Cerita Seks Teman Lamaku di Singapore

Bookmark and Share
Cerita Seks ini merupakan sebuah pengalaman aku dulu saat aku mempunyai teman di salah satu perguruan tinggi yang paling aku cintai. Tapi lama tidak bertemu karena setelah lulus dia meneruskan kerja. Setelah 8 tahun aku tidak ketemu dengan teman lamaku di Singapore karena dia harus bekerja ke kota E dan kamipun berpisah dan tidak ada kabar pacarku ini. Kini aku berbagi cerita dengan Kumpulan cerita bugil ini untuk pembaca setia cerita dewasa.

Panggil saja aku Yuni, orang bilang aku cantik dengan tinggi 170 cm, berat 55 kg, dan Bra-ku size 36 . Usiaku kini 32 tahun, tapi katanya seperti umur 20 -an, bagiku itu karunia Tuhan. Kini aku sudah berkeluarga dengan seorang anak yang lucu & manis usianya sudah 3 tahun.

Sebelum menikah aku pernah sekolah di Singapore selama 2 tahun, di sana aku punya teman dekat(mungkin pacaran kali, padahal aku sudah punya pacar di kota M) itupun hanya sebatas cium bibir saja. Dari dulu aku pacaran tidak pernah melakukan hal yang lebih selain cium bibir, yang lainnya selalu aku jaga hingga ke jenjang perkimpoian. Selesai sekolah aku kembali ke kota M, setahun kemudian aku menikah dengan teman kuliahku yang sudah 6 tahun bersama-sama, hingga aku lupa dengan teman dekatku di Singapore, tapi aku sempat mengundangnya ternyata ia tak datang. Aku bahagia dengan keluargaku yang kini usia perkimpoian kami meginjak tahun ke-5. Suamiku sangat bangga kepadaku.

“Bunda, kamu tidak hanya cantik tapi sosok istri yang sempurna, wanita karier, pintar masak, dan yang pasti sangat memuaskan di tempat tidur”, kata suamiku suatu hari.

“Istri siapa dulu…”, jawabku sambil tersenyum.

Memang aku sekarang bekerja di Perusahaan Asing sebagai Marketing Manager yang kadang tugas keluar negeri, tapi aku tidak pernah melupakan kewajibanku sebagai istri, aku selalu berusaha yang terbaik untuk keluargaku.

Pada bulan Februari tahun lalu aku ditugaskan ke Singapore selama 3 hari. Disana aku menginap disalah satu Hotel di Orchard Road. Selepas kerja aku jalan-jalan ingin membeli sesuatu di China Town, waktu aku hendak ke MRT (kereta bawah tanah) aku bertabrakan dengan seorang pria.

“Maaf”, katanya. Ingin rasanya aku memarahinya tapi aku malah terkejut karena pria itu adalah teman dekatku dulu.

“Betulkah ini Yuni?”, tanya. “Abang Hanif yach?”, aku balik tanya. Kami bersalaman, selintas dimatanya kulihat ada kerinduan.

“Abang patah hati mendengar Yuni menikah, tapi apa mau kata, tak apalah, abangpun kini sudah menikah setahun yang lalu”, katanya agak lirih.

“Istri abang tak dibawa?”, tanyaku.

“Dia tinggal di KL (Kuala Lumpur) tak di sini”, jawabnya.

Akhirnya Abang Hanif mengantarkanku jalan- jalan dan kita saling tukar cerita. Pukul 8 malam aku kembali ke hotel. Abang hanya mengantarkanku sampai depan pintu.

“Besok Abang boleh sini?”.

“Bolehlah bang, jawabku.

Keesokan harinya selepas pulang kerja aku baru saja selesai mandi dan berpakaian, bunyi ketukan pintu terdengar, ternyata abang benar- benar datang. Kemudian kami ngobrol-ngobrol di sofa sambil nonton televisi. Abang mulai memegang tanganku, gemetar rasanya (seumurku sekarang aku baru berpacaran 2 kali, dengan suamiku dan yang kini kuhadapi).

Tiba-tiba ada yang mengetuk pintu, seorang pelayan mengantar minuman yang telah aku pesan sebelumnya. Aku berdiri mengambil minumannya.

“Bang, ini minuman kesukaan Abang”.

“Oh…, Sayangku (ia dulu selalu memanggilku sayang) kamu masih ingat yach?”, tanpa setahuku ia memelukku dari belakang, jantungku berdetak cepat.

“Bang…, bang lepaskan nanti minumannya tumpah, ia mengambil gelas yang aku pegang dan meminumnya sampai habis.

“Haus apa suka”, candaku.

“Eehh…, ia malah memelukku erat, mengangkat mukaku, dikecupnya keningku, mataku, kemudian bertemu dibibirku yang mulai bergetar, kami saling berpaut. Oh…, Tuhan apa yang terjadi bisih hatiku.

Selanjutnya ia menggendongku ke tempat tidur di baringkannya, diusap- usap rambutku sambil berkata “Abang sangat merindukanmu…, sayangku”, sambil ia kecup keningku yang pada akhirnya kami saling melumat lagi, sebenarnya akupun merindukannya tapi tak bisa terucapkan. Deru nafas kami mulai tak terarah, tangannya mulai menyelusuri tubuhku.

“Bang…, bang…, jangan kita sudah menikah”, kataku lirih, tapi ia malah melumat bibirku sehingga aku tak kuasa. Ia memasukkan tangannya kedalam bajuku dan bersinggah di dua bukitku, dibukanya braku, bajuku hanya CD yang tersisa kemudian ia buka sendiri bajunya.

“Yang.., indahnya dadamu”, diremas lembut dadaku, dihisapnya putingku, aku bergelinjang kegelian. Ahh…, ahh…, ahh, itu saja yang terucap olehku. Sambil menciumi dadaku tangannya mulai mengusap-usap pahaku, kini CD-ku sudah ditanggalkannya, dan tangannya sudah bersarang di hutan yang lebat, ia mainkan clitku yang mulai basah.

“oohh…, ohh…’ oohh aku makin mengerang. Ciumannya perlahan turun ke perutku, turun lagi ke pahaku dijilatnya bergantian sampai akhirnya hutan yang lebat itu ia selusuri, dimainkannya clitku dengan lidahnya, dihisap, dijilat.

“Ooh…, oohh…, ooh, bergetar seluruh tubuhku. Tanganku pun tak ambil diam aku usap- usap senjatanya yang begitu besar dan kokoh, kuurut-urut, “oohh…, ohh…, ia mulai mengerang.

Tanpa kami sadari posisi kami kini 69, kami saling isap, saling jilat, hanya erangan kenikmatan yang kami rasakan. Setelah kami merasa puas, ia baringkan aku, dimasukannya senjatanya itu perlahan- lahan, gerakannya naik- turun membuat kami tak menentu.

“Ohh…, oohh…, ohh bang terus…, bang, aku putar- putar pantatku seirama gerakkannya. oohh…, my girl I am coming.., Abang tak kuasa”, katanya. Aku putar badannya sehingga posisiku di atas dan ia terduduk. Kini aku yang naik-turun sambil ia remas dan isap dadaku. “OOhh.., oohh.., oohh…, ayo, augh”, gerakan kami kian lama kian mengencang dan akhirnya kami mencapai kenikmatan bersama- sama. “Terima kasih sayangku”, sambil ia kecup keningku.

“Kamu adalah wanita yang paling sempurna di mataku”, katanya lagi. Tak ada kata yang bisa kuucapkan, aku hanya terdiam lemas.

Keesokan harinya aku balik ke kota M. Abang antar aku ke changi airport, sebelum aku naik pesawat aku bisikkan, “Bang yang kemarin terjadi itu rahasia kita berdua, yach?”, ia mengangguk sambil mengecup keningku.

Itulah kejadian setahun yang lalu, aku coba untuk melupakannya yang bagiku pertama dan terakhir, semoga abangpun di sana demikian.