkul bagian belakang leher Robin sambil mengusap-ngusap tengkuknya. Hal itu sudah cukup untuk membuat Robin melancarkan aksinya lebih seru. Perlahan tapi pasti sebelah tangan Robin membuka satu demi satu kancing blus satin Elizabeth. Disibakkannya blus Elizabeth hingga payudara Elizabeth yang terbalut BH putih terlihat. Segera ia loloskan Elizabeth dari blus satinnya yang sedetik kemudian teronggok di bawah jok depan mobil. Dalam keadaan tanpa blus, hanya terbalut BH putih, Elizabeth tidak kuasa menghentikan tindakan lebih lanjut Robin yang ternyata selama ini diam-diam ia dambakan.
Robin tidak mau buang waktu, segera pula ia loloskan BH Elizabeth. Kini kedua gundukan montok payudara Elizabeth dengan kedua puting berwarna coklat kemerahan terpampang di depan wajahnya: bebas dan polos. Robin membenamkan wajahnya di kedua bukit kembar yang ranum itu dan menghirup keharumannya dengan suka cita. Dijilatinya payudara Elizabeth perlahan, sebagian demi sebagian, sesenti demi sesenti, dengan telaten. Tidak terbayangkan bagaimana nikmatnya hal itu dirasakan Elizabeth. Ia menggelinjang-gelinjang bergairah. Tidak disangka, ternyata kedua bukit kembar bagian dari dirinya selama ini mampu menciptakan kenikmatan baginya, dengan bantuan Robin. Robin menghisap dan mengulum puting payudaranya, kemudian lidahnya menjilat-jilat melingkari daerah sekitarnya yang sensitif, terasa oleh Elizabeth betapa menggelitik nikmat. Elizabeth hampir tidak mampu membuka kedua matanya.
Robin menyembunyikan senyumannya sambil menyusupkan tangannya ke balik rok Elizabeth. Tersentuh olehnya kehangatan lembab tonjolan di balik celana dalam Elizabeth. Ia meraba-raba di bagian itu sambil mencari-cari titik lemah paling sensitifnya. Saat tersentuh, Elizabeth menjerit kecil tertahan. Tindakan itu adalah sebuah kejutan nikmat baginya. Robin menggosok-gosok di situ. Jemarinya kemudian mulai menyelusupi tepi celana dalam di selangkangan Elizabeth. Jari telunjuknya terbenam di antara bibir vagina Elizabeth dan menyentuh tonjolan daging lembut klitoris dengan cairan licin di situ.
Elizabeth menjerit tertahan. Sementara penis Robin semakin mengeras, siap mengarungi pengembaraan di dalam gua melalui lembah vagina lembab berselimut rambut milik Elizabeth yang kini tengah ia persiapkan kematangannya. Ia semakin bersemangat memainkan jari tengah dan telunjuknya di situ, mengobel-ngobel. Ia resapi kelembutan klitoris yang hangat dan licin di antara bibir vagina Elizabeth. Ia bayangkan bentuknya. Tentunya saat itu terlihat seperti lidah yang sedikit terjulur dari bibir perempuan. Itu disebabkan rangsangan yang dilakukannya telah mampu membuat klitoris itu bertambah ukuran, basah berlendir.
Elizabeth pasrah oleh nikmat. Ia mendesah, mengerang, menjerit dan dengan tubuh gelisah merapat dan melebarkan kedua belah pahanya, sementara jemari kekasihnya mengeksplorasi bagian tubuhnya yang vital, yang selama ini ia jaga kesuciannya, yang ternyata menjadi sumber kenikmatan surga dunia. Elizabeth mencengkeram kepala Robin yang naik turun di dadanya. Keadaannya setengah telanjang dan ia tidak mencegah Robin saat Robin menarik rok mininya hingga tanggal. Kini Elizabeth hanya berbalut celana dalam putih yang keadaannya telah basah di bagian tertentu, serta stocking warna putih susunya. Sepatunya telah ia lepaskan sejak tadi. Elizabeth menikmati saat itu, ia merasa seksi dan liar.
Robin menanggalkan celana dalam putih Elizabeth. Kini Elizabeth hanya terbalut sepasang stocking hingga pangkal paha. Selangkangannya telanjang hingga bibir vaginanya yang berhiaskan rambut hitam tebal terpampang jelas, klitorisnya mengkilap oleh cairan licin bening, menyembul di antara bibir vaginanya. Robin bersimpuh membenamkan kepalanya di antara pangkal paha Elizabeth. Dihirupnya aroma khas di situ. Ia tak mampu lagi menahan nafsu berahinya kini.
Dijilatinya klitoris Elizabeth sepenuh hati. Kemudian ia kecup, dan ia jilati lagi. Demikian berulang-ulang. Digetar-getarkannya ujung lidahnya tepat di puncak mungil klitoris Elizabeth. Elizabeth berusaha setengah mati menahan teriakan yang hampir keluar dari mulutnya. Ia menggelinjang-gelinjang di dalam kabin mobil yang sempit. Tangannya mencengkeram kencang bahu Robin untuk menahan nikmat tiada terkira yang dirasakannya. Kewanitaannya berdenyut-denyut. Tak mampu ia bayangkan kenikmatan macam apa lagi yang akan diberikan Robin untuknya setelah ini. Ia menebak-nebak sambil sekali-sekali mencuri pandang ke arah penis di selangkangan Robin yang kini terlihat membesar dan mengeras di balik celana panjangnya. Elizabeth berniat memuaskan keingintahuannya. Disentuhnya bagian itu. Setelah tersentuh, dirasakannya tonjolan itu dengan jemarinya. Elizabeth meraba-raba batang penis Robin yang mengeras sambil melihat reaksi Robin. Robin kelihatan menyukai aksinya.
Elizabeth menurunkan ritsleting celana Robin. Kini celana Robin merosot hingga paha. Penisnya membentuk tonjolan besar di balik celana boxernya. Tidak sabar Elizabeth menghentakkannya ke bawah. Penis Robin mencelat keluar. Panjang, kekar, dan berwarna gelap. Dua kantung pelir menggantung di kedua sisinya. Elizabeth terpesona. Elizabeth mulai mengocok batang penis Robin yang mengaceng hingga Robin mendesah. Penis Robin terasa hangat, kemudian membesar dan jadi keras sekali. Dan saat Elizabeth terus menyentuh, membelai dan memijat-mijat dengan jempol bagian kepala penisnya, keluarlah cairan licin dari situ. Dengan cairan licin tersebut Elizabeth dapat mengocok-ngocok penis Robin dengan lebih lancar. Penis Robin menjadi semakin besar dan semakin keras. Sementara Elizabeth mengerjai penis Robin. Robin pun mengerjai klitoris Elizabeth.
Kemudian Robin mengarahkan batang penisnya ke lubang vagina Elizabeth. Mula-mula dimasukkannya bagian kepala penisnya dulu. Terasa hangat dan nikmat saat kepala penisnya terjepit lubang vagina Elizabeth yang masih terhalang selaput dara tipis. Robin memompa sebentar kemudian mendorong batang penisnya untuk menerobos lebih dalam. Agak sulit dirasakannya, tapi juga gesekannya menimbulkan rasa nikmat. Ia memompa lagi. Elizabeth menjerit-jerit, mengaduh, namun kemudian mengerang dan mendesah. Keluar-masuknya penis semakin lancar terbantu oleh cairan yang membanjiri vagina Elizabeth. Mungkin saat itu selaput dara Elizabeth telah tertembus oleh kepala penis Robin.
Robin terus menggoyangkan pinggulnya maju mundur. Kian lama kian nikmat. Robin membenamkan batang penisnya lebih dalam pada setiap pompaan. Akhirnya seluruh batang penisnya amblas ke dalam lubang vagina Elizabeth yang sempit. Keterbatasan ruang kabin mobil semakin menambah keintiman. Apalagi bersamaan dengan itu beat lagu berirama disko dari stereo set mobil pas dengan irama pompaan penis Robin. Mobil Robin bergoyang-goyang. Kedua tangan Robin pun mulai kreatif, sesekali yang satu meremas payudara Elizabeth. Jemari tangan yang satu lagi merangsang klitoris hingga Elizabeth pun mencapai orgasme.
Kini giliran Robin melepaskan tembakan maut ejakulasinya. Ia meminta Elizabeth untuk menungging di jok belakang mobil. Sambil mengelus-ngelus penisnya sendiri agar tetap dalam keadaan siap tempur, Robin menggaruk-garuk dulu klitoris Elizabeth dari belakang melalui belahan bokongnya. Robin juga mencolok-colokkan jari tengahnya ke lubang vagina Elizabeth, kemudian jari tengah yang dipenuhi lendir vagina Elizabeth tersebut ia masukkan ke mulutnya.
Setelah beberapa saat, Robin mulai menyelipkan kepala penisnya ke lubang vagina Elizabeth, mendorong lebih dalam dan mulai memompa. Kedua tangannya berpegangan di punggung Elizabeth sambil sesekali mengelus-ngelus dan memijat. Sambil terus memompa penisnya di lubang vagina Elizabeth, tangannya yang satu mulai bergerak menyentuh payudara Elizabeth yang menggantung bergoyang-goyang. Diremas-remasnya dengan gemas. Jemari tangannya yang satu lagi merabai klitoris Elizabeth. Elizabeth hanya bisa mengerang-ngerang nikmat. Bokongnya maju mundur seirama dengan pompaan penis Robin. Mobil Robin bergoyang-goyang lagi. Penis Robin berdenyut-denyut bergesekan dengan kehangatan dinding vagina Elizabeth.
Untuk mencapai klimaks ia memompa lebih cepat lagi, semakin cepat dan makin cepat hingga dirasakannya getaran nikmat luar biasa mengalir mulai dari ubun-ubun, menyebar ke seluruh tubuh, kemudian terpusat di ujung kepala penisnya, secepat kilat Robin mencabut penisnya keluar, dan muncratlah tembakan sperma di pantat Elizabeth. Robin pun mendesah puas sambil memeluk erat Elizabeth dari belakang. Penisnya menempel di pantat Elizabeth menikmati detik-detik terakhir getaran orgasmenya yang dahsyat.
Bagaimana kelanjutan kisah mereka? Apakah anjuran penulis John Gray, Phd. Terbukti? Sayangnya demikian. Setelah dalam kurun waktu satu bulan terjadi beberapa kali rendezvous dengan menu utama pergulatan asmara di atas ranjang, Robin pun mulai menjaga jarak. Hingga akhirnya pada suatu hari Robin memutuskan secara sepihak hubungan asmaranya dengan Elizabeth. Robin pergi meninggalkan Elizabeth, pindah dan bekerja di kota lain. Elizabeth pun patah hati. Panjang waktu yang diperlukan Elizabeth untuk menyembuhkan luka hatinya. Ia terpaksa menerima kenyataan bahwa Robin ternyata adalah seorang penjahat kelamin. Misinya: Membobol sebanyak mungkin selaput dara perawan molek di planet bumi ini.
Tamat