Peri Hujan

Bookmark and Share

Di suatu negeri yang terletak di atas awan, terdapat seorang Peri Hujan yang bernama Rania. Rania bertugas menurunkan hujan, dan ia bersahabat dengan Raja Petir. Raja Petir selalu menemani Rania dengan petirnya yang berkilat-kilat keperakan saat hujan turun.

Suatu hari, Rania harus menurunkan hujan di suatu desa yang kekeringan. Desa itu letaknya jauh di selatan, sehingga Rania harus mengendarai Angin untuk bisa sampai disana. Sudah menjadi kewajiban Rania untuk membawa sekeranjang butiran-butiran hujan yang akan diturunkan di desa itu.

Rania menunggu Raja Petir sembari duduk bersila diatas awan yang lembut. Aneh sekali, Raja Petir tak kunjung datang. Biasanya jika Rania akan berangkat menurunkan hujan, Raja Petirlah yang menjemputnya. Rania menunggu Raja Petir dengan sabar. Akhirnya ia bersiul memanggil Angin yang juga sahabatnya. Angin itu bernama Bayu.

“Ayo Rania, kau sudah siap pergi ke desa di selatan? Penduduk desa itu pasti sudah menunggu hujanmu.” kata Bayu berbisik pada Rania. Bayu memang selalu berbisik, karena kekuatan suaranya yang sungguh luar biasa. Jika Bayu berteriak sedikit saja, angin kencang akan muncul akibat suaranya. 

“Aku masih menunggu Raja Petir.” jawab Rania.

“Baiklah, ayo kita jemput Raja Petir di rumahnya.” kata Bayu.

Rania mengangguk setuju, dia langsung menaiki punggung Bayu. Bayu segera terbang membawa Rania ke rumah Raja Petir. Sesampainya di rumah Raja Petir, mereka bertemu dengan Raja Petir Tua, ayah dari Raja Petir.
 
”Kalian mencari Raja Petir?” tanya lelaki tua dengan jenggot yang melambai hingga dadanya itu.     

“Benar, paman. Hari ini aku harus menurunkan hujan di selatan. Biasanya Raja Petir menemaniku.” jawab Rania sopan.

“Baiklah, kupanggilkan Raja Petir, namun dia sedang bersedih.” kata Raja Tua itu.

Rania menoleh pada Bayu dengan tatapan bingung. “Kenapa Raja Petir bersedih?” tanya Rania. Bayu hanya menggelengkan kepalanya, merasa sama bingungnya dengan Rania.

Setelah beberapa lama, Raja Petir keluar dari rumah bersama ayahnya. Raja Petir Tua membawa sekeranjang buah persik yang sangat lezat.

“Ini silakan dimakan.” kata Raja Petir Tua sambil berjalan kembali memasuki rumah.

Rania mengangguk dengan sopan, sementara Bayu sangat kegirangan, dia sangat menyukai buah persik. Langsung saja, dia memakan dua biji sekaligus. Rania tertawa melihat tingkah Bayu. Namun aneh, Raja Petir yang biasanya ceria, tampak sangat murung.

“Raja Petir, kau kenapa?” tanya Rania sambil duduk di sebelah Raja Petir.
 
Raja Petir menunduk dengan sedih. “Petirku dicuri.” jawabnya.

Rania sangat terkejut. Bayu yang sedang mengunyah buah persik sampai tersedak dibuatnya.

“Kenapa bisa begitu?” teriak Banyu, seketika angin langsung bertiup kencang, menerbangkan beberapa tanaman milik Raja Petir Tua.

“Bayu! Jangan berteriak begitu! Lihat angin menjadi begitu kencang karena suaramu!” pekik Rania.

Bayu mengangguk dengan tersipu-sipu. “Maafkan aku, aku terlalu kaget mendengarnya.” ujar Bayu kembali berbisik. Seketika angin kencang itu menghilang.
 
“Kenapa petirmu bisa hilang?” tanya Rania.

Raja Petir memandang Rania dengan sedih. “Oh Rania, aku tak kan bisa menemanimu dengan petir lagi saat kau menurunkan hujan.” isaknya.

Rania menepuk-nepuk pundak Raja Petir dengan lembut, menenangkannya. “Tenanglah, Raja Petir. Ceritakan pada kami.” ujar Rania, Bayu mengangguk setuju disebelahnya.

“Semalam aku bertengkar dengan kakakku, Raja Guntur.” Raja Petir mengawali ceritanya sambil menatap Rania dan Bayu bergantian. “Raja Guntur mengatakan, seharusnya ialah yang memiliki petir, karena ia lebih tua dariku. Dia mendorongku berkali-kali. Sebenarnya aku berniat menyambarnya dengan petirku, tapi aku tak ingin menyakiti kakakku sendiri. Namun, Raja Guntur malah menyerangku terus menerus. Dengan gesit dia berhasil merebut petirku dan membawanya pergi.” Raja Petir kembali tertunduk sedih.
 
Petir milik Raja Petir berbentuk seperti kilat dan berwarna perak. Petir itulah yang menyebabkan adanya kilat yang menyambar-nyambar diiringi suara gemuruh yang kencang. Raja Guntur hanya bisa membuat suara gemuruh tanpa diiringi kilat yang menyambar. Karena itulah Raja Guntur merasa iri pada Raja Petir.

“Apa ayahmu tidak membantumu?” bisik Bayu.

Raja Petir menjawab dengan suara yang lirih. “Ayah sudah tua. Dia sudah tidak memiliki kekuatan apapun lagi. Kekuatan petir dan guntur sudah diwariskannya padaku dan kakakku. Saat akan menengahi perkelahian kami, Raja Guntur mendorong ayah sampai terpelanting.”

Rania menggeleng-gelengkan kepalanya, merasa prihatin. “Kalau begitu, kita cari Raja Guntur, lalu mengambil kembali petirmu darinya.” ujar Rania seraya berdiri. “Tunggulah disini, aku harus menurunkan hujan di selatan. Nanti aku akan kembali kesini bersama Bayu.” janji Rania.

“Aku ikut, Rania. Aku harus mengambil petir itu darinya. Raja Guntur semalam juga mengancamku, dia akan mengikutimu menurunkan hujan, lalu akan membuat hujanmu menjadi badai yang penuh dengan kilatan petir dan gelegar guntur.” kata Raja Petir sambil ikut berdiri. Rania terperanjat, tak mampu berkata-kata.

“Tega sekali kakakmu itu.” dengus Bayu kesal.

Rania mengangguk pasrah, meskipun dalam hati ia tidak mau ada pertengkaran antara Raja Petir dan Raja Guntur. Pertengkaran mereka, apalagi saat hujan turun, bisa mengakibatkan badai yang sangat dahsyat. Apalagi ada Bayu yang mudah terpancing amarah, keadaan bisa sangat berbahaya, tidak hanya bagi desa di selatan itu, tapi juga bagi Negeri Awan.
 
Setelah berpamitan pada Raja Petir Tua, mereka bertiga menuju desa selatan. Raja Petir mengendarai awan kelabunya, sementara Rania menaiki punggung Bayu. Tidak ada satupun yang berbicara seperti biasanya. Ketiganya merasa cemas mengenai apa yang akan dilakukan Raja Guntur. Rania melirik isi keranjangnya. Isinya berupa butiran-butiran hujan yang seperti embun. Dia berharap, semoga butiran itu tidak diperlukannya untuk menyerang Raja Guntur. Rania memang mempunyai kekuatan bisa mengubah butiran hujannya menjadi kristal-kristal tajam untuk menyerang siapa saja yang bermaksud jahat padanya. Kristal-kristal itu juga sangat beracun, siapa saja yang terkena akan terluka parah, bahkan mati.
 
Sesampainya di desa selatan, Rania mulai menurunkan butiran hujannya satu persatu. Penduduk desa selatan bersorak kegirangan, hujan akhirnya turun. Mula-mula gerimis lalu berubah semakin deras. Sesekali Bayu bersiul meniupkan angin semilir membuat hujan menjadi semakin indah. Namun, penduduk desa itu juga heran, tidak ada gemuruh guntur dan petir yang mengiringi hujan kali ini. Raja Petir melihat Rania dan Bayu dengan sedih. Dia tidak bisa mengiringi hujan Rania dengan petirnya.

Tiba-tiba kilat menyambar-nyambar dengan hebatnya diiringi suara gemuruh yang menggelegar. Raja Guntur menghampiri mereka menaiki awan hitamnya. Dia tertawa-tawa sambil menyambarkan petirnya ke segala arah. Dibawah sana, penduduk desa mulai ketakutan karena hujan ini terasa begitu menyeramkan. Hujan yang tidak seperti biasanya karena diiringi dengan kilatan petir yang menyambar-nyambar dengan liar. Sebentar lagi pasti badai dahsyat!
 
“Hentikan, Kakak! Kembalikan petir itu padaku!” teriak Raja Petir sembari menghampiri kakaknya.

“Minggir kau! Petir ini milikku sekarang. Aku jauh lebih kuat daripada kau!” ujar Raja Guntur sombong sambil terus menyambarkan petirnya dengan liar.
 
“Hentikan, Raja Guntur! Kembalikan petir itu!’ kata Bayu marah, lalu meniupkan angin besar yang menghantam Raja Guntur, membuatnya terpelanting dari awan hitamnya. Raja Guntur menjadi marah, dia membalas Bayu dengan menyambarkan petir ke tubuh Bayu, membuat Bayu terjengkang.
 
Rania berlari menghampiri Bayu yang tergeletak pingsan, dan dari sudut matanya ia bisa melihat Raja Guntur menyerang Raja Petir. Berkali-kali Raja Petir tersambar oleh petirnya, dan akhirnya Raja Petir roboh diatas awan kelabunya. Amarah Rania meluap. Dihampirinya Raja Guntur yang tertawa melihat saudaranya terluka.

“Kau Raja Guntur jahat! Hentikan semuanya!’ pekik Rania.

“Kau cuma Peri Hujan, kau berani menantangku?” tanya Raja Guntur sambil berjalan mendekati Rania dengan sombongnya.

Rania memejamkan matanya berkonsentrasi. Mendadak butiran hujan di keranjangnya melayang, berubah menjadi kristal-kristal tajam. ”Kembalikan petir itu, aku tak kan menyakitimu. Kita bisa menjadi teman.” bujuk Rania. Dia tidak ingin berperang melawan Raja Guntur yang merupakan kakak dari sahabatnya.
 
“Dasar bodoh kau! Kristal-kristal kecilmu itu akan hancur tersambar petirku.” ledek Raja Guntur mengacungkan petir ke arah Rania.

Dia kemudian menyerang Rania dengan petirnya. Rania melompat menghindar dengan gesit. Rania mengibaskan tangan, kristal-kristalnya langsung menyerang Raja Guntur. Kristal-kristal itu berterbangan menghujani Raja Guntur. Tapi di luar dugaan,  Raja Guntur menangkisnya dengan mudah. Bahkan dia meniup balik kristal hujan itu ke arah Rania. Tak sempat mengelak, kristal-kristal itu pun menyengatnya, menggores-gores badan gadis itu dan merobek-robek pakaiannya hingga menjadi serpihan. Rania jatuh terduduk. Dia memang tidak terluka karena tubuhnya kebal terhadap racun Kristal Hujan. Tapi pakaiannya menjadi rusak tak karuan, membuat tubuh sintalnya yang aduhai jadi kelihatan dengan jelas.

Raja Guntur menyimpan kembali petirnya dan berjalan menghampiri Rania yang berlutut berusaha menutupi tubuhnya. Laki-laki itu menyeringai menatap gadis berkulit mulus yang ada di depannya. ”Hmm, cukup menarik juga.” gumamnya sambil manggut-manggut.

Rania meringkuk makin dalam. ”Ma-maafkan aku,” gadis itu memohon. Dengan bibir tipis yang sensual, rambut hitam panjang yang tergerai hingga ke pinggang, dan tubuh sintal yang langsing dan aduhai, Rania memang terlihat sangat menarik. Apalagi dengan pakaian compang-camping seperti ini, yang memperlihatkan sebagian aurat tubuhnya, siapapun yang melihatnya pasti akan tertarik. Tak terkecuali Raja Guntur, laki-laki tua yang sudah berusia 40 tahun.

”Aku akan mengampunimu,” sambut Raja Guntur. Matanya lekat memandangi paha mulus Rania yang terbuka lebar.

”Te-terima kasih,” Rania menghela nafas lega. Dadanya yang besar terlihat sangat menonjol meski gadis itu berusaha menyembunyikannya.
 
”Tapi ada syaratnya,” Raja Guntur tersenyum mesum. ”Kau harus mau melayaniku.”
 
Rania terhenyak. Apa yang dia takutkan ternyata terjadi. ”Tidak! Jangan!” jerit gadis itu penuh ketakutan.

Raja Guntur tertawa penuh kemenangan. ”Jangan melawan! Atau kubunuh teman-temanmu!” Dia mengeluarkan lagi petirnya dan mengarahkannya pada Bayu.

Rania memandangi Bayu dan Raja Petir yang masih pingsan. Dia tidak tega membiarkan 2 sahabatnya itu mati di tangan Raja Guntur. ”Ba-baiklah,” Gadis itu akhirnya memutuskan. ”Aku akan melakukan apapun yang kau inginkan.” dengan terpaksa, dia harus rela menyerahkan tubuhnya demi keselamatan Bayu dan Raja Petir.

“Bagus. Itu baru gadis pintar.” Raja Guntur menyentuh pundak Rania dan menariknya ke atas. Tanpa membuang waktu, dia segera mencium bibir Rania dan melumatnya dengan rakus. Tangan Raja itu juga turun ke bawah untuk menjamah payudara ranum milik gadis itu.

“Auwh!” Rania memekik kesakitan akibat pijitan Raja Guntur yang terlalu keras. Tangannya mencoba menepis tangan laki-laki itu namun tidak berhasil. Malah sekarang vaginanya terasa sedikit panas, juga gatal. Puting payudaranya juga semakin mengeras seiring perasaan aneh yang perlahan mulai menyelimuti dirinya.

”Apa-apaan ini?!” Rania menggeleng, mencoba mengusir rasa nikmat itu.
 
”Jangan dilawan! Nikmati saja!” sahut Raja Guntur sambil meneruskan remasannya. Dia menyingkap baju depan gadis itu yang sudah robek-robek dan menyusupkan tangannya ke puncak payudara Rania yang membusung. Dengan penuh nafsu, dia meremas-remasnya.

”Uhh!” tanpa sadar, Rania mendesah lirih. Tubuh gadis itu terangkat saat Raja Guntur menyentuh dan memilin-milin putingnya.

”Hmph!” kembali Raja Tua itu melumat bibir tipis Rania, kali ini dengan lebih keras dan ganas. Beberapa kali dia mencucup dan menggigit bibir manis Rania, membuat gadis cantik berambut panjang itu melenguh makin keras. Raja Guntur menarik payudara kanan Rania. Mulut laki-laki itu mendekat dan...
 
”Ehngg...” hanya itu yang keluar dari bibir Rania saat Raja Guntur mengulum putingnya dengan rakus. Laki-laki itu menghisapnya kencang-kencang dan menjilatinya. Rania cuma bisa pasrah diperlakukan seperti itu. Matanya terpejam manakala Raja Guntur menyusupkan tangannya dan memainkan jemarinya di kemaluan gadis itu. Perkosaan yang tadi dia niatkan untuk menolong teman-temannya, kini benar-benar dia nikmati!

Kemaluan Rania menjadi basah dengan cepat. Mata gadis itu terpejam rapat. Nafasnya makin memburu tak beraturan. Wajah yang cantik semakin memerah karena terangsang. Perlahan, Raja Guntur menanggalkan rok panjang Rania, disusul dengan menurunkan celana dalam gadis itu.

”Berbaringlah disini,” Raja Guntur menghamparkan jubahnya, meminta Rania untuk telentang di atasnya. ”Buka kakimu!” dia menarik kaki Rania hingga terbuka dan memandangi vagina gadis itu yang sudah sangat basah.
 
Raja Guntur melepas celana panjangnya berikut CD-nya dan memperlihatkan penisnya yang sudah menegang pada Rania. ”Besar bukan?” dia menyombong.
 
Rania mengangguk. Dengan malu-malu dia harus mengakui kalau penis itu memang besar.
 
Raja Guntur meraih tangan Rania dan  menuntunnya ke arah benda itu. ”Kocoklah!” dia meminta.
 
Gemetar, Rania menggenggam daging hitam itu dan meremas-remasnya pelan. Dia mengocok penis Raja Guntur sampai laki-laki itu naik ke atas tubuhnya. Dengan kaki tetap terbuka lebar, Rania bisa merasakan kontol sang Raja yang menggesek-gesek nikmat di kemaluannya. Baru saja Rania akan menjerit, tiba-tiba saja Raja Guntur menusukkan penisnya dan melakukan penetrasi.
"Ougghhh!” Rania tersentak merasakan sakit yang luar biasa pada selangkangannya. 

”Jangan! Hentikan!” rintihnya.
 
Raja Guntur terus mendorong, memaksa untuk memasukkan penisnya yang besar ke dalam vagina sempit milik si Peri Hujan. ”Tahan sebentar!” geramnya. ”Aku yakin kau sudah tidak perawan lagi.”
 
”Sakit!” rintih Rania lirih sambil meringis. Terasa penis besar itu terus mendesak maju dan menjejali lubang vaginanya hingga penuh. ”Sudah! Hentikan! Aku tidak tahan lagi! Sakit!” pinta gadis itu sambil meronta dan menggeleng-gelengkan kepalanya. Memang dia sudah tidak perawan lagi -Dia sudah pernah tidur dengan Raja Petir sebelumnya- Tapi untuk menghadapi penis sebesar ini, dia tidak akan tahan.
 
”AARRGGHHHHH!” satu hentakan terakhir mengagetkan Rania, membuat gadis itu menjerit dan melengking tinggi. Di bawah, penduduk Desa Selatan kebingungan menyaksikan hujan yang semakin deras dengan suara yang tidak seperti biasanya.
 
Penis Raja Guntur amblas penuh sekarang, hilang ditelan vagina Rania yang hangat dan lembut. Di bawahnya, Rania masih meringis menahan sakit sambil berusaha mengatur nafasnya yang memburu.
 
”Tahan, aku goyang sekarang!” dan tanpa menunggu persetujuan Rania, Raja Guntur menarik pelan penisnya untuk kemudian membenamkannya lagi dalam-dalam.
 
”Ehmmmph!” Rania kembali tersentak. Dia mendesah menahan sakit.
 
Tampak tak peduli, Raja Guntur terus menggenjot tubuhnya, dia terus menyetubuhi si Peri cantik dengan penuh nafsu. Raja tua itu menggerakkan penisnya semakin cepat dan cepat. Kehangatan dan kelembutan vagina Rania membuat dia begitu ketagihan.
 
”Enak kan sekarang?” tanya Raja Guntur di sela-sela genjotannya.
 
Rania tidak menjawab. Dia terlalu malu untuk mengakui kalau sekarang dia sudah mulai menikmatinya. Rasa sakit di selangkangan gadis itu mulai berkurang, berganti dengan sensasi geli nikmat yang aneh. Sepertinya, vagina Rania sudah bisa menerima kehadiran penis Sang Raja.
 
Namun kenikmatan itu ternyata tidak berlangsung lama. Baru juga Rania melenguh keenakan, tiba-tiba Raja Guntur sudah mencabut penisnya dan menyemprotkan cairan putih kental di atas perut gadis itu.
 
”Ahh,” Rania melenguh kecewa. Dengan nafas masih memburu, dia memandangi Raja Guntur yang ambruk keenakan di depannya.
 
”Oh, tubuhmu nikmat sekali. Bikin aku tak tahan.” ucap laki-laki tua itu sambil mengelus payudara Rania yang membusung.
 
Gadis itu tidak menjawab, terlalu kecewa karena ditinggalkan dalam posisi tanggung seperti saat ini. Lelaki tua seperti Raja Guntur memang tidak bisa diharapkan. Nafsu boleh gede, tapi staminanya payah.
 
Rania menoleh pada Raja Petir dan Bayu yang masih pingsan. Di bawah, vaginanya terasa masih panas dan berdenyut-denyut, menuntut untuk dipuaskan. Gairah yang meluap-luap membuat Peri cantik itu kehilangan akal sehat.
 
”Kau mau apa?” tanya Raja Guntur yang melihat Rania bangkit dengan tubuh gemetar.
 
”Menyelesaikan apa yang telah kau mulai.” sahut gadis itu pendek sambil berjalan menuju Raja Petir yang masih terbaring pingsan.
 
”Hahahahah...” Raja Guntur tertawa lebar saat melihat Rania yang memelorotkan celana Raja Petir. ”Dasar pelacur murahan!” dengusnya.
 
Rania tidak peduli dengan ejekan Raja Tua itu, yang penting baginya hasratnya terpuaskan saat itu juga. Dengan tak sabar, gadis itu segera mengulum dan menjilati penis Raja Petir yang masih meringkuk mungil.
 
”Ayo, cepatlah menjadi besar. Aku membutuhkanmu!” pinta Rania dalam hati. Vaginanya terasa semakin basah dan becek, membuat hujan yang turun di desa selatan menjadi semakin lebat.
 
Perlahan, benda yang ada di dalam mulut Rania terbangun dan menggeliat. Tidak butuh waktu lama, kontol itupun menegang dan memenuhi mulut mungilnya. ”Hmph... Hmph... Hmph...” Rania terus mengulum, karena tahu penis itu masih bisa lebih besar lagi.
 
”Sudah! Itu sudah bisa digunakan!” kata Raja Guntur.
 
Rania mendelik. ”Diamlah, Kakek Tua!” dia memberikan kemaluannya. ”Ini, jilati saja vaginaku! Mungkin dengan begitu, aku bisa memaafkan ketidak mampuanmu.”
 
Merasa tersinggung, Raja Guntur segera mencaput Petirnya. ”Kubunuh kau!” tapi sebelum dia sempat menggunakannya, Petir itu sudah dirampas oleh seseorang.
 
”Ini bukan milikmu!” ternyata itu Bayu yang sudah tersadar dari pingsannya.
 
Tidak berdaya karena tidak bersenjata, Raja Guntur segera memunguti pakaiannya dan berusaha kabur dari tempat itu. Bayu yang masih dendam, dengan kekuatan Anginnya, segera meniup Raja Guntur hingga terlempar beribu-ribu kilometer jauhnya.
 
”Beres, sekarang pengacau itu sudah tidak ada.” Bayu mendatangi Rania yang masih asyik mengulum penis Raja Petir. ”Dan sekarang, waktunya menikmati hadiahku.” bisik pemuda itu sambil melepas bajunya satu persatu. Dia memeluk Rania dari belakang dan segera memasukkan penisnya yang sudah menegang ke lubang kencing gadis itu.
 
”Ouh, sempit banget vaginamu, Rania!” desis Bayu sambil menggerakkan penisnya maju mundur. Ia melakukan dengan perlahan, berusaha menikmati setiap gesekan dinding vagina Rania di atas penisnya.
 
Raja Petir yang dari tadi pingsan, kini mulai siuman. Menyadari apa yang terjadi, dia segera meraih payudara Rania dan meremas-remasnya dengan penuh nafsu. ”Enak sekali susumu, Rania.” gumamnya sambil memilin-milin puting Rania yang mencuat.
 
Peri cantik itu cuma bisa mendesah dan merintih lirih merasakan kenikmatan yang diberikan oleh dua sahabatnya. Kenikmatan yang tadi tidak dia dapatkan dari Raja Guntur. 

Berdiri di belakangnya, Bayu masih terus menyodok-nyodok vaginanya. Penisnya yang besar keluar masuk dengan cepat, membuat tubuh sintal Rania sedikit terguncang-guncang. Tangan pemuda itu juga mencengkeram erat bokongnya, tak henti-hentinya meremas dan memijit benda bulat besar itu.
 
”Ooh, pakai lidahmu, Rania.” Raja Petir yang berbaring telentang mendesis keenakan menikmati sedotan Rania pada penisnya. ”Aku sudah hampir keluar.” tambahnya penuh kepuasan.
 
Rania yang mendengarnya, segera mengulum penis itu makin cepat. Dia juga mengocoknya dengan tangan sambil menikmati tusukan-tusukan Bayu yang sekarang juga semakin cepat. Nafas pemuda itu juga semakin memburu, tanda kalau dia tidak akan bisa bertahan lebih lama lagi.
 
Di bawah sana, di desa selatan, penduduk makin ketakutan karena selain hujan yang turun juga semakin deras, kini ditambah angin kencang yang mulai menderu-deru. Sepertinya Badai benar-benar akan datang menyerang desa itu.
"HMMPHH!!” Rania menjerit tertahan saat dengan tiba-tiba merasakan penis Raja Petir berdenyut kencang dan menyemburkan isinya. Gadis itu berusaha melepaskannya tapi tidak berhasil, Raja Petir menahan kuat kepalanya sambil memasukkan penisnya semakin dalam hingga nyaris menyentuh tenggorokannya. Mau tak mau, dengan terpaksa, Rania harus menelan seluruh sperma yang muncrat kalau tidak mau tersedak.
 
Bersamaan dengan itu, di belakangnya, Bayu terlihat menggenjot makin kencang. Desahan nafas pemuda itu juga terdengar semakin cepat. Tangannya terulur untuk menggapai buah dada Rania yang menggantung indah dan menggunakan sebagai pegangan saat dia menusukkan penisnya dalam-dalam.
 
“Eggrrrhhh…” Rania mengerang pelan saat merasakan cairan sperma Bayu yang kental memancar keluar dan memenuhi liang senggamanya yang sedang berdenyut-denyut kencang. Tak menunggu waktu lama, gadis cantik itupun orgasme menyusul kedua sahabatnya yang sudah lebih dahulu memperoleh kenikmatan dunia.
 
Sementara itu, di desa selatan, orang-orang lari pontang-panting meyelamatkan diri. Orgasme Rania membuat hujan turun 5 kali lebih deras, jeritan Bayu mengakibatkan kecepatan angin meningkat hingga 350 km/jam, sementara Raja Petir yang keenakan tanpa sengaja memicu Petirnya hingga Badai pun tercipta dan melanda desa tersebut.

END