Ekstrakurikuler

Bookmark and Share
"Apa kabar, Ed," sapa seorang pemuda berambut hitam. Dia tersenyum pada pemuda berambut keriting yang ada di depannya.

"Ah, baik, Dar!" balas pemuda bernama Edi itu.

Darno menarik kursinya untuk bisa duduk di samping sahabatnya itu, "Jangan lupa, nanti kita akan mengajar  adik kelas kita, hahaha," tawanya bangga. 

Memang, sekarang mereka sudah naik kelas 2 SMA, sehingga mereka yang dulunya junior kini menjadi senior dalam ekstrakurikuler bela diri.

Edi mengangguk pelan sambil menyeruput kopinya, "Kau benar, rasanya waktu berlalu dengan begitu cepat," ucapnya sambil terkekeh pelan. Spontan Darno memukul punggung teman sejak kecilnya tersebut hingga dia tersedak.

"Uh! A-apa-apaan sih?" tanya Edi kesal. 

Darno hanya tertawa melihatnya, lalu dia mengangkat alisnya dan melirik pada samping kirinya, menandakan 'lihat-deh-siapa-di-sebelahku'. Edi menatapnya bingung, lalu wajahnya spontan memerah melihat siapa yang ada disana sekarang. Karena Darno memundurkan kursinya, sehingga gadis yang tadi terhalang, kini terlihat dengan jelas. Itu adalah Cemara, gadis yang dia sukai sejak di masih SMP dulu.

"Ce-Cemara?" bisik Edi pelan. 

Mendengar namanya disebut, spontan Cemara menoleh ke belakangnya. Dia tersenyum begitu melihat siapa yang tadi memanggilnya. Sementara Bulan dan Delima, yang tadi tengah berbicara dengan Cemara, langsung mengambil inisiatif untuk pergi.

"Ah, Kak Edi." sapa Cemara sambil tersenyum manis. 

Edi cuma mengangguk canggung. "K-kau tidak bilang kalau akan sekolah disini," gumamnya. Matanya menoleh kesana kemari, malu menatap mata bulat Cemara secara langsung.

Cemara tersenyum dan mengangguk cepat. "Ya, boleh kan, Kak? Hehe... Oh ya, aku ikut bela diri lagi, lho!" dia memberi info, yang entah penting atau tidak, pada Edi.

"Benarkah? Kalau begitu..."

TEET! TOOT!

"Wah, sudah bel masuk. Aku duluan ya, Kak!" Cemara langsung beranjak dari tempat duduknya dan menggandeng tangan Delima yang sudah menunggunya di pojokan kantin. Edi hanya mengeluh pasrah menatap punggung Cemara yang semakin menjauh sampai pundaknya lagi-lagi dipukul sekuat tenaga oleh Darno.

"Ah, payah kau, Ed! Kapan kau akan menembaknya?" ejek Darno.

Edi hanya menarik nafas panjang sebelum akhirnya dia meninggalkan Darno yang kebingungan menatapnya.

"Hah, dasar aneh!" 

***

Jam ekstrakurikuler…
"Ed, dari tadi kau aneh?" tanya Darno. Mereka berdua tengah mengganti baju seragam dengan kostum karate.

Edi hanya menggeleng pelan. "Tidak, hanya kepikiran," dia menatap Drano sesaat lalu berbisik di telinga sahabatnya itu, "Apa… kau pernah... melakukan err... s-seks?" tanyanya ragu.

Darno membelalakkan matanya. "Hah? Te-tentu saja belum! Memang kenapa?" tanyanya.

Edi mendengus menahan tawa. "Huft... ternyata, haha.... Tidak. Aku lega, habis adikmu sudah sih," jawanya enteng.

Darno membelalakkan matanya. "APA? DIMAS SUDAH? DENGAN SIAPA?" tanyanya histeris. Dia tidak menyangka adiknya yang dingin itu ternyata sudah pernah melakukan hal yang tidak pernah terbayang sebelumnya.

"Entah, dan sekarang aku lagi pusing akhir-akhir ini," gumam Edi sambil menggaruk rambut hitamnya yang tidak gatal, "Setiap aku ingat cerita Dimas, aku pasti ingat Cemara, dan iniku langsung berdiri begitu saja," ujarnya polos sambil menunjuk sesuatu di antara selangkangannya.

Darno menatapnya kaget, "Ed, masa sih kau pingin dengan Cema..."
"Yeah, aku memang ingin," jawab Edi cepat dengan tampang tak bersalah. Darno melongo. "Bagaimana menurutmu?" tanya Edi lagi.
"Ma-mana kutahu hal begitu," jawab Darno sambil menggelengkan kepalanya.

Edi memutar bola matanya bosan dan keluar dari ruang ganti. "Aku pasti akan melakukannya dengan Cemara, lihat saja!" sambil tersenyum, dia meninggalkan Darno yang tengah terbelalak tidak percaya.

***

Saat ekstrakurikuler…

"Begitulah, namun pada dasarnya bela diri adalah…" Nanang, sang ketua dan senior bela diri yang seangkatan juga dengan Edi dan Darno menjelaskan.

Darno mendengarkan dengan tidak tenang, sedari tadi dia melirik Edi yang terus menatap Cemara dengan tatapan aneh. Lama Nanang berceramah, hingga akhirnya, latihan pun dimulai juga. Namun, benar dugaan buruk Darno. Edi diam-diam meminta izin pada Nanang agar dia mengajari Cemara secara khusus di tempat lain. Awalnya Nanang ragu, namun karena Edi termasuk anak yang berprestasi dalam bidang ini, akhirnya dia mengiyakan saja.

Darno mengamati Edi yang tengah mengajak Cemara keluar dari tempat itu.

***

Edi berjalan menjauhi lapangan indoor sekolah mereka, mengajak Cemara memasuki gudang luas yang sudah tidak terpakai lagi oleh pihak sekolah. Cemara jadi bingung melihatnya, tapi dia tetap menurut saja. Sementara Cemara melihat-lihat gudang itu, Edi diam-diam menutup pintunya hingga cahayanya berkurang.

"Ng, kenapa ditutup, Kak?" tanya Cemara polos. Edi tidak menjawab, tapi malah mendekati gadis itu.
"K-Kak?!" Cemara menelan ludahnya saat di belakangnya tembok sudah menghalangi jalannya. Edi mendekatinya, wajahnya terlihat sekali memaksakan semua keberaniannya untuk keluar.
"Kau tahu perasaanku padamu kan, Ra?" tanyanya tenang.

Cemara menatap Edi tidak percaya, wajah tampan itu semakin mendekat. "Aku mencintaimu," Edi mencium bibirnya dan menjilatnya perlahan, merasakan lips gloss rasa strawberry yang dipakainya.

Edi semakin menekankan bibirnya, membuat Cemara terdesak. Gadis itu menahan untuk  tidak membuka mulutnya saat Edi mengeluarkan lidahnya dan membujuknya. Namun, dia lengah. Di bawah, Edi meremas bukit kembarnya, membuat Cemara mendesah dan tanpa sadar membuka mulutnya. Edi memanfaatkan kesempatan itu dengan memasukkan lidahnya dan memaksa untuk saling menjilat dan bertukar air liur.
Cemara mengerang saat tangan Edi bergerak liar meraba-raba tubuh sintalnya. Sementara di mulutnya, lidah Edi terus menekan, tidak membiarkan lidahnya bergerak bebas tanpa seizinnya. Perbuatan itu membuat Cemara tersedak karena kehabisan nafas.

"K-Kak!" desahnya minta untuk dilepaskan.

Edi memutus ciumannya dan menatap mata bulat Cemara yang menatapnya tak percaya. Namun sebelum pikirannya berubah, Edi segera menggeleng dan kembali memejamkan matanya untuk mencium bibir Cemara sekali lagi. Dia mengajak gadis itu untuk kembali bertarung bersilat lidah di ronde kedua.

Cemara mendesah tertahan saat dirasanya tangan Edi mulai melucuti bajunya satu per satu hingga tinggal bra dan celana dalam saja. Dan Edi meneruskannya dengan menelusupkan jari-jarinya ke balik bra Cemara dan menangkup dada kenyal milik gadis itu dan meremasnya pelan.

"Oughh," Cemara kembali mendesah kencang.

Sementara Edi, sambil terus meremas, kini menurunkan kepalanya untuk menggigit tengkuk Cemara dan menghisapnya kuat-kuat hingga meninggalkan bercak kemerahan disana. Cemara berusaha menggigit bibirnya agar tidak mengeluarkan desahan-desahan yang bisa membuat Edi semakin beringas. Namun, itu malah berakibat fatal. Edi yang kesal karena Cemara bersikap pasif, malah meremas payudara gadis itu lebih kencang hingga Cemara mengaduh dan dengan terpaksa kembali mengeluarkan desahannya.

"Arghhhh... sakit, Ed!" rintihnya.

Tapi Edi tidak peduli. Sambil menyeringai penuh kepuasan, dia menunduk dan menjilati puting Cemara yang sudah mulai menegang. "Hmm, empuk sekali susumu. Aku suka!" bisiknya sambil menghisap puting itu lebih kuat hingga membuatnya makin kaku dan menegak kemerahan.

"Auw! Aarrgghhhhhhhh…" Cemara tidak bisa menahan diri lagi. Tubuhnya sudah tidak bisa di kontrol. Tanpa diharapkan, ternyata dia menikmati apa yang dilakukan Edi pada dirinya.
Cemara menghentak-hentakkan kakinya saat dirasa vaginanya mulai memanas. Keringat dingin sudah mengalir deras membanjiri tubuh sintalnya yang menggeliat-geliat. Sementara desahan dan rintihan dari mulut manisnya kini terdengar semakin nyaring dan sering. Edi menyeringai melihat kondisi Cemara yang sudah terangsang sepenuhnya.

Pemuda itu terus memilin, menjilat, mengecup, dan sedikit menggigit buah dada Cemara yang membulat. Sementara sebelah tangannya, sudah meluncur ke bawah, siap menggelitik vagina gadis itu yang sudah mulai basah. Edi mengusapnya pelan sambil berusaha memasukkan jari telunjuknya.
 
"Augghhhhhh," Cemara menggigit bibir bawahnya saat merasakan cairannya makin banyak keluar. Dan bukannya berhenti, Edi justru makin mempercepat gerakan jarinya. Tidak cuma mengusap, dia juga memasukkan jari telunjuknya ke dalam labia Cemara, membuat gadis cantik berdada besar itu melenguh tertahan.

Edi terkekeh pelan melihat reaksi Cemara. Dia sengaja berhenti di dalam dan tidak menggerakkan jarinya. Cemara yang sudah kadung suka jadi mengerang, dia berusaha membujuk Edi agar kembali menggerakkan jarinya. Melihat Cemara yang semakin gelisah membuat Edi akhirnya kasihan juga. Dia pun kembali mengocok jarinya, bahkan kini menusuk lebih ke dalam, hingga membuat Cemara mendesah dan menggeliat penuh kepuasan  merasakan kenikmatan yang tidak pernah dia rasakan sebelumnya. Pinggul gadis itu terangkat setiap kali Edi menusuknya. Dan gerakannya terlihat semakin cepat seiring tangan Edi yang juga mengocok makin keras hingga akhirnya Cemara mendesah panjang saat orgasme yang begitu dahsyat datang menghampiri dirinya.

"AARRGGHHHHHHHHHHH!!!!" gadis itu mengejang-ngejang setiap kali cairan bening menyemprot dari dalam liang kemaluannya. Setelah tubuhnya agak tenang, Cemara ambruk memeluk tubuh Edi.

Edi sudah akan membuka celananya saat dia mendegar suara pintu dibuka. Dengan kaget, dia menoleh dan mendapati seseorang tengah berdiri dan tersenyum menatapnya.
"Kau akan membutuhkan ini," ujar Darno sambil melemparkan sesuatu. Edi menangkapnya dengan tangan, "Pakailah!" ujarnya.

Edi melihat apa yang tadi dia terima. Sebuah kondom.

"Thanks, Bro." dia mengucapkan terima kasih, "Ngomong-ngomong, kau mau apa ke sini?" Edi bertanya dengan nada tidak suka.

Darno terkekeh dan berjalan mendekati Cemara yang masih terengah-engah sambil memejamkan matanya. "Boleh aku ikut?" dia bertanya, nadanya terdengar hati-hati.

Edi mengangkat sebelah alisnya, tampak berpikir sebentar. "Tidak ada salahnya berterima kasih pada teman yang sudah sengaja membeli kondom." batinnya dalam hati. "Hm, terserah lah," dia memberi ijin.

Darno tersenyum dan kembali menatap Cemara. Tangannya yang kekar mulai beraksi. Perlahan, dia meraba dan membuka bra dan celana dalam Cemara yang masih terpasang hingga gadis itu telanjang seutuhnya. Edi mengamati apa yang dilakukan sahabatnya itu pada gadisnya. Dia mengangkat sebelah alisnya saat Darno meremas kedua dada Cemara yang membusung dan menjilat ujungnya yang memerah, membuat Cemara langsung mendesah merdu. Sambil terus menjilat, Darno juga membuka kemejanya dan berjalan memutar hingga kini dia berada di belakang Cemara. Pemuda itu duduk dan menyandarkan Cemara pada dada bidangnya, sementara tangannya menyelip dan meremas kedua buah dada Cemara yang besar dari belakang.
"Oughhh," Cemara melenguh keenakan saat dada bulatnya dipegang dan dipijit-pijit. Dia membiarkan Darno menciumi leher jenjangnya. Sementara di depannya, Edi kembali maju dan mengulurkan penisnya. Dia sengaja tidak memasang kondomnya agar Cemara mudah saat mengulumnya. Dan itu tercapai, Cemara langsung meraih penisnya dan melahapnya dengan rakus. Ough, rasanya sungguh nikmat sekali. Edi sampai mengernyit menerimanya. Dia bahkan sempat menjerit tertahan saat Cemara tiba-tiba menggigit penisnya karena kegelian merasakan remasan tangan Darno yang semakin kuat menjepit payudaranya.

"Aarrgghhhhhhhh," Mereka merintih berbarengan.

Edi yang keenakan menikmati kuluman Cemara kini memaju mundurkan pinggulnya agar penisnya bisa semakin lancar bergerak di mulut manis gadis itu. Bahkan sesekali dia menusuk dalam hingga membuat Cemara hampir tersedak. Sementara itu, tangan Darno semakin aktif bergerak. Tidak cuma memegang dada, dia kini juga meraba perut rata Cemara dan terus turun hingga jarinya menempel dan masuk ke dalam kemaluan gadis itu. Darno mengocok disana hingga Cemara merintih dan menggelinjang-gelinjang kegelian.

"Oughhhh," Cemara gemetar, tubuh sintalnya berguncang hebat dengan desahan dan rintihan terus keluar dari bibir tipisnya.

Edi menarik penisnya dan menatap Darno sesaat lalu memakai kondomnya. "Minggir, No. Aku mau masuk!" gumamnya pelan.

Darno tersenyum dan mengangguk. Dia mengeluarkan jarinya dan memberikan vagina Cemara yang sudah menganga lebar pada sahabatnya itu. "Tuh, silakan menikmati. Sudah siap dipakai!" ujarnya.

Edi meluruskan penisnya dan menusuk. Melihat reaksi Cemara yang akan berteriak kesakitan, Darno segera menutup mulut gadis itu dengan ciumannya. Darno melumatnya rakus sampai Edi berhasil memasukkan penisnya.

"Auw!" Cemara menjerit di sela-sela ciumannya. Dia tidak bisa berontak karena kedua pemuda itu menjepit tubuhnya bagai daging hamburger.

Satu hentakan terakhir cukup membuat penis Edi masuk seutuhnya. "Aagghhhh!" dia menarik nafas panjang saat dirasanya liang Cemara menjepit ketat kemaluannya. Dilihatnya cairan kemerahan mengalir keluar dari sela-sela benda sempit itu. Edi terdiam dan menunggu dengan sabar, memberi kesempatan bagi Cemara untuk meredakan rasa sakitnya. Sementara di depan, dia menyaksikan Darno masih terus melumat bibir tipis Cemara dan meremas-remas buah dada gadis itu yang menggantung indah dan menggiring tangan Cemara agar mengocok penisnya. Entah sejak kapan Darno mengeluarkannya.

Edi tersenyum saat mendengar Cemara mulai mendesah normal. Dengan segera, tanpa membuang waktu lagi, dia menarik mundur miliknya dan memajukannya lagi keras-keras. Cemara sempat menjerit sebentar, tapi segera mendesis keenakan manakala gerakan pinggul Edi berubah menjadi lembut dan konstan. Rasa sakit yang sempat dia rasakan sebelumnya kini lenyap, berubah menjadi rasa nikmat yang amat sangat. Cemara menyukainya.

"Ehm, terus, Kak. Terus! Arrgghhhhhhhh..." dia mendesah hebat, semakin cepat gerakan Edi maka semakin kencang pula desahannya.

Edi terus bergerak maju mundur tanpa memberi kesempatan kepada Cemara untuk mengimbangi. Bahkan semakin lama, gerakannya semakin cepat hingga membuat Cemara menjerit dan terlonjak-lonjak.

"Pe-pelan, Kak." gadis itu merintih. "A-aku mau kelu...AARRGGHHHHHHH!!" Cemara mengerang tertahan saat dirasanya dia kembali klimaks untuk yang kedua kalinya.

Edi yang menyusul tak lama kemudian, segera mencabut penisnya dan melepas kondomnya. Dia menyemprotkan spermanya kuat-kuat di bokong Cemara yang bulat menggoda. "Hah.. Hah.. Hah...!" kelelahan, Edi ambruk di samping tubuh Cemara.

"Huft, kau sudah selesai, Ed?" tanya Darno.

Edi mendengus pelan. "Kelihatannya bagaimana, heh?" tanyanya balik.

Darno terkekeh pelan. "Kalau begitu, giliranku sekarang," dia mendorong tubuh mulus Cemara agar gadis itu menungging di depannya. Sambil memandangi vagina Cemara yang terbuka lebar, Darno meremas-remas kedua bukit gadis itu yang menggantung bebas.

"Ugh, aku lelah, Kak!" Cemara menghiba.
Tapi Darno tidak peduli. "Ini cuma sebentar kok." bisiknya sambil memakai kondom, dan segera memasukkan penisnya begitu benda hitam itu sudah terbungkus sepenuhnya.

"Aghhhhhh," Lagi-lagi Cemara harus mendesah gara-gara perilaku kurang ajar kakak kelasnya.

Sambil menggoyang, Darno sengaja menjatuhkan dirinya di atas punggung mulus Cemara. Tangannya yang nakal terus melingkar untuk meremas-remas kedua bukit gadis itu yang menggantung bebas. Edi hanya terdiam mengamati perilaku temannya itu.
Darno terus memaju mundurkan tubuhnya, menggesek vagina basah Cemara dengan penisnya yang besar. Cemara terus mendesah dan menjerit-jerit kecil seiring tusukan Darno yang semakin cepat. Wajahnya sudah memerah dan keringat mengalir deras di tubuhnya yang sintal.

Edi mendekat untuk mencium bibir Cemara yang terbuka lebar. "Hmphh!" Dia melumatnya dengan rakus.

Kedua pemuda itu terus menyerang tubuh mulus Cemara dengan caranya masing-masing. Berharap dengan begitu, hasrat mereka bisa terpenuhi.

"Ah, akhirnyaa!" Darno mengerang dan mencabut penisnya. Buru-buru dia melepas kondomnya dan mengejang untuk menumpahkan spermanya yang kental di atas punggung Cemara yang putih mulus.

"Uhh," gadis itu hanya  mendesah pelan saat menerimanya.

Darno yang kelelahan, ambruk di samping tubuh Cemara. Edi yang melihatnya, segera melepaskan ciumannya dan berinisiatif untuk membalik tubuh Cemara hingga telentang pasrah di sampingnya.
"Ternyata begini rasanya, melelahkan," gumam Darno.

Edi mendengus dan mendekat pada sahabatnya itu. "Hm, akan lebih melelahkan kalau kau melakukannya sendiri," jawabnya sarkastik. Namun Darno hanya menggaruk rambutnya yang tidak gatal dan menggumamkan kata 'maaf' berkali-kali.
Edi menatap wajah Sakura yang pucat karena kelelahan, "Kita keterlaluan ya," gumamnya dengan nada kasihan.

Darno hanya mengidikkan bahunya. "Well, baiklah, siapa yang duluan ingin melakukan seks, hah?" tanyanya dengan nada menyindir.

Edi hanya mendengus menahan tawa. Dia berjongkok di samping Cemara dan berbisik di telinga gadis itu. "Maaf, Ra." Edi menggigit bibir bawahnya, namun saat dia akan mengambil baju gadis itu yang tadi dia lepas, Cemara memegang tangannya.
"Aku juga mencintaimu, Kak." ucapnya, entah itu ngelindur atau tidak. Yang jelas, mata Cemara masih terpejam. Setelah mengucapkan itu dengan nada pelan, tangan Cemara kembali jatuh.

Edi dan Darno menatapnya bingung.
"Wow, dalam keadaan tidur pun, sepertinya dia ingin sekali menjawab pernyataanmu, Ed, selamat!" ujar Darno, "Ah ya, kalau dia sudah sadar, tolong sampaikan ucapan maafku padanya ya," tambahnya.

Edi hanya mendengus menahan tawa dan menggelengkan kepalanya. Lalu dia mengambil baju Cemara dan memakaikannya pada gadis itu, setelah itu dia merapikan bajunya sendiri. Edi menggendong Sakura yang masih tertidur dengan membopongnya. Dia menatap wajah manis Cemara dan tersenyum kecil, sementara Darno yang sudah duluan merapikan bajunya, tersenyum menunggunya di luar.
END