My dear Lily

Bookmark and Share
Kutelusuri jalanan Kota S yang sudah 2 tahun aku tinggalkan, masih tidak banyak perubahan yang berarti, melewati jalan protokol yang dihiasi beberapa hotel bintang lima, sepanjang jalan BR hingga EM. Melintas di depan Hotel H, S dan W semuanya mengandung banyak memory di kota ini. Sopir mobil sewaan nyerocos tak karuan menerangkan seluk beluk kota ini

Sementara pikiranku melayang beberapa tahun yang lalu, saat itu musim hujan Desember 1996 di sela gemericik gerimis hujan, aku masih ingat betul tanggalnya 27 karena saat itu ada perayaan Natal yang disiarkan secara sentral oleh seluruh TV. Melalui Alex, aku dikenalkan seorang cewek sesuai yang aku idamkan, tinggi, putih dan tentu saja cantik, meskipun dadanya tidak sebesar yang aku dambakan, tetapi 34B bukanlah ukuran yang kecil, tinggi 167 cm ditambah dengan sepatu hak tingginya menambah pesona sexynya.

"Hi, Lily," katanya saat dia memperkenalkan diri sambil mengulurkan tangannya.
"Henri," balasku menyambut uluran tangannya.
Cantik sekali dengan potongan rambut shaggy-nya, celana jeans dan kaos press body orange tidak bisa menyembunyikan potongan lekuk tubuhnya yang aku taksir sekitar 25 tahun umurnya. Malam semakin merangkak naik, gerimis di luar benar-benar mengundang kehangatan, begitu juga percakapan kami sepertinya sudah kehabisan topik umum.

"Kita ke kamar yuk," ajaknya sambil tatapan matanya penuh arti.
"OK, oh ya Alex, urusan dengan kamu besok aja ya," kataku sambil menggandeng Lily ke arah lift.
Dia berjalan di sampingku sementara kupeluk pinggangnya dengan mesra, sungguh serasi dengan tinggiku yang 180 cm, membuat semua orang melirik ke arah kami. Kamar 815 terletak di ujung koridor, jalan koridor terasa tidak sepanjang tadi siang saat aku check in di hotel ini. Kubuka kamar hotel, masih tercium bau asap rokok sisa aku merokok tadi siang. Rupanya Room Boy belum membersihkan kamar yang sudah aku tinggal sejak tadi sore, sehingga kamar tidur kelihatan tidak rapi.

"Kamu habis main tadi siang ya?" godanya setelah melihat keadaan dalam kamar.
"Ah enggak, Room Boynya saja yang malas ngeberesin" sanggahku, "lagian lebih baik energinya disimpan untuk real fight," lanjutku.
"Emang mau fight dengan siapa?" godanya lagi.
"Ya dengan siapa yang mau dan yang ada, dan sepertinya sudah ada di kamar ini," godaku balik sambil merebahkan badanku di ranjang.
Kunyalakan rokok Gudang Garamku untuk menghilangkan nervous-ku (itu biasa aku lakukan) sementara dia mengeluarkan Marlboro putih dari tas Channelnya.
"Boleh aku merokok?" tanyanya dan tanpa menunggu jawaban dariku, dia sudah menyelipkan sebatang rokok di bibir merahnya dan segera menyalakannya.
Kutarik lembut tangannya ke arahku, dia duduk di tepi ranjang, dapat kucium parfum Issey Miyakenya semerbak di sekeliling tubuhnya, menambah gairahku semakin menaik tinggi.

"Dasar hidung bodoh, masak tidak bisa mencium parfumnya sejak di lift," umpatku dalam hati.
Kutarik lagi tubuhnya supaya lebih mendekat, dia rebahkan kepalanya di dadaku, kembali rambutnya semerbak wangi, tanganku mulai bergerak mengusap punggungnya, kemudian kusisipkan dibalik kaos orange-nya sehingga aku bisa merasakan halusnya kulit punggungnya yang putih mulus.
"Aku lepas kaosnya ya, kainnya ini kasar," Kemudian dia bangkit berdiri menghadap jendela dan membelakangiku, menyingkap kaosnya ke atas dan melipatnya di sofa, selanjutnya dilepasnya pula celana jeansnya sehingga aku bisa melihat pasangan pakaian dalamnya hitam dengan renda renda hijau.

Meskipun masih kulihat dari belakang, tapi aku sudah tidak bisa menahan gejolak di dalam ini, dia begitu sexy. Kemudian dia berbalik dan berjalan ke arahku, oh very very sexy, it's perfect. Kulit tubuhnya yang putih mulus hanya berbalut bikini semakin menonjolkan potongan body sexy-nya, buah dadanya yang putih terlihat sebagian menonjol dibalik BH semakin membuat penisku tidak mau dikontrol lagi. Sungguh pemandangan yang begitu indah.
"Lho, koq belum dilepas Bang?" tanyanya (aku tak mau dipanggil Pak, supaya tidak terlalu resmi).
"Eh eh," aku sampai terbengong karena terpesona keindahannya.
"Aku lepasin ya, nanti kusut bajunya," katanya sembari mendekat ke arahku.
Perlahan dia membuka kancing bajuku, terus celanaku sehingga tinggal cuma celana dalamku saja, kelihatan sekali tonjolan di selangkanganku.

Aku masih terbengong menikmati cantiknya wajah dan keseksian tubuhnya, lalu dia menciumi mukaku, aku sudah tidak bisa menahan diri lagi, kutarik tubuhnya sehingga menindih tubuhku, buah dadanya terasa menempel didadaku. Kami berciuman, sementara tanganku mulai meraba tali BH dibelakang dan melepas kaitannya, terus terang tanganku agak gemetaran sehingga perlu perjuangan untuk melepas kaitan di punggungnya.
"Ah Abang nakal," desahnya disela sela ciuman kami, tapi dia tidak perduli ketika BH-nya aku tarik ke samping sehingga terlepas dan kulempar ke sofa.
Terasa buah dadanya menempel langsung ke dadaku, betapa hangatnya tubuhnya, dia terus menciumiku, kemudian turun ke leher, hingga sampai ke dadaku, dijilati dan diisapnya puting sebelah kananku (merupakan titik rangsangan paling sensitif bagiku).
'Gila, ganas juga ini cewek' pikirku sambil memainkan puting buah dadanya.

Hot banget, aku sudah tidak tahan lagi, ingin kubalikkan tubuhnya dan gantian untuk menikmati keindahannya tubuhnya. Tapi sebelum itu terlaksana, dia langsung turun kebawah, menarik celana dalam Jockey putih ku, sehingga nongollah penis yang dari tadi tertekan celana dalam.
"Wow very big, very very big," gumamnya sambil memegang penis 17 cm-ku.
Terlihat tangan putihnya begitu mungil dan sangat kontras dengan penisku yang kecoklatan. Dikocoknya penisku dengan tangan kanannya sementara tangan kirinya mengusap pangkal penis dan kantong pelir dibawahnya, sambil dia duduk di antara selangkanganku yang aku buka lebar. Sekarang terlihat begitu jelas bentuk buah dadanya begitu jelas, begitu indah dan padat lagi.
"Tetekmu bagus," kataku sambil menggumam tidak jelas.
Dia terus melihatku sambil tersenyum manis, aku gemes melihat bibirnya yang indah itu, tanpa sadar bahwa barusan aku mengulum bibir itu.
"Terima kasih," katanya sambil terus mengocokku, hingga keluar cairan putih bening karena begitu terangsang.
Tiba tiba dia menunduk dan menjilat kepala penisku yang basah itu terus turun ke pangkal penis selanjutnya turun lagi hingga mendekati anus.
"aahh" aku menggeliat kegelian atau keenakan atau apa aku sudah tidak tahu lagi mengatakannya.

Akhirnya aku tidak tahu lagi ketika tersadar bahwa penisku sudah didalam mulutnya, kulihat kepalanya turun naik seirama keluar masuknya penisku dalam mulutnya, aku tahu dia kesulitan memasukkan semua penis itu kedalam mulutnya sehingga hanya separo yang bisa keluar masuk, tapi aku sudah tidak perduli lagi, kupegangi kepalanya sambil mendorongnya supaya penisku bisa masuk lebih dalam lagi.

Setelah beberapa saat, dia naik keatas dan rebah disebelahku, menarikku ke atas tubuhya.
'Nah sekarang giliranku' pikirku sambil melepas celana dalam hitam-hijaunya.
Kulihat cairan di bagian dalamnya, rupanya dia sudah begitu terangsang. Aku naiki tubuhnya, kuciumi wajahnya dan lagi aku kulum bibir yang begitu merangsang, kemudian aku kulum telinganya. Dia menggeliat kegelian dan mulai mengerang keenakan sambil tangannya memainkan dan mengocok penisku yang sudah makin mengeras seolah mau meledak.
"Ouuhh ya," desahnya di telingaku, aku terus menjilati leher jenjangnya sambil tanganku mulai memainkan bibir vaginanya, basah.
Aku jilat putingnya yang kemerahan terus mengulumnya kemudian pindah ke puting satunya terus pindah lagi, begitu seterusnya.
"Ayo Bang, masukin, sudah nggak tahan nih," pintanya sambil mendesah.
Tak tega juga aku melihatnya (atau mungkin lebih tepat tak tahan kali), kemudian aku atur posisi tubuhku diantara kakinya yang sudah dibuka lebar, dia menekuk lututnya ke atas dengan posisi siap menerima. Aku gesek gesekkan penisku di bibir vaginanya yang sudah basah, kemudian perlahan lahan kumasukkan ke dalam. "aahh pelan bang," desahnya. Sedikit demi sedikit kumasukkan, tapi belum sampai setengah kucabut, kumasukkan lagi dan kucabut lagi, begitu terus sampai semua 17 cm penisku tertanam kedalam.

Aku diam sesaat sebelum mulai mengocok vaginanya, sambil merasakan kenikmatan jepitan dan pijatan didalam. Gila, penisku rasanya dipilin pilin didalam. Kemudian kutarik perlahan sampai hampir keluar dan kumasukkan lagi sampai pangkal penisku begitu seterusnya. Beberapa kali dia mengubah posisi kakinya, mulai diangkat keduanya dan diletakkan di bahuku, lalu kaki kanan ditekuk keatas sampai hampir menyentuh kepalanya, kemudian menjepit pinggangku begitu seterusnya sambil tak lupa aku terus mengulum kedua putingnya secara bergantian ketika posisiku memungkinkan. Setiap posisi kaki yang berbeda memberikan efek jepitan vagina yang berbeda (bagi yang pernah merasakannya pasti mengerti).

Merasa sperma udah di ujung penis, aku cabut keluar kemudian kubalikkan dia hingga tengkurap dan kutarik pantatnya keatas sehingga posisinya nungging dengan bibir vagina tepat di depan penisku yang masih tegang. Terlihat raut mukanya seakan akan mau protes merasakan kenikmatan yang terputus, tetapi aku jawab dengan menusukkan penisku ke vaginanya dengan keras, rupanya dia tidak menyangka akan mendapat gerakan begitu keras menghunjam di vaginanya sehingga dia cuma bisa mengerang, "Auu" sembari kepalanya mendongak sesaat dan tangannya meremas seprei ranjang. Buah dada yang menggantung tentunya tidak bisa ku sia siakan, kubungkukkan tubuhku untuk meraih tetek yang indah itu, sebagai pegangan kutarik kebelakang sehingga penisku makin masuk ke dalam menyentuh ujung dinding vagina yang dalam (rahim?) seolah ujung penis yang keras ini terkena benda yang ada di dalamnya.

Beberapa saat kemudian dia sudah bisa mengikuti irama goyangan pantatku, sehingga dia sudah bisa mulai menikmatinya. Akhirnya aku keluar meskipun belum orgasme (harap dibedakan antara keluar dan orgasme, bagi yang tahu dan mengalami pasti paham perbedaan antara orgasme dan keluar) tak lama kemudian kurasakan tangannya mencengkeram tanganku dengan kencang sambil mengerang.
"Aaauuhh Bang" erangnya sambil menutup mata dan menggoyang-goyangkan kepalanya ke kiri dan kanan, kurasakan denyutan didalam vaginanya, dia sudah orgasme, kucabut penisku yang sudah basah.

Karena aku belum orgasme, game is not over yet, kutarik tubuhnya kearahku sehingga kami berdua dengan posisi jongkok di atas lutut, dengan dorongan sekali lagi kumasukkan seluruh penisku ke dalam vaginanya yang sudah basah, dia mendongakkan kepalanya dan melihat ke arahku, kaget karena tidak menyangka akan kuperlakukan seperti itu, dia terus mengerang tak jelas. Aku paling suka melihat expresi cewek yang sudah orgasme tapi terus di entot, mungkin anda tahu sendiri bagaimana rasanya kalau sudah orgasme tetapi masih terus dikerjain sama cewek, antara geli, enak, nggak enak pokoknya kayak gitu lah.
"Aaah Abang naakaall," teriaknya, tapi beberapa saat kemudian dia juga mulai ikut menggoyangkan iramaku.
Hingga akhirnya aku benar-benar orgasme setelah keluar beberapa kali, dan ku semprotkan sperma tetesan terakhir di dalam vaginanya. Kami berdua kemudiah telentang kecapekan di ranjang, kulihat langit langit kamar hotel seperti puas menikmati pertunjukan kami, tangan Lily masih memainkan penisku yang sudah mulai lemas, tak terasa 45 menit sudah permainan ini.

Malam itu kami masih bisa main dua kali lagi dengan berbagai posisi yang mungkin sebelum ketiduran. Ketika bangun kulihat dia sudah mandi dan mengenakan pakaiannya yang sexy, dengan koran dan kopi disebelahnya, tapi perasaanku sudah tidak seperti kemarin, karena aku sudah melihat dan menikmati tubuh sexy dan kemontokan di balik kaus ketatnya. Aku tersenyum puas.

Setelah aku mandi dan bersiap ke kantor, kuselipkan amplop di tas Channelnya dengan sepengetahuan dia sebagai imbalan atas servisnya semalam. Lily adalah memang seorang gadis panggilan freelancer.

Lamunanku buyar ketika mobil sewaan memasuki area Airport J, jam tanganku menunjukkan pukul 8:30 malam, berarti masih 30 menit menunggu pesawat dari Jakarta. Sambil menunggu dimobil kunyalakan lampu baca diatas dan kubaca Post, koran sore. Tapi kembali kenangan masa lalu menyelinap lagi dikepalaku.

Setelah pertemuan itu, aku sering memakai jasa dia, baik di Kota S ataupun saat keluar kota, tidak jarang aku booking dia untuk temanku yang datang dari Jakarta atau client kantor (akan diceritakan di lain kesempatan).

Karena sering ketemu, akhirnya kami menjadi akrab dan berpacaran sehingga sifatnya sudah bukan bisnis tetapi sudah kebutuhan suka sama suka. Pada pertengahan April 1997, atas saranku dia pindah kost yang lebih baik (terutama bagi kami berdua) dan sejak saat itu aku lebih sering nginap di tempat kostnya dia dari pada di Mess. Saat di tempat kost dia baik menginap atau tidak, bukan hal asing bagiku untuk mengantar dia ke hotel apabila ada bookingan, pada awalnya sih kacau perasaan ini tetapi setelah beberapa kali akhirnya bisa menyesuaikan apalagi kalau dia cerita bagaimana dia berhubungan sex dengan tamunya barusan, aneh memang tetapi aku sangat menikmati ceritanya, bisa membuat semakin horny. Tamu-tamunya adalah dari kalangan atas mulai dari pengusaha sampai pejabat bahkan beberapa menteri orde baru (sebagaian masih menjabat hingga sekarang) menjadi tamu langganannya (Kisah-kisah petualangan dia akan diceritakan pada kesempatan lain, apabila cerita ini dianggap layak diteruskan).

Kami memang punya agreement bahwa kalau aku lagi menginap di tempatnya, maka tidak boleh dia menerima bookingan Over Night, kalau short time bebas tanpa batasan terserah kekuatan dia, rekor tertinggi saat aku mengantarnya melayani tamu adalah 7 atau 8 tamu dalam satu hari. Mungkin ada dari pembaca yang pernah membookingnya, ceritanya bisa dikirim di Rumah Seks ini juga.

Empat bulan kemudian tepatnya Agustus 1997, aku dipindahkan ke Kantor Pusat Jakarta dia aku beri kebebasan untuk ikut atau tetap di Kota S dan akhirnya dia ikut ke Jakarta. Selama di Jakarta dia aku bebaskan boleh menerima tamu seperti di Surabaya asal jangan teman sekantor atau rekanan kerjaku. Tapi selama di Jakarta dia sudah tidak lagi mau melayani tamu yang mau mem-booking-nya (sejauh yang saya tahu)

Akhirnya, 10 November 1997 kami menikah secara resmi dan dia menyatakan berhenti dari pekerjaannya, meskipun sebenarnya aku tidak melarang karena aku juga menikmati sensasi saat dia main sex atau tepatnya di entot oleh orang lain (sampai sekarang)

"Pak.. Pak, pesawat terakhir dari Jakarta telah datang," kembali lamunanku buyar oleh teguran sopirku.
Aku bergegas ke pintu kedatangan, gerimis dan tak lama kemudian muncullah sosok yang aku tunggu, sosok yang tinggi jangkung dengan pakaian yang ketat bersepatu hak tinggi sungguh anggun berjalan diantara penumpang lainnya, dialah Lily, istriku tercinta, masih tetap seperti dulu senang menarik perhatian orang, dengan bangga dan mesra kugandeng dia memasuki mobil dan segera meluncur ke luar kota menjenguk keluarganya.

Tamat