Namaku Anto (samaran) seorang karyawan swasta berumur 33 tahun. Dalam kehidupan pergaulan sehari-hari aku sering menjadi perhatian di lingkungan tempat aku bekerja, selain pergaulan yang luwes, aku memiliki postur yang bisa dikatakan lumayan. Dengan warna kulitku yang putih, tinggi 170 dan berat sekitar 67 Kg serta single, tidaklah sulit bagi diriku untuk mencari teman-teman baru.
Di perusahaan tempat aku bekerja, ada salah seorang teman wanita yang (pernah) menjadi perhatianku. Sebut saja namanya Anita. Dalam pergaulannya, Anita juga seorang yang luwes, oleh sebab itu dia di tempatkan oleh pimpinan perusahaan di bagian marketing, yang sebelumnya adalah teman satu bagian dengan aku.
Awal tahun 2003 yang lalu Anita melangsungkan pernikahannya dengan seorang teman kuliahnya. Walaupun sekarang sudah menikah, Anita tetap seperti yang dulu, luwes dan anggun. Walaupun postur tubunya bukanlah tipe seorang yang bertubuh tinggi dan langsing, tapi dia memiliki kharisma tersendiri. Dengan kulit yang putih, payudara sekitar 34 serta betis yang indah, senyumnya yang menawan, tidak mengherankan bila menjadi perhatian para lelaki.
Kedekatan diriku dengan Anita berawal sejak dia bekerja pada bagian yang sama denganku 3 tahun yang lalu. Sejak dia pindah bagian (lantai berbeda walaupun dalam satu gedung) dan menikah, aku jadi jarang sekali bertemu. Paling hanya berbicara melalui telpon atau saling kirim email. Kami sering bercakap-cakap mengenai kantor dan kadang-kadang menjurus ke hal yang pribadi. Karena Anita kadang-kadang berkeluh kesah mengenai masalah-masalah kantor, yang sering membuat pikirannya cemas. Dan hal itu terbawa dalam keluarga. Rasa cemas Anita terkadang memang berlebihan, yang membuat sampai awal tahun 2004 ini belum ada tanda-tanda bahwa dirinya hamil. Setiap ada anggota keluarga atau temannya yang bertanya mengenai hal itu, menambah gundah dirinya. Segala upaya termasuk konsultasi kepada dokter sudah dilakukan, tetapi hasilnya tetap nihil. Rasa cemas dan bersalah timbul pada diri Anita, karena selalu menjadi bahan pertanyaan khususnya dari pihak keluarga. Aku sering kali memberi semangat dan dukungan kepadanya untuk selalu belajar menerima apa adanya dalam situasi apapun. Bila ada sesuatu pikiran yang membuat gundah Anita, aku selalu dapat membuat dirinya lupa dengan masalahnya. Aku selalu dapat membuat dirinya tertawa, dan terus tertawa. Pernah suatu ketika, Anita tertawa sampai berlutut dilantai sambil memegang perutnya karena tertawa sampai keluar air mata dan sakit perut!!
Suatu hari (aku lupa persisnya) minggu ke 2 di bulan Februari 2004 yang lalu, Anita menelponku melalui HP. Pada saat itu aku baru saja sampai di rumah, setelah seharian bekerja.
"Haloo Nitaa.. Lagi dimana lu? Tumben nih malem-malem nelpon, hehehehe.." kataku kemudian.
"Lagi di rumaah. Lagi bengong-bengong, laper and cuapek buanget nih, tadi gue ada meeting di Kuningan (jalan kuningan-Jakarta) dari siang, lu sendiri masih dikantor?" kata Anita kemudian.
"Nggak laah, baru aja sampai di rumah. Eh, lu dirumah bengang-bengong ngapain sih? Emang di rumah lu kaga ada beras, sampai kelaperan gituh?" candaku kemudian.
Disana Anita terdengar tertawa renyah sekali,
"Hehehehe.. Emang benar-benar nih anak!! Gue capek karena kerja! Terus belum sempet makan dari pulang kantor!!"
"Ooo, gitu. Gue kira lu capek karena jalan kaki dari kuningan ke rumah!" kataku kemudian.
"Eee, enak aja!! Ntar betis gue besar sebelah gimana?"
"Lhaa kan, tadi gue bilang jalan kaki, bukan ngangkat sebelah kaki terus loncat-loncat? Kenapa betis lu bisa besar sebelah?"
Disana Anita hanya bisa tertawa, mendengar kata-kataku tadi.
"Sudah lu istirahat dulu Nit, jangan lupa makan, mandi biar wangi. Seharian kan sudah kerja, capek, ntar kalau lu dikerjain ama laki lu gimana, sementara sekarang aja lu masih capek?" aku bicara seenaknya saja sambil meneguk minuman juice sparkling kesukaanku.
"Kalau itu mah laeen.. Gue enjoy aja!! Nggak usah mandi dulu laki gue juga tetep nempel. Lagian sekarang laki gue nggak ada, kok. Lagi ke Australia.." kata Anita kemudian.
"Ke Autralia? Wah, enak amat! Gini hari jalan-jalan kesono sendirian, lu kok kaga ikut? Ngapain Nit, beli kangguru ya?" tanyaku seenaknya.
"Eh, ni anak dodol amat sih!! Urusan kantornya lah!!" kata Anita sengit, sementara aku hanya cekikikan mendengar Anita berkata sengit kepadaku.
"So anyway, seperti pertanyaan gue tadi, lu tumben Nit, malem-malem gini telpon. Baru kali ini kan?" tanyaku.
"Iya, gue mau ngobrol aja ama lu. Abis disini sepi.. nggak ada yang bisa diajak ngomong" lalu Anita menceritakan apa-apa saja yang menjadi pembicaraan dalam meeting tadi. Seperti biasa, aku diminta pendapat dalam masalah kantor yang sedang ditangani, dalam sudut pandang aku tentunya.
Tak terasa, kami berbicara sudah satu setengah jam yang kemudian kami berniat mengakhiri, dan berjanji akan di teruskan esok harinya di kantor. Sebelum aku menutup telpon, tiba-tiba Anita menanyakan sesuatu kepadaku,
"Eh, gue mau tanya dikit dong, boleh nggak? Tapi kalau lu nggak mau jawab, nggak apa-apa.."
"Apa?" tanyaku kemudian.
"Maaf Nto, kalau gue boleh tanya, Hmm.. Lu pernah ML nggak?".
Mendengar pertanyaan seperti itu aku sedikit kaget, karena walaupun pembicaraan aku dan Anita selalu apa adanya dan kadang bersifat pribadi, tapi belum pernah seperti ini.
"Ngg, pernah.. Kenapa Nit?" tanyaku ingin tahu.
"Nggak, cuma tanya doang.. Lu pertama kali ML kapan, pasti ama cewe lu yah?" tanya Anita.
"Gue pertama kali ML waktu SMA, sama teman bukan ama cewe gue, lu sendiri kapan?"
Mendengar jawaban ku tadi Anita langsung berkata,
"Gue sih, waktu kuliah. Itu juga setelah TA, sama Randy (suaminya). Rasanya gimana Nto, ML pertama kali?" tanya Anita.
"Lhaah, lu sendiri waktu ML pertama kali gimana?".
"Awalnya sih, sakit. Tapi enak juga.. Hehehe. Abis Waktu itu Randy buru-buru amat. Maklum waktu itu kami takut ketauan..".
"Emang lu ML dimana, di kantor RW?"
"Hahaha, nggak lah!! Gue lakuin di ruang tamu rumah gue sendiri. Waktu itu lagi nggak ada orang lain. Pembantu gue juga lagi keluar rumah"
"Wah, ternyata waktu gue ke rumah lu kemarin, gue nggak sangka duduk di sofa yang pernah digunain untuk perang antar kelamin.."
Anita hanya tertawa mendengar celotehanku itu. Kemudian kami saling bercerita mengenai pengalaman kami masing-masing, sampai dengan masalah posisi yang paling disukai dan yang tidak disukai dalam berhubungan intim. Kami juga sama-sama bercerita kalau kadang-kadang melakukan masturbasi apabila keinginan sudah menggebu dan tidak tertahankan.
"Wah, Nto.. kalau lu abis mastur, jangan dibuang sembarangan dong, kasiankan, anak lu pada teriak-teriak di got. Mending lu bungkus terus kirim ke gue aja, kali-kali bermanfaat"
"Emang lu mau sperma gue, bawanya gimana? Dibungkus? Kaya bawa nasi rendang! Kirim lewat apa dong? Mending langsung tuang ke lu langsung. Praktis dan nyaman, hehehehe".
"Week, mengharap amat! Lu yang nyaman, tapi gue yang nggak aman!! Nggak, gue cuma mau sperma lu aja" celetuk Anita dengan sengit.
"Sudah ah, gue mau mandi dulu terus tidur, besok kita kan masih kerja.." kata Anita kemudian. Setelah itu kami sama-sama berpamitan untuk menutup telpon.
TGF (Thanks God is Friday), hari itu aku melakukan seperti biasanya. Walaupun aku terasa mengantuk, tapi aku senang dan bekerja dengan semangat sekali karena besok dan lusa libur. Seperti janji semalam, aku makan siang dengan Anita untuk melanjutkan pembicaraan masalah kantor yang sedang dihadapinya. Aku dan Anitapun berangkat bersama, menuju restoran yang menyajikan masakan Thailand di bilangan Jakarta Selatan. Sepanjang perjalanan dan di tempat tujuan pembicaraan kami hanya berkisar masalah pekerjaan yang serius, sekali-kali bercanda dan tertawa. Tidak ada satupun topik yang mengungkit-ungkit pembicaraan akhir di telepon semalam. Sampai pada saat kami diperjalanan pulang, kami hanya diam seribu bahasa. Mungkin karena Anita masih mengingat pembicaraan yang tadi dibicarakan. Kalau aku sih, sedang mengingat-ingat rencana apa yang akan dilakukan liburan nanti. Entah apa yang ada di benak Anita, mungkin pusing liat kemacetan lalu lintas yang sedang dihadapi, maklum dia yang jadi sopir. Sementara aku bersantai-ria disampingnya sambil mendengarkan lagu slow R&B.
"Kenapa sih, kok ngelirik gue terus?" kata aku tiba-tiba, karena aku perhatikan dari sudut mataku, Anita sering melirik ke arah aku.
"Ge-Er aja sih lu? Gue cuma liatin jalan, bukan liat lu! Jalan kan macet, jadi gue bingung mau ambil arah mana?" celetuk Anita.
"Weleh, muka liat jalan, kok biji mata lu ke arah gue? Emang, tampang gue kaya pengamen yah?". Anita tertawa mendengar celotehan aku tadi.
Kemudian dia berkata, "Nto, lu benar mau kirimin ke gue?".
"Kirimin apa sih?".
"Itu-tu, .. Pembicaraan kita semalem.." kata Anita.
"Tentang mastur.."
Aku langsung memalingkan wajahku ke Anita, bingung
"Mastur? Ooo, yang itu. Emang kenapa sih Nit? Lu emang ingin benih gue?".
"Sebenernya bukan itu, gue cuma ingin punya anak doang. Cuma gue bingung harus gimana?"
"Mungkin sekarang belum rezeki lu, kali Nit. Lu jangan nyerah gitu donk! Suatu saat nanti, kalau rezeki lu sudah dateng, pasti juga dapet kok. Sabar ajah, ya Nit" kataku.
"Jadi maksudnya, lu nggak mau kasih kesempatan ke gue? Maaf ya, Nto? Bukannya gue sudah kehilangan akal sehat, gue cuma mau tes aja. Gue tahu lu orangnya bisa dipercaya. Apapun yang terjadi nanti, gue percaya lu nggak berubah memandang diri gue. Tetep bisa jadi teman gue. Makanya gue perlu lu".
"Wah Nita, kalau nanti hamil beneran gimana? Serem aja kalau sampai ketauan.. Gue kan, jadi nggak enak ama keluarga lu?".
"Biarin aja, itung-itung sebagai bukti kalau gue bisa hamil!".
Setelah Anita berkata tadi aku berpikir, si Anita gila juga nih, pikirku. Aku tahu, kami memang sama-sama dekat, tapi hanya sebatas teman biasa. Aku hanya takut, nanti setelah kejadian, salah satu dari kami bisa muncul perasaan berbeda. Walupun Anita percaya aku tidak seperti itu, tetap saja aku ragu. Memang aku tidak memungkiri, ingin sekali tidur dengannya. Tapi perasaan itu aku tahan, karena bisa merusak hubungan kami nantinya. Paling kalau sudah tidak terbendung, ujungnya hanya masturbasi. Aku memang doyan sekali dengan yang namanya sex. Tapi aku tidak mau obral cinta demi sex semata. Oleh sebab itu, permintaan Anita ini bisa saja mengubah suasana. Tapi setelah aku pikir-pikir, apa salahnya aku coba. Toh, dari dulu memang aku ingin sekali melihat lekuk tubuhnya..
"gimana To, bisa nggak?" kata Anita tiba-tiba yang membuyarkan lamunanku.
"Bisaa.. Ya pasti gue bisa aja dong! Wong enak kok, main perang-perangan".
"Heh, enak aja! Kata sapa lu, kita ML? Gue kan cuma bilang minta sperma lu? Bukan berarti kita main sex! Dan gue minta kita bersikap obyektif yah, ingat gue sudah punya keluarga".
"Jadi kita nggak nge-sex? Gimana caranya? Emang lu mau minum sperma gue, yang ada sih lu cuma kenyang, bukannya bunting!" kataku mulai bingung.
"Hush, jijik ah, omongan lu. Gimana caranya lu hanya keluarin sperma lu nanti, terus langsung masukin ke punya gue".
"Waah, susah amat proyeknya! Tapi okelah, kita coba aja yah" akupun menyanggupi, karena aku berpikiran, akan berusaha paling tidak bisa melihat bentuk tubuhnya yang membuat penasaran selama ini. Kemudian dalam pembicaraan selanjutnya, kamipun sepakat untuk bertemu esok harinya di salah hotel bintang 3 di arah yang berbeda dengan daerah rumah kami di wilayah Jakarta selatan.
Hari Sabtu pun tiba. Setelah istirahat yang cukup, pagi-pagi sekali aku sudah mempersiapkan segala sesuatunya untuk tujuanku nanti. Setelah aku tiba di hotel tersebut, aku langsung check-in. Kemudian menunggu di kamar hotel setelah sebelumnya aku memberitahu Anita bahwa aku sudah sampai. Lama sekali Anita tidak muncul, sudah hampir 3 jam aku menunggunya sambil menonton acara music di TV kamar. Jam sudah menunjukkan pukul 12 siang, ketika tiba-tiba ada ketukan halus dari pintu kamarku.
Bersambung . . . .