Cerita Sex Dokter Mesum

Bookmark and Share
Cerita Sex Dokter Mesum - Kisah cerita sex dewasa dokter mesum ini terjadi beberapa tahun yang lalu. Sudah lebih dari 3,5 tahun usia pernikhan ku dengan Darma, dan belum juga menghasilkan keturunan atau momomongan, setelah mencari informasi ke teman teman akhirnya aku mendapat rekomendasi dokter kandungan bagus yang berpraktek di kawasan elit Jakarta.
Setelah membuat appointment, aku dan suamiku sudah berada di ruang tunggu Dr. Davine, pasien yang menunggu sudah banyak, dan ternyata kami mendapat nomer terakhir tepat sebelum ditutup pendaftarannya.

 Cerita Sex Dokter Mesum

sekitar jam 8:34 dipanggillah namaku oleh suster, aku masuk ke ruangan Dr. Davine sendirian, sementara suamiku harus menunggu di ruang tunggu, konsultasi dilakukan di ruang praktek sendiri.
Betapa terkejut dan shock aku dibuatnya karena tanpa diduga ternyata Dr. Davine adalah mantan pacarku dulu sewaktu SMA di sebuah kota kecil di Sukabumi Jawabarat, kami memang bersahabat karena tiap kali pulang selalu bersamaan karena jalan ke rumahnya melewati rumahku, hingga akhirnya kami berpacaran saat dia kelas 3 menjelang ujian akhir, dia adalah kakak kelasku satu tahun di atas, sebagai jagoan basket tentu banyak teman perempuan ku yang mencoba menarik perhatiannya, tapi ternyata pilihan jatuh kepadaku.
Hubungan kami tidak berlangsung lama karena setelah selsai masa SMU Davine harus kuliah di Jakarta sementara aku ternyata sudah dijodohkan orang tuaku dengan seorang Insinyur yang mengerjakan proyek di dekat tempat tinggalku, dan setahun kemudian menikahlah aku dengan Darma saat usiaku masih ingin menikmati masa remajaku.
“Elly !!!” teriak Dr. Davine
“Davine !!!” teriakku bersamaan tak kalah terkejutnya.
Ternyata penampilan kami tidak banyak berubah meskipun sudah berpisah lebih dari sepuluh tahun, Davine yang aku kenal masih seperti yang dulu, tapi terlihat lebih dewasa, sehingga tidak ada rasa asing diantara kami.

“Lly, gimana kabarmu selama ini, kemana aja kamu” Tanya Davine
Aku malu karena akulah yang meninggalkan dia untuk kimpoi dengan Darma, meskipun itu bukan kemauanku dan aku tetap mencintainya sebagai cinta pertamaku.
Aku diam saja dan menunduk malu karena merasa bersalah dan sepertinya dia tahu perasaanku.
“Sudahlah Lly, semuanya sudah berlalu dan kini kita masing masing punya kehidupan sendiri sendiri” kata Davine, terdengar nada kepedihan di perkataannya.

“Oke sekarang apa masalahmu ?” Tanya Davine sudah berganti menjadi Dr. Davine.
Kemudian aku menjelaskan permasalahanku yang tak juga kunjung punya anak, malu juga sebenarnya menceritakan ini kepada bekas pacar yang kutinggalkan. Lalu dia melakukan sedikit Tanya jawab mengenai seputar kehidupan dan sesekali menyerampet ke masalah sex yang cukup sensitive, tapi itu kuanggap sebagai bagian dari tugas dia.

“oke, silahkan berbaring, biar aku periksa” kata Dr. Davine
Aku menuruti saja perkataanya, kemudian Dr. Davine mulai memeriksa tubuhku, bisa kurasakan tangannya gemetar ketika memeriksa kondisi tubuhku, sepertinya ada rasa nervous pada Dr. Davine begitu juga aku, mungkin dia tahu degup jantungku yang berdetak tak normal ketika stetoskop di tempelkan di dadaku. Sepertinya kami berdua merasa canggung.

Dr. Davine memintaku melepas celana dalamku karena dia mau USG, dengan gemetar aku memenuhi permintaanya dan posisi kakiku mekangkang di tempat yang sudah disediakan. Posisi Dr. Davine tepat diselangkanganku yang sudah tidak tertutup, aku yakin sekali dia bisa melihat alat kewanitaanku dengan jelas, entah apa yang ada dipikiran dia aku nggak tahu, kemudian dia memasukkan alatnya USG ke memekku, dan tampaklah di layar monitor alat itu gambaran rahimku. Setelah melakukan diagnosa, selesailah USG dan dia memintaku kembali duduk tempat duduk semula, lalu menjelaskan diagnosanya terhadap rahimku dan beberapa tindakan yang harus dilakukan.

Selesailah acara konsultasi dengan Dr. Davine, aku beranjak dari kursi dan menjabat tangan Dr. Davine, aku tak punya kekuatan ketika Dr. Davine mencium pipi kananku bahkan ketika ciumannya berpindah kekiripun aku tetap tiada kekuatan untuk menolaknya, bahkan seperti diluar kendaliku, tanganku segera meraih kepala Davine dan kucium bibirnya dan dia memberi respond dengan mengulum bibirku, cukup lama kami berciuman melepas rindu yang sudah lama terpendam dan tak sempat berkembang. Setelah kami tersadar, Davine melepas ciumannya, aku sebenarnya ingin lebih lama lagi bersama dia, napasku sudah memburu tak karuan, tapi dia sudah memanggil suster yang di luar.

“aku ingin kenalan dengan suamimu, kalau kamu nggak keberatan kupanggil dia masuk sekarang” katanya
“Sus, tolong panggil suami Nyonya ini masuk” perintahnya pada suster.
Aku diam saja mengatur napas ketika susternya masuk. Kemudian Darma masuk ke ruang konsultasi dan duduk di sebelahku, kuremas tangannya untuk menenangkan diriku sendiri, karena aku tak tahu apa yang dimaui Davine.