Namaku Marwan, umurku 26 tahun, seorang pengangguran. Aku pernah sekali  menjadi gigolo (yah.. sebutan kasarnya). Ketika itu aku baru pertama  kali merantau dari kampungku di pulau Jawa ke Banjarmasin. Seorang  temanku bekerja di sana. Aku menyusul temanku itu ketika dia mengirimiku  alamat yang cukup jelas, lagipula aku dengar Farid, nama temanku itu,  sukses di perantauan. Dia bekerja di sebuah pabrik pengolahan kelapa  sawit.
"Daripada kamu nganggur di kampung, lebih baik ke  Banjarmasin saja, Wan. Kebetulan lagi ada lowongan kerja." begitu  katanya suatu kali. Berbekal uang tujuh ratus ribu aku berangkat ke  Banjarmasin.
Setibanya di pelabuhan Farid menjemputku. Dari  situlah aku tahu kehidupan Farid yang benar-benar kecukupan. Rumahnya  tak besar, tapi cukup bagus, dan yang pasti rumahnya sendiri.
"Wah.. kamu benar-benar hebat, Rid." pujiku.
"Pintar-pintar kita saja cari duit, Wan. Setidaknya punya obyakan sampingan." jawab Farid dengan senyum yang misterius.
Aku  nggak langsung dapat kerja, tapi nunggu dulu karena ternyata lowongan  di tempat kerja Farid sudah terisi. Karena nggak kerja semakin lama  semakin habis uang yang kubawa dari kampung. Sebenarnya makanku  ditanggung sama Farid, tapi nggak enak kan kalau setiap hari, sedangkan  tahu sendiri kalau biaya hidup mahal di Banjarmasin.
Setelah satu  bulan numpang di rumah Farid aku mulai tahu apa sebenarnya obyekan  sampingan Farid yang tak lain adalah melayani nafsu tante-tante girang  (alias gigolo). Bergidik juga aku ketika suatu malam mendengar  suara-suara gaduh yang janggal di kamar sebelah (kamarnya Farid). Ketika  aku intip, ehh.. Si Farid lagi disepong sama seorang wanita stw. Habis  itu aku melihat Farid dikasih beberapa lembar ratusan rupiah. Dan ketika  Farid tahu kalau aku pergoki, dia cuman tersenyum kecut.
"Kalau mengandalkan gaji buruh pabrik sih, nggak bisa kirim ke kampung." itu dalihnya.
Bahkan  setelah aku tahu kalau Farid adalah seorang gigolo, dia malah semakin  tak sungkan melakukan bisnis mesumnya itu di rumah. Iiih.. betapa  tersiksanya aku mendengar deru-deru nafas mereka di kamar sebelah setiap  malam. Walau sebenarnya aku ngiler juga. Bayangkan setiap malam Farid  bisa mengeloni dua sampai tiga wanita, dan tidak semuanya stw. Ada juga  yang sepertinya masih lajang. Setiap malam pula omsetnya bisa sampai dua  juta. Ngiri banget aku.
Malam itu aku tak menyia-nyiakan  kepergian Farid. Dia nggak pulang malam ini, lembur katanya. Dan  kebetulan sekali telpon berbunyi. Siapa tahu dari langganan Farid,  karena biasanya transaksi mereka terjadi via telpon.
"Halo Farid..aku Sandra." terdengar suara mendesah di seberang begitu telepon diangkat.
"Aku tunggu di Platinum 156, cepat yah.. aku sudah telanjang sekarang.."
Glek!  Aku telan air liurku berkali-kali. Job Farid datang. Bagaimana nih? Apa  aku harus datang? Aku lihat isi dompetku, tinggal dua ratus ribu doang.  OK deh, aku datang.
Hotel Platinum, tak susah mencarinya.  Kemarin malam aku diajak Farid keliling-keliling kota dan sempat makan  di restoran hotel itu. Setelah bertanya letak kamar kepada resepsionis  aku segera menuju kamar 156. Didepan kamar aku kembali ragu, masuk atau  tidak ya? Masuk tidak masuk tidak, aku hitung kancing kemejaku. Masuk.
Kreek..
Pintunya  tak dikunci. Aku masuk dengan ragu-ragu. Kamar hotel itu seluas kamar  Farid walau sedikit lebih bagus penataan ruangnya. Seorang wanita  berumur 30 tahunan berada di atas ranjang. Dia agak terkejut ketika  menyadari bukan Farid yang datang. Tapi kemudian dia tersenyum genit.  "Siapapun kau aku ingin bercinta denganmu. Kemarilah.."
Sandra  beranjak dari ranjang. Glek. Kutelan liurku ketika hendak meleleh.  Wanita yang hanya memakai stoking rajut tipis tanpa CD dan BH itu segera  mendekatiku. Stokingnya hanya sebatas lutut, lengannya juga tertutup  stoking tapi badannya polos sama sekali. Seekor kupu-kupu menghias di  payudaranya sebelah kiri. Kedua gumpalan dadanya sekal dan besar banget,  dan menantang banget. Begitu menantang sampai-sampai burungku bangun.
Sandra mengitari tubuhku yang sedikit gemetaran.
"Siapa namamu, sayang.." desah serak-serak seksi itu menyembur tipis di belakang telingaku.
"Ss.. saya Marwan." jawabku gemetaran.
"Marwan?  Hmm.. jangan panik, kamu baru pertama ya? Aku suka banget.." kata  Sandra sambil menggosok-gosokkan kemaluannya yang gundul ke pahaku.
Siir.. tiba-tiba saja penisku tegang.
"Kalau  gitu aku ajarin yah.." tambahnya sambil menggosokkan kemaluannya makin  keras dan makin mepet di pahaku sampai celanaku sedikit basah oleh  cairan yang keluar dari vaginanya.
Lalu perlahan wanita yang sedikit jangkung itu mencium bibirku lalu berkata
"Balaslah Wan, hisaplah bibirku".
Aku  menghisap bibir tebalnya. Bibiritu terasa kenyal banget ditambah bau  tubuhnya yang wangi. Tiba-tiba Sandra memegang kemaluanku, aku sangat  kaget.
" Wah pistolmu sudah tegang Wan," kata Sandra sambil tangannya  dimasukkan kedalam celana jeansku. Darahku berdesir-desir, nafasku  kembang kempis dirangsang sedemikian rupa.
Sandra berusaha  melepaskan celana jeansku, tapi bibirnya masih terus aku lumat dengan  penuh nafsu hingga akhirnya aku tinggal memakai celdam saja. Kami masih  saling melumat, tapi tanganku mulai menggerayangi dada sekal Sandra.  Tanpa gemetar lagi aku memegang buah dadanya dan memelintir putingnya.  Sandra mendesis-desis lirih merasakan kenikmatan belaianku.
"Wan.. kamu memabukkan..ehgh.."
Nafasnya memburu berpacu dengan nafasku.
Aku  menuruni leher mulus Sandra lalu berlabuh di kedua gundukan buah  dadanya. Lalu dengan memberanikan diri aku menciumi putingnya, dan  Sandra bertambah mendesis,
"Teruslah Wan, terus.. ach.. nikmat banget..".
Tanganku  meremas-remas kedua bokong Sandra yang padat dan sekal. Sesekali  jemariku menyusuri belahan pantat itu terus sampai ke lubang vaginanya.  Sandra yang semakin kegelian semakin merapatkan tubuhnya sehingga aku  semakin leluasa mengenyot payudaranya. Aku hisap putingnya kuat-kuat  membuat Sandra mendorong kepalaku semakin terbenam diantara belahan  payudaranya. Aku sadari betul perubahan yang terjadi pada buah dada  Sandra, semakin membengkak menggemaskan dan putingnya tegang, kenyal dan  menantang.
"Wan.. ach.. ehmm ehmm" Sandra kembali  melenguh-lenguh ketika jemariku mengutak-utik klitorisnya. Entah sudah  berapa kali vagina itu mengeluarkan lendir kenikmatan birahi Sandra.  Panas birahinya sudah sampai di ubun-ubun.
Setelah puas menghisap puting buah dada Sandra aku mencoba menciumi vaginanya, tapi Sandra berkelit.
"Aku pengin pistolmu dulu, pangeranku.." katanya kemudian.
Sandra  mendorongku terlentang diatas kasur empuk kemudian dia menungging  diatas tubuhku kemudian sibuk menciumi penisku yang masih tertutup  celdam krem. Posisi Sandra yang menungging memunggungiku membuatku  leluasa mengutak-atik klitorisnya kembali. Kemudian aku memasukkan  jempol kiriku ke dalam lubang kawinnya.
"Uach.. Marwaann.."
Mudah  sekali jempolku itu masuk ke dalam vaginanya. Lendir kental mengalir di  selakangnya. Aku permainkan jempolku keluar masuk vaginanya, Sandra  semakin bergelinjangan. Entah saking tak tahannya, Sandra segera  mengeluarkan penisku dari CD lantas mengemutnya.
"Egh.. ach..Sand.."
Dadaku  sesak menahan birahi yang meletup-letup didadaku. Baru pertama kali ini  batang kemaluanku dihisap oleh seorang wanita. Sandra begitu terampil  mengenyotnya. Semakin kuat Sandra menyedotnya dan
Crot..crot.. aku tak tahan lagi.
Spermaku keluar begitu saja. Tapi Sandra begitu menikmati spermaku yang muncrat seluruhnya ke dalam mulutnya.
"Mhmm.. nikmat Wan.. aku suka, lagi dong.."
Begitu  Sandra hendak mengenyot penisku lagi, aku segera menarik bokongnya  hingga hampir menduduki mukaku. Langsung saja aku sedot vaginanya
"Aaach.." teriak Sandra tertahan.
Sudah  tak tahan aku, aku kerjain vagina Sandra habis-habisan. Aku ciumi, aku  gigit-gigit klitorisnya bahkan aku sudah berhasil memasukkan tiga jari  tengahku sekaligus. Sandra misuh-misuh tapi segera mendehem-dehem  keenakan. Aku sudah tak terkendalikan. Kalau sejak tadi aku seperti  diajari sama Sandra, kali ini aku bekerja dengan naluriku sendiri. Dan  kurasa Sandra tak keberatan, karena sekarang dia mendengking-dengking  keasyikan.
Sruup..sruup..
Lendir kawin Sandra aku sedot  dengan kekuatan penuh. Seluruh tubuhnya menggelinjang liar, lalu kembali  lendir-lendir itu mengalir deras bagai sungai.
"Ough.. Wan, aku nggak tahan lagi.." erang Sandra semakin melebarkan selakangnya.
Lalu  penisku dipegangnya dan dimasukkan kedalam vaginanya yang sudah licin  berlendir. Perlahan-lahan batang pistolku amblas ke dalam lubang vagina  Sandra,
"Ach.. engh.." desisnya kemudian.
Dan Sandra mulai  menggoyang-goyangkan pinggulnya ketika aku mulai mengocok-ngocok  penisku. Penisku terasa mengembang didalam vagina Sandra, Sandra pun  semakin mendesis.
"Ach.. Wan.. ehm.. ah.."
Jemariku meremas-remas payudaanya. Sandra terus menggoyang-goyangkan pantatnya sambil berkata, "Aku mau datang nih.. ".
"Hegh eh.." hanya itu yang aku jawab sebab aku masih sibuk menggenjot vaginanya.
Dan  tak lama kemudian Sandra menjerit histeris karena orgasme dan  mengeluarkan lendir kawinnya disela-sela penisku yang masih tegang.  Semakin liar aku remas-remas kedua buah dada Sandra hingga beberapa  menit kemudian aku berbisik
"San.. sedikit lagi aku juga mau keluar".
Kemudian  aku semakin memperkuat tekanan batang penisku keliang vagina Sandra,  sehingga tidak lama setelah itu aku memuncratkan air maniku kedalam  vagina Sandra bersamaan dengan keluarnya cairan kawinnya untuk kedua  kalinya.
"Uwah.." pekik kami bersamaan.
Belum puas aku  memompa penisku yang masih haus, aku meminta Sandra menungging. Dari  belakang aku segera menekan masuk penisku diantara pantatnya. Sandra  mengejang beberapa saat. Tampaknya lubang pantatnya masih sangat sempit  hingga penisku sedikit kesulitan menembusnya.
"Egh.. ach.. sakit Wan.." erang Sandra.
Akhirnya  seluruh batang penisku sanggup menembus masuk ke lubang pantat Sandra.  Bagai remuk penisku digencet lubang yang masih sempit itu. Tapi sedikit  tertolong karena spermaku kembali keluar membasahi liangnya. Kembali aku  kocok-kocok penisku maju mundur. Sandra mengerang panjang merasakan  sesuatu yang sebelumnya belum pernah dirasakannya. Tangannya  meremas-remas payudaranya sendiri yang sudah sangat bengkak, bagai mau  meledak. Aku pompa penisku sampai lima balas menit, setelah itu aku  mengerang kembali mendapatkan puncak libidoku.
Penisku aku cabut  dari dubur Sandra. Terasa tubuh ini sangat lemas, Sandra berbaring di  sampingku. Kami saling berpelukkan dan berciuman. Ranjang itu sudah  berantakan sekali.
"Wan.. kamu hebat, bahkan lebih hebat dari Farid. Sepertinya aku mencintaimu." bisik Sandra sambil terus menciumiku.
"Kamu mencintaiku atau mencintai pistolku?" sindirku.
"Hi.. hi.. kamu ini bisa saja.." Sandra mengikik lirih sambil menyentil-nyentil batang penisku yang belum lemas benar.
"Kamu masih mau berlayar lagi, San?" tanyaku kemudian karena merasakan libidoku sedikit bangkit.
"Ah.. tidak sekarang, aku sudah tak kuat. Tapi aku puas banget say.."
"Kalau  begitu jangan coba-coba membangunkannya, atau kita akan kembali  melayang di atas angin." bisikku membuat Sandra semakin geli.
Ketika  aku hendak pergi mandi aku lihat tubuh Sandra yang full naked itu.  Kedua buah dadanya merah membengkak sedikit menguatirkan. Bekas-bekas  remasan tangan-tangan kami menghias di kegua gundukan bengkak itu.  Putingnya sedikit menghitam, mungkin karena aku terlalu kuat  menyedotnya. Wajah Sandra terlihat kusut, tapi masih cantik. Keringatnya  masih membasahi tubuh jangkung nan langsing itu. Beberapa kali  terdengan gumaman dari bibir tipisnya, mungkin masih menikmati sisa-sisa  pelayaran kami. Aku tersenyum tipis lalu masuk ke kamar mandi.
Begitulah,  aku menjadi pemuas nafsu Sandra. Kami sama-sama puas dengan permainan  kami barusan. Setelah itu Sandra menceritakan tentang sisi kehidupannya  kepadaku. Dan tak lupa di akhir perjumpaan kami, di tengah malam buta,  Sandra menyelipkan sebuah amplop ke dalam CD-ku. Kami berpelukan sebelum  aku pergi, dan berjanji akan memanggilku lagi kalau dia sewaktu-waktu  dia membutuhkan.
Tamat
