NGENTOT GURU BHS. INGGRIS part2

Bookmark and Share
"Mau apa kau sshh... sshh", tanyanya lirih sambil memegangi kapalaku erat-erat.
"Ooo... oh.. oh..", desis Ibu Shinta keenakan ketika lidahku mulai bermain-main di gundukan liang kenikmatannya. Tampak dia keenakan meski masih dibatasi celana dalam.
Serangan pun kutingkatkan. Celananya kulepaskan. Sekarang perangkat rahasia miliknya berada di depan mataku. Kemerahan dengan klitoris yang besar sesuai dengan dugaanku. Di sekelilingnya ditumbuhi rambut yang tidak begitu lebat. Lidahku kemudian bermain di bibir kemaluannya. Pelan-pelan mulai masuk ke dalam dengan gerakan-gerakan melingkar yang membuat Ibu Shinta makin keenakan, sampai harus mengangkat-angkat pinggulnya. "Aahh... Kau pintar sekali....Belajar dari mana hh..."
Tanpa sungkan-sungkan Ibu Shinta mencium bibirku. Lalu tangannya menyentuh celanaku yang menonjol akibat batang kemaluanku yang ereksi maksimal, meremas-remasnya beberapa saat. Betapa lembut ciumannya, meski masih polos. Aku segera menjulurkan lidahku, memainkan di rongga mulutnya. Lidahnya kubelit sampai dia seperti hendak tersendak. Semula Ibu Shinta seperti akan memberontak dan melepaskan diri, tapi tak kubiarkan. Mulutku seperti melekat di mulutnya. "Uh kamu pengalaman sekali ya. Sama siapa? Pacarmu?", tanyanya diantara kecipak ciuman yang membara dan mulai liar. Aku tak menjawab. Tanganku mulai mempermainkan kedua payudaranya yang tampak menggairahkan itu. Biar tidak merepotkanku, BH-nya kulepas. Kini dia telanjang dada. Tak puas, segera kupelorotkan rok mininya. Nah kini dia telanjang bulat. Betapa bagus tubuhnya. Padat, kencang dan putih mulus.
"Nggak adil. Kamu juga harus telanjang.." Ibu Shinta pun melucuti kaos, celanaku, dan terakhir celana dalamku. Batang kemaluanku yang tegak penuh segera diremas-remasnya. Tanpa dikomando kami rebah di atas ranjang, berguling-guling, saling menindih. Aku menunduk ke selangkangannya, mencari pangkal kenikmatan miliknya. Tanpa ampun lagi mulut dan lidahku menyerang daerah itu dengan liar. Ibu Shinta mulai mengeluarkan jeritan-jeritan tertahan menahan nikmat. Hampir lima menit kami menikmati permainan itu. Selanjutnya aku merangkak naik. Menyorongkan batang kemaluanku ke mulutnya.
"Gantian dong.." Tanpa menunggu jawabannya segera kumasukkan batang kemaluanku ke mulutnya yang mungil. Semula agak kesulitan, tetapi lama-lama dia bisa menyesuaikan diri sehingga tak lama batang kemaluanku masuk ke rongga mulutnya. "Justru di situ nikmatnya.., Selama ini sama suami main seksnya gimana?", tanyaku sambil menciumi payudaranya. Ibu Shinta tak menjawab. Dia malah mencium bibirku dengan penuh gairah. Tanganku pun secara bergantian memainkan kedua payudaranya yang kenyal dan selangkangannya yang mulai basah. Aku tahu, perempuan itu sudah kepengin disetubuhi. Namun aku sengaja membiarkan dia menjadi penasaran sendiri.
Tetapi lama-lama aku tidak tahan juga, batang kemaluanku pun sudah ingin segera menggenjot liang kenikmatannya. Pelan-pelan aku mengarahkan barangku yang kaku dan keras itu ke arah selangkangannya. Ketika mulai menembus liang kenikmatannya, kurasakan tubuh Ibu Shinta agak gemetar. "Ohh...", desahnya ketika sedikit demi sedikit batang kemaluanku masuk ke liang kenikmatannya. Setelah seluruh barangku masuk, aku segera bergoyang naik turun di atas tubuhnya. Aku makin terangsang oleh jeritan-jeritan kecil, lenguhan serta kedua payudaranya yang ikut bergoyang-goyang.
Tiga menit setelah kugenjot, Ibu Shinta menjepitkan kedua kakinya ke pinggangku. Pinggulnya dinaikkan. Tampaknya dia akan orgasme. Genjotan batang kemaluanku kutingkatkan. "Ooo... ahh... hmm... ssshh...", desahnya dengan tubuh menggelinjang menahan kenikmatan puncak yang diperolehnya. Kubiarkan dia menikmati orgasmenya beberapa saat. Kuciumi pipi, dahi, dan seluruh wajahnya yang berkeringat. "Sekarang Ibu Shinta berbalik. Menungging di atas meja.., sekarang kita main dong di atas meja ok!" Aku mengatur badannya dan Ibu Shinta menurut. Dia kini bertumpu pada siku dan kakinya. "Gaya apa lagi ini?", tanyanya.
Setelah siap aku pun mulai menggenjot dan menggoyang tubuhnya dari belakang. Ibu Shinta kembali menjerit dan mendesah merasakan kenikmatan yang tiada taranya, yang mungkin selama ini belum pernah dia dapatkan dari suaminya. Setelah dia orgasme sampai dua kali, kami istirahat.
"Capek?", tanyaku. "Kamu ini aneh-aneh saja. Sampai mau remuk tulang-tulangku".
"Tapi kan nikmat Bu..", jawabku sambil kembali meremas payudaranya yang menggemaskan.
"Ya deh kalau capek. Tapi tolong sekali lagi, aku pengin masuk agar spermaku keluar. Nih sudah nggak tahan lagi batang kemaluanku. Sekarang Ibu Shinta yang di atas", kataku sambil mengatur posisinya.
Aku terletang dan dia menduduki pinggangku. Tangannya kubimbing agar memegang batang kemaluanku masuk ke selangkangannya. Setelah masuk tubuhnya kunaik-turunkan seirama genjotanku dari bawah. Ibu Shinta tersentak-sentak mengikuti irama goyanganku yang makin lama kian cepat. Payudaranya yang ikut bergoyang-goyang menambah gairah nafsuku. :next