Saya adalah penggemar berat Rumah Seks. Saya ingin berbagi pengalaman dengan para pembaca. Mudah-mudahan pengasuh/redaksi bisa memuat kisah saya ini. Untuk itu sebelumnya saya ucapkan terima kasih atas dimuatnya kisah ini. Inilah kisahnya.
*****
Sebelumnya perkenalkan nama saya. Nama saya Wawan (Samaran), saya sekarang berprofesi sebagai seorang konsultan di Kota S. Bagi para pembaca yang memerlukan jasa konsultasi penulisan ilmiah (skripsi/thesis) bisa kontak e-mail saya, pasti akan saya bantu sampai selesai. Okay.. saya akan memulai menceritakan pengalaman saya waktu masih kuliah dahulu.
Hari itu adalah malam Jum'at Pon.. kira-kira 7 tahun yang lalu. Hari itulah awal yang merubah kehidupanku, dari seorang mahasiswa yang lurus-lurus saja.. pokoknya serba lurus deh! Apalagi kalau si kecil lagi tegang.. wah lurus sekali! Ha..ha..ha..
Waktu itu aku masih kuliah di satu-satunya PTN yang ada di kota S. Sebagai seorang anak rantau aku kost di belakang kampus yang cukup jauh dari keramaian. Pertimbanganku untuk memilih kost di tempat itu adalah di samping harganya murah, aku juga berharap dapat menghindari godaan keramaian yang ditawarkan kota S itu. Maklum misiku ke kota S ini adalah untuk menimba ilmu demi masa depan. Berkali-kali orang tuaku menyuruhku agar hidup prihatin.. karena mereka pun harus hidup prihatin demi menyekolahkanku.
Dengan memilih tempat itu rasanya aku sudah berusaha memenuhi permintaan orang tuaku, yaitu agar hidup prihatin. Namun ternyata nasib membawaku lain dan melenceng dari misi semula ini.
Sudah dua tahun aku kost di daerah itu, sehingga aku sudah kenal baik dengan semua masyarakat penghuni kampung itu. Aku sudah dianggap sebagai warga karena kesupelanku dalam bergaul. Nah dari kesupelanku itulah aku sudah terbiasa bercanda dengan setiap penduduk dari anak kecil hingga nenek-nenek.
Suatu hari pada saat liburan semester, aku tinggal di tempat kost sendiri karena memang aku tidak pulang maklum aku aktif di kegiatan kampus. Waktu itu sedang musim kemarau sehingga banyak sumur penduduk yang kering, hanya sumur di tempat kost ku itulah yang masih cukup banyak airnya sehingga banyak tetangga yang ikut minta air dan bahkan ikut mandi di kost-ku. Dan diantara mereka ada satu tetanggaku yang waktu itu umurnya mungkin hanya terpaut 7 atau 8 tahun di atasku, namanya Mbak Narsih (samaran). Perawakannya sedang tidak begitu tinggi (tingginya sekitar 158 - 160 Cm), tetapi bodynya tidak kalah dengan pesenam aerobik deh. Kulitnya sawo matang khas wanita Jawa dan wajahnya manis sekali, terutama pada saat tersenyum.. aduh makk!
Dia sudah punya suami dan dua orang anak yang masih kecil yang pada saat itu umurnya baru 4 dan 2 tahunan. Dia berjualan barang-barang kelontong di dekat kost-ku. Nah suatu hari.. seperti biasa pagi pagi sekali Mbak Narsih ketok-ketok pintu tempat kost ku..biasa mau ikutan ambil air dan sekaligus mandi.
"Dik.. Dik.. cepet tolong bukain pintunya!" dia berteriak agak tak sabaran.
"Iya bentar Mbak.." jawabku sambil setengah mengantuk.
"Kok lama banget to Dik.." suaranya terdengar tak sabar.
"Ada apa sih Mbak kok nggak sabar sekali?" tanyaku saat kubuka pintu untuknya.
Wajahnya nampak meringis menahan sesuatu. Rupanya dia sudah mulas dan hendak buang hajat dari tadi.
"Anu Dik.. aku sakit perut nih" Katanya agak malu.
Begitu pintu terbuka ia langsung lari terbirit-birit masuk KM dan membanting pintu. Rupanya sang beban sudah hampir keluar.. pikirku.
"Sorry ya Dik.. tadi Mbak nggedor-nggedor", katanya.
"Habis perut Mbak udah mulas dan di rumah nggak ada air.. itu lho bapaknya anak-anak semalam enggak pulang jadi Mbak belum sempat ngisi air di rumah.. maafin Mbak ya".
"Ah enggak apa-apa kok Mbak, saya malah harus berterima kasih udah dibangunin sama Mbak."
Sejak itu hubunganku dengan Mbak Narsih jadi tambah akrab. Hingga pada suatu siang, aku ingat hari Kamis, Mbak Narsih datang ke tempat kostku. Siang itu ia kelihatan manis sekali dengan memakai baju kaos lengan panjang warna krem ketat yang mencetak tubuhnya.
"Eh Dik Wawan.. hari ini ada acara enggak?" tanyanya begitu kutemui di teras depan.
"Mm.. kayaknya enggak Mbak.. memang ada apa Mbak?" tanyaku agak penasaran.
"Anu Dik.. kalau tidak keberatan nanti adik Mbak ajak pergi ke Gml mencari bapaknya anak-anak, Dik Wawan enggak keberatan kan?"
"Lho memangnya Mas Gun disana di rumah siapa Mbak?" tanyaku semakin penasaran.
"Anu Dik.. katanya orang-orang Mas Gun sudah punya istri simpanan di sana.. jadi Mbak mau melabrak.. tapi Mbak nggak berani sendirian.. jadi Mbak minta tolong Dik Wawan nganter Mbak ke sana".
"Baiklah Mbak.. tapi saya enggak mau ikut campur dengan urusan Mbak lho" kataku menyanggupi permintaannya.
Sorenya kami berdua dengan sepeda motor milik Mbak Narsih berboncengan kearah Gml, + 27 KM sebelah utara kota S arah ke Pwd. Mbak Narsih membawa sebuah tas yang cukup besar. Aku jadi curiga, tetapi tetap diam saja.. pokoknya wait and see lah prinsipku. Kami tak banyak bicara saat dalam perjalanan. Hingga setelah sampai ke Gml aku baru bertanya letak rumahnya.
"Oh.. itu.. itu masih terus ke utara Dik.." jawabnya agak tergagap.
Kecurigaanku makin mendalam tetapi tetap diam saja sambil kuikuti permainannya.
"I'll follow the game" begitu pikirku, toh tidak ada ruginya dengan wanita yang cukup menarik ini.
Kami terus ke utara hingga sampai ke tempat dimana terdapat gerbang bertuliskan "Obyek Wisata Gn Kmks".
"Lho kok ke sini to Mbak.. apa enggak kebablasan?" Tanyaku agak bingung.
"Anu.. anu sebenarnya Mbak enggak mencari Mas Gun kok Dik.. tapi Mbak mau ziarah ke sini.." Jawabnya agak khawatir kalau aku marah.
Aku kasihan juga melihatnya saat itu yang begitu ketakutan. Aku Cuma menghela napas.. tapi tidak ada ruginya kok bagiku. Toh Mbak Narsih orangnya cukup manis dan menarik jadi berlama-lama berdekatan dengannya juga tidak rugi pikirku menghibur diri.
Sigkat cerita aku dan Mbak Narsih mengikuti ritual yang harus dilakukan di sana. Ternyata bukan hanya kami berdua yang ada di sana. Ratusan bahkan mungkin ribuan orang datang ke sana sore itu. Semuanya mempunyai tujuan yang sama "Berziarah" (atau berzinah barangkali lebih tepatnya). Soalnya yang aku dengar kalau berziarah ke sana untuk mencari berkah harus berpasangan yang bukan suami-istri dan harus "Tidur" bersama di sekitar cungkup (makam) yang ada di sana. (Mungkin ini ritual mencari kekayaan yang paling nikmat di dunia.. he.. he.. he)!
Setelah mengikuti berbagai ritual dan prosesi, selesailah sudah acara mohon berkah. Sekarang tinggal 'finishing'-nya, yaitu tidur bersama! Aku sendiri menjadi panas dingin membayangkan aku harus tidur dengan seorang wanita! Gila.. ini benar-benar pengalaman pertama bagiku. Seumur umur belum pernah berdekatan dengan wanita.. apalagi harus tidur bersama! Dan katanya harus 7 kali malam Jum'at berturut-turut pula! Gila! Benar-benar tur gila.. asyiik!
"Eh Dik Wawan sudah punya pacar belum?" tanya Mbak Narsih memecah kesunyian.
"Eh.. mm. anu.. bbel.. belum Mbak" jawabku agak tergagap soalnya lagi ngelamun yang lain lagian pikiranku sedang bingung.
Mbak Narsih mungkin tahu apa yang kurasakan jadi dia Cuma diam saja dan menggandengku mencari tempat untuk menggelar tikar (Rupanya Mbak Narsih sudah mempersiapkan segalanya dari rumahnya.. sontoloyo makiku dalam hati, tapi aku juga senang juga membayangkan mau tidur dengan wanita semanis Mbak Narsih ini).
Rupanya mencari tempat yang "Sesuai" (dalam artian sepi dan aduhai) di sekitar cungkup pada malam itu susah juga. Aku yang baru kali itu mengunjungi Gn Kmks takjub sekali dengan pemandangan yang kulihat disana. Bukan keindahan alamnya yang kukagumi, tetapi begitu banyaknya pasangan yang memenuhi lokasi sekitar cungkup bak ikan bandeng dijajar-jajar. Gilanya semua mungkin bukan pasangan suami-istri yang sah (Kalau boleh kukatakan ini namanya "Perzinahan masal" bukannya "Perziarahan masal"). Cukup lama kami mencari tempat untuk bermalam di tempat terbuka. Rupanya malam Jum'at Pon ini adalah hari "Raya"-nya Gn Kmks. Ramainya mungkin malah melebihi keramaian di Kota S. Dan semua pasangan itu rela "Tidur" bersama di tempat terbuka berjajar-jajar tanpa sekat pelindung yang membatasi privasi dengan pasangan lain di sebelahnya. Akhirnya setelah cukup lama mondar-mandir melewati jalan setapak nan gelap dan di kanan-kirinya bergelimpangan pasangan yang sedang melakukan "Laku" tidur bersama, kami menemukan tempat yang kami anggap 'sesuai' bagi kami.
"Disini saja Dik Wawan.. tempatnya masih longgar" kata Mbak Narsih sambil melepas gandengannya dan mulai menggelar tikar yang dibawanya. Di sebelah kanan dan kiriku ada pula pasangan yang sudah terlebih dahulu menempati kapling mereka. Jadi aku dan Mbak Narsih termasuk datang agak terlambat. Setelah basa-basi sejenak dengan tetangga kanan-kiri kami pun rebahan sambil berpelukan dalam gelap di tempat terbuka lagi.
Aku yang masih lugu tak tahu harus berbuat apa. Soalnya seumur-umur baru kali inilah aku memeluk seorang wanita dewasa. Tanganku diam saja sementara debar jantungku tak teratur. Mbak Sum yang semula hanya memeluk, perlahan-lahan mulai mengelus dadaku salah satu pahanya ditumpangkannya di atas pahaku. Kontan saja batang kemaluanku mengeras.. tapi aku tak berani berbuat apa-apa. Saat itu kurasakan kalau tubuh bagian bawah Mbak Narsih terbungkus sarung, karena salah satu pahanya menindih pahaku.
Napasku semakin memburu dan jantungku berdebar kian keras saat ia mulai meraba-raba puting dadaku.
"Dik ikutan masuk sarung aja biar hangat" bisiknya pelan seolah takut terdengar pasangan yang ada di samping kami.
"Ba.. baik Mbak.." Jawabku juga pelan.
Lalu dengan hati-hati sekali aku mulai ikut memasukkan tubuh bagian bawahku ke sarung yang dipakai Mbak Narsih. Jadi sekarang satu sarung berdua..!
Aku sangat terkejut saat tubuh bagian bawahku masuk ke dalam sarung. Ternyata Mbak Narsih tidak memakai selembar ain pun pada tubuh bagian bawahnya. Celana panjang yang tadi dipakainya sekalian celana dalamnya rupanya sudah dilepaskannya secara diam-diam saat mengenakan sarung tadi. Aku jadi serba salah, mau gerak tak berani mau diam kok seperti ini..! Batang kemaluanku yang dari tadi sudah keras menjadi semakin keras memberontak dalam celanaku. Apalagi tanpa dapat kucegah tangan Mbak Narsih mulai meraba-raba batang kemaluanku dari luar celanaku. Napasku kian memburu mendapat perlakuan seperti itu.
"Ayoo.. pegang dada Mbak.. Dik.." bisik Mbak Narsih dengan napas yang juga sudah mulai memburu.
Aku dengan terpaksa (karena gak kuat menahan napsu..) mulai menggerakkan tanganku dan meraba-raba dada Mbak Narsih dari luar gaunnya.. Kurasakan dadanya begitu sekal dan kenyal.. mungkin semua wanita begitu kali ya.. Napas kami semakin memburu tangan kami saling meraba dalam gelap.. (Mungkin.. ini yang dimaksud dengan peribahasa 'sedikit bicara banyak bekerja' kali ya..? pinter juga tuh orang yang bikin peribahasa ini.. atau mungkin dia nemu peribahasa gini saat lagi begituan kali!)
Bersambung . . . .