Padang, 11 Juni 2001
Setelah sekian lama saya membaca artikel cerita teman-teman yang mengirimkan cerita, baik secara fiktif maupun kejadian yang sebenarnya pada situs Rumah Seks, ingin juga rasanya saya mengirimkan cerita. Mungkin ini yang pertama kalinya saya mengirimkan cerita ini, tapi percayalah, ini cerita yang sebenarnya yang selalu terjadi kalau saya pergi ke kota Bandung.
Perkenalkan, nama saya Udin (samaran), terus terang dari kecil saya sudah punya kelainan pada kemaluan saya. Biasanya pada kemaluan seseorang, biji yang mereka punya ada dua, tetapi saya lain dari yang lain, saya punya tiga yang mana satunya kembar dan kemaluan saya tidak sama dengan orang umumnya punya. Kalau orang lain lurus, punya saya melengkung ke kiri. Saya tidak tahu apakah ini anugerah buat saya atau bencana, tetapi yang jelas nafsu saya terlalu besar menurut ukuran rata-rata. Bagi saya, kalau ada kesempatan, saya dapat melakukan hubungan sex setiap hari, kalau tidak akan berakibat kepala saya sakit. Untuk menghilangkannya terpaksa saya onani hampir setiap hari, terkadang sehari sampai dua kali atau tiga kali.
Bandung, 5 Mei 2001
Sungguh perjalanan yang sangat melelahkan selama dua hari dua malam, akhirnya sampai juga saya di pool ANS di jalan Elang raya. Karena lelah dan ingin cepat tidur, saya panggil taksi.
"Pak tau nggak.. pak, hotel **** (edited) di jalan **** (edited), berapa bayarnya pak..?"
Akhirnya tawar menawar terjadi dan diakhiri dengan kesepakatan menggunakan uang lima belas ribu saya diantar ke hotel **** (edited). Setelah membayar taksi saya langsung ke resepsionis, saya mendapatkan kamar 17 dengan fasilitas TV, AC dan kamar mandi di dalamnya, tentu saja setelah saya membayar hotelnya sebesar Rp 51.500,- untuk menginap semalam.
Bandung, 6 Mei 2001
Sore harinya, setelah kecapaian jalan-jalan dari pasar Cikapundung, saya balik ke hotel. Untuk menyegarkan badan, saya mandi dan berpakaian yang rapih.
Saya panggil room servis, "Pak.., tolong kopinya yaa pak.. buat kamar 17. Nanti taruh saja di teras..!"
Lagi asyik-asyiknya duduk di teras, tidak tahunya kamar 16 yang penghuninya cewek keluar dari kamarnya. Mereka ada tiga orang, cantik cantik lagi. Satu yang sangat menarik perhatian saya, orangnya kecil, kira-kira 160 cm tingginya, tetapi bentuk tubuhnya mulus sekali. Umurnya kira-kira 17 tahun.
Saya berpikir dalam hati, "Ah.., mungkin ini namanya ABG Bandung.."
Ketika asyik berpikir sendiri, cewek-cewek itu melewati saya.
"Sendirian aja Mas..?" kata salah satu dari mereka.
"Eeeh.. oh.. iya Dek..!" saya jawab sekenanya.
"Nggak butuh temen Mas..?" katanya lagi.
"Temen apaan sih..?" saya tambah bingung.
Yang kecil semakin berani mendekati saya.
"Ooh.., Mas baru yaa ke Bandung ini..! Kalo Ogi temenin, Masnya mau nggak..?"
"Ehm.." saya mencoba berpikir.
"Mas kan capek.., ntar deh Ogi pijitin..!" katanya lagi, lalu dia duduk di sisi saya sambil tangannya ditempelkan di paha saya.
"Aduuh.., gawat niih..! Dasar kepala bawah ini nggak punya otak..!" kata saya dalam hati.
Rupanya batang saya langsung berdiri seperti tugu Monas.
"Mas.., liat tuuh..! Adeknya butuh temen kan..?" Ogi semakin berani.
Saya hanya bisa diam, "Lho kok diam Mas..? Kenalin.. nih temen Ogi. Ini Siska. Kalo yang itu Mita." katanya menggoda saya lagi.
"Eh.. Gi.., loe jadi pergi nggak nih..?" kata Mita.
"Nggak ah.., Ogi mau nemenin si Mas aja, kan kesian kalo dia ditinggal sendirian..!" jawab Ogi tanpa minta persetujuan saya.
"Yaa deh.. Met bersenang-senang yaa..! Oke Gi, kami mo pergi ngebondon dulu yaa.." oceh Siska sambil meninggalkan kami dan pergi dengan Mita.
Saya mencoba untuk tidak kaku, "Gi.., ngebondon apa sih artinya..?" tanya saya.
"Itu lho Mas.. melacur.." jawab Ogi sekenanya, "Emang Mas bukan orang Jawa yaa..?" sambungnya.
"Bukan..," jawab saya, "Saya orang Padang.., kalo Ogi asalnya mana..?" berbalik saya bertanya padanya.
"Kebumen.." katanya sambil ke depan, menutup pintu kamar dan kembali merapat kepada saya.
Tangannya mulai beraksi menyusup ke balik celana saya.
"Mas.., kok burung Mas bengkong sih.. Mas..? Udah besar, bengkong lagi..!" celotehnya tanpa malu-malu.
Nafas saya mulai sesak, "Oh.. ooh..! jangan gitu dong.. Ogi.. aduuh.., Gi jangan buatsaya penasaran dong..!"
"Oh.. ooh.." saya melenguh keenakan, serasa badan ini melayang.
Saya melihat Ogi menunduk ke bawah, menjilati batang kejantanan saya setelah terlebih dahulu membuka retsluiting celana dan menguak CD saya.
"Ssshh.. aahh.. Nggak muat.. Mas.. buat mulut saya.." katanya, "Gimana kalo ama liang nikmat saya ini..?"
"Yaa.., oohh.. aachh.. Gi.., jangan Gi.. Mas nggak kuat nih.. aachh.. oh.. oh..! kan keluar.. kan..!" desah saya karena tiada hentinya mulut Ogi mengulum batang kejantanan saya dengan kuat dan keras.
"Ccreet.. creet.. oohh.. creet..!" tumpah semua sperma saya di dalam mulutnya.
Tanpa berhenti, yang tersisa dijilati terus hingga burung saya terasa agak nyeri, tetapi lama kelamaan karena tidak kuat, burung saya berdiri lagi.
"Waah.., nih cewek nggak bisa dikasih hati, nih..!" kata saya dalam hati.
Perlahan saya cium keningnya, terus saya cium belakang telinganya.
"Ooh.. Mas.. aachh..!" dia menjerit hingga jilatannya terhenti, "Ooohh lagi.. Mas, lagii.. Ogi nggak kuat lagi Maass.. ayoo.. Maas..!" tambahnya.
Saya tarik kaos putihnya ke atas, saya ciumi lehernya sambil membuka BH-nya.
"Wuaah.., teteknya baguas banget, putih lagi..!" kata saya dalam hati memandangi bentuk dalam tubuhnya yang tidak tertutup olah sehelai benang pun.
Saya jilati buah dadanya, "Uuuhh.. Mas, lagi Mas..!" katanya mengikuti setiap gerakan lidah saya.
Saya putar-putar lidah saya di payudaranya itu, "Aaacchh.. Mas.. ueenaak.. Maass..! shh.. udaah.. Maass, Ogi.. nggak taahhaann.. nih..!"
Saya tetap saja menjilatinya. Sambil duduk saya suruh Ogi berdiri di atas kursi di hadapan saya, saya turunkan celana Ogi sehingga lubang kemaluannya tepat berada di mulut saya. Celana dan baju saya pun sudah terbang entah ke mana. Kami sama-sama telanjang tanpa sehelai benang pun.
"Gi.. agak.. jonggkok Gi..!" pinta saya.
Kelihatan lubang senggamanya tanpa bulu-bulu kemaluan yang biasa menutupi daerah terlarang itu. Klitorisnya kemerah-merahan dan bibir kemaluannya sudah agak membengkak, mungkin karena dia sudah merasa sangat nafsu.
Saya cium pahanya yang putih dan mulus itu. Saya menciumnya sampai ke atas. Saya jilati klitorisnya dari atas ke bawah. Jari saya pun bermain di celah liang senggamanya.
"Ooocghh.. Maas.. uugghh.. lagii..! Toloong jangan siksa Ogi kayak gini Mas..! Aaahh.. sshh..!" dia semakin mendorong pantatnya ke arah kepala saya.
"Uuummssh.. uufh.. Hampir Maas..! Ayoo.. Maass.. aahh..!" dia mendesis keenakan karena orgasme.
Sampai akhirnya dia terduduk di pangkuan saya.
"Mas udah punya istri yaa..? Kayaknya udah pengalaman banget..!" tanyanya sambil nafasnya turun-naik.
"Belum.." kata saya.
"Aah.. boong..! Masa kayak gini masih brondong..!" katanya ketus.
"Apaan tuuh.. brondong..!" tanya saya.
"Masih bujangan.." jawabnya masih di pangkuan saya.
Saya usap pantatnya perlahan, "Mas nggak capek..?" tanyanya sambil tersenyum manis.
Saya diam, terus saya angkat pantatnya perlahan hingga kakinya melipat ke sandaran kursi. Dipegangnya burung saya sambil di usap-usap lembut, sepertinya keadaan batang saya yang bengkok tidak menggangunya mencapai klimaks kenikmatan.
"Mas, dimasukin doong.. udah nggak kuat niih..! Tapi pelan-pelan Mas..! Takut nggak muat.. abis punya Mas benkong siih..!" pintanya untuk segera memberikan kejantanan saya yang dari tadi belum sempat menusuk liang senggamanya.
Sambil jongkok di pangkuan saya, kepala burung saya di gesek-gesekkan ke belahan lubang kewanitaannya.
"Uhh.. enaak Gi..!" desah saya menikmati gesekan yang indah itu.
"Bless..!" perlahan kepala burung saya mulai membenam dan terasa hangat membelah bibir kemaluan Ogi.
"Aduuh.. nikmatnya.. aacghh..!" Ogi mendesah sambil menggelengkan kepalanya.
"Ayo Gi.., goyang Gi.., goyang terus Gi.., goyang lagi Dek..! Uuugghh.. aahh.. enaak sayang enak.. sekali..!" giliran saya melenguh ketika dia menggoyang pantatnya ke kiri dan ke kanan.
Melayang angan ini rasanya ketika burung saya dipelintir dan dijepit sangat kuat oleh kedua bibir kemaluannya.
"Goyang terus sayang.. lagi..! Aaahh.. aahh..!"
Penasaran karna keenakan, saya gendong Ogi ke dalam kamar, hingga burung saya keluar masuk sambil berjalan.
"Aagghh.. Mas.. enak.. enak Mas..!" katanya sambil menggeleng-gelengkan kepalanya.
Sampai di sofa kamar, saya tidurkan Ogi di pinggir sofa, sehingga kakinya menggantung di bahu saya. Lalu saya genjot perlahan, "Sssfhh.." hanya desisannya yang terdegar.
Saya terus mengayun burung saya sambil saya percepat ayunannya.
"Ssshh.. aagghh.. Mas.. lebih kuat lagi.. Mass..!" pintanya.
Tiba-tiba dia menjerit, "Ooohh.. sshh.. Maas.. aaghh.. saya keluar Maass.. uuhh.. enaak Mas..!"
Saya genjot terus sambil saya percepat genjotanya, hingga burung saya amblas sampai ke dasar lubang kewanitaannya.
"Ayo.. Dek..! Dikit lagi Dek.. goyang doong.. sayang.. Ssshh.. aahh.." dan, "Aaagghh.. Crett.. crreett.. ccrreett..!" saya tekan pantat saya hingga batang kejantanan saya menempel ke dasar liang kenikmatannya, dan keluarlah sperma saya ke dalam liang senggamanya yang basah itu.
Saat terakhir air mani saya keluar, saya pun merasa lemas. Walaupun dalam keadaan lemas, tidak saya cabut batang kemaluan saya dari liangnya.
"Gimana Sayang..? Capek yaa..? Ntar kalo Mas mau ke Bandung lagi, Mas mau cari Ogi lagi deh..!"
Sampai akhirnya, saya terkulai di sampingnya dan kami tertidur sampai pagi dalam keadaan bugil.
TAMAT