Pengalaman Kristi bersama Kelvin

Bookmark and Share
Berikut ini adalah pengakuan dari seorang wanita yang saya kenal dari ruang chatting di internet, jadi jika Anda membaca kisah ini dan mengetahui, maafkan saya tetapi jangan khawatir, karena nama-nama yang ada di sini adalah karangan saya, hanya situasi dan tempatnya yang tidak saya samarkan.

Hari Senin, telepon di meja kantorku berdering, saat kuangkat, "Jane di sini."
"Hai Khristi. Aku Kelvin. Kapan kita lunch bareng?"
"Waduh, aku sibuk banget minggu ini."
"Gimana kalau besok. Besok hari yang bagus, aku ngga usah kerja. Bisa lamaan."
"So? aku kan mesti kerja."
"Sebentar saja, satu jam. Besok jam 12 aku jemput di luar kantormu. Di mana alamatnya?" ujarnya tanpa menunggu jawaban ya atau tidak.
"Umm, okay deh. Tapi cuma satu jam, aku nggak boleh telat."
Akhirnya aku mengiyakan ajakan Kelvin. Sudah seminggu dia menelepon tiap hari mengajakku keluar. Sudah pula kuberikan bermacam-macam alasan, tapi hari ini agaknya dia tidak akan menerima "No" sebagai jawaban.

Sudah dua tahun aku tidak ada kontak dengan Kelvin sampai minggu lalu aku bertemu dia secara kebetulan di Lexus dealer. Siang itu aku menitipkan mobilku untuk regular maintenance. Sorenya aku ditelepon, katanya sudah beres dan bisa dijemput. Tapi ternyata aku harus menunggu lama sekali di lobby. Aku BT, aku kabur dari kantor, dikiranya cuma sebentar, tapi sudah menunggu setengah jam masih belum dikeluarkan juga mobilnya. Untuk membuang kesal, aku jalan-jalan melihat mobil-mobil di showroom. Nah, di sinilah aku bertemu lagi dengan Kelvin. Dia bekerja di dealership ini, di bagian sales. Dari percakapan hari itu, aku tahu bahwa dia mempunyai mobil Porsche 911 dan baru putus dengan pacarnya yang sudah tinggal bersama.Tentu saja aku enggan keluar dengan cowok ini, basically karena aku tidak mau hanya dijadikan pelariannya. Tetapi, baru saja aku menyetujui ajakan lunch-nya. Sering pula dia menawarkan aku pergi dinner, untuk yang ini aku sudah mutlak memberikan jawaban tidak.

Keesokan paginya, Kelvin menelepon pertama kali untuk konfirmasi lunch dan kedua kali memberi tahu bahwa dia hampir sampai. Kami pergi ke Japanese Teppanyaki. Kelvin orangnya tidak jelek, tinggi 180, berat badan proporsional, orangnya luwes, hanya saja perutnya agak berlemak. Secara keseluruhan dia memang oke, mulutnya manis dan pandai berbicara (tentu saja, mungkin ini modalnya bertitel top sales di daerah sini). Apalagi nantinya aku mengetahui kalau dia juga memiliki 3 mobil mewah lain di samping Porsche-nya. Aku diam-diam menggunakan mental calculation mengira-ngira pendapatan dan pengeluarannya tiap bulan. Semua pembayaran mobil, asuransi, rumah, makan dan lain sebagainya. Wow, banyak duitnya, aku pikir, tapi mengeluarkan terlalu banyak uang untuk hal-hal yang tidak perlu. Lewat mental calculation pula aku menaksir umurnya lebih tua 7 tahun dari aku. Hmm, tapi kok masih single ya?

Kelvin makan banyak sekali. Dia kuat makan dan minum. Di siang bolong pesan sake sampai dua kali. Makanan yang enak-enak dia sumpitkan ke piringku, sisanya dia habiskan. Itupun belum cukup, diakuinya bahwa dia masih bisa tambah dua burgers. Aku heran, untuk porsi makannya yang jumbo, layaknya tubuhnya menyerupai balon, tapi dia tergolong kurus. Terus terang, aku suka cowok yang nafsu makannya besar dan tidak takut makan apapun. Well, berbeda dengan yang namanya rakus, lho. Ini pertanda kira-kira nafsu sex-nya juga besar, dalam kamusku (tetapi berbeda dengan yang gemuk, ya anda pasti mengerti).

Sepanjang makan siang, tidak sekalipun dia menyinggung soal pacarnya. Aku pun tidak mau bertanya. Aku tidak berminat. Dia menyinggung banyak tempat-tempat ke mana dia ingin membawaku, tetapi aku tersenyum saja, tidak memberi tanggapan positif. Sampai akhirnya kami mau berpisah, dia minta nomor teleponku yang personal.
"Telepon aku di kantor aja lah."
"Kalau aku pengen ngobrol malam-malam gimana?"
"Well.." aku segan, dia pun tidak memaksa.

Keesokan harinya Kelvin menelepon aku lagi dan begitu juga lusanya. Sebenarnya aku tidak ada rencana bagaimana harus menghadapinya. Di hatiku sudah ada orang lain. Dasar cowok juga, kalau ada maksud, mereka tidak pernah bertanya atau peduli kalau cewek sudah punya pacar. Pokoknya kalau di jari manis cewek belum ada cincin, pasti dikejar terus. Kali ini Kelvin mengajak aku pergi kencan yang sesungguhnya hari Sabtu. Aku langsung menolak, karena waktu itu aku memang mau ke undangan wedding kawan dekatku. Kelvin, bukan Kelvin namanya kalau dia nyerah, aku sudah mengetahui taktiknya, bila lunch ditolak, dia minta dinner, bila besok ditolak, dia minta lusa. Dan kali ini Sabtu ditolak, dia minta Jum'at malam. Akhirnya aku bilang Jum'at malam aku akan pergi ke Neiman Marcus beli gaun untuk wedding. Kelvin ingin mengantar, suatu kebetulan bahwa Jum'at adalah hari liburnya, selain Selasa. Aku bukan mau belanja. Aku sudah memilih satu gaun malam warna hitam yang aku suka, tapi belum kubeli sampai sekarang karena lumayan mahal. Sampai akhirnya aku memutuskan Jum'at malam akan kubeli saja karena tidak ada yang lain yang lebih menarik. Kelvin menjemput aku di kantor lagi malam itu.

Di perjalanan yang lumayan jauh dan macet itu, kami ngobrol panjang lebar mengenai apa saja, kecuali mengenai ex-nya. Sesampainya di Neiman Marcus, aku tahu persis di mana letak baju itu.
"Kelvin, aku coba baju dulu ya! Kamu liat-liat barang lain deh, biar engga kesel nungguin aku."
"Ya jangan, dong. Aku kan ke sini cuma buat nganterin kamu. Aku tunggu di luar sini. Take your time."
"Iya deh. Thanks ya," aku tersenyum manis sebagai ucapan terima kasih atas kesediannya menunggu. Aku berpikir si Kelvin ini kelihatannya punya hati yang baik. Aku masuk ke kamar ganti yang besar dan mencoba lagi baju itu sebelum benar-benar kubeli. Ternyata tetap seindah kemarin dulu. Gaun panjang ini tidak mengijinkan aku mengenakan bra karena bagian punggungnya sangat terbuka. Bagian dada pun lumayan rendah, memamerkan 1-2 senti bukit kembarku. Aku kelihatan sangat sexy. Bahannya lumayan tipis terasa menempel di tubuh, memperlihatkan lekuk-lekuk tubuhku dan paha kananku yang putih mulus karena belahan rok yang cukup tinggi.

Ketika membungkuk, terlihat buah dadaku seakan mau loncat keluar, apalagi saat itu aku mengenakan push-up bra, belum kutanggalkan, aku masih ragu pantaskah aku keluar sekedar sopan santun terhadap Kelvin. Tapi, untuk apa aku bagai model pamer baju dan tubuh di depan dia, aku kan bukan mau pergi ke pesta bersama dia. Akhirnya aku buka pintu melihat keluar, dia masih di sana. Di luar sepi-sepi saja, hanya ada satu dua orang yang sedang berbelanja. Aku pun memutuskan untuk ke luar sebentar. Matanya langsung menangkapku.
Aku berucap, "Inilah gaun yang kupilih."
Sepertinya dia tidak tau mau bicara apa. Aku memang terlihat sangat berbeda.
"Kamu sungguh cantik!" ujarnya.
Aku hanya tersenyum. Aku tidak tahu bagaimana wajah sang ex, tapi pada saat itu aku merasa aku lebih baik darinya. Kelvin datang mendekati, barangkali ingin ikut mengamati, tetapi tidak ada komentar lain yang keluar dari mulutnya.
Dia hanya bilang, "Pas banget di tubuhmu, you should buy it."
Sepertinya aku sudah bikin juniornya bangun. Aku geli sendiri. Aku pun balik lagi ke kamar ganti.

Setelah kututup pintu, tanpa disangka Kelvin sudah menyusul di belakangku.
"Khristi, boleh aku masuk? Ada sesuatu yang janggal."
"Huhh?" tanyaku heran sambil membuka pintu.
Kelvin masuk, menutup pintu dan mengunci.
"Kelvin! Kamu engga boleh masuk ke sini!" bisikku tertahan.
"Ssshh! Engga ada yang liat aku masuk." Dia menyeringai, lalu berbisik tidak kalah pelannya.
"Kamu benar2 menggairahkan.., cuma.. tidak seharusnya kamu mengenakan bra..," wajahnya dekat sekali dengan wajahku.
Suasana di luar dan di dalam sangatlah berbeda, di sini lebih private dan kami dekat sekali. Aku bisa merasakan dirinya sudah terangsang. Tangannya menyentuh bahuku, menarik turun tali BH-ku satu persatu lewat dari pundakku ke lenganku. Dengan begitu, yang ada di bahuku hanyalah seutas kain bagaikan tali yang berasal dari gaunku.

Lewat sentuhannya di kulitku dan desahan napasnya, darahku mulai naik. Aku memang tidak punya perasaan khusus untuknya, kami bahkan baru kenal, tapi aku biarkan tangannya merambat ke punggungku mencari kaitan BH, aku hanya menahan nafas ketika tercium bau cologne yang dia pakai, dekat sekali. Aku menduga dia memang sengaja mendekatkan begitu supaya aku tidak tahan. Setelah ditemukan, Kelvin melepaskan kaitan itu, kemudian dia menarik talinya lepas dari lengan kiri dan lengan kananku, lalu dia tarik keluar sepotong pakaian dalam itu.

Aku berdiri tegak bagai orang terhipnotis, tidak melawan sama sekali terhadap aksinya. Aku sadar, ada seorang cowok yang sedang dilanda birahi, aku yang menyebabkannya begitu, dan aku sedang diminta tanggung jawab. Kelvin merangkul pinggangku, membawaku ke dalam pelukannya. Untuk beberapa saat dia hanya merangkulku, aku rasakan dadaku yang tidak terbungkus menempel di dadanya.
"Khristi Sayang, aku ingin membina suatu hubungan denganmu, maka.. kalau kamu engga siap, suruhlah aku keluar sekarang, tapi.." pelukannya mengerat, kaki kanannya diselipkan di antara kedua kakiku dan menekankan pangkal pahanya pada diriku, mendorongku ke belakang selangkah sehingga merapat ke dinding.
"Aku ingin kamu tau.. bahwa pada saat ini, aku sedang mengalami hugest hard-on.."
Gila! tentu saja aku bisa merasakan benda keras itu di balik celana jeansnya, wong dia dengan sengaja menggesek-gesekkannya di selangkanganku kok. Bersamaan dengan itu, Kelvin mendaratkan bibirnya di bibirku dan mulai menciumiku dengan panas.

Bibirnya turun kedaguku, lalu naik ke kupingku, di sana dia membisikkan, "O.. Khrissie.. you.. my.. baby..!" kemudian turun lagi keleherku, setiap inci kulitku merasakan kehangatan yang dia berikan lewat bibir dan lidahnya, kadang giginya menggigitku pelan, memberiku kenikmatan yang lebih dalam.
Otakku saat itu tidak dapat berpikir dengan logis. Aku tidak ingat bahwa lelaki yang sedang mencumbuiku ini baru saja aku kenal. Dua tahun yang lalu kami hanya teman asal lewat saja. Sekarang setelah bertemu satu kali saja, dia sudah mulai menggerayangi tubuhku. Tidak pernah aku berbuat sejauh ini dengan seorang stranger sebelumnya.

Tidak tahan lagi aku menggigit bibirku agar tidak mengeluarkan suara, akhirnya aku tidak peduli, aku mendesah dan merintih, bahkan melenguh kuat ketika dia meremas susuku. Aku sudah tidak peduli bahwa kami berada di tempat umum, siapa saja, kapan saja orang bisa lewat dan mendengar suaraku.
Di sela-sela ciumannya, ternyata aku masih ingat akan gaun yang akan menutupi tubuhku di pesta besok, "Uhh Kelvin.. bajuku belum dibayar.. hati-hati.."
Kalimat ini malah mengingatkan dirinya bahwa aku masih berpakaian, diangkatnya bagian rok gaunku ke atas melewati kepalaku. Kini aku bugil, hanya ada celana dalam yang masih menutup kewanitaanku. Kelvin kembali menjelajahi tubuhku yang barusan tertutup, dia menciumi setiap lekuk-lekuk di tubuhku. Entah dia sadar atau tidak dengan suara-suara ribut yang berasal dari mulutku, aku masih berusaha untuk tidak terlalu ribut, tetapi ketika dia mengemotputingku, aku menjerit tidak karuan, pada saat itulah dia merelakan tangan kirinya di mulutku sebagai alat pembungkam. Kugunakan jari-jarinya sebagai pengedap suara yang aku gigit-gigit sebagai pengganti jeritan yang keluar. Tapi hanya sebentar saja, karena tangannya kemudian berpindah meremas-remas pantatku.

Aku mulai protes di saat gerakannya kian turun ke bawah, ketika jari-jarinya mulai menyusup ke dalam celanaku dan menyentuh bulu-bulu kewanitaanku. Kepalaku menggeleng-geleng. Aku merasa tidak comfortable, well, at least tidak di tempat begini. Tiba-tiba aku berada di alam sadar. Wajahku yang sejak tadi menikmati aksinya kini mulai terjaga. Tangan Kelvin mencoba melorotkan celana dalamku, tapi aku tahan.
"Stop di sini.. pleaasse, aku engga bisa melanjutkan..," aku masih mencegahnya dengan cara menempatkan tangan kiri di celanaku dan tangan kanan mendorong jauh bahunya.
Kelvin menjawab dengan nafas memburu, "Oh tidak..! tidak sekarang, Sayang.." mulutnya sedang menjilati puting susuku dengan menggebu-gebu, sementara dua jari tangannya sudah menyusup lebih dalam lagi mencari clit-ku, dia makin nafsu.
"Kau sudah basah kuyup.."
Aku mengerang tertahan. Aku memang sudah nafsu sekali, aku sudah siap sebenarnya, dia malah masih berpakaian utuh.
"Kelvin! Aku serius!"
Akhirnya aku benar2 menghentikan gerakannya, karena detik berikutnya aku tampar kepalanya. Tidak keras, tapi cukup bikin dia kaget. "Whoops.." pikirku. Lalu aku berkata lunak sedikit memelas, "Kelvin, aku serius, tolong jangan dilanjutkan.. aku bisa meledak di sini."
"Ya ledakkan aja. Apa salahnya? Bukankah tadi hampir?" Dia tidak marah, cuma agak kesal mungkin.
"Lebih baik jangan."
Aku menunduk mengenakan pakaianku kembali. Aku tidak mau nantinya berakhir di kantor security atau apa, pikirku.
"Khristi, nanti kita lanjutkan di rumahku, setelah dinner." katanya sungguh-sungguh.

Kelvin keluar dulu. Aku menyusul di belakangnya dengan tampang innocent, maklum kan, baru cobain baju, namun kelihatannya wajahku kemerahan bekas gejolak nafsu tadi, mataku sedikit berair karena kenikmatan yang barusan kualami. Kelvin terlihat normal-normal saja, dia hanya tersenyum di saat kita bertatapan.
"Ada barang lain yang masih diperlukan?" tanya Kelvin.
"Engga ada! Keperluanku udah komplit."
"Ayo kita cari makanan kalau gitu. Aku lapar banget. Sini bajunya aku bayar dulu."
Aku pun berdiri di depan counter siap melakukan transaksi pembayaran.
"Ngapain dia mau ikut-ikutan bayar," pikirku.

Aku sudah siap dengan kartu kreditku, namun sebelum kartuku diambil oleh sang kasir, Kelvin dengan kilat mengambil kartuku, menukarnya dengan kartu NM-nya dan menyerahkan kepada kasir. Aku melotot, protes.
"Engga apa-apa," katanya ringan.
Well, mungkin uang segitu tidak berarti apa-apa buatnya, tapi kan bisa jadi beban untukku.

Selesai dinner, Kelvin benar-benar membawaku pergi ke rumahnya. Aku tidak begitu yakin jika aku harus menurutinya atau menolaknya mentah-mentah. Sejujurnya aku ingin menikmati apa yang dia tawarkan, harus kuakui aku memang membutuhkannya. Sudah lama sekali aku tidak disentuh laki-laki. Tapi karena tidak ingin kelihatan desperate, aku mengungkapkan bahwa aku mengkhawatirkan mobilku yang masih parkir di lapangan kantor, dia bilang tidak usah takut. "Pokoknya beres," katanya.

Setiba di rumahnya, Kelvin menyuguhkan cognac. Tanpa basa-basi lagi, dia memelukku dari belakang, dan kali ini dia menciumi seluruh bagian belakang tubuhku, mulai dari kudukku sampai ke bawah kakiku, baru kemudian aku berbalik dan dia naik dari situ menstimulir seluruh bagian depanku inci demi inci. Kami berakhir di ranjangnya, tubuh telanjang dan masih meresapi sisa-sisa momen yang baru saja lewat. Aku bangkit duluan. Jam di meja sudah menunjukkan jam 11. Aku harus menjemput mobilku dan pulang ke rumahku sendiri. Kami berpakaian. Kelvin masih sempat-sempatnya mengganti sarung bantal penopang kepalaku tadi.
"Ngapain sih?" tanyaku tersinggung, karena yang diganti ternyata cuma sarung bantalku.
"Umm..," dia menatapku dengan tampang bersalah, "ex-ku belum pindah keluar dari sini.. dia bisa mencak-mencak kalau mencium parfummu."
"Hah!!" aku serasa baru ditampar, mungkin balasan tamparanku tadi di kamar ganti.
"Aku memang ingin kasih tau kamu.." katanya menatapku. "Maafkan aku.."
"Dia masih tinggal di sini? Dia akan pulang malam ini?" aku benar-benar merasa terhina.
"Dia sudah dua hari tidak tidur di sini. Dengar, Khristi, kita udah putus, aku sudah meminta dia keluar secepatnya, tapi dia butuh waktu mencari tempat tinggal lain."
"Tentunya kau tidak memerlukan bilang-bilang sebelum semua ini terjadi!" kataku sinis.

Aku marah, pergi meninggalkan rumahnya. Memang dia mengantarku. Tapi aku belum bisa terima bahwa aku baru saja tidur di tempat tidur wanita lain.

TAMAT