Aku telah bekerja selama hampir 6 tahun di bagian akuntansi dan juga  masih menempuh kuliah semester 4 di sebuat PTS ternama di Surabaya. Aku  selalu mengendarai motor bututku ke mana aku pergi, baik itu ke kantor  maupun aku ke kampus.
pada suatu hari, waktu itu jumat pagi aku  akan berangkat senam di kantor, aku mengendarai motorku dengan agak  tergesa-gesa, maklum sudah agak terlambat. Sesampainya di jalan Ahmad  Yani aku terperanjat hebat karena ada mobil Timor memotong di depanku,  tanpa dapat aku kuasai akhirnya akupun menabraknya dan terjatuh dengan  luka yang lumayan parah, kemudian aku pingsan. Aku sadar saat aku sudah  di rumah sakit AL di dekat kawasan itu, aku membuka mataku pelan-pelan  dan seorang gadis cantik sudah tersenyum kepadaku.
"Mas, maafkan saya", dia mengucapkan kata dengan penuh pesona.
"Nggak pa-pa..", kataku lirih.
"Nama saya Rifa", kata gadis itu.
"Saya Dimas", jawabku singkat.
Kamipun  ngobrol kesana kemari, aku sudah agak enakan dengan kehadirannya aku  bersemangat sekali untuk segera sembuh. Sejak peristiwa itu aku  dirawatnya hingga aku pulang, kedua orang tuanya pun selalu menjengukku  tiap sore hari, maklumlah aku anak perantauan yang jauh dari keluarga.
Setelah  seminggu dirawat aku diperbolehkan pulang oleh pihak rumah sakit. Semua  biaya ditanggung oleh keluarga Rifa termasuk motorku yang rusak. Aku  diberi motor baru sebagai gantinya dengan harapan aku akan lebih baik,  aku selalu dianggap sebagai keluarga Rifa sehingga aku diminta tinggal  di rumahnya. Akupun sangat berterima kasih sebab akan banyak mengurangi  biayaku. Rifa di rumah itu adalah anak tunggal dan selalu dimanja.
Setelah  hampir 6 bulan aku tinggal aku mulai merasakan bahwa Rifa mulai  menyukaiku, memang sih usia kami tidak jauh terpaut aku masih 24 tahun  sedang rifa 20 tahun. Rifa kuliah pagi di PTN semester 4 juga. Rifa  adalah gadis yang sangat cantik dengan bentuk tubuh yang sangat seksi,  sehingga banyak cowok yang ingin jadi kekasihnya.
Singkat cerita,  pada hari jumat sore aku di telepon ke kantor untuk segera pulang sore  karena ayah dan ibunya akan ke Jakarta. Aku segera pulang setelah jam  14.30. Sesampainya di rumah aku mendapati rumah dalam keadaan sepi. Aku  pencet bel dan Rifa hanya berteriak dari dalam bahwa pintu tidak  dikunci. Aku masuk ke kamarku di atas, aku yakin orang tua Rifa sudah  berangkat, akupun mandi dan bermaksud istirahat, akan tetapi dari bawah  Rifa berteriak.
"Mas, sudah saya bikinkan kopi cream di meja belajarku", teriak Rifa.
"Ya..", aku turun dan mengetuk kamar Rifa.
"Masuk saja tidak dikunci, aku lagi mandi", jawab Rifa.
Dadaku  berdebar kencang ketika aku lihat di sudut ruangan ada bayangan tubuh  Rifa yang seksi itu diguyur air dan hanya terhalang partisi plastik  tipis (seperti di hotel-hotel). Aku duduk di meja belajar Rifa dan  menikmati kopi buatannya.
"Mas, udah mandi belum", tanya Rifa.
"Udah, emang kenapa?, tanyaku balik.
"Mau mandi lagi", kata Rifa.
"Nggak", jawabku singkat.
Aku  membuka majalah di meja Rifa, ketika tiba-tiba Rifa berteriak, "Mas,  tolong ada kecoak", dengan tanpa pikir panjang aku melompat ke kamar  mandi itu. Jantungku berdegub kencang ketika aku melihat Rifa hanya  tertutup daster kecil jauh di atas lutut.
"Kecoaknya udah pergi", Rifa berkata sambil tersenyum.
Aku  terdiam dan terpana, Rifa tidak merasa malu sedikitpun dia malah  menyemprotkan shower yang dia pegang ke arahku, akupun basah kuyup.  Kamipun bercanda, aku ambil shower kloset dengan tak kalah cerdik aku  menyemprot bagian tubuh Rifa yang aku rasa bikin geli. Rifa  menggeliat-geliat ketika air itu menyemprot ke payudaranya, seolah ia  menikmatinya, aku kaget ternyata Rifa tidak mengenakan BH. Aku semakin  turun dan melihat Rifa juga tidak mengenakan celana dalam, darah  laki-lakiku memuncak, tanpa kami sadari kami berpelukan dan aku mencium  serta mengulum bibir Rifa yang merah dan seksi itu, Rifa sangat  menikmatinya, tangankupun mulai meraba daerah sensitif Rifa, Rifa  semakin menggeliat-geliat dan daster kecil itupun luruh ke lantai kamar  mandi, aku sangat terpesona melihat tubuh Rifa tanpa sehelai benang pun,  Rifa semakin menantang, akupun mulai mencumbuinya.
Sedikit demi  sedikit pakaiankupun dilucuti Rifa dengan tangan halusnya. Aku bopong  tubuh Rifa ke tempat tidur, Rifa memamerkan vaginanya yang kelihatan  rapat dan cekung memerah. Aku semakin tidak sabar, aku lepas celana  dalamku cepat-cepat. Aku mulai menjilati paha Rifa yang mulih halus itu.  Rifa menggeliat-geliat menahan nafsu birahi.
Saat lidahku  menjilati vagina Rifa, Rifa berteriak-teriak menahan kenikmatan. Aku  semakin ke atas dan mengulum payudaranya serta menindihnya, semakin ke  atas aku mengulum bibirnya dan aku rasakan penisku menyentuk benda  lembut tapi panas. Aku coba menekan tapi susah sekali. Rifa semakin  meregangkan selangkangannya, aku menekan pinggangku dan aku rasakan  penisku mulai panas (karena penisku menyeruak masuk ke dalam vagina  Rifa), semakin panas saat aku menekannya dengan keras dan Rifa menjerit  sembari mendekapku erat.
Sesaat kami terasa tidak sadar, kemudian  aku mulai memainkan pinggulku, kami sangat menikmatinya hingga sesaat  lamanya penisku mengejang dan cairan menyeruak di dalam vagina Rifa,  Rifa memelukku erat sekali. Kami kelelahan namun Rifa kembali  menggoyangkan pinggulnya, akupun seolah enggan untuk mencabut penisku  yang dijepit vagina Rifa yang sangat kuat itu, kami memainkan lagi  pinggul kami sangat lama. Kemudian kembali penisku mengejang dan cairan  itu menyemprot diding rahim Rifa. Dia memejamkan matanya sembari  memelukku erat. Kamipun tertidur dengan posisi penisku masih menancap di  vaginanya. Setelah bangun aku merasa penisku sakit dan panas sekali,  akan tetapi saat aku mau mencabut penisku, Rifa kembali memelukku. Rifa  sungguh hebat, kamipun melakukan lagi.
Setelah itu Rifa melangkah ke kamar mandi, aku mengikutinya dari belakang. Rifa mencuci vaginanya dan aku mencuci penisku.
"Mas, aku lapar", kata Rifa.
"Aku juga", jawabku samabil kucium bibir Rifa.
Rifa  mengenakan pakaian seperti saat mandi tadi, tanpa BH dan celana dalam,  aku membalut tubuhku dengan handuk. Kami melangkah ke dapur untuk masak,  kami bercanda dan tanpa aku sadari penisku telah menegang, Rifapun  begitu. Rifa duduk di meja dapur dan mengangkat kakinya, vaginanya  kelihatan begitu indah dan kecil. Aku pegang penisku dan memasukkannya  ke dalam vaginanya, gesekan-gesekan lembut kami lakukan dengan tenang  dan mesra. Setelah beberapa lama cairan spermaku menyemprot di dalam  vagina Rifa. Rifa tersenyum puas.
Kami melanjutkan lagi masak dan  makan malam. Mulai saat itu setiap pagi penisku menegang, aku turun dan  melakukan perbuatan itu dengan Rifa, ya hampir setiap pagi. Kami sangat  menikmatinya dan aku bicara kepada orang tua Rifa untuk meminangnya,  mereka setuju. Kami sangat bahagia dan semakin gila-gilaan melakukan  perbuatan tersebut tanpa kenal waktu dan ruang.
TAMAT
