"Harus berapa kali kubilang, Hisao-kun, aku benci daging!" ketus seorang gadis manis berambut biru bernama Akiko.
Mendengar penolakan istrinya atas menu makanan yang dia berikan, membuat Hisao memutar bola matanya bosan, "Hm, aku bisa mengerti kalau kau hanya membenci daging. Tapi masalahnya kau membenci SEMUA jenis makanan yang mengandung protein," celetuknya sambil menghela nafas, "dan harusnya kau tahu, itu tidak baik untuk kesehatanmu."
"Aku tahu kok!" balas Akiko cepat-cepat seraya menarik kursi di samping suaminya dan mendudukinya, "Tapi tetap saja, gimana gitu... euuuuh! Melihatnya saja aku sudah mau muntah!" ujarnya sambil menjulurkan lidah dan memasang mimik wajah seolah jijik. Tentu saja hal ini membuat Hisao menggelengkan kepalanya heran.
"Dasar vegetarian," sindirnya dan berjalan meninggalkan istrinya yang tengah sibuk mengomel.
Hisao menghela nafas berat. Setelah lumayan menguras tenaga hanya untuk berdebat dengan istrinya yang keras kepala itu, dia memasuki kamarnya dan langsung menghempaskan tubuhnya di atas tempat tidur berukuran king size. Dia memandang langit-langit kamarnya dan perlahan tapi pasti menutup kedua bola mata hitamnya. Berusaha berpikir keras supaya sang istri mau memakan makanan berprotein yang pada umumnya dibenci oleh para vegetarian seperti Akiko.
"Sial, padahal protein sangat bagus untuk anak yang dia kandung nanti," gusar Hisao, masih tetap menutup mata, seraya mengacak-acak rambut biru pucat miliknya, "Kalau anakku pintar, kan dia juga yang untung," celetuknya lagi.
Berkali-kali Hisao mengubah posisi tidurnya di atas kasur. Otak jeniusnya masih berputar keras mencari ide. Hingga akhirnya dia membuka mata dan terduduk seakan dia teringat sesuatu. Detik berikutnya dia menyeringai penuh arti dan berjalan menuju satu-satunya lemari kecil di sudut kamarnya dan membuka lemari itu dengan kunci yang dia punya. Setelah mengambil sesuatu di sana, dia segera tersenyum penuh arti dan berjalan keluar kamar.
***
Hisao berjalan perlahan menuju meja makan, di mana Akiko kini tengah memakan makanan khas miliknya. Di piringnya hanya terlihat daun selada, nasi secukupnya dan kangkung. Sementara mangkuk di sampingnya berisi sop jagung dengan beberapa daun bawang. Hisao kembali menggelengkan kepalanya.
"Kalau kau tidak makan daging, ikan, telor atau semacamnya, kau akan benar-benar sakit, bodoh," gerutunya.
Mendengar suara bariton suami kesayangannya, membuat gadis berdada besar itu mendongakkan kepala. "Uh, Hesso-kunh," ucap Akiko dengan mulut penuh karena masih mengunyah makanan.
Hisao mendelik, "Telan makananmu, baru bicara!" perintahnya ketus, membuat Akiko mengangguk cepat dan segera menghabiskan makanannya.
Laki-laki itu masih dengan sabar menunggu istrinya menghabiskan makan dengan duduk tenang di ruang keluarga sambil mengistirahatkan pikirannya yang suntuk. Setelah Akiko keluar, dia segera bergerak menuju dapur dan menyiapkan berbagai macam makanan seperti ayam dan ikan goreng, telur ceplok, dan terakhir dia memesan sushi berisi daging kepiting dan ikan salmon pada restoran sushi terdekat. Setelah merasa semuanya beres, dengan diam-diam Hisao membawa makanan itu masuk ke dalam kamarnya. Sekarang tinggal memancing istrinya.
"Hei, Akiko!" panggil Hisao sambil melompat ke atas sofa dan mendekati istrinya yang sedang asyik menonton acara infotainment di televisi, "Sepertinya, kau senggang, ya?" lanjutnya lagi sambil mendekati cuping telinga Akiko.
"Ngh, Hisao, hentikan!" Akiko segera mendorong tubuh suaminya begitu dirasanya laki-lakiitu mulai mencium-cium telinganya, "Lihat, Karin si artis tenar itu katanya mau cerai lagi," ucap gadis yang gila infotaiment dan gosip itu dengan penuh antusias.
Hisao memutar bola matanya bosan, "Peduli amat dia mau cerai atau telanjang di depan umum juga," dia menggaruk belakang kepalanya yang tidak gatal, "Bagaimana kalau kita bersenang-senang saja, Akiko-chan?"
Akiko tersentak. Dia sangat hafal peringai suami mesumnya yang satu itu. Kalau Hisao sudah menyebut 'Sakura-chan', pasti sedang ada yang diinginkannya. Dengan kesal gadis itu menoleh dan menatap Hisao tajam, "Kalau kamu menyuruhku memakan daging-daging menjijikkan itu, maaf saja aku tidak akan mau!" celetuknya seraya membuang muka.
Hisao hanya menyeringai dan mencium leher jenjang istrinya. "Hm, benarkah?" tanyanya dengan nada yang benar-benar dibuat menggoda. Ditambah tangan kanannya yang kekar kini mulai merambat, menggelitik payudara Akiko yang bulat menggoda. "Tapi aku tidak yakin, kau akan menolaknya." bisiknya seraya menyelipkan tangannya di balik hot pants tipis istrinya.
"Sshhh, Hisao-kun! Jangan sekarang," pinta Akiko yang masih berusaha menahan tangan suaminya untuk tidak menyentuh puting payudaranya sebelum dia sendiri terbawa ke dalam permainan itu. Yah, karena Akiko sadar—kalau dia sudah terjebak ke dalam godaan Hisao, maka dia tidak akan bisa naik ke atas lagi sampai suaminya itu membebaskannya. Itu pun jika memang dia ingin dilepaskan, sebab kenyataannya Akiko sendiri lah yang lebih sering menginginkan untuk masuk jauh lebih ke dalam—keuntungan tersendiri bagi Hisao.
"Tapi aku ingin sekarang," Hisao memilin salah satu puting istrinya, membuat Akiko sedikit merintih kegelian, "Lagipula dengan ini, tujuanku akan semakin tercapai," Hisao kembali menyeringai hingga Akiko menelan ludahnya.
"Tu-tujuan ap—Ahhhhh!" wanita itu mendongakkan kepalanya ke atas begitu Hisao memijit keras payudaranya hingga membuat tubuhnya bergetar pelan. Melihat itu, Hisao tertawa pelan. Dengan tangan kirinya, dia mematikan TV dan mencium pipi istrinya sekilas sebelum berkata...
"Ayo, kita bermain,"
***
"His-Hissao-kunh," Akiko kembali mendesah saat suaminya kembali merangsang dirinya. Sejak di ruang tengah tadi, Hisao tak henti-hentinya memijit-mijit bulatan payudaranya, hingga masuk ke kamar mereka, laki-laki itu terus melakukannya. Bahkan, dia juga sudah menelanjangi dirinya, membuat Akiko menggigil kedinginan di udara musim semi yang dingin.
Hisao menciumi tubuh Akiko dengan penuh nafsu, memberi tanda kemerahan di sekujur tubuh mulus itu. Dia meraba setiap bulatan yang ada, mulai dari bokong Akiko yang bulat hingga payudara wanita cantik itu yang besarnya minta ampun. Remasan Hisao membuat bukit kembar itu kelihatan semakin tegak dan membulat. Akiko yang merasakannya, cuma bisa memekik dan merintih pelan. Dengan seringai mesum khas miliknya, Hisao melirik vibrator hijau besar yang dialetakkan di atas meja telepon. Dia mengambilnya dan segera memasukkannya ke dalam kemaluan Akiko yang sudah terbuka lebar.
"Aarrggghhhhhhhh...!!!" perempuan itu menjerit.
Tapi itu sebelum Hisao menyalakannya. Begitu benda itu mulai bergerak dan menggesek dinding kemaluannya, jeritan Akiko perlahan sirna, berganti dengan desahan dan rintihan penuh nafsu yang menyenangkan hati. Tak perlu waktu lama, vibrator itu sudah bisa mengantarkan Akiko menuju ke klimaksnya yang pertama.
"Hah.. Hah.. Hisao-kun!" wanita itu terengah-engah dengan muka merah padam. Keringat sudah menbanjiri tubuhnya yang sintal.
"Baiklah, cukup untuk yang ini." Hisao menarik vibrator itu keras-keras, membuat Akiko kembali menjerit dan sedikit merintih.
Perempuan melenguh. Di satu sisi dia merasa lega karena bisa terbebas dari benda sialan itu, tapi entah kenapa, di sisi lain, dia merasa kosong. Seperti ada yang kurang pada dirinya.
"Nah, sekarang makan sushi dulu. Di sushi ini ada daging ikan salmon dan telur ikan, proteinnya bagus," ucap Hisao sambil menyuapi sang istri.
Akiko menggeleng pelan, "Hisao-kun, aku... mau..." yap, akhirnya dia mengerti. Alasan mengapa dari tadi dia merasa ada yang kurang adalah karena Hisao sama sekali belum memasuki dirinya, "Hisao-kun..." perempuan itu meminta.
"Tidak-tidak, makan daging dulu," paksa Hisao sambil memberikan piring yang di atasnya ada sekitar empat sushi. Akiko berusaha menggeleng sekencang yang ia bisa, mengingat tenaganya sudah terkuras habis gara-gara vibrator menyebalkan itu. Melihatnya membuat Hisao mendengus pelan, "Huh, kau memang menyebalkan."
Masih dengan terengah-engah, Akiko melirik suaminya yang menghampiri laci di sudut kamar dan mengambil sesuatu, "Kebetulan, kemarin aku banyak membeli 'mainan', kau bisa mencobanya satu-satu," ujarnya dengan santai. Tanpa menggubris protes dari istrinya, Hisao langsung menunjukkan boneka Teddy Bear yang anehnya bagian tangannya seperti berbentol-bentol dan err... kelewat panjang namun tetap berbulu, "lucu kan?" tanyanya berbasa-basi.
Akiko merengut kesal tanpa berniat menjawab. Tapi tetap saja laki-laki itu melanjutkan aksinya, dia mengangkangkan kaki Akiko dan menaruh boneka Teddy di tengahnya, tepat di depan liang istrinya, "Mari kita lihat betapa lucunya mainan ini," Hisao menyeringai dan tanpa sepengetahuan Akiko, laki-laki berkaca mata itu menekan tombol ON di bagian belakang boneka.
"Ngh! Ahhhhh... arghhhhh..." Akiko langsung mendesah kencang saat boneka Teddy yang lucu itu menggetarkan tangannya yang berbulu tepat di depan vaginanya. Dia berkelojotan dan menggelinjang hebat merasakan bulu-bulu halus boneka itu mengesek-gesek bibir kemaluannya.
"Ahh, Hentikan, Hisao. Hentikan! Aku tidak tahan!" rintihnya menghiba.
Tapi bukannya menyingkirkan, Hisao malah memasukkan tangan Teddy yang nakal itu ke dalam liang kemaluan sang istri. Boneka berbulu lebat itu itupun bergetar dan berputar-putar merangsang Akiko untuk mencapai klimaksnya yang kedua.
"Aah.. Ooughhhhh.. Aaaaaaaahhh!" dengan tangan terikat di tiang tempat tidur dan posisinya yang duduk di atas bantal, lumayan mempersempit ruang lingkup Akiko. Terpaksa wanita itu pasrah saja saat cairan cintanya menyembur membasahi lantai dan sprei.
Sementara Hisao, dengan cueknya, hanya duduk menonton di ujung ranjang sambil memperhatikan tubuh polos istrinya yang berkelojotan basah bermandikan peluh. Nikmatnya orgasme yang dirasakan wanita cantik itu membuat Akiko menggelinjang liar hingga menyebabkan sprei kasur mereka kusut berantakan tak karuan.
"Hisao... ahhh! Cabut itu..." Akiko merintih, meminta agar suaminya mengambil si boneka nakal dari selangkangannya. Sambil tertawa kecil penuh kemenangan, Hisao akhirnya menarik tangan Teddy yang masih berputar-putar liar itu.
"Aakh! Hissao-kun!" erang Akiko dengan wajah memerah. Dia lega karena vaginanya akhirnya terbebas dari rasa nikmat yang melelahkan itu. Tapi perasaan kurangnya masih ada karena Hisao masih belum memasuki dirinya.
"Ayo makan dulu," perintah Hisao lagi dengan wajah mengintimidasi, "Kau tidak mau begini terus kan?" ucap suami tengil itu sambil menyuapkan salah satu sushi dengan sumpit.
Tapi Akiko hanya menggigit dengan satu gigitan, itu pun sangat sedikit, bahkan daging ikan salmon atau daging kepitingnya tidak sampai termakan. Sepertinya dia masih tidak suka.
"Oh, baiklah," Hisao memutar kepala dengan bosan, "Sepertinya istriku yang keras kepala ini memang ingin memakai cara yang sedikit keras," dan kini pemuda berambut lurus itu kembali menyeringai dan mengambil sesuatu dari bawah tempat tidur, kali ini semacam tentakel.
"Ah, itu..." Akiko menatap tak percaya.
Tentakel yang ada di tangan Hisao itu sangat kenyal seperti jelly. Di pusatnya ada bola yang diselimuti jelly dan sisi-sisi panjang lainnya itulah yang merupakan tentakel—entah untuk apa. Sekali lagi, Hisao menaruh bola yang diselimuti jelly berserta tentakel-tentakelnya itu di depan kemaluan sang istri. Untuk kali ini, Hisao turut andil. Pemuda itu menyelip di antara punggung dan tangan Akiko yang terikat. Dia menahan tubuhnya di atas kakinya yang tertekuk, jangan sampai dia menindih kedua tangan istrinya.
Setelah beres, Hisao menekan tombol di dalam saku celananya dan itu sukses membuat bola jelly itu berputar. Akiko mendesah begitu mengetahui bola tentakel itu dengan otomatis mengumpulkan semua tentakelnya yang tersebar membentuk kesatuan melonjong. Reflek, wanita cantik itu memposisikan dirinya sebaik mungkin agar tentakel yang berkumpul itu bisa memasuki dirinya dengan mudah. Ia tidak mau kesakitan. Ditambah, Hisao yang tadi sibuk menempatkan diri kini merangkulnya erat dan meremas-remas buah dadanya yang menggantung indah dari belakang.
"Ahhh.. Uuhhh... Aahhhh.. Ouohhhh," rasanya benar-benar memabukkan, membuat Akiko yang sebenarnya sudah kelelahan kembali merintih-rintih keenakan.
Hisao tak henti-hentinya menciumi dan sesekali menggigit leher putih sang istri hingga memunculkan bercak-bercak merah sebagai tanda. Sementara di bawah, jelly yang kenyal itu terus menyodok-nyodok, menyentuh titik klitoris Akiko hingga membuat wanita cantik berdada besar itu melayang dan menjerit-jerit penuh kepuasan. Saat orgasme akan datang melanda dirinya, tiba-tiba saja Hisao menekan tombol di dalam sakunya. Tentakel itu pun mati dan terdiam, meninggalkan Akiko berada dalam situasi tanggung yang amat sangat.
"Makan dulu." dengan senyum tipis khas miliknya yang menyebalkan, Hisao mengambil piring yang di atasnya terdapat sushi lagi, "Kali ini, karena masih awal, aku akan berbaik hati. Untuk sementara kau belajar makan sushi dulu."
"Hisao..." Akiko merajuk, ingin agar laki-laki itu menghidupkan kembali si tentakel. Atau kalau tidak, langsung menyetubuhinya dengan menggunakan penis besarnya. Yang jelas, Akiko sangat butuh sekali pelampiasan saat ini. Vaginanya gatal ingin digaruk.
"Oh ayolah, kau ingin tersiksa terus?" bujuk Hisao. Dengan lembut, dia mencium bahu mungil istrinya dan melepaskan ikatan di tangan wanita itu, "Makanlah," setelah menaruh piring di atas paha Akiko, laki-laki itu turun dari kasur dan duduk di ujung ranjang.
Dia menatap istrinya yang masih mengamati sushi itu seolah berpikir akan memakannya atau tidak. Laki-laki berambut biru pucat itu mendengus, dia meraba gundukan daging panjang yang menyelip diatas selangkangannya. Sudah dari tadi benda itu terbangun dan berontak minta untuk dikeluarkan, tapi dia menahannya, setidaknya sampai Akiko menyelesaikan makanannya dan siap melayaninya.
"Ssssh..." Hisao meraih payudara kanan Akiko dan meremasnya pelan. Rasanya empuk dan kenyal, kontras dengan bentuk benda itu yang bulat dan padat. Dia melirik Akiko yang masih memakan—tunggu, sushinya sudah berkurang satu. Baguslah!
"Ayo, makan lebih banyak..." erang Hisao. Tangannya masih terus menggenggam payudara sang istri, tak henti-hentinya memilin dan memijit-mijit putingnya yang mungil kemerahan. Salah satu tangannya juga sudah menyelip ke balik celana untuk mengocok-ngocok penisnya yang sudah menegang dahsyat.
Sejenak, Akiko menatapnya heran, tapi setelah itu dia kembali dalam ritual makannya.
Merasakan tubuh Akiko yang sintal dan hangat membuat Hisao berkali-kali menggigit bibir bawahnya. Sekarang, gantian dia yang tersiksa. Hisao sudah sangat ingin sekali menyetubuhi wanita cantik itu, tapi dia tidak mau mengganggu acara makan penuh protein yang dilakukan istrinya. Dirasakannya, cairan precumnya sudah semakin banyak keluar, tapi Akiko belum juga selesai makan. Wanita itu makan dengan sangat lambat, terlihat sekali dia masih tidak ikhlas memakan daging-daging berprotein itu. Padahal jelas, protein sangat bagus untuk membuat otak anak mereka jadi encer sesuai harapan.
Hisao tersenyum senang saat melihat Akiko langsung memakan satu sushi dalam sekali lahap. Hebat! Dan begitu gigitan terakhir ditelan, Hisao benar-benar merasa surga ada di depannya sekarang.
"Selesai nih, Hisao-kun!" gerutu Akiko sambil menaruh piringnya di atas meja. Wajahnya terlihat senang karena berhasil menghabiskan sushi itu.
Hisao masih bertahan, dia tidak langsung menyerang istrinya karena Akiko baru selesai makan. Bisa-bisa di tengah nanti dia muntah, "Nih, minum air dulu," ucapnya dengan lembut. Akiko menurut, dan langsung meminumnya habis. Sementara Hisao mulai membuka resleting celana jeansnya yang sudah semakin tidak nyaman.
Satu menit berlalu, dan bagi Hisao, itu adalah waktu yang lebih dari cukup untuk menunggu. Dengan wajah garang, dia segera membaringkan tubuh montok Akiko diatas ranjang dan menindihnya.
"Hisao—kyaa!" Akiko menjerit senang saat memegangi penis Hisao yang sudah menegang maksimal.
Dan detik berikutnya ranjang yang tadi sudah mulai tenang itu kembali berderit. Dan kali ini dikarenakan dua pasang manusia bergumul di atasnya. Hisao melempar tentakel jelly yang tadi menutupi vagina Akiko dan menggantinya dengan penisnya sendiri. Dia menusuk dalam-dalam dan menggenjot tubuh mulus istrinya dengan kuat. Payudara Akiko yang terlempar kesana-kemari segera ia pegangi dengan kedua tangannya.
"Hisao-kun! Ohhhhhhh! Aaaaaah!" rintih Akiko penuh nikmat. Semua terasa begitu lepas sekarang, dia yang sedari tadi merindukan sentuhan sang suami, kini bisa bernafas lega hingga bisa klimaks berkali-kali.
Hisao yang tidak kalah puas, juga mengeluarkan semua yang dia miliki. Dengan penuh suka cita dia meyemprotkan spermanya ke dalam rahim Akiko yang hangat, berharap salah satunya akan berhasil menghamili wanita cantik itu.
Sambil beristirahat untuk permainan yang berikutnya, Hisao menyuapi Akiko dengan daging ayam dan semua makanan berprotein yang sudah ia siapkan. Diam-diam laki-laki itu bersyukur dalam hati karena bisa menemukan cara yang begitu mudah dan nikmat agar istrinya mau memakan protein tanpa perlu dipaksa-paksa lagi.
END