Pengalamanku 2 - Indahnya pertemuan

Bookmark and Share
Setelah memberikan alamat kontrakannya Yani kemudian turun di Stasiun Jatinegara, dan aku terus melanjutkan perjalananku sampai di stasiun gambir. Aku terus membayangkan apa yang barusan kami lakukan di WC kereta. Aku terbayang akan keindahan tubuh Yani yang diperlihatkannya padaku barusan. Setelah kereta memasuki stasiun Gambir lamunanku buyar, dan aku mengambil tasku lalu kemudian mencari penginapan. Namun niatku untuk mencari penginapan kubatalkan, kemudian aku membeli tiket kereta Pakuan bisnis tujuan Bekasi. Dan tanpa menunggu lama kereta tiba, aku langsung naik kereta tersebut. Setibanya di stasiun Bekasi aku mencari alamat yang dia berikan kepadaku, 30 menit kemudian aku sampai di Tambun dimana dia mengontrak. Aku naik ojek menuju ke alamatnya. Dia terkejut saat dia melihatku sampai di depan rumahnya, karena dia tidak menyangka aku akan datang secepat itu.

"Mas, kok nggak jadi nginap di hotel?", tanya Yani keheranan.
"Nggak ah, enakkan di tempat kamu", jawabku sekenanya.
"Ok deh, masuk dulu Mas!", Yani mempersilakan aku masuk. Kami duduk di ruang tengah dan sambil menyalakan televisi.
Yani bertanya, "Rencananya berapa lama Mas nginap di Jakarta?".
"Rencananya sih cuma tiga hari", jawabku.
"Kamu tinggal di sini sama siapa?", tanyaku padanya.
"Cuma sendirian aja, apa Mas mau menemani?", tanya dia kembali.
"Kalau kamu ijinkan nggak masalah", jawabku.
"Kalo gitu Mas nginap aja di sini, gratis kok", katanya sambil menatap wajahku penuh harap.
"Kan bisa menghemat uang Mas", katanya lagi.
"Oke deh kalo gitu", kataku mengiyakan, dan tanpa minta ijin dariku lebih dulu Yani langsung mengambil tasku dan memasukkan ke kamar tengah yang kosong dan bersebelahan dengan kamarnya.

Setelah dia keluar kamar langsung aku bertanya kembali kepadanya, "Apa cowok kamu sering nginap di sini?", tanyaku.
"Nggak pernah, bahkan dia nggak pernah tahu alamatku", jawab Yani.
"Masa sih?", tanyaku tidak percaya.
"Nggak percaya ya udah", jawabnya.
"Sebenarnya aku belum bisa mencintai Doni (nama cowoknya), Mas", katanya.
"Karena aku sendiri memang belum bisa melupakan Mas", jelasnya padaku.
"Kalau aku nginap di sini nanti ada masalah dengan tetangga", kataku.
"Nggak usah khawatir Mas, nanti sore kita lapor Pak RT, kalau Mas nginap di sini", katanya.
"Dan nanti kita ajak Mas Kamto rumah sebelah, biar dia yang menjelaskan bahwa kita masih saudara sepupu", katanya lagi.
"Mas.. kalo mau mandi dulu silakan aja", katanya sambil beranjak dari tempat duduknya.
"Baiklah, tapi kamar mandinya di mana?", tanyaku.
"Ada di dalam kamar kok Mas, aku juga belum mandi, mau mandi dulu", jawabnya sambil berjalan menuju kamarnya.

Belum lama aku di dalam kamar mandi, aku mendengar suara panggilan dari luar.
"Maass..", panggilnya.
"Maaf Mas ini sabunnya", katanya.
Lalu aku langsung membuka pintu kamar mandi, dan aku kaget ketika melihat pemandangan di luar. Yani berdiri di depanku hanya dengan handuk yang dililitkan di tubuhnya, dan dengan sekali sentakan dari tangannya handuknya pun terlepas dari tubuhnya. Sungguh indah sekali tubuh Yani yang telanjang bulat. Begitu putih terawat dan payudaranya yang masih kencang dengan puting warna coklat muda menghiasi payudaranya, perutnya kecil dengan pinggul yang indah dan di antara kedua pahanya terlihat bulu kemaluannya yang rimbun menutupi vaginanya yang kecil itu. Melihatku terpana dan kagum pada keindahan tubuhnya, dia langsung menyerobot masuk ke kamar mandiku.
"Mass aku mandi di sini saja ya", pintanya.
"Kita mandi sama-sama saja", katanya lagi sambil menutup pintu kamar mandi. Aku tidak bisa melarangnya ataupun menolaknya. Kemudian Yani langsung membuka satu persatu pakaianku, hingga aku juga telanjang bulat di depannya.

"Mass burung Mas kok lebih besar dari pada tadi pagi sih?", tanya Yani sambil menggenggam batang penisku dan tangannya yang satu lagi memainkan buah zakarku. Sambil meringis menahan nikmat kujawab saja sekenanya, "Tadikan masih di dalam celana Dek (panggilanku terhadap Yani), sekarang udah nggak terkurung lagi alias bebas berdiri", kataku menjelaskan.
"Mas.. tadikan Mas mainin memek Dhedek, sekarang Dhedek mau mainin burung Mas ya", pintanya.

Tanpa menunggu jawaban dariku Yani langsung mengurut batang penisku yang sudah maksimal berdiri dan terus mengusap kepala penisku dengan lembutnya.
"Ooouuch Dhee.."
"Eenaak.."
"Teruuss Dhee..", erangku.
Sambil berjongkok lalu dia menghisap penisku, dan itu pun tidak bisa masuk semua, (panjangnya 22 cm, diameter 5 cm), hingga hanya bisa masuk separuhnya saja. Yani terus menghisap penisku sambil tangannya mengusap vaginanya yang juga telah banjir karena terangsang menyaksikan penisku yang besar bagi dia. Hampir 20 menit dia menghisap penisku dan tak lama terasa sekali sesuatu di dalamnya ingin meloncat ke luar.

"Dedee.. oohhk.. ennaakhgh.. teruuss", teriakku. Dia mengerti kalau aku mau keluar maka dia memperkuat hisapannya dan sambil menekan vaginanya aku lihat dia mengejang dan matanya terpejam, dan creet.., suurr.., ssuurr.., ternyata Yani sudah orgasme terlebih dahulu.
"Ooghs.. Maass", erangnya tertahan karena mulutnya tersumpal oleh penisku. Dan karena hisapannya terlalu kuat akhirnya aku juga tidak kuat menahan ledakan dan sambil kutahan kepalanya kusemburkan maniku ke dalam mulutnya croot.., croot.. croot. Banyak sekali hingga tak sanggup Yani menelan semuanya dan mengalir di belahan bibirnya yang sensual itu. Lalu kucabut penisku yang masih berdenyut-denyut.

"aahhkgh.. oohhgh"
"Heemm enaak Mass", katanya.
"Gurih dan asin sekali mani punya Mass", ujarnya merasakan puas.
"Mass..", panggilnya.
"Gimana sih rasanya kalo di entot itu?", Yani bertanya padaku.
"Aku sendiri belum pernah ngerasain kok Dhe", jawabku.
"Mas mau nggak masukin burung Mas ke dalam memek Dhede?", tanya Yani seraya memohon.
Aku merasa ragu, namun karena penisku masih berdiri dengan kerasnya dan didorong oleh nafsu maka aku hanya menganggukkan kepalaku. Melihat anggukan kepalaku Yani kemudian duduk di tepian bath up sambil mengangkangkan kedua kakinya, hingga vaginanya yang tertutup oleh bulu kemaluan itu tampak terbuka dan terlihat sisa lendir yang mengalir di pahanya yang putih itu, dan klitorisnya pun terlihat sudah membengkak.

Lalu sambil berdiri aku mengarahkan penisku tepat di atas lubang vaginanya dan kugesek perlahan kepala penisku di atas klitorisnya.
"Aauugh Mass.. geelii", rintih Yani menikmati gesekan di klitorisnya itu.
"Masukin aja Mass",
"Cepetan.. oohh", erangnya sambil menggenggam penisku.
Dengan perlahan dan penuh perasaan kutekan penisku hingga kepala penisku membelah bibir vaginanya, tapi tampak mata Yani melotot dan wajahnya memerah sambil menahan laju penisku.
"Tahaan dulu Mass.. sakit", erangnya.
Kuturuti permintaannya, selang beberapa detik kembali dia memintaku untuk menekannya. Kutekan kembali hingga kepala penisku berhasil masuk ke lubang vaginanya. Namun dia berteriak kesakitan,
"Aduuhh Maass",
"Sakit sekalii"
Karena teriakannya itu maka aku menghentikan gerakanku dan membiarkan kepala penisku terbenam di belahan vaginanya. Aku merasakan denyutan vaginanya di kepala penisku, dan membuat rasa nikmat yang tak pernah kubayangkan.

Kemudian tangan Yani melepaskan genggamannya dan memegang pantatku lalu berusaha menekannya. Akupun mengikutinya hingga penisku masuk sampai 1/4 batangnya. Yani tampak meringis menahan sakit, tapi tangannya terus menekan pantatku hingga secara perlahan penisku masuk separuh. Penisku terasa sekali di pijat oleh vaginanya dan menimbulkan rasa nikmat yang teramat sangat. Aku diam sambil menikmati denyutan vaginanya sekitar 5 menit, dan tampaknya sakit yang dirasakan Yani sudah hilang.

"Gimana Dhek..?", tanyaku padanya.
"Masih sakit sedikit Mass.. rasanya mau pipis lagi nih.. oohh", katanya. Belum selesai ucapannya, tiba-tiba badan Yani mengejang dan tangannya menekan pantatku hingga masuk lebih dalam (kira-kira 17 cm), dan aku merasakan menabrak sesuatu di bagian dalam vaginanya.
"Aakh.. heegh.. heeghk.. oouughkss.. Maass.. enaakhss", Yani berteriak menahan nikmat, seerr.., seerr.., cairan hangat dari lubang rahimnya menerpa kepala penisku dan terus mengalir keluar dengan deras hingga membuat lubang vaginanya semakin licin. Kira-kira sekitar 10 detik Yani mengejang dan kemudian dia lemas kembali.

Aku tetap membiarkan penisku di dalam vaginanya dan kukulum bibirnya dan lidah kami pun bertarung saling membelit di dalam bibirnya sekitar 5 menit, dan kemudian perlahan-lahan aku menggerakkan pantatku maju mundur, hingga tampak vagina Yani kempot ke dalam saat kutekan pantatku, dan kelihatan menonjol begitu kutarik penisku.
"Heegh.. aahgs", Yani mendesah dan merintih, tampaknya Yani sudah kembali menerima rangsangan. Karena vaginanya yang sangat licin maka dengan lancar penisku keluar masuk di dalam vaginanya.
"Ooohh.. uuhh.. enaakhs Dhedee.. aahh", erangku.
"Iyaa Mas.. oohhss.. teeruuss Maass.. oohh aakhss", rintih Yani menerima kenikmatan tiada tara, sambil menggoyangkan pantatnya ke kiri dan ke kanan. Aku pun semakin mempercepat gerakan maju mundur penisku, sehingga Yani menggelengkan kepalanya ke kiri dan ke kanan sambil matanya terpejam, hanya erangan dan rintihan yang mendesah yang keluar dari mulutnya.
"Ooohh Maass.. ennaakss Maass.. uughs.. oo Mass.. lebih cepeet lagii Mass.. oohg Maass.. teruus oohh.. tekan teruss Maass", rintihannya semakin menjadi.

Dan Yani semakin cepat sekali menggoyangkan pantatnya maju mundur, hingga beberapa saat kemudian aku merasakan tangannya mencengkeram pantatku dengan kencangnya. Aku mengerti kalau Yani mau orgasme lagi, maka aku menghentikan gerakanku dan membiarkan Yani menggerakkan pantatnya maju mundur agar dia memperoleh kenikmatan yang tiada taranya, lalu dengan penuh perasaan dan pelan kutekan penisku. Saat kurasakan kepala penisku menabrak mulut rahimnya Yani menghentikan gerakkannya dan kembali badannya mengejang sambil kedua kakinya di tekuk di belakang pantatku. "Akuu nggaak kuuaat Maass", teriaknya.
"Aakuu keeluuaar laaghii Mass.." erangnya.
"Ooopss.. aakhss.. aakhss.. uuhh.. heghss.. heeghss", teriaknya diiringi cairan hangat yang membanjiri vaginanya seerr.. seerr. Belum lagi kejangnya hilang aku yang tadi diam kembali menggerakkan pantatku maju mundur dengan cepat.
"Oookhh Maass.. stoops Maass!", pintanya namun aku tidak mempedulikannya, aku tetap menggerakkan pantatku maju mundur tapi tidak secepat yang pertama, kali ini aku gerakkan dengan perlahan untuk membangkitkan kembali gairahnya. Lalu kuangkat pantatnya dan kugendong Yani sehingga penis semakin dalam masuknya menekan mulut rahimnya waktu kugendong dia tampaknya Yani mendapatkan rangsangan baru, dia semakin erat memelukku.

Kemudian kugendong Yani keluar kamar mandi dan kurebahkan di atas ranjang tanpa mencabut penisku dari vaginanya. Kamipun bergelut di atas ranjang, dan Yani pindah posisi berbalik ke atas dan terus duduk di atas penisku yang terbenam di vaginanya hingga membuka mulut rahimnya. Baru beberapa menit dia kembali mengejang, namun kali ini aku nggak diam sambil menikmati semburan hangatnya, aku membalikkan badannya dan mendorong penisku maju mundur. Entah berapa kali dia orgasme selama hampir 1 jam 30 menit aku bersenggama dengan Yani, baru aku merasakan sesuatu tekanan dari dalam dan akupun ingin mengakhirinya secepat mungkin, karena aku merasa kasihan melihat Yani yang sudah lemas karena orgasme yang berulang kali.

Hingga akhirnya aku menekan dalam-dalam penisku dan, "Oookhh Dheeks.. akuu keluaarr.. aakkhss.. akhhss..", teriakku sambil mendekap erat tubuh telanjang Yani, dan Yani pun demikian juga, "Yanii juughaa keeluuaarr Maass.. ookkss.. oouugghhss.. aakhss.. oohh", dan croot.., crot.., seerr.., serr.., akhirnya kami berdua menjadi terkulai lemas dan memutar posisi dan membiarkan Yani tetap menindihku dengan penisku tetap di dalam vaginanya. Kami tidak jadi mandi, dan hanya mandi keringat.
"Mass nikmat sekali, Mas hebat", puji dia terhadapku.
"Apakah kamu capek Dhe?", tanyaku.
"Iya Mas, aku lemas sekali, jadi besok aja yah nemeni Mas ngedaftar kerja", katanya sambil mengecupku.
"Oke deh kalo gitu".

Lalu Yani tertidur di atasku dengan pulas kecapaian karena perjalanan jauh juga dengan apa yang baru kami lakukan. Sepintas aku melihat bercak merah bercampur lendir di atas sprei. Ternyata Yani masih perawan, aku pun memeluknya erat hingga tertidur juga dengan penisku yang masih berada di dalam vagina Yani.

Bersambung . . . . .