Beberapa saat kemudian kuputar badanku pada posisi semula. Risa  mengangkangkan kakinya hingga gundukan bukit itu nampak jelas sekali.  Hutannya yang hitam dan rimbun membuat pemandangan tampak begitu indah,  begitu pula 'kacang basahnya' yang melambai-lambai. Wajahnya yang merah,  bibirnya yang seksi menahan gairah semakin menambah kecantikannya malam  ini. 
"Cepetan dong Ryan.." Perlahan namun pasti kugerakkan tongkatku menuju gua yang lebat itu 
"Ouhh.." Risa merintih saat kepala tongkatku mulai masuk kemulut gua yang sudah basah dan licin. 
"Ah.. Ouh.. Ohh." 
"Oh.. Oh.. Uhh.." 
Desahannya  dan desahanku bersahutan tatkala pelan-pelan batang tongkatku masuk ke  dalam gua. Sejenak tongkat itu kutarik keluar kemudian kumasukkan lagi  dengan sangat perlahan. 
"Ahh.. Ouhh.. Nikmat sekali Ryan.. Ohh" 
"Aku sayang kamu Risa" 
"Aku juga Ryan.. Oh nikmat sekali.. Ohh" 
Tongkatku terus bersenam maju mundur di dalam gua Risa. Sementara itu mulutku juga terus bergerilya di gunung kembar Risa. 
"Ahh..  Ryan.. Oh.. Terus Ryan.. Dalem lagi.. Ohh" Risa terus menggelinjang ke  sana ke mari, pantatnya juga terus bergoyang bagaikan Inul di atas  panggung. 
"Oh.. Oh.. Aku tak tahan lagi Ryan.. Tongkatmu enak sekali, aku hampir sampai.. Terus Ryan lebih keras lagi.. Ohh" 
"Ahh.. Uhh.. Uh.. Aku juga hampir keluar sayang, dikeluarkan dimana? Di luar apa di dalam?" 
Tiba-tiba ada sesuatu lahar panas yang akan segera muntah dari tongkat kenikmatanku. 
"Di dalam aja biar nikmat.. Oh.. Uh.." Cret.. Cret.. Crett.. Keluarlah lahar panas dari tongkatku. 
"Ohh.. Aku sampai.." Pada saat yang bersamaan Risa juga sampai pada puncaknya. 
"Uhh.. Ogh.." 
Lolongan  panjang kami mengakhiri pertempuran pertama yang luar biasa nikmatnya.  Perlahan nafas kami teratur kembali seperti turun dari puncak kenikmatan  yang sensasional. 
Prakk.. Tiba-tiba terdengar suara vas bunga  tersenggol, aku dan Risa saling berpandangan, terkejut sekaligus sadar  kalau Rico masih ada di ruang tengah. 
"Risa.. Rico kan belum pulang?" 
"Belum.. Kamu sih terlalu bernafsu.." 
"Habis kamu juga sih.. Terlalu menggairahkan he he.." 
"Jangan-jangan dia lihat kita?" 
"Biarin aja deh, kan malah lebih sensasional" 
"Dasar Gabrut kamu.." 
"Eh Risa, aku punya ide" 
Tiba  tiba muncul dalam benakku untuk mengajak Rico ikut serta dalam  permainan kami, seolah aku sudah lupa kalau tadi sempat merasa cemburu  dengan keberadaannya. 
"Ide apaan?" 
"Gimana kalau Rico kita ajak sekalian main dengan kita" 
"Maksudmu?" 
"Kita ajak dia untuk bercinta bersama, kan lebih asyiik.. Pasti jauh lebih nikmat" 
"Ah gila kamu.. Gak mau emangnya aku cewek apaan.." 
"Bukan  begitu, pasti lebih sensasional. Percayalah ini tidak akan mempengaruhi  hubungan kita. It's just sex not love. Aku juga tetap mencintaimu" 
Sejenak  Risa berpikir, mungkin ia menganggap ideku sangat gila, tapi entah  kenapa tiba-tiba bulunya merinding dan tampak wajahnya bergairah,  mungkin ia membayangkan permainan tersebut. Namun ia juga tidak mau  kalau tampak menggebu menginginkan permainan itu karena bagaimana pun  kami memang saling mencintai. 
"Apa kamu serius Ryan?" 
"Serius" aku coba meyakinkan Risa. 
"Kamu nggak cemburu kalau aku main seks juga dengan Rico?" 
"Ya enggaklah kan aku yang minta, asalkan ada aku" 
"Kamu nggak ngambek lagi kayak tadi saat liat aku hanya bercanda dengan Rico" 
"Enggak.. Percayalah.. Ini mungkin malah akan membuat hubungan kita semakin dewasa" 
"Terserah  kamulah" Risa akhirnya pasrah, yang penting tak mengubah apapun pada  hubungan kami, karena tiba-tiba ia pun mulai bergairah. 
"Ok kalau gitu aku akan bicara ama Rico" 
Aku  segera turun dari ranjang, kupakai celanaku kemudian aku keluar dari  kamar. Kulihat Rico lagi merokok di ruang tengah, dari wajahnya nampak  ia sangat gelisah melihat permainan tadi, mungkin ia juga sangat  terangsang tapi tak ada pelampiasan. Kaget ia ketika melihatku melangkah  ke arahnya. 
"Eh Ryan.." 
"Ric.. Sori ya perlakuanku tadi, aku agak emosi karena badanku lagi capek, pikiranku juga stress akibat kerjaan" 
"Gak pa-pa kok Ryan.. Aku paham, biasalah dalam setiap berhubungan,  cemburu itu kan tanda sayang" ungkapnya sok bijak dan arif. 
"Sori juga tadi kamu kami tinggal sendirian di ruang tengah" 
"Gak pa-pa kok" 
"Tapi tadi kamu lihat kan aku ngapain dengan Risa?" 
"Enggak.. Aku nggak.. Tahu.." Katanya agak gugup. 
"Gak usah bohong Ric.. Aku nggak pa-pa kok, kita kan udah sama-sama dewasa, malah kalau kamu mau boleh kok kalau kamu ikutan" 
"Maksudmu?" 
"Iya kalau kamu mau, kamu boleh kok ikutan" 
"Ikutan apaan?" 
"Ikutan bermain seperti yang kamu lihat tadi" 
"Apa aku nggak salah denger? 
"Enggak..  Tadi aku juga udah bicarakan ama Risa, Risa juga setuju kok,  itung-itung ini sebagai tanda maaf kami berdua, lagian kamu kan juga  udah lihat semuanya" 
Rico tercenung, mungkin ia tak percaya  dengan apa yang barusan ia dengar, ia seolah sedang bermimpi. Tapi aku  segera menyadarkannya. 
"Yuk kita ke kamar.. Kasihan Risa dah menunggu lama" kutarik tangan Rico untuk ikut ke kamar Risa. 
Begitu  masuk kamar, nampaklah Risa sedang telentang di tempat tidur sambil  diselimuti sedikit di bagian bawah perutnya. Rico melongo melihat  pemandangan yang luar biasa, paha yang putih mulus, dada yang indah  membusung, pemandangan yang mungkin selama ini hanya ia bayangkan saat  melakukan onani karena aku pun tahu kalau memang sudah sejak lama ia  sangat tertarik dan bernafsu ketika melihat Risa. Namun sejauh ini ia  cukup tahu diri karena Risa sudah ada yang punya. Tapi kini Rico melihat  Risa yang betul-betul dalam posisi menantang, atas ajakanku sendiri  yang merupakan pacarnya Risa. 
"Kok diem Ric, kenapa?" Sapa Risa memecahkan kesunyian. 
Kulihat  sebenarnya Risa agak gugup dipandangi seperti itu. Apalagi kini di  depannya ada dua lelaki yang selama ini memang dekat dengannya yang satu  sahabatnya yang satu adalah pacarnya. Atau mungkin ia juga membayangkan  sebentar lagi kedua orang dekatnya itu akan menjamah tubuhnya dan  memberikan kenikmatan kepadanya. Kulihat pancaran wajahnya sangat  bergairah. Sedangkan aku sendiri juga tidak tahu kenapa, saat ini sama  sekali tidak ada rasa cemburu sedikit pun, malah yang justru aku sangat  terangsang menghadapi permainan yang akan segera kami mulai. 
"Yuk Ric kita mulai pestanya" Kuajak Rico segera mendekat ke Risa. 
Kulepas  semua baju yang ada di tubuhku, juga kuminta hal yang sama dengan Rico.  Kini kami bertiga dalam keadaan yang sama-sama telanjang. Kulirik  tongkat Rico yang sudah tegak, dari sisi ukuran memang tak jauh beda.  Namun masing-masing punya kekhasan tersendiri. Punyanya agak melengkung  sedangkan punyaku menjulang dengan kokohnya. 
Aku memulai duluan dengan merundukkan kepalaku pada bagian bawah perut Risa. Hutannya yang lebat kuciumi dengan seksama. 
"Ouh.. Ouh.." Risa merintih kenikmatan. 
Rico  pun tidak mau ketinggalan, ia mengambil bagian pada wajah Risa. Ia  ciumi bibir Risa dengan lembutnya. Bibir sensual yang selama ini hanya  ada dalam bayangannya. 
"Ouh.. Ogh.. Uh.." Risa tak tahan  menahan sensasi serangan bawah atas, tubuhnya menggeliat ke sana ke  mari, pantatnya bergoyang bagai tampah yang sedang diputar-putar. 
Sambil terus beradu bibir dengan Risa, tangan Rico bergerilya ke dalam payudara Risa yang ranum. 
"Ouh.. Ou.." sensasi yang Risa rasakan makin menjadi-jadi. 
"Hh.. Uh.." Desah nafas kami makin tak beraturan. 
Sambil terus kujilati 'kacang basah' Risa, kulihat Rico mengubah  posisi. Tongkatnya yang melengkung itu ia sodorkan ke mulut Risa. Dan  Risa pun menyambutnya dengan antusias. 
"Ouhh.. Ups.." Pelan dan  pasti tongkat Rico keluar masuk dari mulut Risa.. Terkadang Risa  melahapnya hingga hampir mengenai telurnya. 
"Ohh.." Kudengar erangan  Rico menahan kenikmatan dari mulut yang selama ini ia bayangkan.  Sementara aku sendiri juga mengubah posisi, tongkatku yang sudah tegak  kucoba untuk kumasukkan ke dalam tempat 'kacang basah' Risa. 
"Aauuww..  Ohh.. Auww" Risa berteriak tertahan menahan kenikmatan tongkatku, namun  tertahan suaranya oleh tongkat Rico yang sedang maju mundur. 
Kulihat  wajah pacarku ini benar-benar cantik dan menggairahkan dengan dua buah  tongkat yang sedang memasuki lubang atas dan bawahnya. Kugerakkan  tongkatku maju mundur mengikuti gerakan Rico yang juga maju mundur dalam  mulut Risa. 
"Ohh.. Ua.. Uuaoww" berbagai suara-suara tertahan serta desahan nafas memecah kesunyian malam itu. 
Setelah  berlangsung selama 10 menit, kemudian Rico menoleh ke arahku, meski ia  tak bicara tapi aku mengerti kalau ia minta ijin kepadaku untuk tukar  posisi, karena ia ingin merasakan juga nikmatnya 'kacang basah' Risa.  Kami pun bertukar tempat. Tongkat Rico di bawah, sedangkan tongkatku di  mulut Risa. 
"Ouhh.. Ohh.." Tongkatku maju mundur dalam mulut  Risa, kadang kepalanya ia jilat, kadang batangnya bahkan kadang  seluruhnya ia telan. 
"Ouhh enak sekali Ris.. Punya kamu masih seret.. Ohh" Terdengar Rico meracau merasakan nikmatnya gua Risa. 
"Ris,  kamu makin cantik sekali, dengan wajah penuh permen gitu.. Ohh" matanya  melotot kugodain seperti itu, tapi makin tambah nikmat. 
"Ohh Ris.. Dada kamu montok sekali.. Ohh" 
"Ahh.. Kamu menggairahkan sekali Ris.." 
"Auh.. Ohh" sensasi yang kami rasakan makin menjadi. 
Mata  Risa berkejap-kejap tanda ia sudah mau mencapai orgasme, aku hapal  betul tanda-tanda ini karena aku sering bermain cinta dengan Risa. 
"Ohh..  Ohh.." Di saat yang sama akupun juga merasakan hal serupa, akhirnya  kutumpahkan seluruh lahar panasku kemulutnya. Crutt.. Crutt.. 
"Ups.. Ohh.." 
Mulut  Risa belepotan oleh cairan lahar panasku. Sebagian ia telan karena ia  mempercayai akan membuatnya awet muda. Sedangkan Rico masih terus  memompa, tapi kulihat ia pun hampir mengeluarkan lahar panasnya. 
"Ohh.. Huu.. Ohhghh.." 
Cret..  Cret.. Crret.. Tumpahlah lahar panas Rico yang ia keluarkan di perut  Risa, sengaja ia tidak mau mengeluarkan di dalam karena takut resiko  pada kehamilan Risa, meski sebenarnya Risa sudah meminum obat anti  hamil. 
Kami bertiga kemudian tergeletak lemas, namun puas  setelah mencapai puncak bersama-sama. Karena Risa di rumah sendirian,  maka semalam kami terus berpesta. Kadang aku dengan Risa, kadang Rico  dengan Risa, kadang juga bertiga. Tapi yang pasti aku tidak dengan Rico  karena aku masih waras bukan gay. Dan kulihat Risa sangat menyukai  permainan ini. 
Sejak saat itu hubunganku dengan Risa semakin  mesra, tanpa ada rasa cemburu tapi semakin cinta. Dan rencananya kami  juga akan segera menikah. Sedangkan petualangan kami terus berlanjut  yang mungkin di lain waktu kuceritakan. 
E N D
