Udara panas di dalam kereta membuat seluruh keringatku mengucur sebesar-besar jagung. Memang beginilah keadaannya kalau naik kereta siang-siang, apalagi perjalanan jauh. Kalau pergi ke rumah nenek memang paling praktis kalau naik kereta walaupun panasnya tidak ketulungan, soalnya tinggal turun, jalan sedikit, sampai deh.
Sekitar jam empat lewat sedikit, kereta yang kutumpangi tiba di stasiun kecil di ibukota kecamatan di bilangan utara Jawa Tengah. Keadaan stasiun di sini tidak sekacau di Jakarta. Aku pun berjalan menyusuri rel berbalik kea arah Jakarta. Melewati gang-gang kecil, tak lama aku tiba di rumah nenek.
"Kulo nuwun.., Mbah.. Mbah..?" sapaku sambil mengetuk-ngetuk pintu.
"Lah, koe toh Lik. Masuk.. masuk, Mbah kirain siapa. Numpak bus opo sepur..?"
"Kereta, Mbah."
"Gimana kabar Bapak sama Ibumu..?"
"Baik, Mbah. Ini ada titipan dari Ibu," jawabku sambil meberikan sebuah bungkusan titipan ibu.
"Yo wis, mandi dulu sana."
Aku pun langsung mandi, kalau udaranya panas seperti ini memang paling enak mandi. Jebur-jebur..!
Selesai mandi aku pun ke dapur, kalau bisa sih ingin langsung makan. Waktu di dapur, yang kutemui bukannya nenekku, tapi seorang gadis, memakai daster hijau sedang berjongkok dekat sumur. Mencuci piring kali yah..? Terlihat dari sini badannya gemuk, tapi pantatnya.. waahh.. Asoy geboy.. gedebuk enjoy.. weleh-weleh.. Aku pun terkesima sesaat, namun..
"Ngeliatin opo toh, Lik..?" tanya nenek mengagetkanku dan membuyarkan fantasi meraih..
"Eh.., Embah. Itu siapa toh, Mbah..?" tanyaku.
"Itu Dewi, anaknya Om Sabar, adiknya Bude-mu As, sekarang dia ikut Bude-mu."
"Jadi ya masih sepupuku..?"
"Iya toh..?" jawab nenek.
Dewi pun berbalik melihatku, manis juga. Apalagi disambung sama senyuman yang manis itu. Sepetinya sih dia pemalu. Lalu aku dikenalkan sama dia. Saat aku makan, sepertinya dia beberapa kali memandangku dari seberang sana sambil memotongi sayur. Ketika aku membalasnya dia langsung memalingkan pandangannya. Manis juga sepupuku yang satu ini, walaupun gemuk dan terlalu besar untuk anak kelas dua SMP.
Lalu sebuah cerita terjadi, semuanya bermula ketika keesokan harinya aku ke rumah Bude As. Aku pingin pipis, duh.. kebelet banget. Aku langsung lari ke kamar mandi. Kamar mandi memang agak aneh, karena tidak berpintu namun seperti masuk ke dalam ruangan yang disekat-sekat, hanya WC yang ada pintunya. Karena sudah kebelet banget aku langsung masuk ke dalam ruangan yang ruang antaranya cukup gelap. Ternyata Dewi ada di sebelah dalam dekat bak dan membelakangiku. Jarak kami sekitar dua sampai tiga meter. Dengan bengong aku memandangi dari atas ke bawah tubuhnya yang polos tanpa sehelai kain pun alias telanjang bulat.
Melihat pantatnya yang membujur besar padat membuat 'anu'-ku menegang. Bahenol sekali pantatnya. Belum lagi ketika dia menyamping dan buah dadanya yang ranum terlihat. Aku hanya dapat menelan ludah melihatnya jebar-jebur sambil memegangi adik kembarnya. Jadi pengen megang juga. Tapi karena sudah tidak tahan, aku langsung masuk ke dalam WC dan melepas bebanku.. aahh legaa..
Entah apa yang ada di pikiranku, padahal kalau mau ngintip terus aku bisa saja, tapi aku menunggu di dalam WC sampai Dewi selesai mandi baru aku keluar. Gendut-gendut sexy juga tuh cewek. Kalo bukan sepupu kali sudah kutembak. Selesai makan siang, Bude As menyuruh Dewi mengajakku jalan-jalan ke ladang tebu. Walaupun panas tapi rasa tetap segar dapat jalan berdua bersama Dewi.
"Kamu baru setahun ini di sini ya, Dew..?"
"Iya, Mas. Bapak sama Ibu di Jakarta, jadi aku ikut Bude."
"Di sini sama Jakarta enak mana..?"
"Ya enak di Jakarta, kalo mo jalan-jalan banyak tujuannya."
"Kamu sudah punya pacar belum..? Nanti pacarmu marah lagi liat kamu jalan sama aku.." pancingku.
"Engga toh, Mas. Aku belom punya pacar. Lagian siapa yang mau..?"
"Masak cantik kayak kamu nggak ada yang mau..?"
Dewi hanya tersenyum saja.
Menyusuri pematang, kami berdua sepertinya bahagia sekali, tak jarang kami tertawa dan bergandengan tangan. Dua jam kami berjalan, sampailah kami di sebuah stasiun tua tempat pengangkutan tebu, tapi sepertinya sudah lama tidak digunakan lagi. Dewi mengajakku masuk melihat-lihat ke dalam.
"Serem ya, Mas..?"
"Ah, siang-siang kok serem. Emang kamu takut, Dew..?"
"Engga, asal ada Mas Lolik.." jawabnya sambil menggandeng tanganku.
Lalu dia menarikku lebih masuk ke dalam, tibalah kami di satu sudut ruangan.
"Mas.., Mas Lolik sudah punya pacar belum..?"
"Wah, ngga sempet Dew..," jawabku yang sebenarnya berbohong.
"Dewi boleh ngga jadi pacar Mas Lolik..?"
"Tapi Dew..," tak sempat menyelesaikannya Dewi sudah memotongnya dengan menutup mulutku dan menaruh tanganku di dadanya.
Besar, empuk tapi padat. Awalnya aku tidak ingin sampai.. oh.., namun birahiku pun bergejolak, 'anu'-ku menegang ketika Dewi mulai meremas-remaskan tanganku di payudaranya.
"Dewi ngga cantik toh, Mas..?" tanyanya sambil merangsang manja.
"Bukan.. bukan itu Dew..," namun Dewi terus meremas-remaskan tanganku, benar-benar empuk, padat dan sensasinya begitu nikmat.
Tak kuasa menahan, aku mulai mencium bibirnya sambil meremas-remas sendiri payudara Dewi.
Kunikmati ciumannya yang hot sambil menutup mataku. Dewi lalu menarik tangan kiriku dan memasukkannya ke bawah roknya. Pertama aku berpikir akan menyentuh halusnya celana dalam Dewi. Ternyata kasar dan itu adalah rambut..! Dewi sudah menurunkan celana dalamnya ketika kami berciuman. Sempat kaget aku dibuatnya, namun tanpa basa-basi aku langsung memainkan jariku di sepanjang kemaluannya dan menjelajahi hampir tiap helai rambutnya yang lebat. Kemaluannya pun kian membasah, mengalir cairan kental dari dalam vaginanya. Jari semakin tangguh bermain di tengah beceknya kemaluan Dewi.
Tangan Dewi tidak mau kalah dan masuk ke dalam celanaku sambil memainkan batangku yang sudah membesar. Dia menurunkan resleting celanaku dan mengeluarkan batangku itu. Dia berjongkok di depanku dan mulai menjilati batangku. Dewi mengulum-ngulumnya dan memutar-mutarnya di dalam mulut dengan permainan lidah yang menawan. Hebat sekali sih dia.. sering nonton 'bokep' kali yah..?
Aku pun gantian jongkok dan mengangkat rok Dewi dan mulai melakukan oral sex pada kemaluan Dewi. Lezatnya Juice Cinta yang keluar dari vagina, Juicer alami milik Dewi. Aroma kemaluannya yang merangsang membuatku kesetanan menjilati 'garis' dari depan sampai belakang itu. Kugigit-gigit klitoris Dewi, lalu kujilat kelentitnya yang seperti jengger keluar. Dewi hanya mengerang dan mendesah menahan rasa sakit yang pasti nikmat itu. Naik aku menjilati perutnya yang gemuk berisi itu. Namun nafsuku tidak memperdulikan bentuk tubuhnya itu, bagiku dia tetap gehoy.. geboy.., S E X Y..
Kujelajahi tiap lekuk dan gunung-gunung di tubuhnya, lalu ke pantatnya yang besar bahenol dan lubang di tengah garis belakangnya tak luput dari incaranku. Lebih naik lagi aku mulai melahap kedua payudaranya yang sepertinya 36B apa C itu, kukulum-kulum puting-putingnya di dalam mulutku dan memainkan lidahku di atas kedua adik kembarnya itu. Tak diam tanganku terus mengorek-ngorek kemaluannya agar terus basah dan menarik klitorisnya, lalu mencoba memasukkan jariku ke dalam vagina Dewi.
"Kamu suka, Dew..?"
"Ah.., Mas.. masukin donk.. aah.., masukin aja.. Dewi ngga tahan nih..!" jawabnya sambil tak henti-hentinya mendesah.
"Apa yang dimasukin, Dew..? Jarinya..?" tanyaku lagi.
"Jangan.. ah.. aduh enak banget sih.. itu.. itu.. aja.. aduh.. ini lho.." jawabnya sambil mendesah terus dan memegang batangku, "Anunya Mas Lolik, memek Dewi udah ngga tahan pengen dicolok-colok aah.. aduh.. ayo dong, Mas..!"
Aku langsung merebahkan Dewi di lantai beralas koran dan menjilati memeknya dulu sekali lagi.
"Udah dong, Mas. Masukin aja..!" serunya sambil meremas-remas sendiri payudaranya.
Tanpa basa-basi aku langsung memasukkan batangku ke dalam vaginanya.
"Aaaghh.., yes..!" Dewi mengerang, entah kesakitan atau saking enaknya.
"Sakit, Dew..?"
"Engga kok, Mas. Enak.. enak banget. Bener kok. Terusin dong, Mas.. terusin..!" jawab Dewi sambil memegang pundakku.
Aku mulai menggerakkan batangku keluar masuk goa di tengah hutan lebatnya Dewi. Aaahh.. benar-benar enak banget. Kupikir akan sulit menembus kedalaman vagina Dewi, mungkin gara-gara basah banget kali yah jadi gampang. Saking basahnya vagina Dewi yang dipenuhi 'Juice Cinta', aku dengan cepat dapat 'mengasah' batangku di dalam kemaluannya. Kaki yang mengangkang diangkat ke atas benar-benar membuatku terangsang.
"Terus, Mas.. terus.. yes..! Yang dalem.. iya gitu.. terus.. aahh.., iya.. ya.." ujarnya sambil membuka selangkangannya lebih lebar dan menggelepar keasyikan.
Melihat tingkahnya yang begitu, membuatku semakin bersemangat bermain dengannya.
"Enak, Mas..?"
"Enak banget, Dew.. aahh. Kamu suka khan..?"
Dewi hanya mengangguk keenakan.
Lelah dengan satu posisi, kami mengganti posisi. Dewi berdiri sambil menungging memegang meja tua. Aku langsung 'menusuk'-nya dari belakang.
"Pegang susuku dong, Mas..!" pinta Dewi memelas.
Tanpa berpikir panjang aku meladeninya, tangan kiriku memegang satu susu Dewi, memilin-milin putingnya, dan yang kanan memainkan kelentit tempat pipisnya keluar.
Dewi terus mendesah keasyikan, "Yang dalem.. terus.. aduh.. enak banget sih..! Jangan berhenti ya, Yank..?"
"Aku nggak kuat lagi, Dew. Keluarin yah..? Kamu sexy banget sih.."
"Cium aku dong, Yank. Terus keluarinnya di dalem aja."
Aku pun mencium dan menggigit lidah dan bibirnya yang manis.
"Bener boleh di dalem nih..?"
"Iyah, cuman jangan lepasin tangan yang di memek, yah..? Abis enak banget..!"
"Kecek.. kecek.." terdengar kocokan pada vagina yang basah.
"Mas.. kentotin terus memek Dewi, Mas..! Iya..! Gitu..! Aduh..! Aahh..! Dewi Orgasme Mas..!"
"Aduh.. aahh.. kamu sexy banget sih Dew..!"
"Creett.. creett.. creett.. creett..!" air maniku pun membanjiri Dewi yang sepertinya ingin mengelepar menikmati orgasmenya.
"Jangan dicabut dulu, terus jangan lepas tanganmu, yah..?" pintanya lagi sambil memegang tanganku yang memainkan klitorisnya, "Abis enak banget, mainin terus dong..!"
Aku tak berhenti memainkannya sampai Dewi puas. Lalu kucabut batangku yang mulai menyusut lagi.
Setelah melepas lelah, kami berdua pulang ke rumah nenek. Selama liburan kami terus melakukan hubungan sex hampir setiap hari di stasiun tua itu sampai aku pulang ke Bandung. Bila tak sempat pergi, kami melakukannya di kamar mandi.
Setelah aku pulang, aku baru tahu kalau ternyata Dewi itu anak nakal. Makanya dia diungsikan dari Jakarta ke Jawa Tengah. Dua kali tidak naik kelas. Pantesan badannya terlalu besar untuk anak kelas dua SMP. Dulu dia suka membolos, jalan-jalan sama pacarnya yang supir dan punya anak istri. Pokoknya dulu dia terkenal nakal. Pantesan dia jago sekali dalam hal bermain sex. Jangan-jangan aku bukan pria pertama yang 'bermain' dengannya di stasiun tua itu.
Tetapi itu tidak mengganggu pikiranku. Lagi pula sejak pindah ke Jawa Tengah, sifatnya berangsur-angsur berubah baik. Hubungan kami berdua pun terus berlanjut. Dewi akhirnya menjadi pacar gelapku. Setiap dia pulang ke Jakarta, aku pasti ke rumahnya dan melepaskan rindu dengan terus bermain sex.
TAMAT