Sex Party

Bookmark and Share
Nama saya Erwin (23 tahun), WNI keturunan yang tinggal di Bandung dan
kuliah ekonomi manajemen di Universitas Maranatha. Kuliahku agak
tersendat karena keranjingan membantu orang tuaku menjalankan usaha
percetakan keluarga kami, jadi SKS-nya kuambil sedikit-sedikit biar
tidak semerawut. Dalam materi aku sama sekali tidak ada masalah,
begitupun halnya dalam pergaulan, statusku membuat orang-orang mudah
dekat denganku, terutama wanita, sudah beberapa kali aku gonta-ganti
pacar dan hampir semua pernah ML denganku. Orang tuaku sudah
mempercayai perusahaan ini sepenuhnya padaku sehingga mereka bisa
menikmati hari tuanya dengan santai dengan bepergian ke luar negeri
atau mengunjungi sanak saudara lainnya. Aku mempunyai seorang cici yang
sudah menikah dan ikut suaminya, jadi sekarang aku tinggal sendirian di
rumah yang megah ini mengurus bisnis sekaligus kuliah.
Kejadian gila ini terjadi pada bulan Agustus 2004 yang lalu. Waktu itu
aku baru putus dengan pacarku, dalam kesepian itu kalau sudah tidak ada
kerjaan aku menghibur diriku dengan nonton bokep, clubbing (tapi tidak
sering karena besoknya harus bangun pagi-pagi, malu dong bos
kesiangan), ataupun main internet berjam-jam. Suatu hari aku membaca
cerita-cerita ah-uh.tk, disitu aku menemukan hiburan yang
menggairahkan, aku sangat terkesan dengan cerita-cerita karya penulis
wanita seperti Lily Panther, Citra Andani, Dania, Deknas, dll dimana
wanita-wanita itu terlibat dalam seks liar, ternyata wanita jaman
sekarang tidak kalah berani dari pria. Lalu aku sampai pada cerita
berjudul “Kejutan Untuk Teman-temanku” yang memberiku inspirasi
mengadakan acara gila ini. Terbayang-bayang dalam pikiranku dimana
cewek putih cantik, sexy, dan imut dikerjai
oleh cowok-cowok kasar, tua, hitam, dan jelek yang statusnya lebih
rendah darinya, sungguh suatu kekontrasan seks yang menggairahkan.
Aku kemudian mulai memikirkan rencana untuk mewujudkan fantasi liarku,
rencanaku mencari cewek-cewek dari kalangan teman-temanku untuk diadu
dengan buruh-buruh bawahanku. Yang pertama harus kulakukan adalah
mencari ceweknya dulu, karena cukup sulit dan perlu lobi-lobi yang
jitu, kalau untuk prianya itu sih nanti saja, kemungkinan menolaknya
pasti kecil, cuma satu banding sepuluh. Besoknya aku kuliah siang dan
membicarakan hal ini dengan seorang teman wanita yang pernah ML
denganku, hasilnya nol, ditolak mentah-mentah. Aku jadi malu dan hampir
mengurungkan niatku, tapi bintangku mulai bersinar di waktu malam
ketika ngedugem, di sana
aku bertemu Santi (22) dan Sandra (22) yang juga sefakultas denganku,
mereka akrab denganku maka aku tanpa tendeng aling-aling mengutarakan
maksudku pada mereka. Mulanya mereka merasa risih dengan ideku, tapi
setelah susah payah kurayu-rayu, akhirnya Santi bangkit juga gairahnya
membayangkan hal itu, sedangkan Sandra, meskipun masih ragu-ragu,
akhirnya mengiyakan juga karena kudesak terus (duh…kaya salesman aja
nih !).
Setelah puas ngedugem, aku mengantar Santi pulang (Sandra naik mobil
sendiri), sambil menyetir Santi sempat mengoralku sampai keluar dan
dihisapnya habis.
Berikutnya aku mencari seorang lagi untuk lebih meriah, kutelepon
beberapa teman yang pernah kencan denganku dan mereka-mereka yang
bispak (bisa pakai). Dari tiga orang yang kuhubungi akhirnya ada juga
yang setuju yaitu Ivana (23), mahasiswi Sastra Inggris yang pernah
pacaran singkat denganku, kebetulan waktu itu dia baru putus dengan
pacarnya.
Phew…akhirnya jerih payahku dengan menebalkan muka tidak sia-sia.
Kini tinggal
mencari cowoknya, aku keliling pabrikku untuk menyeleksi kandidat yang
pas, lima orang saja kurasa cukup, kalau terlalu banyak takutnya
berabe, bisa ada kasak-kusuk ga enak. Sebentar saja aku sudah
mendapatkan lima kandidat itu, pilihanku jatuh pada : Pak Andang,
seorang buruh tua berumur lima puluhan yang telah bekerja sejak usaha
kami masih kecil-kecilan, kurasa pantas dia menerima hadiah ini
mengingat pengabdiannya, meskipun berusia senja dan sudah mulai
beruban, tubuhnya masih tetap fit karena terbiasa kerja keras; Pak
Usep, usianya sebaya dengan Pak Andang, sudah menduda, jadi kupikir
inilah saatnya sekali-sekali memberi upah biologis padanya; Mang
Nurdin, berusia empat puluhan, badannya kekar dan berisi, inilah yang
menjadi pertimbanganku memilih dia; Mang Obar, tiga puluhan, tampangnya
mirip tikus dengan kumis tipis, kurus tinggi seperti pohon kelapa;
Endang, paling muda dari kelimanya, baru dua puluh tiga tahun, bekerja
disini baru setahun lebih, tapi rajin dan kerjanya
bagus, patut mendapat hadiah ini.
Seusai jam kerja aku memanggil mereka untuk bertemu secara pribadi di
kantorku. Awalnya mereka bingung kok dipanggil mendadak seperti ada
salah saja. Namun setelah aku menjelaskan maksudku selama beberapa
menit, mereka hampir terlompat, antara kaget dan senang, seperti tidak
percaya apa yang baru kutawarkan.
“Hah, serius nih tuan ?” Pak Andang dan Mang Obar bertanya hampir
bersamaan
“Iya, siapa yang main-main, pokoknya kalian tinggal datang dan nge-jos,
apa-apanya saya yang atur, dan satu hal lagi jangan sampai ada yang tau
lagi selain kita, atau tidak sama sekali” jawabku meyakinkan.
Seperti yang kuduga, tak satupun dari mereka ragu atau menolak, tidak
sesulit mengajak para ceweknya. Ya, sifat dasar pria lah, siapa sih
yang bisa melewatkan kesempatan emas gini lalu begitu saja, apalagi
kalau soal perempuan, bahkan Raja Daud yang bijak itu saja tidak bisa
menghindar dari godaan seksual, ya kan !
Sebenarnya menurut rencana harusnya besok bisa mulai, tapi karena Santi
meng-SMS bilang bahwa ada tugas kuliah yang harus diselesaikan,
terpaksa acara ditunda besok lusa. Duh, aku jadi agak bete, tidak sabar
menunggu hari esok, satu jam jadi terasa setahun karena sudah kebelet.
Malamnya aku sampai masturbasi saking bergairahnya, tapi sisi positif
dari tertundanya acara ini aku bisa mempersiapkan segalanya lebih baik.
Ketiga pembantu wanitaku kubebastugaskan hari itu, yang kebetulan
sehari
sebelum hari kemerdekaan RI, kusuruh saja mereka berkunjung ke sanak
saudaranya atau kemana kek, pokoknya tidak mengganggu acara gilaku.
Kupompa kasur udaraku yang empuk (beli dari Dr. TV, hehe..promosi nih
ceritanya?) dan kuletakkan di ruang tamu sebagai arena pertarungan
nanti.
Akhirnya sampai juga hari-H itu, sekitar pukul dua siang aku sudah
membereskan segala dokumen yang harus kutangani, sisanya, pekerjaan
kecil lainnya kuserahkan pada staffku. Saat itu sudah ada SMS masuk
dari Ivana yang mengatakan bahwa dia sudah datang dan sedang menunggu
di depan kediamanku.
“Pagi-pagi amat dia datang, baru juga jam segini” pikirku. Aku pun
segera menuju ke rumahku yang terletak di samping pabrik, dibatasi dua
buah gerbang kayu. Aku memasuki pekarangan rumahku, disana Ivana sedang
jongkok mengelus-elus si Buster, kelinci peliharaanku.
“Hoi, Na, cepat amat kesininya, kan gua bilang jam limaan sesudah bubar
kerja” sapaku
“Tanggung, kalo pulang, nanti harus bolak-balik jauh lagi” jawabnya
“Naik apa kesini ?”
“Tadi nebeng si Stephanie kan dia di Lingkar Selatan sana”
Hari itu Ivana terlihat cantik sekali, kaos ketatnya tanpa lengan dan
celana panjang sedengkulnya semua serba putih, rambutnya yang panjang
diikat ekor kuda. Walaupun pernah putus denganku akibat ketidakcocokan
sifat, namun kami masih berteman baik, bahkan terkadang kita melakukan
hubungan badan. Secara fisik, dia termasuk perfect, buah dadanya sedang
saja, standar cewek Asia, tubuhnya langsing bak biola, dia juga jago
dancing dan piano.
Kuajak dia masuk ke rumah, disana kami menonton DVD Troy sambil
ngobrol dan makan snack menunggu waktu bubaran pabrik. Ketika film lagi
seru-serunya, tiba-tiba intercom berbunyi, ada urusan di pabrik yang
memintaku datang.
“Gimana sih nih orang-orang, masih butuh gua juga !” omelku dalam hati
“Lu nonton sendiri dulu, gua ada perlu dulu nih, sori yah”
Huh, ternyata cuma ada dokumen yang perlu kutandatangan, cuma itu saja,
itulah kenapa aku tidak mengatur acaranya jam segini, ya banyak
gangguan seperti ini loh. Aku memeriksa sejenak kegiatan di pabrik,
setelah yakin tidak ada apa-apa lagi aku pun kembali ke samping. Waktu
keluar dari sana, kulihat Vios hitamnya Santi sudah ada di halaman
pabrik. Aku menengok arlojiku, wah…sudah mau jam setengah lima, ga
kerasa ya, cepat amat, berarti sebentar lagi pesta gila-gilaan ala
Kaisar Caligula akan segera dimulai hehehe…aku jadi ngeres.
“Lho, si Santi mana, tadi ada mobilnya di depan ?” tanyaku pada Ivana
karena tidak melihat Santi di rumah
“Tuh, lagi ke WC, masih lama ga nih acaranya Win, gua udah deg-degan
nih ?” tanyanya
“Bentar lagi kok, jam lima baru bubar, rileks aja Na, ga usah tegang
gitu, ntar juga enjoy” kataku
“Yo, San darimana aja, you are so hot today !” sapaku begitu keluar
dari kamar mandi
Waktu itu Santi memakai tank-top merah yang talinya diikat ke leher dan
membiarkan setengah punggungnya terbuka. Bawahnya memakai rok yang mini
dari bahan jeans ungu memamerkan pahanya yang putih mulus. Aku terpana
beberapa detik menatap tubuh mulus Santi yang tinggi semampai (170cm),
wajahnya cantik ala oriental namun ekspesinya agak dingin, sehingga
sering terkesan jutek bagi yang belum kenal dekat dengannya, tapi kalau
akrab dia enak diajak bicara, blak-blakan dan pendengar yang baik,
setahuku dia ini orangnya pilih-pilih dalam memilih patner sex, tapi
mau saja menerima tantanganku ini, entah dia yang kepingin atau
diplomasiku yang hebat.
“Dari rumahlah, masa dari kampus pake baju glamor gini, eh tinggal si
Sandra ya yang belum ada ?” jawabnya
“Iya belum tuh, ga ada berita lagi, tadi gua telepon HPnya ga
dinyalain”
“Lu pake ginian bikin gua kepanasan nih San” kataku sambil memandangi
dirinya, dibalik celanaku, adikku juga mulai bangun.
Tak dapat menahan diri lagi, langsung kupeluk tubuh Santi, tanganku
menggerayangi pahanya sambil menyingkap roknya, lalu telapak tanganku
bergerak ke belakang meremas pantatnya yang montok.
“Nngghh…buru-buru amat sih, ntar aja ah !” katanya antara menolak dan
menerima
“Sori San…dikit aja, lu bikin gua nafsu sih” sahutku seraya memagut
lehernya
Rambutnya yang pendek model Utada Hikaru memudahkan aku menjilati
lehernya yang jenjang hingga ke tenguknya. Dari sana bibirku menjelajah
secara erotis ke dagu, pipi, hingga mencaplok bibirnya yang tipis.
Dengan kedua tangan meremas pantatnya, aku menciuminya dengan panas,
nafas kami yang memburu terasa pada wajah masing-masing. Perhatian
Ivana pada layar TV jadi tersita ke arah mantan pacarnya yang berciuman
dengan penuh gairah dengan temannya. Dia menatapi kami tanpa berkedip
dan terlihat gelisah, tangannya secara sembunyi-sembunyi meremas
payudara sendiri. Aku yakin cintanya padaku masih tersisa sedikit
walaupun cuma lima persen, dan hal itu tentu menimbulkan sensasi
cemburu yang membuatnya horny.
Santi pun mulai merespon dengan meremas selangkanganku yang sudah
menonjol. Lagi enak-enak ber-French kiss, tiba-tiba bel musikku
berbunyi, kami melepaskan diri. Hhmm…siapa ya, Sandra atau para
bawahanku ? Pintu kubuka, ternyata para buruhku, lima-limanya pula, aku
memberitahukan bahwa cewek-ceweknya sudah datang tapi dari tiga baru
dua yang datang, kuminta agar mereka bisa berbagi jatah dengan adil.
“Ini beneran kan tuan ? kita ga usah keluar uang kan ?” si Endang
seakan masih tak percaya, aku cuma mengangguk meyakinkannya
“Udahlah ga usah banyak bacot, enjoy aja euy !” Pak Usep menepuk
punggung pemuda itu
Kubawa mereka ke ruang tengah dan kupertemukan dengan para cewek. Ivana
terlihat nervous, dia tetap duduk di sofa dan memberi senyum dipaksa
ketika kuperkenalkan buruh-buruhku satu persatu. Sedangkan Santi,
meskipun agak gugup, namun lebih luwes, dia berdiri menyambut
kedatangan mereka bahkan menyalami mereka waktu keperkenalkan. Ketika
Mang Obar dengan nakal mencolek pantatnya pun, dia membalasnya dengan
senyum menggoda.
Setelah saling kenal dan basa-basi sejenak kupersilakan mereka memilih
sesuai selera mereka, dengan ini pesta resmi kubuka. Pak Usep dan
Endang sepertinya lebih memilih Ivana, merekapun menghampirinya dan
duduk disofa mengapit kanan dan kirinya. Sedangkan sisanya yang memilih
Santi mulai berdiri mengerubunginya. Aku sendiri duduk di sebuah sudut
yang strategis untuk menyaksikan the hottest live show ini.
Nah, pembaca, dari sini aku sempat bingung bagaimana menguraikan kedua
adegan ini secara lengkap dan detail, karena tidak seru kan kalau aku
hanya menguraikannya sekilas-sekilas. Akhirnya setelah kupikir-pikir
aku memutuskan menceritakannya per adegan plus berdasarkan penuturan
mereka, supaya lebih fokus dan pembaca pun turut menghayati kenikmatan
yang kurasakan waktu itu, semoga metode berceritaku ini memuaskan
pembaca sekalian, aku akan memulainya dengan adegan Santi. (beberapa
dialog disini, terutama yang diucapkan para buruhku adalah dalam Bahasa
Sunda, sebenarnya aku lebih sreg menuliskan seperti aslinya, namun
mengingat pembaca ah-uh.tk bukan cuma dari Jawa Barat, juga peraturan
dari admin yang mengharuskan pemakaian Bahasa Indonesia yang baik dan
benar, maka aku harus taat sama aturan mainnya)
Santi dikerubungi ketiga orang itu Santi nampak tegang, namun dia
menutup-nutupi ketegangan itu dengan senyumannya dan juga menjawab
pertanyaan-pertanyaan mereka, terkadang mereka mengajukannya pertanyaan
nakal yang membuat wajahnya memerah tersipu-sipu. Pak Andang mulai
berani mengelusi punggung Santi yang terbuka.
“Eeemm…geli Pak !” desahnya menggoda.
“Masa digituin aja geli sih Neng, gimana kalo diginiin ?” Mang Obar
meremas payudaranya.
Tangan-tangan kasar itu mulai menggerayanginya. Mang Nurdin juga mulai
merayapi lekuk tubuh Santi sambil menyingkap rok mininya, paha mulus
itu dia raba-raba, tangannya makin merayap ke atas hingga menyentuh
selangkangan Santi yang masih tertutup celana dalam biru langit.
“Bapak buka bajunya ya Neng”
Tanpa menunggu jawaban Santi, Pak Andang membuka tali leher yang
menyangga pakaiannya. Santi tidak memakai bra karena tank top itu
mempunyai cup dada didalamnya sehingga begitu melorot payudara montok
dengan puting kemerahan itu langsung terekspos. Pak Andang dan Mang
Obar mencaplok masing-masing kiri dan kanannya. Mang Nurdin kini
berjongkok sedang mengagumi keindahan paha Santi yang jenjang dan mulus
itu, tangannya tak henti-hentinya mengelusi paha itu.
“Neng, pahanya mulus amat…putih lagi” puji Mang Nurdin sambil
menjilatnya.
Yang tak kalah menarik tentu bagian pangkalnya dan kini tangan Mang
Nurdin telah sampai kesitu membelai kemaluannya dari luar, jari-jarinya
lalu menyusup lewat tepi celana dalamnya. Mang Obar mengenyot payudara
kanannya. Santi menengadah dengan mata terpejam, mulutnya mengap-mengap
mengeluarkan desahan. Dia telah mabuk birahi, tubuhnya menggelinjang
saat Mang Nurdin menggosok vaginanya dengan jari-jarinya sampai
terlihat bercak cairan vaginanya di tengah celana dalamnya.
“Pak Andang, disana aja atuh, cape dong berdiri melulu ?” kataku
menunjuk kasur pompa yang terletak tak jauh dari situ.
Mereka pun menggiring dan merebahkan tubuh Santi di kasur empuk itu,
lalu pakaiannya dilucuti satu persatu hingga tak tersisa apapun lagi di
tubuhnya. Tampaklah tubuh mulus Santi yang berpayudara kencang,
berperut rata, dan kemaluannya yang masih rapat ditumbuhi bulu-bulu
yang tidak terlalu lebat dan tercukur rapi. Setelah menelanjanginya,
mereka juga membuka baju masing-masing. Tiga batang kemaluan mengarah
padanya bak meriam yang siap menembak, Santi sampai terpana menatap
ketiga senjata yang akan segera ‘membantainya’ itu. Ketiganya kembali
mengerubungi Santi yang terlihat nervous dengan menutupi kemaluan dan
payudaranya dengan tangan.
“Hehehe…si neng malu-malu gini bikin saya tambah nafsu aja ah !” kata
Mang Nurdin mengangkat tangan kiri Santi yang menutup payudaranya.
“Wah ternyata bodynya amoy bagus banget ya!” kata Mang Obar yang
tangannya mulai menjelajahi tubuh mulus itu.
Pak Andang menciumi payudara kanannya sambil tangannya meraba-raba
kemaluannya. Dijilatinya seluruh gunung itu sampai basah lalu dengan
ujung lidahnya dia main-mainkan putingnya. Jantungku berdebar-debar dan
mataku melotot menyaksikan adegan itu, ditambah lagi adegan pada sofa
di hadapanku dimana tubuh telanjang Ivana sedang dijilati dan
digerayangi.
Aku membuka celana pendekku dan mengeluarkan penisku lewat pinggir
celana dalam lalu mulai memijatnya, ini jauh lebih spektakuler dari
film bokep dengan artis tercantik sekalipun. Mang Nurdin mencium dan
menjilat leher jenjang Santi sambil mengusap-usap payudara satunya,
lalu ciumannya bergerak ke atas menggelikitik kupingnya menyebabkan
Santi menggeliat dan mendesah nikmat. Dari telinga mulut Mang Nurdin
memagut bibir Santi, mulut lebar dengan bibir tebal itu seolah mau
menelan bibir Santi yang mungil lagi tipis. Sekonyong-konyong terdengar
kecipak ludah dari lidah mereka yang beradu. Santi nampak sudah tidak
merasa risih lagi, yang dirasakannya sekarang adalah birahi yang
menggebu-gebu akan pengalaman barunya ini, terlihat dari matanya yang
terpejam menghayati permainan ini. Sikapnya yang semula pasif mulai
berubah dengan meraih penis Mang Nurdin dalam genggamannya.
Mang Obar sedang berlutut diantara kedua paha Santi, tapi dia belum
juga mencoblosnya. Agaknya dia masih belum puas bermain-main dengan
tubuh mulus itu. Sekarang dia sedang membelai-belai tubuh bagian
bawahnya, terutama pantat dan kemaluannya. Dia mengangkat paha kiri
itu, lalu menciumi mulai dekat pangkalnya, terus turun ke betis,
pergelangan, dan akhirnya dia emut jari kaki yang lentik itu. Lagi
enak-enak nonton live-show sambil ngocok, tiba-tiba ada SMS masuk,
kuraih HP-ku, oh…si Sandra, hampir lupa aku sama anak ini saking
asyiknya, pesannya berbunyi demikian :
“Win, pstanya jd g? psti lg asyk y? sori nih tlat, td diajak tmn jln2
sih, kl stgh7 gw ksana msh bsa g?”
Brengsek bikin orang nunggu aja, mana datangnya telat banget lagi, tapi
aha…terbesit sebuah cara untuk menghukumnya, hihihi…aku nyeringai
sambil mereply SMS-nya
“Gile tlat amt sih, y dah u dtg aja, mngkin msh kburu, kl g kta skalian
mkn mlm aja, ok”
Wow, kini Santi sedang menjilati secara bergantian penis Pak Andang dan
Mang Nurdin yang berlutut di sebelah kiri dan kanan kepalanya.
Sementara itu Mang Obar menjilat serta menusuk-nusukkan lidahnya ke
dalam vagina Santi, rangsangan itu membuatnya sering mengapitkan kedua
paha mulusnya ke kepala Mang Obar. Kini Santi membuka mulut dan
mendekatkan kepalanya pada penis Pak Andang, setelah masuk ke mulutnya,
dia mulai
mengulum benda itu dengan nikmatnya sambil tangan kanannya mengocok
pelan penis Mang Nurdin. Tak lama kemudian Mang Obar menghentikan
jilatannya dan merentangkan paha Santi lebih lebar, dia bersiap
memasukkan penisnya.
Santi juga menghentikan sejenak oral seksnya, menatap penis yang makin
mendekati bibir vaginanya dengan deg-degan.
“Pelan-pelan yah Mang, saya takut sakit abis kontol Mang gede gitu !”
ucap Santi memperingatkan
“Tenang aja Neng, Mamang ga bakal kasar kok !” hiburnya sambil
mengarahkan senjatanya ke liang senggamanya.
Nampaknya Mang Obar kesulitan memasukkan penisnya ke dalam vagina Santi
karena ukurannya itu, maka dia lakukan itu dengan gerakan tarik-dorong.
“Aakkhh…nggghhh…sakit !” rintih Santi menahan rasa nyeri, padahal
penis itu belum juga masuk seluruhnya
“Masa pelan gitu sakit sih Neng ?” kata Pak Andang yang memegangi
tangannya sambil membelai payudaranya
“Mungkin si Neng aja yang memeknya kekecilan kali !” sahut Mang Nurdin
cengengesan.
“Aaaaahhh…” jeritnya saat Mang Obar menghentakkan pinggulnya ke depan
hingga penisnya terbenam seluruhnya ke dalam liang itu.
Selanjutnya, tanpa ampun dia menggenjotnya dengan buas tanpa
menghiraukan perbandingan ukurannya dengan vagina Santi. Sementara di
kiri dan kanannya kedua orang itu tak pernah berhenti menggerayangi
tubuhnya. Mang Nurdin dengan mulutnya yang lebar menelan seluruh susu
kanannya yang disedot dan dikulum dengan rakus. Pak Andang menelusuri
tubuh itu dengan lidahnya, bagian-bagian sensitif tubuh Santi tidak
luput dari jilatannya. Santi mendesah-desah tak karuan sambil
menggeleng-gelengkan
kepalanya, tubuhnya menggelinjang hebat.
Sebentar saja Santi sudah mencapai klimaks, badannya menegang dan
menekuk ke atas, desahannya makin hebat. Namun Mang Obar masih belum
keluar, dia menaikkan kedua betis Santi ke bahunya dan memacu tubuhnya
makin cepat sampai menimbulkan bunyi kecipak. Akhirnya dia menggeram
dan menyemprotkan spermanya di dalam vagina Santi, cairan itu nampak
menetes dari daerah itu bercampur dengan cairan kewanitaannya. Santi
hanya sempat beristirahat kurang dari lima menit sebelum giliran Pak
Andang mencicipi
vaginanya. Mula-mula dia meminta Santi membasahi penisnya dulu, setelah
dikulum sebentar, dia menindih Santi sambil memasukkan penisnya,
pinggulnya mulai bergerak naik-turun diatas tubuhnya, Santi yang
gairahnya mulai pulih juga ikut menyeimbangkan irama goyangannya. Pak
Andang melumat bibir mungil Santi yang mengap-mengap itu meredam
desahannya. Waktu itu aku sudah keluar sekali, kuambil tissue mengelap
tanganku yang basah. Mang Obar mengambil aqua gelas yang kusiapkan dan
meminumnya, dia duduk di sofa sebelahku.
“Gimana Mang, sip ga ?”
“Enak banget Bos, Mamang ga pernah mimpi bisa dapet kesempatan ini,
sering-sering bikin yang kaya gini ya!” komentarnya dengan antusias
“Tenang Mang, jangan boros tenaga dulu, ntar masih ada satu lagi loh !”
nasehatku, kemudian aku menjelaskan apa yang harus dilakukan pada
Sandra kalau dia datang nanti.
Pak Andang tiba-tiba menggulingkan tubuhnya sehingga Santi kini
diatasnya. Dia lalu menegakkan badan sambil terus menaik-turunkan
pinggulnya diatas penis yang mengacung bagai pasak itu. Terkadang dia
memutar-mutar pinggulnya sehingga penis itu mengaduk-aduk vaginanya.
Matanya merem-melek dan mulutnya mengeluarkan desahan nikmat. Keringat
telah membasahi tubuhnya, menempel di dadanya seperti embun, juga
menetes-netes dari mukanya. Mang Nurdin berdiri di sebelahnya lalu
mendekatkan penisnya yang masih keras ke mulutnya. Santi mulai
menjilatinya dimulai dari
kepalanya yang disunat hingga seluruh permukaan batang itu, buah
zakarnya yang
besar dia emut beberapa saat.
“Uuuhh…ayo Neng, enak gitu…mmm !” desah Mang Nurdin
Semakin hanyut dalam lautan birahi, Santi tidak malu-malu lagi mengemut
penis itu sambil mengocoknya dengan satu tangan. Payudaranya
bergoyang-goyang naik-turun seirama gerak tubuhnya, dengan gemas Pak
Andang menjulurkan kedua tangannya mencaplok gunung kembar itu serta
meremasnya.
Saat itu Endang baru saja selesai dengan Ivana, setelah menyemprot
perut Ivana dengan spermanya dia minum dulu dan langsung menuju Santi,
sementara itu Mang Obar mulai mencicipi Ivana. Endang duduk di sebelah
kanannya dan meminta ijin Pak Andang yang sedang menguasai kedua
payudaranya untuk memberinya jatah satu saja. Sepertinya dia menggigit
putingnya karena badan Santi mengejang dan mendesah tertahan di tengah
aktivitasnya mengoral Mang Nurdin, dia mengenyot dan kadang
menarik-narik puting itu dengan mulutnya.
“Ooohh…isep Neng…iseepp !!” tiba-tiba Mang Nurdin mendesah panjang
dan makin menekan kepala Santi ke selangkangannya.
Spermanya menyembur di dalam mulut Santi, mungkin karena badannya
berguncang-guncang hisapan Santi tidak sempurna, cairan itu meleleh
sebagian di pinggir mulutnya. Mang Nurdin beranjak pergi meninggalkan
Santi setelah di cleaning service, diambilnya segelas aqua dari meja
untuk diminum.
Tiba-tiba goyangan Santi makin gencar lalu berhenti dengan tubuh
mengejang, kepalanya menengadah sambil mendesah panjang, kedua
tangannya memegang erat lengan Pak Andang. Dia telah mencapai klimaks,
tapi Pak Andang belum, dia terus menghentakkan pinggulnya ke atas
menusuk Santi.
Tubuh Santi melemas kembali dan ambruk ke depan menindihnya. Saat itu
Endang sudah pindah ke belakangnya, dia meremas pantat yang sekal itu
sambil mengorek duburnya. Kemudian dia menindihnya dari belakang,
tangannya menuntun penisnya memasuki liang dubur itu diiringi rintihan
pemiliknya.
Tubuh Santi kini dihimpit kedua buruh itu seperti sandwich, kedua penis
itu menghujam-hujam kedua lubangnya dengan ganas.
“Ooohh….oooh…aakkhh !” gairah Santi mulai bangkit lagi, vaginanya
berdenyut-denyut memijat penis Pak Andang yang sudah di ambang
klimaks.Pak Andang lalu melenguh panjang menyemburkan maninya di dalam
vagina Santi akhirnya dia terbaring lemas di kolong tubuh Santi dengan
nafas terengah-engah.
Setelah ditinggalkan Pak Andang, Santi cuma melayani Endang saja, namun
pemuda ini lumayan brutal mengerjainya sehingga dia menjerit-jerit.
Duburnya disodok-sodok sementara payudaranya yang menggantung di remas
dengan kasar. Hal ini berlangsung sekitar sepuluh menit lamanya sampai
keduanya klimaks, sperma Endang tertumpah di pantatnya sebelum keduanya
ambruk tumpang tindih. Keadaan Santi sudah babak-belur, tubuhnya
bersimbah peluh, bekas-bekas cupangan masih terlihat pada kulitnya yang
mulus, sperma bercampur cairan kewanitaan meleleh dari selangkangannya.
Aku jadi kasihan melihatnya, maka aku menghampirinya dengan membawa air
dan tissue. Kuangkat tubuhnya dan kusandarkan pada lenganku, dengan
tissue kuseka keringat di dahinya, minuman yang kuberikan langsung
diteguknya habis.
“Udah ya San, kalau dah ga kuat jangan dipaksain lagi, ntar pingsan
lu!” saranku
Namun dia cuma tersenyum sambil menggeleng, ga apa-apa katanya cuma
perlu istirahat sedikit, dia juga bilang rasanya seperti diperkosa
massal saja barusan itu. Waktu itu Pak Usep menghampiri kami bermaksud
menikmati Santi, tapi kusuruh dia bersabar karena kondisinya belum fit.
Karena tubuh Santi yang sudah lengket-lengket itu, aku menyuruhnya
mandi agar lebih segar. Setelah agak pulih, kubantu dia berdiri dan
memapahnya ke kamar mandi, kunyalakan shower air hangat untuknya.
Sebelum keluar kami berpelukan, kucium dia sambil mengorek vaginanya
dengan dua jari, cairan sperma meluber keluar begitu kukeluarkan
tanganku, sehingga aku harus cuci tangan.
“Dah mandi dulu yang bersih, supaya nanti siap action !” kataku
Dia cekikikan sambil menyeprotkan shower ke arah kakiku, aku melompat
kecil dan keluar sambil tertawa-tawa. Begitu aku keluar, waw…gile,
Ivana mantan pacarku itu sedang dikerjai kelima orang itu, dia sudah
tidak di sofa lagi, melainkan sudah di lantai beralas karpet, the
hottest gangbang i’ve ever seen ! Untuk lebih lengkapnya lebih baik ita
ikuti kisah Ivana dari awal.
Ivana, Endang dan Pak Usep duduk mengapit Ivana masing-masing di kanan
dan kirinya. Ivana terlihat tegang sekali beberapa kali dia
memanggil-manggil namaku.
“Kenapa Na, kok sekarang tegang gitu katanya mau ngebalas pacarlu itu!”
kataku “Oh, jadi Neng udah punya pacar yah !” kata Pak Usep
“Ngga, baru putus kok” jawabnya malu-malu
“Putusnya kenapa Neng ?” tanya Endang
Ivana cuma menggeleng tanpa menjawabnya.
“Udah ah lu, kalau ga mau dijawab jangan maksa !” kata Pak Usep pada
rekannya “Eh, Neng sama pacar yang dulu pernah ngentotan ga ?” tanya
Endang cengengesan
Rona merah jelas sekali pada wajah Ivana yang putih mulus, dia hanya
mengangguk pelan sebagai jawabnya sambil tersenyum malu-malu.
“Kalo gitu pernah diginiin dong Neng hehehe !” Pak Usep tertawa-tawa
meremas buah dada Ivana.
“Diginiin juga pernah !” Endang meraih selangkangannya dan meremasnya
dari luar.
Ivana menjerit kecil sambil tertawa geli karena kejahilan tangan
mereka. Pak Usep makin gemas memijati payudaranya, si Endang sengaja
meniupkan udara ke kupingnya untuk memambangkitkan birahinya
perlahan-lahan sambil tangannya membantu Pak Usep meremas payudara yang
satunya. Ivana hanya diam menikmatinya dengan mata terpejam. Keduanya
mulai menyingkap kaosnya, Ivana sepertinya menurut saja, dia mengangkat
lengannya membiarkan kaos itu dilolosi. Dia tinggal memakai bra warna
krem dan celana
panjang selututnya.
“Ini dibuka aja ya Neng” pinta Endang
Ivana mengangguk, maka Endang pun dengan cekatan membuka bra-nya
sehingga dia telanjang dada. Endang langsung melumat yang kanan dengan
rakus.
“Pentilnya bagus ya Neng, kecil, merah lagi” komentar Pak Usep sambil
memilin-milin putingnya
Pak Usep menjulurkan lidahnya, lalu menyapukannya telak pada leher
jenjang Ivana membuatnya merinding dan mendesis. Dia meneruskan
rangsangannya dengan mengecup lehernya membuat tanda kemerahan disitu,
rambut Ivana yang terikat ke belakang memudahkannya menyerang daerah
itu.
Tangannya pun tak tinggal diam, terus bergerilya di dada kirinya dan
pelosok tubuh lainnya. Mendadak Pak Usep menghentikan kegiatannya dan
memanggil Endang yang lagi asyik nyusu dengan mencolek kepalanya.
“Eh, Dang, kita taruhan yu, yang menang boleh ngentot si Neng duluan !”
tantangnya
“Taruhan apaan Pak, saya mah ayu aja”
“Coba tebak, si Neng ini jembutan ga ?” tanyanya dengan nyengir lebar
Muka Ivana jadi tambah memerah karena kenakalan mereka ini, aku juga
jadi terangsang dibuatnya. Suatu sensasi tersendiri menonton mantan
pacarku ini dikerjai orang lain.
“Hmmm…ada ga Neng ?” tanya Endang sambil menatapi selangkangan Ivana
“Eee…nanya lagi, orang disuruh tebak !” omel Pak Usep menyentil
kepalanya Ivana senyum mesem dan menjawab tidak tahu menjawab si
Endang.
“Ada aja deh !” tebak si Endang
“Yuk kita tes, bener ga !” kata Pak Usep dengan menyusupkan tangannya
ke balik celana Ivana
“Eemmhhh…” desis Ivana saat merasakan tangan Pak Usep merabai
kemaluannya
“Weleh…sialan, bener juga lu Dang !” gerutunya karena ternyata
kemaluan Ivana memangnya berbulu, lebat lagi.
Endang tersenyum penuh kemenangan karena dapat giliran pertama
merasakan tubuh Ivana. Merekapun kembali menggerayangi tubuhnya. Tangan
Pak Usep tetap didalam celananya mengobok-obok kemaluannya sejak
mengetes tadi. Endang mulai membuka sabuk yang dikenakan Ivana dan
menurunkan resletingnya, sebelumnya dia menyuruh Pak Usep menyingkirkan
tangannya dulu.
Cairan vagina membasahi jari-jarinya begitu dia mengeluarkan tangannya
dari sana. Endang turun dari sofa dan jongkok di lantai beralas
permadani itu untuk menarik lepas celana Ivana. Tampak kemaluan Ivana
dengan bulu-bulu yang tebal dari balik celana dalamnya yang semi
transparan. Sesaat kemudian pakaian terakhir dari tubuhnya itu
dilepaskannya pula. Jadilah Ivana telanjang bulat terduduk separuh
berbaring di sofa.
Keduanya tertegun melihat tubuh putih mulus dan terawat di hadapan
mereka. Si Endang masih berjongkok di antara kedua paha Ivana, tentu
dia bisa melihat jelas selangkangan berambut lebat yang tampak
menggunung dalam posisi demikian.
“Duh, cantik banget sih Neng ini, bikin saya ga tahan aja !” kata Pak
Usep sambil mendekap tubuhnya.
Bibirnya mencium pipi Ivana, lalu lidahnya keluar menjilati pipi dan
hidungnya, menikmati betapa licin dan mulusnya wajah mantan pacarku
itu, belakangan bibirnya dilumat dengan ganas. Sementara kedua
tangannya tidak tinggal diam, selalu berpindah-pindah mengelusi
punggungnya atau meremas payudaranya. Wajah Endang makin mendekati
vagina Ivana sambil kedua tangannya mengelusi paha mulus itu. Tubuh
Ivana bergetar ketika jemari Endang mulai menyentuh bibir kemaluannya,
pasti dia bisa merasakan nafas Endang menghembus bagian itu.
Perlahan-lahan Endang membuka kedua
bibir bawah itu dengan jarinya. Erangan tertahan terdengar dari mulut
Ivana yang sedang dilumat Pak Usep, keringatnya mulai bercucuran.
“Wah…asyik, saya baru pernah liat memeknya amoy, dalemnya merah muda,
seger euy !” komentar Endang mengamati vagina itu.
“Pak Usep, mau liat ga nih, bagus banget loh !” sahut Endang padanya
“Hmmm…iya bagus ya, kamu aja dulu Dang, saya mau netek dulu !” kata
Pak Usep sambil mencucukkan sejenak jari tengah dan telunjuk ke
vaginanya, waktu dia keluarkan cairan lendirnya menempel dijari itu.
Pak Usep mulai menjilati payudaranya mulai dari pangkal bawah lalu naik
menuju putingnya, dia jilat puting itu lalu dihisapnya kuat-kuat,
sementara tangannya memilin-milin putingnya yang lain.
“Hhhnngghh…Mang, oohh !” Ivana mendesah menggigit bibir sambil
memeluk erat kepala Pak Usep.
Ivana makin menggelinjang saat wajah Endang makin mendekati
selangkangannya dan
“Aaaahh…!” desahnya lebih panjang, tubuhnya menggelinjang hebat,
kedua pahanya mengapit kepala Endang.
Pemuda itu telah menyapu bibir vaginanya, lalu lidah itu terus
menyeruak masuk menjilati segenap penjuru bagian dalam vaginanya,
klitorisnya tak luput dari lidah itu, sehingga tak heran kalau
desahannya makin tak karuan saling bersahut-sahutan dengan desahan
Santi yang saat itu baru ditusuk Mang Obar.
“Oi, kalian berdua kok belum buka baju sih, kasih liat dong kontolnya
ke Neng Ivana pasti dah ga sabar dia !” kataku pada Endang dan Pak
Usep.
Pak Usep nyengir lalu dia membuka kaos berkerah dan celananya hingga
bugil, dia menggenggam penisnya yang tebal dan hitam itu memamerkannya
pada Ivana
“Nih, Neng kontol Mamang gede ya, sama pacar Neng punya gede mana ?”
tanyanya sambil menaruh tangan Ivana pada benda itu
“Gede yah Mang…keras” jawab Ivana yang tangannya sudah mulai
mengocoknya
Ivana yang tadinya malu-malu hilang rasa malunya saking terangsangnya,
sepertinya dia sudah tidak peduli keadaan sekitar, yang dipikirkannya
hanya menyelesaikan gairah yang sudah membakar demikian hebat itu.
Hampir sepuluh menit berlalu, tapi Endang masih seperti kelaparan,
belum berhenti menjilati vaginanya sementara Ivana sudah mengapir dan
menggesek-gesekkan pahanya pada kepala Endang menahan birahinya yang
meninggi.
“Cepetan dong, kan kamu harusnya nusuk duluan, kalo ngga mau saya tusuk
juga nih !” kata Pak Usep yang tidak sabar ingin segera menyetubuhi
Ivana.
“Iya sabar atuh Pak, ini udah mau nih” kata Endang yang mulai
menanggalkan pakaiannya
“Yuk Neng, basahin dulu nih…isep !” dia sodorkan penisnya ke mulut
Ivana sambil memegangi kuncirnya.
Ivana agak ragu memasukkan penis Endang, mungkin agak jijik kali belum
pernah merasakan yang sehitam itu. Namun Endang terus mendesaknya,
apalagi dengan kepala dipegangi seperti itu, akhirnya dengan terpaksa
Ivana membuka mulutnya membiarkan penis itu masuk. Sebentar kemudian
Endang mengeluarkan penisnya, diangkatnya kaki Ivana ke sofa sehingga
dia kini terbaring di sofa dengan kepala bersandar pada perut tambun
Pak Usep.
Endang memegang miliknya dan mengarahkannya ke vagina Ivana.
Pelan-pelan mulai memasukinya, tubuh Ivana menekuk ke atas.
“Aaakkhh…!” demikian keluar dari mulutnya hingga penis Endang mentok
ke dalam vaginanya.
Endang pun mulai menggoyangkan pinggulnya perlahan kemudian makin lama
makin cepat. Endang melakukannya dalam posisi satu kaki naik sofa dan
kaki lainnya berdiri menginjak lantai, kedia tangannya memegangi betis
Ivana.
“Ah-ah-ah….uuhh…!!” desah Ivana dengan mata terpejam
“Enak ya Neng ?” kata Pak Usep dekat telinganya
Sejak Endang menggenjot Ivana, Pak Usep terus saja menyangga tubuhnya
sambil menghujani leher, telinga, dan payudaranya dengan ciuman dan
jilatan. Kini dia sedang mengulum daun telinga Ivana dan tangannya
meremas
kedua payudaranya. Tentu puting Ivana sudah sangat keras karena
daritadi dimain-mainkan. Ivana sendiri tangannya menggenggam penis Pak
Usep,
dia mengocok-ngocok penis itu karena hornynya. Kedua kakinya menjepit
pinggang Endang, seolah minta disodok lebih dalam lagi.
Tanpa mencabut penisnya, Endang memiringkan tubuh Ivana sehingga
posisinya berbaring menyamping, satu kakinya dinaikkan ke bahunya.
Wow…seru
sekali melihat paha Endang bergesekan dengan paha mulus Ivana dan
penisnya keluar masuk dari samping. Pak Usep menempelkan penisnya ke
wajah
dan bibir Ivana, memintanya melakukan oral seks. Ivana masih sangat
risih memasukkan benda itu dalam mulutnya, hanya berani mengocoknya
dengan
tangan, sepertinya dia masih merasa tidak nyaman dengan penis Endang di
mulutnya tadi, belakangan dia bilang ke aku bahwa dia memang tidak
terbiasa dengan penis hitam dan berbau tidak enak seperti itu, dan dia
juga
tidak suka dengan cara mereka yang suka maksa tidak tau diri, makannya
dia tidak pernah mau ngeseks dengan orang-orang kaya gitu, cukup kali
ini saja, pertama dan terakhir demikian tegasnya.
“Jilatin dong Neng, jangan cuma main tangan aja !” pinta Pak Usep tidak
sabar merasakan mulutnya
“Ngga Mang…jijik…ga mau..ahh !” gelengnya dengan sedikit mendesah.
“Lho, gimana sih si Neng ini, tadi kan dia dikasih, masa saya ngga ?”
“Ayo dong Neng, sebentar aja kok !” Pak Usep terus mendesak dengan
menekan kepalanya dengan tangan kanannya ke penis yang dipegang dengan
tangan kirinya. Penis itu pun akhirnya memasuki mulut Ivana, karena
mulutnya mengap-mengap mendesah, kesempatan itulah yang dipakai Pak
Usep
menjejalkan penisnya. Sesudah penisnya dimulut, Pak Usep
memaju-mundurkan
kepalanya dengan menjambak kuncirnya.
“Emmhh..eehmm…Mang…saya…mmm !” Ivana berusaha protes tapi malah
tersendat-sendat karena terus dijejali penis.
“Mmmm…gitu dong Neng baru namanya anak manis, udah lama Mamang ga
diginiin uuh !” Pak Usep melenguh dan merem-melek keenakan dioral
Ivana.
Kalau saja ada orang berani berbuat seperti itu padanya setengah tahun
lalu, pasti sudah kuhajar sampai masuk ICU, tapi sekarang berbeda, aku
malah terangsang melihat bekas pacarku ini diperlakukan demikian
sehingga aku makin cepat mengocok penisku, apalagi waktu itu Santi juga
sedang main kuda-kudaan diatas penis Pak Andang sambil mengoral penis
Mang Nurdin dengan bernafsu.
Akhirnya Ivana orgasme duluan, badannya berkelejotan dan mulutnya
terdengar erangan tertahan. Pak Usep rupanya cukup pengertian, dia
melepaskan dulu penisnya membiarkan Ivana menikmati orgasmenya secara
utuh.
Badannya menegang beberapa saat lamanya, Pak Usep menambah
rangsangannya dengan meremasi payudaranya. Endang pun menyusul sekitar
tiga menit kemudian, sodokannya makin dahsyat sampai akhirnya dia
melepaskan penisnya dan menumpahkan cairan putih di perut yang rata
itu. Sambil orgasme dia memegang erat-erat lengan kokoh Pak Usep yang
mendekapnya hingga tubuhnya lemas dan terbaring dalam dekapan pria
tambun itu. Si Endang cuma duduk sebentar, minum dan menyeka keringat,
lalu dia langsung beralih ke Santi seperti yang telah kuceritakan di
atas, posisinya segera digantikan Mang Obar yang baru recovery setelah
istirahat. Pak Usep memberikan
minum pada Ivana mengambilkan tissue mengelap keringatnya.
“Euleuh…si Endang teh gimana, buang peju sembarangan aja !” gerutu
Mang Obar yang baru tiba melihat ceceran sperma di perut Ivana.
Pak Usep sambil tertawa meneteskan sedikit air dan mengelap ceceran
sperma itu sampai bersih, Ivana juga ikut tertawa kecil.
“Udah, gampang Mang, dibersihin aja kan beres !” hiburku padanya
Mang Obar langsung mencumbui payudara Ivana yang masih didekap Pak
Usep, mulutnya berpindah-pindah antara payudara kiri dan kanan.
“Ooohh…oohhh !!” desahnya ketika merasakan putingnya digigit dan
ditarik-tarik dengan mulut oleh Mang Obar.
Tangan satunya di bawah sedang meremasi bongkah pantatnya yang kenyal,
diremasnya berulang kali sekaligus mengelusi paha mulusnya. Dari pantat
tangannya merayap ke kemaluan, tubuh Ivana bergetar merasakan kenakalan
jari Mang Obar yang mengusap-usap klitoris dan bibir kemaluannya. Di
belakangnya, Pak Usep sangat getol mencupangi leher, tenguk dan
bahunya.
“Hehehe…liat nih udah basah gini !” sahut Mang Obar mengeluarkan
jarinya dari vagina Ivana “Emm…enak pisan !” dijilatinya cairan yang
blepotan di jari itu
Kemudian Pak Usep menarik pinggang Ivana, mendudukkannya di pangkuannya
dengan membelakanginya, satu tangannya meraih vaginanya dan membuka
bibirnya
“Masukin Neng, pelan-pelan !” suruhnya
Ivana tanpa malu-malu memegang penis itu dan mengarahkan ke vaginanya,
lalu dia menekan badannya ke bawah sehingga penis itu terbenam dalam
vaginanya. Namun kerena besar penis itu baru masuk kepalanya saja, itu
sudah membuat Ivana merintih-rintih dan meringis menahan nyeri.
“Duh…sakit nih Mang, udah ya !” rintihnya
“Wah, kagok dong Neng kalo gini mah, ayo dong dikit-dikit pasti bisa
kok !” kata Pak Usep
“Nanti juga enak kok Neng, sakitnya bentar aja !” timpal Mang Obar
Beberapa kali Pak Usep menekan tubuh Ivana juga menghentakkan
pinggulnya, akhirnya masuk juga penis itu ke vaginanya, mata Ivana
sampai berair menahan sakit. Pak Usep mulai menggoyangkan tubuhnya
“Arrgghh…uuhhh…sempit amat…enak !” gumam Pak Usep di tengah
kenikmatan penisnya dipijat vagina Ivana.
Sementara Mang Obar meraih kepala Ivana, wajahnya mendekat dan
hup…mulut mereka bertemu, lidahnya menerobos masuk mempermainkan
lidah Ivana,
dia hanya pasrah saja menerimanya, dengan mata terpejam dia coba
menikmatinya lidahnya, entah secara sadar atau tidak turut beradu
dengan lidah lawannya.
Limabelas menit lamanya batang Pak Usep yang perkasa menembus vagina
Ivana, runtuhlah pertahanan Ivana, sekali lagi badannya mengejang dan
mengeluarkan cairan kewanitaan membasahi penis Pak Usep dan sofa di
bawahnya (untung sofanya bahan kulit jadi gampang dibersihkan). Ivana
memeluk
erat-erat kepala Mang Obar yang sedang mengenyot payudaranya.
Sekonyong-konyong terlihat cairan putih meleleh dari selangkangan
Ivana, rupanya
Pak Usep juga telah orgasme. Desahan mereka mulai reda, keduanya
melemas kembali. Nampak olehku ketika Pak Usep melepas penisnya, dari
vagina
Ivana menetes cairan sperma yang telah bercampur cairan cintanya. Waktu
beristirahat baginya cuma sebentar karena Mang Obar langsung menyambar
tubuhnya, menindihnya, dan mengarahkan senjatanya ke liang kenikmatan.
Segera saja tubuhnya memacu naik-turun diatasnya. Ivana menggelinjang
setiap kali dia menghentakkan tubuhnya. Saat itu Mang Nurdin dan Pak
Andang mendekati keduanya untuk menonton lebih dekat adegan panas itu.
Mereka menyoraki temannya yang sedang berpacu diatas tubuh mantan
pacarku
itu seperti menonton pertandingan olahraga saja.
Setelah itu aku kehilangan sedikit adegan karena sedang mengantar Santi
ke kamar mandi, maka adegan yang hilang ini kuceritakan berdasarkan
penuturan Mang Nurdin yang kuanggap paling akurat. Dari sofa, Mang Obar
menurunkan Ivana ke karpet, dia berlutut di antara paha Ivana dan terus
menyodoknya. Mang Nurdin membungkuk agar bisa mengemut payudara yang
menggiurkan itu. Pak Andang berlutut di samping kepalanya dan
menjejalkan
penisnya ke mulutnya, sambil diemut dia memegangi payudara Ivana.
Endang dan Pak Usep yang nganggur kembali mendatanginya, merekapun ikut
bergabung mengerjai Ivana. Tangan-tangan hitam kasar menggerayangi
tubuh mulus itu, ada yang mengelus pahanya, ada yang meremas
payudaranya, ada yang memelintir putingnya, beberapa diantaranya sedang
dikocok penisnya oleh Ivana. Ikat rambutnya sudah terbuka sehingga
rambutnya tergerai sebahu lebih. Pemandangan itulah yang kulihat ketika
keluar dari kamar mandi.
Lebih dari lima menit dia menjadi objek seks kelima buruhku. Mulanya
aku sangat menikmati tontonan ini, terlebih ketika sperma mereka
muncrat di tubuhnya, ada yang nyemprot di dada, perut, dan mukanya.
Namun aku mulai merasa kasihan ketika mereka memaksanya membersihkan
penis-penis mereka dengan mulutnya, beberapa bahkan menjejalkan paksa
ke dalam mulutnya, aku terpaksa turun tangan menyudahinya ketika
kulihat air matanya mulai menetes. Aku tahu semasa pacaran denganku
dulu dia memang tidak terlalu suka oral seks dan menelan sperma, jijik
katanya, apalagi sekarang dengan yang hitam-hitam gitu, tentu saja aku
tidak tega melihatnya dipaksa-paksa sampai menangis.
“Udah-udah Mang, cukup…jangan diterusin lagi, nangis nih dia !”
kataku membubarkan mereka
Kemudian aku sandarkan dia di kaki sofa dan memberinya minum, kulap
sperma yang membasahi mukanya. Dia memelukku dan menangis sesegukan,
aku balas memeluknya dan menenangkannya, tidak peduli lagi dengan
tubuhnya yang masih lengket-lengket.
“Duh…maaf banget Neng, abis tadi kita kirain Neng nikmatin, ga taunya
nangis beneran !” kata Mang Obar
“Iya, kalo tau Neng ga suka ngemut kontol, kita juga ga maksa, tadi
Neng reaksinya malu-malu sih, jadi kita juga tambah nafsu” tambah Pak
Usep
“Sori, sori, Na gua lupa bilang tadi, abis mandi lu pulang aja yah !”
hiburku mengelus-elus rambutnya
“Ngga, ga papa kok Win, gua enjoy, cuma tadi gua kaget aja
dipaksa-paksa gitu, gua kan ga suka oral” katanya setelah lebih tenang
sambil membersihkan air mata.
Legalah kami mendengar dia berkata begitu, kami kira dia bakal trauma
atau shock. Aku lalu menyuruhnya mandi dan membantunya bangkit, dia pun
berjalan sempoyongan ke kamar mandi. Aku dan para buruhku duduk-duduk
di ruang tamu merenggangkan otot, kupersilakan mereka menyantap snack
dan minuman sambil menunggu Sandra. Aku ngobrol-ngobrol tentang
pendapat mereka sekalian memberi pengarahan apa yang harus dilakukan
untuk menghukum Sandra yang terlambat nanti. Sandra memang bukan type
yang
malu-malu seperti Ivana, tapi aku tetap harus memperingatkan mereka
agar tidak bertindak kelewatan, aku tidak ingin terjadi hal-hal yang
tidak diinginkan gara-gara mewujudkan fantasi gilaku.
“Win, Ivana diapain aja sampe nangis gitu ?” terdengar suara Santi
bertanya dari belakang, dia berjalan ke arahku dengan handuk kuning
terlilit di tubuhnya, rambutnya masih agak basah
“Ga kok, cuma belum biasa dikeroyok aja, jadi sedikit…ya gitulah !”
jawabku sambil meraih pinggangnya mengajak duduk di sebelahku.
Mang Nurdin mengajak Santi duduk disebelahnya saja, tapi Santi
menolaknya
“Nggak ah Pak, mending simpen tenaga aja buat si Sandra !” tolaknya
Ketika kami ngobrol-ngobrol ada yang misscall ke HP-ku, si Sandra,
semenit kemudian disusul bunyi bel, nah pasti ini dia, pikirku.
Aku menyuruh buruh-buruhku sembunyi di dapur dengan membawa pakaian
masing-masing, aku berencana membuat surprise sekaligus hukuman
baginya.
Kupakai celana pendekku untuk menyambutnya (iya dong, kalau ternyata
bukan Sandra, masa aku menyambutnya memakai celana dalam).
“Hai, sori yah telat” katanya begitu pintu terbuka “gua jadi ga usah
main sama buruh-buruhlu yah”
“Udah malam gini, kita baru aja bubar, masuk !” ajakku
“Ngapain aja seharian tadi ?”
“Nge-bowling di BSM, pada minta nambah game melulu sih, kan ga enak
kalo gua pulang dulu, sori banget”
Sandra orangnya cantik, rambut panjang kemerahan direbound, tinggi
kurang lebih 160cm, dadanya tegak membusung 34B, lebih montok daripada
Ivana dan Santi, tampangnya sedikit mirip Vivian Chow, artis HK tahun
90an itu loh, dengan modal itu dia pantas bekerja paruh waktu sebagai
SPG.
Hari itu dia memakai baju putih lengan panjang dengan dada rendah dan
rok selutut dari bahan jeans.
Sandra
“Hi, baru lembur nih !” sapanya pada Santi
Kubiarkan mereka berbasa-basi sebentar sampai aku menarik rambutnya
dari belakang sehingga dia merintih kaget
“Udah arisannya nanti lagi, kaya ga tau lu punya salah aja !”
“Aww…aduh, ngapain sih sakit tau !” rintihnya
Mohon pembaca jangan salah paham mengira aku ini psikopat atau apa,
dalam bermain sex dengannya aku memang sering memakai cara kasar,
karena dia juga menikmati dikasari, cuma sebatas main jambak dan tampar
sih, tidak sampai masokisme dengan pecut, lilin, dan sejenisnya. Karena
dia suka variasi seks kasar inilah aku mengajukan tantangan padanya.Aku
mendekapnya dan menciumi bibir dan lehernya habis-habisan sampai
nafasnya mulai memburu. Dia pun mulai meraba selangkanganku. Setelah
memberi syarat dengan gerakan tangan ke arah dapur, mendadak aku
melepas ciumanku dan menepis tangannya dari selangkanganku
“Heh, dasar gatel, datang-datang udah pengen kontol, kalo lu mau kontol
gua kasih lu lima sekaligus !” makiku sambil mendorong tubuhnya hingga
tersungkur di lantai
Dia menjerit kecil dan begitu menengok ke belakang disana sudah berdiri
para buruhku yang bugil yang senjatanya sudah di reload, mengacung
tegak siap untuk pertempuran selanjutnya. Sebelum sempat bangun dia
sudah diterkam kelima orang itu.
“Heeaaa…sikat !” seru mereka sambil menyerbunya
“Win…sialan lu, gila !!” jeritnya
“Huehehehe…tenang San, gua masih nyisain buat lu kok, kan lu suka
dikasarin, coba deh biar tau rasanya diperkosa, dijamin sensasional
abis !” aku menyeringai padanya
Sandra meronta-ronta, tapi dia tidak bisa menghindar karena kedua kaki
dan tangannya dipegangi mereka, malah itu hanya menambah nafsu mereka.
Mereka tertawa-tawa sambil mengeluarkan komentar jorok bagaikan
gerombolan serigala melolong-lolong sebelum menyantap mangsanya.
Keributan disini memancing Ivana melongokkan kepalanya dari kamar mandi
untuk melihat apa yang terjadi, kupanggil dia, tapi dia bilang nanti,
mandinya belum selesai. Pak Usep meremasi payudaranya yang masih
terbungkus pakaian
“Waw…teteknya gede nih, asyik !” komentarnya
Mang Obar dan Pak Andang yang memegangi kakinya juga tak mau kalah,
mereka menyingkap roknya sehingga terlihatlah celana dalamnya yang
warna hitam dan pahanya yang putih mulus, tangan-tangan mereka segera
mengelus-elus pahanya dan terus naik ke pangkal pahanya, bukan cuma
itu, jari-jari itu juga mulai menyelinap lewat pinggir celana dalam itu
menggerayangi kemaluannya. Mang Nurdin menyusupkan tangannya lewat
bawah kaosnya sehingga dada kirinya menggelembung dan ada yang
bergerak-gerak. Si Endang meraih tangan Sandra dan menggenggamkannya
pada penisnya.
“Kocok Neng, kocokin yang saya !” suruhnya
“Erwin…mhhpphh…Win…gua…mmm !” desahnya di tengah cecaran bibir
Pak Usep yang akhirnya melumat bibirnya.
Aku menyaksikan adegan ini dari jarak satu meteran sambil duduk
merangkul Santi.
“Win, dasar kelainan seks lu, tega amat lu ngeliat kita digituin tiko!”
katanya sambil mencubit pahaku
“Tapi lu suka kan, gua liat tadi lu hot gitu goyangnya, ngaku lo !”
sambil memencet payudaranya.
“Buka ah handuknya ngehalangin aja !” kutarik lepas handuk yang melilit
badannya
“Lu juga dong buka, biar adil !” balasnya sambil melepasi pakaianku
“Sepongin San, sambil nonton si Sandra dismack down nih !” suruhku
Dengan posisi duduk di sebelahku, dia merunduk menservis penisku,
jilatan dan kulumannya menyemarakkan acara yang sedang kusaksikan,
seperti popcorn yang menemani nonton di bioskop. Sambil menikmati
liveshow dan sepongan, tanganku memijati payudaranya dan menelusuri
lekuk-lekuk tubuhnya.
Rontaan Sandra semakin lemah, dia sudah pasrah bahkan hanyut menikmati
ulah mereka. Aku berasumsi dia sudah tenggelam dalam hasrat seksualnya,
hasrat terliar dalam dirinya, dia menikmati pagutan bibir Mang Nurdin
tanpa ada paksaan, mengocok penis Endang dengan sukarela, juga ketika
Pak Usep menempelkan penisnya ke mulutnya, tanpa diminta dia sudah
menjilat dan mencium penis itu.
“Telanjangin euy, biar kita bisa ngeliat bodinya !” kata salah seorang
dari mereka
“Iya bugilin, bugilin, ewe…ewe !!” timpal yang lain
Mereka bersorak-sorak dan mulai melucuti baju Sandra, pakaiannya
beterbangan kesana-kemari hingga akhirnya tak satupun tersisa di
tubuhnya yang indah selain arloji, cincin, dan gelang kakinya.
Kelimanya memandangi tubuh telanjang Sandra tanpa berkedip.
“Anjrit, kulitnya mulus banget, cantik lagi !” komentar seseorang
“Wih, teteknya…jadi ga tahan pengen netek eemmm…!” sahut Mang
Nurdin yang langsung melahap payudara kanannya
“Sebelah sini juga bagus” sahut Pak Andang membuka lebar kedua belah
pahanya.
Bersama Mang Obar dia memandangi daerah kemaluan Sandra yang berbulu
lebat dengan tengahnya yang memerah. Keduanya menjilati vaginanya yang
mulai becek. Tubuhnya menggelinjang hebat merasakan dua lidah
menggelikitik vaginanya. Endang menciumi leher, bahu dan sekitar
ketiak, sambil jarinya memilin-milin putingnya. Pak Usep menjilati
bagian pinggir tubuhnya sambil tangannya menelusuri punggung dan
pantatnya. Sandra hanya bisa menggeliat-geliat dikerubuti lima buruh
kasar, mulutnya mengeluarkan suara desahan. Saat itu Ivana baru selesai
mandi, dia menjatuhkan
pantatnya di sebelahku, seperti Santi tadi dia juga memakai handuk
melilit badannya, rambutnya masih agak basah.
“Buka ah ! ngapain sih malu-malu gitu !” kataku menarik lepas handuknya
Bekas cupangan memerah masih nampak pada kulit payudara dan lehernya
yang putih, kurangkul tubuhnya yang mulus itu di sisi kiriku. Santi
tidak terlalu menghiraukan kedatangan Ivana, dia terus saja menjilat
penisku dengan gerakan perlahan sambil memijat lembut buah pelirnya
“Kasian ih, masa lu tega si Sandra dikeroyok gitu !” kata Ivana
“Santai aja Na, Sandra kan ga kaya lu, dia sih enjoy aja dikasarin
gitu, dah biasa” jawabku santai
“Ooo…ga kaya gua yah !” sehabis berkata dia langsung menyambar
putingku dan menggigitnya
“Adawww…!!” jeritku refleks menepis kepalanya.
“Jahat ih, keras gitu masa gigitnya, putus nanti” kataku mengelus-elus
putingku yang
nyut-nyutan digigitnya.
Dia malah tertawa melihatku begitu, si Santi juga ikutan ketawa.
“Lho, kan ke Sandra lu bilang suka main kasar, baru digituin aja dah
kaya disembelih hihihi !” Santi mengejekku
“Ini sih bukan kasar, tapi sadisme gila” gerutuku.
“Dah ah, lu terusin aja sana, jangan ngeledek ah !” kutekan kepalanya
ke bawah
“Sini lo !” kusambar tubuh Ivana yang masih cekikikan ke pelukanku
Dengan bernafsu kupaguti lehernya dan payudaranya kuremas-remas
sehingga dia mendesah-desah kenikmatan.
Bukan cuma menjilat, Mang Obar juga memasukkan jarinya ke liang vagina
Sandra, diputar-putar seperti mengaduknya sementara lidahnya terus
menjilati bibir vaginanya. Setelah puas menjilat, Mang Obar menyuruh
Pak Andang menyingkir, dia angkat sedikit pinggul Sandra dan menekankan
penisnya pada belahan kemaluan itu, dia melenguh ketika kepala penisnya
sudah mulai masuk, lalu ditekan lagi dan lagi. Sandra menahan nafas dan
menggigit bibir merasakan benda sebesar itu menyeruak ke vaginanya.
“Aaakkhh !” erangan panjang keluar dari mulut Sandra saat penis Mang
Obar masuk seluruhnya dengan satu hentakan kuat.
Penis itu keluar-masuk dengan cepatnya, suara desahan Sandra seirama
dengan ayunan pinggul Mang Obar. Desahan itu sesekali teredam bila ada
yang mencium atau memasukkan penis ke mulutnya.
“Hehehe…liat tuh teteknya goyang-goyang, lucu ya !” sahut Pak Usep
memperhatikan payudara yang ikut tergoncang karena tubuhnya
terhentak-hentak
“Mulutnya enak, hangat, terus Neng, mainin lidahnya !” kata Endang yang
lagi keenakan penisnya diemut Sandra.
“Uuuhh…uuhh…iyahh !” jerit klimaks Mang Obar, penisnya dihujamkan
dalam-dalam dan menyemprotkan spermanya di dalam sana.
Posisi Mang Obar segera digantikan oleh Pak Andang, dia melakukannya
dalam posisi sama dengan rekannya tadi sambil tangannya menggerayangi
pahanya dengan liar. Sementara Endang mengerang lebih panjang, wajahnya
mendongak ke atas dan meringis. Rupanya dia telah orgasme dan spermanya
ditumpahkan ke mulut Sandra, dia menyedotnya, namun sebagian meleleh
keluar bibirnya, dikeluarkannya sebentar untuk dikocok dan diperas,
maka sperma itu pun nyiprat ke wajahnya. Kemudian dijilatnya lagi penis
Endang yang mulai menyusut membersihkannya dari sisa-sisa sperma. Tugas
Sandra menjadi sedikit lebih ringan setelah dua orang yang telah
dibuatnya orgasme menyingkir, keduanya kini terduduk di pinggirnya,
memulihkan tenaga sambil sesekali megang-megang tubuhnya. Tubuh Sandra
menggelinjang merasakan sensasi yang selama ini belum dia rasakan,
tangannya yang menggenggam penis Pak Usep nampak semakin gencar
mengocoknya sehingga pemiliknya melenguh keenakan.
“Aahhh…emm…gitu Neng, enak…oohhh !” sambil tangannya meremasi
payudaranya.
Mang Nurdin yang tadi menyusu sekarang mulai menciumi perut Sandra yang
rata, tangan kirinya memainkan putingnya, tangan kanannya mengelus
pantatnya.
Saat itu aku sedang menikmati penisku dipijati oleh cengkraman vagina
Ivana yang duduk di pangkuanku dengan posisi membelakangi. Aku
membiarkannya mengendarai penisku sementara aku menikmati Sandra
digangbang, menonton sambil melakukan, suatu kenikmatan seks yang
sejati. Kudekatkan wajahku ke lehernya dan kuhirup aroma tubuhnya,
hhmm..wangi, habis mandi sih, di lehernya masih membekas cupangan
mereka, tapi aku tak peduli, kulit lehernya yang mulus kuemut dan
kugigiti pelan membuatnya semakin mendesah kesetanan. Tangan kiriku
mendekap Santi sambil memutar-mutar
putingnya, tapi kemudian Santi bangkit dan berdiri di hadapan kami, dia
dekatkan kemaluannya pada Ivana, tanpa disuruh Ivana menjilatinya.
Santi mendesah menikmatinya, dipeganginya kepala Ivana, seolah meminta
dia
tidak melepaskannya. Aneh si Ivana ini, kalau diminta mengoral punya
cowok susah, harus dibujuk-bujuk baru terpaksa diiyakan, tapi ini ke
sesama jenisnya tanpa disuruh kok mau, mungkin sih akibat terlalu
horny, tapi peduli amat ah, yang penting enjoy aja (emang iklan LA
Light ?).
Kuminta Santi menepi sedikit karena sempat menghalangi pandanganku
terhadap Sandra. Ruang tamuku jadi dipenuhi oleh desah birahi yang
sahut menyahut.
Sandra kembali orgasme oleh genjotan Mang Obar, badannya lemas
bercucuran keringat, namun mereka terus menggumulinya. Gerakan Mang
Obar semakin cepat dan menggumam-gumam tak jelas, tapi sebelum
spermanya keluar, dia mencabut penisnya dan langsung menaiki dadanya.
“Misi, minggir dulu dong, tanggung nih, pengen ngentot pake teteknya
sebelum ngecret !”
Segera dia jepitkan penisnya diantara dua gunung kembar itu lalu
digesek-gesekkannya penisnya disana dengan lancar karena sudah licin
oleh cairan cinta. Tak sampai tiga menit spermanya sudah muncrat,
cipratannya berceceran di dada, leher, wajah dan sebagian rambut
Sandra. Setelahnya dia menyuruh Sandra menjilati penisnya hingga bersih
mengkilat. Dua orang lagi yang masih menggumulinya, Mang Nurdin dan Pak
Usep, mengangkat tubuhnya dan membaringkannya ke kasur udara tempat
Santi digarap. Mang Nurdin membalikkan tubuh Sandra hingga telungkup,
pantatnya diangkat hingga menungging, dengan posisi ini dia memasukkan
penisnya ke vagina Sandra dari belakang. Disodokkannya benda itu
berkali-kali dengan keras, sehingga Sandra mengerang makin histeris.
Pak Usep tidak meneruskan aktivitasnya dengan Sandra, dia
meninggalkannya berduaan dengan Mang Nurdin. Sementara dia sendiri
menghampiri kami dan kedua tangan gemuknya melingkari perut Santi dari
belakang, agaknya dia masih penasaran karena belum sempat menikmati
Santi. Telapak tangannya bergerak ke atas membelai payudara Santi,
sedangkan yang satunya ke bawah membelai kemaluannya, mulutnya
mencupangi bahunya. Santi memejamkan mata menghayati setiap elusan
tangan kasar itu pada bagian-bagian sensitifnya, desahan pelan keluar
dari mulutnya. Tangannya lalu menarik wajah Santi ke belakang, begitu
dia menoleh bibirnya langsung dipagut.
Keduanya terlibat percumbuan yang panas, sedotan-sedotan kuat dan
permainan lidah terlibat di dalamnya. Dengan terus berciuman tangan
kanannya beraksi di kemaluan Santi, jari-jari itu menggosok-gosok
belahan kemaluannya, kadang juga masuk dan berputar-putar di dalamnya.
Permainan jari Pak Usep yang lihai membuat tubuh Santi bergetar dan
vaginanya melelehkan cairan. Sedangkan tangan kirinya meraba-raba
bagian tubuh lainnya, lengan, dada, perut, paha, pantat, dll. Setelah
mencumbunya selama beberapa menit, lidah Pak Usep kini menjilati
lehernya dan menggelikitik telinganya.
Di pihakku, Ivana menaik-turunkan tubuhnya dengan lebih kencang,
diantara desahannya terdengar kata-kata tak jelas, tanganku juga diraih
dan
diremaskan ke payudaranya, gelagat ini menunjukkan dia sudah di ambang
orgasme.
“Aaahh…Win, dikit lagi nih…enak !” erangnya sambil meremas
tanganku.
Akupun merasa mau keluar juga saat itu, maka kupacu juga pinggulku
sampai sofanya ikut goyang, penisku menusuk makin keras dan dalam
padanya.
Penisku serasa diperas oleh jepitan vaginanya, himpitannya makin lama
makin kencang saja. Akhirnya cairan nikmat itu keluar dibarengi desahan
yang panjang, aku pun mendapat orgasmeku lima detik setelahnya. Sperma
bercampur lendirnya meleleh keluar dari sela-sela vaginanya membasahi
selangkangan kami dan sofa di bawahnya. Kami saling berpelukan
tersandar lemas di sofa, kubelai-belai lembut rambut dan wajahnya
selama cooling down.
“Goyangan lu tambah asyik nih say, bersihin dong pake mulut, boleh ya
?” pujiku sekaligus memintanya melakukan cleaning service.
“Nggak mau, lu sendiri aja !” jawabnya sambil manyun
“Ayo dong say, lu kan baik, please dikit aja, yah…!” mohonku lagi
memencet putingnya
“Ok, tapi cuma bersihin aja yah, ga lebih” katanya sambil turun dari
pangkuanku
Dia berjongkok diantara kedua kakiku, dipegangnya penisku, kemudian
mulai menjilati sisa-sisa cairan pada penisku hingga bersih. Di kasur
sana, Mang Nurdin menyetubuhi Sandra dengan ganasnya dengan doggie
style.
Mata Sandra merem-melek dan mendesah tak karuan akibat sodokan-sodokan
yang diberikan Mang Nurdin. Mang Obar menghampiri mereka lalu duduk
mekangkang di depan Sandra. Tangannya menjenggut rambut Sandra dan
menjejalkan penisnya ke dalam mulutnya, tentu saja benda sebesar dan
berdiameter selebar itu tidak muat di mulut Sandra yang mungil. Susah
payah Sandra berusaha menyesuaikan diri, pelan-pelan kepalanya mulai
naik-turun mengisap benda itu. Desahan tertahan masih terdengar dari
mulutnya, pada dinding pipinya kadang terlihat tonjolan dari penis Mang
Obar yang bergerak maju-mundur. Mang Obar mengelus punggung dan dadanya
sambil menikmati penisnya dikulum Sandra. Mang Nurdin hampir klimaks,
genjotannya semakin cepat, tak lama kemudian dia mendesah panjang
dengan mencengkram erat bongkahan pantatnya, spermanya menyemprot di
dalam vaginanya, ketika dia cabut penisnya, nampak cairan kental itu
masih menjuntai seperti benang laba-laba, sebagian meleleh di sekitar
pangkal paha Sandra.
Melihat vagina Sandra nganggur, Mang Obar menyuruhnya menghentikan
kulumannya dan naik ke pangkuannya. Sandra yang klimaksnya tertunda
karena
Mang Nurdin sudah keluar duluan segera menaiki penis Mang Obar. Sebelum
mulai, pria kurus itu meminta tissue basah pada Endang untuk mengelap
ceceran sperma di sekujur tubuh Sandra. Sandra menaik-turunkan
pinggulnya dengan gencar di atas penis Mang Obar, payudaranya pun ikut
terayun-ayun seiring gerak badan. Pemandangan itu membuat Mang Obar
tidak tahan
untuk tidak melumatnya, mulutnya menangkap payudara yang kanan dan
mengenyot-ngeyotnya, sementara tangannya bergerilya menyusuri
lekuk-lekuk
tubuh yang indah itu. Keringat sudah bercucuran membasahi tubuh Sandra
yang sudah bekerja keras melayani lima pria sekaligus, rambutnya sudah
acak-acakan, namun itulah yang menambah pesonanya. Desahan nikmat
Sandra
memacu Mang Obar untuk terus melahap dada, leher, dan ketiaknya.
Setelah puas melakukan foreplay bersama Santi, Pak Usep menyuruhnya
nungging, masih dalam posisi berdiri, Santi mencondongkan badan ke
depan
dengan tangan bertumpu pada kepala sofa. Santi yang sudah horny berat
itu pun tanpa sungkan-sungkan mengulurkan tangan ke belakang membuka
bibir vaginanya, gatel minta ditusuk. Mang Obar mengerti bahasa tubuh
Santi, dia pun segera melesakkan penisnya masuk ke lubang itu.
“Aarrghh…enak Mang, terus…terus !” jerit Santi
Adegan ini berlangsung tepat di sebelahku sehingga aku dapat mengamati
ekpresi wajah Santi yang sedang menikmati sodokan penis Mang Obar, dia
merintih-rintih dan sesekali menggigit bibir bawah. dari belakangnya
Mang Obar menggerayangi tubuhnya sambil terus menggenjotinya,
payudaranya
tampak berayun-ayun menggodaku iseng meremas salah satunya. Beberapa
kali tubuh Santi tersentak-sentak kalau Mang Obar memberikan sodokan
keras padanya. Aku suka sekali melihat wajahnya yang seksi saat itu.
Ivana yang tadi membersihkan penisku kini sudah diajak Pak Andang
memulai babak berikutnya. Dia berdiri memeluk Ivana dengan kedua tangan
kasarnya, mendekapkan tubuh Ivana ke tubuhnya hingga dada mereka saling
melekat
“Neng Ivana, mmm..” dengan bernafsu dia memagut bibirnya dan melumatnya
Ivana juga balas menciumnya hingga lidah mereka saling melilit,
mengeluarkan suara lenguhan, sepertinya dia mau membalas membuatku
terbakar api cemburu seperti ketika aku mencumbu Santi di depannya
waktu baru datang tadi. Tangan Pak Andang meremas payudaranya dan
tangan satunya mengelus punggung hingga pinggulnya. Kemudian dia
mengangkat satu kaki Ivana dan menempelkan penisnya di bibir vagina
Ivana. Secara refleks Ivana melingkarkan tangan ke leher Pak Andang
menahan badannya. Pelan-pelan Pak Andang mendorong pantatnya ke depan
hingga penisnya menyeruak ke dalam vagina Ivana. Mereka mendesah hampir
bersamaan saat penis itu menerobos dan menggesek dinding vagina Ivana.
Lima menit setelah mereka berpacu dalam posisi berdiri, Pak Andang
menghentikan genjotannya sejenak, lalu dia angkat kaki Ivana yang
satunya.
Sambil menggendong Ivana, dia meneruskan lagi kocokannya, dengan begini
tusukan-tusukan yang diterima Ivana semakin terasa hujamannya, kedua
payudaranya tampak seksi tergoncang-goncang. Kata Dr. sex Boyke gaya
ini disebut monyet memanjat pohon kelapa , hebat juga Pak Andang ini
sampai tahu variasi seks yang satu ini. O iya, masukan buat pembaca
nih, kalau mau coba gaya yang satu ini kudu liat-liat kondisi loh,
kalau cowoknya kurus kecil sedangkan badan ceweknya lebih besar atau
bahkan gendut sebaiknya jangan deh, bisa-bisa bukannya nikmat yang
didapat malah patah tulang, hehehe…Aku kagum oleh stamina Pak Andang
ini, di usianya yang senja dia masih sanggup melakukan gaya ini cukup
lama, aku sendiri tidak yakin bisa selama itu, sampai Ivana dibuat
orgasme dalam gendongannya. Badannya mengejang dan kepalanya menengadah
ke belakang serta mendesah panjang, dari selangkangannya cairan hasil
persenggamaannya menetes-netes ke lantai. Tubuhnya yang lunglai mungkin
sudah jatuh kalalu tangan Pak Andang yang kokoh tidak memeganginya.
Pada saat yang sama, Mang Obar baru menuntaskan hajatnya terhadap
Sandra. Keduanya klimaks bersamaan, dia mencabut penisnya lalu isinya
ditumpahkan ke wajah Sandra, tidak sebanyak sebelumnya memang tapi
lumayan membasahi wajahnya. Endang yang sudah siap bertarung lagi
mendatanginya, dipeluknya Sandra dan dicium-cium bagian-bagian tubuh
sensitifnya sambil memberinya waktu untuk mendinginkan vaginanya yang
kepanasan. Mang Nurdin menghampiri Santi yang sedang dikerjai Pak Usep.
“Yuk Pak, siap action lagi nih ? gabung aja !” kataku mempersilakannya
bergabung dengan mereka.
“Iya dong, bos, saya kan belum sempat nyoblos si Neng ini tadi,
hehehe…!” katanya berkalakar
Dia menyusup dan duduk di antara Santi dan sofa, tangan Santi
dipindahkan ke bahunya yang lebar. Mulutnya menangkap salah satu
payudara Santi yang berayun-ayun, dengan nikmatnya dia menyedot-nyedot
benda itu sambil meraba-raba tubuhnya. Di sisi lain, Ivana sedang sibuk
melayani Pak Andang dan Mang Obar, tubuhnya terbaring di sofa dijilati
dan digerayangi mereka.
Aku duduk sambil mengocok penisku menyaksikan pertempuran tiga
mahasiswi melawan lima buruh kasar itu. Sungguh pemandangan yang
membangkitkan nafsu, pembaca bisa bayangkan tiga orang cewek muda
keturunan Chinese, cantik, putih, sexy, dan high class sedang digumuli
buruh-buruh kasar, hitam, beda ras dan beda status sosial sungguh
pemandangan yang sensual bagiku. Kami melupakan sejenak harga diri,
martabat, dan perbedaan lainnya demi kesenangan seksual. My fantasy has
come true, demikian kataku dalam hati. Tidak puas hanya dengan menonton
sementara yang lain melakukan, aku pun mendekati Sandra yang sedang
bergaya woman on top diatas Endang. Kupeluk dia dari belakang dan
kupegang kedua payudaranya yang bergoyang-goyang.
“Gimana San rasanya digangbang sama mereka San ?” tanyaku dekat
kupingnya
“Sadis…mhh…but it’s pretty cool…aah !” jawabnya terengah-engah
“Win lu-lu…masukin lewat…uuhh…belakang…yah !”
Mereka berhenti sebentar agar aku bisa memasukkan penisku ke pantat
Sandra, kudorong tubuhnya ke depan hingga agak menelungkup. Aku
meringis ketika memasukkan penisku ke duburnya karena sempit sehingga
rasanya sedikit ngilu, hal yang sama pun dirasakan oleh Sandra, namun
setelah masuk rasanya jadi enak banget. Sandra mendesah-desah merasakan
dua penis yang memompa dua lubangnya. Desahannya bertambah seru karena
si Endang menjilati payudaranya yang menggantung itu dijilati Endang
dari bawah, sedangkan rambutnya kujambak seperti mengendarai kuda.
Tanganku yang satu tidak tinggal diam, kadang meremas payudaranya,
kadang mengelus punggung dan pantatnya, serta sesekali kutampar
pantatnya hingga dia menjerit.
“Harder…harder please, Mang juga dong nyodoknya kencengin !”
Detik-detik terakhir menjelang orgasme, gerakan Sandra semakin liar
saja, sodokanku pun kupercepat sesuai yang dimintanya. Akhirnya
ditengah sodokan kami yang belum menunjukkan tanda-tanda berhenti dia
orgasme yang ke sekian kalinya. Kami terus menggenjotnya tanpa
mempedulikannya yang sudah kecapean. Pada akhirnya aku dan Endang
menyiram tubuhnya dengan sperma kami, Endang menyiram dada dan
perutnya, sedangkan aku menyiram mukanya sampai rambutnya juga kena.
Kulihat sekelilingku yang lain juga sudah hampir selesai. Mang Nurdin
bersadar di sofa sambil menengadahkan kepala, di pahanya Santi yang
tergolek lemas menyandarkan kepala dengan mata setengah terpejam, tak
jauh disebelah mereka Pak Usep juga terduduk lemas memangku betis Santi
di pahanya, sambil mengatur nafas, dia mengelusi betisnya yang mulus.
Pak Andang tidak terlihat karena sedang ke toilet. Pertempuran terakhir
pun selesai tak lama kemudian, Mang Obar menumpahkan spermanya ke
punggung Ivana setelah ber-doggie style di sofa. Yang tampangnya paling
semerawut ya si Sandra, dia sudah dikeroyok dan digilir lima orang
ditambah aku lagi, tubuhnya sudah berlumuran keringat, sperma, dan
ludah, belum lagi pantatnya ada bekas tamparanku tadi. Kasihan juga sih
melihatnya, tapi dia sepertinya menikmati kok, dia menggosok-gosokkan
sperma itu pada beberapa bagian tubuhnya, juga menjilati yang menempel
di jari-jarinya.
Ya, pesta telah berakhir, jam tanpa terasa telah menunjukkan jam
delapan kurang sepuluh. Aku memberi uang rokok pada kelima buruhku
sebelum mereka berpamitan pulang.
Ivana dan Santi terpaksa harus mandi lagi karena badannya berkeringat
dan lengket-lengket lagi. Agar tidak mengantri kamar mandi, aku memakai
kamar mandi di kamar papa-mamaku yang ada bath tub marmernya, itulah
kamar mandi terbesar di rumahku. Asyik deh rasanya, berendam di bath
tub bersama ketiga cewek cantik ini, disana kami saling gosok badan,
ciuman, pegang-pegangan, di-Thai massage lagi sama si Santi, wah serasa
jadi kaisar aja deh. Habis makan malam Ivana pulang menumpang mobil
Santi karena sudah ditelepon dari rumahnya. Sandra juga tadinya mau
pulang, tapi kuminta dia nginap saja disini supaya bisa menemaniku yang
sehari-hari kesepian ini, mumpung dia anak kost dan besoknya libur hari
kemerdekaan. Akhirnya dia setuju juga setelah kumohon-mohon. Malam itu
kami tidur telanjang di bawah selimut yang lembut, tapi tidak ML, cuma
pegang-pegangan dan ciuman saja, cape kan tadi sore sudah lembur gitu,
setelah ngobrol-ngobrol dikit langsung tertidur. Keesokan harinya
libur, aku banyak menghabiskan waktu bersamanya, bangun pagi-pagi kami
sudah melakukannya di kamar mandi, sepanjang hari itu kami telanjang
bulat di rumah dan sebagian besar terisi dengan permainan seks di
segenap pelosok rumah, mulai dari kamar, dapur, taman belakang hingga
meja makan. Sejak mengadakan liveshow itu aku sebenarnya ingin
mengadakan kembali acara seperti itu tapi sebaiknya jangan
sering-sering deh takutnya kalau banyak yang tahu tidak baik juga
buatku dan teman-teman cewekku itu.