Kencan Ibu dan Anak Kandung

Bookmark and Share

Sudah dua tahun sejak ayah Bayu meninggal. Bayu baru berusia enam belas tahun saat tragedi itu terjadi. Padahal saat itu kehidupan mereka telah mapan, tinggal di rumah mewah di pinggiran kota Jakarta, yang memiliki garasi untuk dua mobil, Bayu sekolah di SMA favorit. Semuanya hampir sempurna sampai saatnya kecelakaan itu terjadi. Bayu dan ibunya sangat merindukan Taufan.

Ayah Bayu, Taufan tengah mengendarai mobilnya pada larut malam itu, pulang dari tempat kerja ketika seorang pengemudi mabuk mencuri jalan dan menabrak mobil yang tengah dikendarainya secara frontal. Taufan meninggal di tempat saat itu juga. Polisi mengatakan bahwa mobil pemabuk itu tengah melaju dengan kecepatan hampir seratus kilometer per jam.

Sejak saat mereka mendengar berita kecelakaan itu, sampai dengan dilakukannya pemakaman, sungguh merupakan saat-saat yang sulit bagi mereka, bagi Susan dan Bayu dunia serasa kiamat saat itu. Hanya karena kerabat Taufan dan Susan yang berdatangan dari daerah-daerah lain dan memberikan bantuan yang besar terutama dari segi moral yang membuat Bayu dan ibunya bisa bertahan. Namun setelah pemakaman selesai, para kerabat pun pulang dengan meninggalkan Susan dan Bayu yang harus melanjutkan kehidupannya.

Kecelakaan itu mengubah hidup mereka secara dramatis. Ibu Bayu, Susan, harus kembali bekerja untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari dan mereka juga harus menjual rumah mereka, dan hidup di rumah kontrakan. Namun setelah dua tahun sejak kematian Taufan, karir Susan telah meningkat dengan pesatnya, dan dia juga mendapatkan keuntungan besar dari hasil jual beli saham di pasar saham. Berbekal keuntungan tersebut, Susan membeli membeli sebuah rumah baru untuknya dan Bayu, lebih kecil dari sebelumnya, tapi sangat nyaman untuk ditinggali. Pekerjaan dan investasi di bursa saham menghasilkan uang yang cukup banyak bagi mereka untuk bisa menikmati hidup dan berlibur sesekali.

Setelah dua tahun sejak kecelakaan tersebut, kehidupan mereka secara lahiriah, uang dan materi telah kembali mapan, tetapi secara batiniah masih sangat rentan dan labil. Susan dan Bayu satu sama lain saling mengandalkan agar dapat bertahan dalam mengarungi kepahitan hidup ini. Karena itu terciptalah suatu ketergantungan yang sangat tinggi antara yang satu dengan yang lainnya, yang menyebabkan terjalin hubungan yang lebih erat dari hubungan yang umum antara ibu dan anak laki-lakinya.

Bayu tumbuh menjadi seorang pemuda yang tidak menyukai hura-hura tidak seperti layaknya seorang pemuda seusianya, dia hampir tidak pernah keluar malam, waktunya lebih banyak dihabiskan untuk menemani ibunya, meskipun demikian dia tahu bahwa dia tidak bisa menebus rasa kehilangan ibunya akan ayahnya.

Bayu sendiri tumbuh menjadi seorang pemuda tampan, dengan tinggi 185 centimeter, dan berat 75 kilogram, dia tampak lebih tegap dari sebagian besar teman-teman sekelasnya, meskipun dia terlihat memiliki rasa percaya diri yang tinggi namun sebenarnya dia seorang pemalu dan sensitif, terutama dihadapan para gadis-gadis teman sekolahnya. Setiap kali dia berdekatan dengan seorang gadis yang menarik hatinya, setiap kali juga lidahnya terasa kelu dang selalu salah tingkah, sehingga lebih mudah baginya untuk menghindari situasi tersebut. Selain itu, dia seperti merasa mengkhianti ibunya jika berdekatan dengan seorang gadis.

Sekarang diusianya yang ke 18, Bayu sudah lulus dari SMA dan mendapatkan beasiswa prestasi untuk melanjutkan kuliahnya di universitas negeri setempat. Tidak seperti anak muda seusianya, dia belum memiliki pacar karena sifat pemalunya yang berlebihan, dan penyakit gagap bicara yang dideritanya jika dia berada dalam keadaan tertekan dan gugup, terutama di depan gadis yang menarik hatinya. Penyakit ini muncul sejak ayahnya meninggal, meskipun selama ini dia berhasil menutpi-nutupinya dari ibunya.

Sementara itu ibunya, Susan nampak masih cantik dan menarik dengan tinggi 165 centimeter dan berat tubuh yang proposional dan bentuk tubuh yang langsing menawan, meskipun demikian seperti umumnya para wanita yang selalu merasa memiliki kekurangan pada dirinya, Susan pun merasa pantatnya terlalu bulat dan payudaranya terlalu besar, sehingga dia cenderung berpakaian konservatif untuk menutupi kekurangan yang dirasakannya.

Susan merasa sangat kesepian sejak kematian Taufan. Meskipun d ia mencoba untuk tidak terlalu bergantung pada Bayu, tapi Bayu tampaknya menjadi satu-satunya orang yang benar-benar mengerti keadaannya, sehingga tanpa perlu Susan menyatakan keadaannya, entah ketika dia sedih, marah, atau kesepian maka Bayu akan selalu mengetahuinya. Susan pun berfikir bahwa dia juga bisa memahami Bayu seperti Bayu memahaminya.

Karena rasa sepinya, beberapa kali Susan mencoba menjalin hubungan baru dengan laki-laki lain yang mendekatinya sepeninggalan suaminya, sayangnya setiap pria yang mencoba berhubungan dengannya lebih banyak terdorong oleh ketertarikan mereka secara phisik pada dirinya, yang memang masih merupakan seorang wanita yang cantik menawan, Susan masih memiliki hasrat seksual yang kuat, namun dia lebih membutuhkan dicintai, dipahami dan diperlakukan dengan lembut oleh seorang pria. Sementara sebagian besar pria tampaknya berpikir karena dia seorang janda muda maka mudah bagi mereka untuk membawanya ke tempat tidur dan menyetubuhinya.

Bayu berusaha untuk mendorong ibunya untuk lebih banyak keluar rumah serta mendapatkan pasangan hidup baru, tapi setiap kali juga Susan selalu mengelak dengan mengatakan bahwa Bayu adalah satu-satunya pria yang dibutuhkannya dan menjadi pusat perhatiannya selama sisa hidupnya. Susan hampir merasa seperti mengkhianati Bayu dan menodai kenangannya akan Taufan jika melakukan hal terserbut meskipun jauh dilubuk hatinya dia sadar bahwa Taufan adalah masa lalu, tapi dia tetap tidak bisa lepas dari masa lalu tersebut.

Susan memang dulu menikah muda, dia baru kuliah di semester tiga saat menikah, dan langsung punya anak, meskipundia terpaksa harus mengambil cuti menjelang dan setelah melahirkan selama satu semester, tapi dia kemudian melanjutkan kuliahnya sampai selesai, dan sempat bekerja sampai usia Bayu delapan tahun, setelah itu dia berhenti bekerja karena Taufan memintanya.

Sekarang di usianya yang ke 36, Susan kembali bekerja keras untuk memenuhi kebutuhan keluarganya, pekerjaannya sebagai seorang kepala humas sebuah perusahaan besar, menuntutnya untuk bekerja 12 jam sehari, bahkan hari sabtu pun terkadang dia terpaksa melembur.

Bayu seringkali menyarankannya untuk mengenakan pakaian seksi dan bahkan seringkali memujinya dengan mengatakan bahwa Susan tampak sangat cantik jika mengenakan rok pendek dan atasan berpotongan rendah, seraya mengatakan bahwa kita harus tampil menawan jika ingin meraih puncak karir, sekaligus juga dapat menarik perhatian laki-laki yang mungkin diminati Susan.

Susan sendiri lebih banyak mengkhawatirkan perkembangan sosial Bayu sehingga dia selalu mengelak dengan menyarankan agar Bayu mulai lebih banyak keluar malam untuk berkencang dengan gadis-gadis sebayanya. Akhirnya mereka satu sama lain saling mengelak dan kembali menghabiskan waktu luang mereka bersama-sama.

Suatu malam minggu ketika Susan menemukan Bayu duduk di ruang tamu menonton TV seperti biasanya, dia berkata. “Bayu kenapa kamu hanya duduk sendiri dirumah, bukankah ini malam minggu, pergilah keluar! Dan bersenang-senanglah dengan kawan sebayamu, atau bahkan dengan pacar kamu!” kata Susan setengah bertanya setengah menyuruh, sambil duduk di samping anaknya dan meletakkan lengannya di bahu Bayu.

Apa yang dikatakan Susan ini adalah pembicaraan yang sudah sangat sering diutarakan pada Bayu anaknya, dan Bayu pun menjawab dengan jawaban yang standard yang biasa dilontarkannya. “Aku sangat lelah, Ma. Aku perlu istirahat. Selain itu, aku lebih suka tinggal di rumah menemani mama.” Sebuah alasan yang sangat lemah dan mereka berdua mengetahuinya.

“Bayu, kamu harus mau bergaul dan memiliki teman-teman sebayamu, atau bahkan memiliki… pacar.” kata Susan putus asa. Kemudian ia menatap dengan serius dan berkata lebih lanjut, “Aku khawatir tentang kamu.”

“Mama sendiri juga juga tidak memiliki kawan dekat, dan ternyata mama baik-baik saja, lalu mengapa saya perlu pacar? ” jawab Bayu santai.

“Hei, itu masalah yang berbeda. Aku sudah pernah menikah. Lagian, mama sekarang juga punya seorang pria yang mengisi kehidupan mama, yaitu kamu.” jawab Susan sambil menepuk bahu Bayu, tanda sayang.

“Ya, aku juga punya banyak waktu kok, Ma, untuk bergaul dan pacaran. Selain itu, aku sudah memiliki seorang wanita yang menyayangiku, yaitu mama!” jawab Bayu sambil tersenyum, dia menirukan omongan ibunya sendiri.

Susan mendesah frustrasi. “Yah, kita pasangan serasi bukan?”

“Ma, kau sahabat terbaikku.” kata Bayu serius sambil merangkul ibunya.

“Dan kau juga sahabatku,” kata Susan sambil balas memeluknya lagi, sambil melanjutkan kata-katanya. “kamu harus banyak bergaul dengan kawan-kawan sebayamu termasuk dengan teman perempuanmu, karena cara hidup kamu seperti sekarang ini tidak baik untuk perkembangan jiwamu.”

Bayu menarik napas dalam-dalam. “Ma…” panggilnya.

”Apa?” tanya Susan.

Bayu membuka mulutnya tapi tidak ada suara yang keluar, kepalanya terkulai di sofa dengan mata terpejam, sementara wajahnya tampak memerah karena malu. “Akh, engga… engga apa-apa.” akhirnya keluar juga suara Bayu.

“Apa sich yang mau kamu omongkan, Bayu? Tolong jangan berahasia dengan mama,” kata Susan sambil memalingkan muka kepada Bayu dan menatap matanya yang terpejam. “Bukankah kita selama ini selalu terbuka, berbicara tentang apa saja? ” desak Susan pada anaknya.

Sebenarnya Bayu sudah lama ingin mengutarakan keadaan dirinya yang merasa malu, gagap dan salah tingkah jika berdekatan dengan gadis yang menarik perhatiannya, tapi dia tidak ingin ibunya merasa susah karenanya lebih lagi karena dia malu untuk mengatakannya.

Tapi desakan ibunya akhirnya membuat dia mau tidak mau harus membicarakannya, “I-ini… karena aku merasa malu jika berdekatan dengan gadis-gadis yang menarik perhatianku. Setiap kali aku berdekatan dengan gadis yang kusukai, setiap kali lidahku kelu, bicaraku tergagap-gagap dan aku selalu salah tingkah.” aku Bayu kepada ibunya.

Susan terkejut tetapi dia berusaha untuk tidak menunjukkannya, dia tidak pernah tahu keadaan Bayu yang seperti itu sebelumnya. “Tunggu sebentar, kamu ingin mengatakan bahwa setiap berdekatan dengan gadis yang kau sukai, maka kamu selalu menjadi salah tingkah dan tergagap-gagap?” tanya Susan untuk mencari penegasan.

“Sungguh, Ma! Aku selalu salah tingkah dan lidahku tiba-tiba menjadi kelu setiap berdekatan dengan gadis-gadis. Seumur hidupku aku pernah mengenal dua gadis yang kusukai, tapi setiap kali aku berdekatan dengan mereka, setiap kali juga aku bingung dan tidak mampu bicara apa-apa.” cetus Bayu tanpa bisa menahan diri lagi.

“Benarkah?” tanya Susan heran, “Ya Tuhan, Bayu sudah berusia 18 dan dia hanya pernah suka dengan dua anak perempuan.” pikirnya, “Pasti Bayu masih seorang perjaka” batinnya kembali. Terpikir olehnya sebuah masalah yang lebih besar, “Tapi kau menyukai anak perempuan kan? Maksudku tidak menyukai sesama jenis?” tanya Susan dengan hati yang diliputi kekhawatiran.

“Maaa…! Tentu saja aku menyukai anak-anak gadis. Aku bukan seorang gay.” jawab Bayu dengan malu.

Susan menghela napas lega. “Hanya saja… hanya saja… oh, terkutuk… Aku bahkan belum pernah punya pacar seorang pun.” lanjut Bayu.

“Wah Bayu, mama benar-benar tidak menyangka.” kata Susan tanpa bisa menyembunyikan kekagetan dalam nada suaranya. “Bukankah kau pernah pamit pada mama untuik kencan dengan gadis-gadis yang menjadi pacarmu?” lanjutnya.

“Maaf, Ma. Aku berbohong, sebenarnya aku pergi ke mall atau ke perpustakaan. Aku tadinya tidak ingin menjadi beban pikiranmu, sesudah banyak beban yang harus mama tanggung.” jawab Bayu dengan suara lirih.

Tiba-tiba Susan sadar dia telah banyak mengabaikan Bayu semenjak ayahnya meninggal, dengan seluruh aktifitasnya mencari nafkah dan bersikap terlalu mengasihani diri sendiri, disisi lain dia juga merasa bodoh berpikir telah memahami Bayu, satu-satunya anaknya.

“Bagaimana mungkin aku kehilangan begitu banyak kehilangan pengenalanku atas anakku, dan betapa bodohnya aku tidak menyadari bahwa anakku telah tumbuh menjadi seorang pemuda yang dewasa dan bukan lagi anak kecil.” batinnya.

Mereka duduk terdiam selama beberapa saat tanpa seorangpun mampu berkata-kata. Akhirnya Susan memecahkan keheningan dengan sebuah gagasan. “Bayu bagaimana jika kita berkencan?” tanyanya kepada Bayu.

“Jangan mengolok-olok aku, Ma…” jawab Bayu.

“Mama sungguh-sungguh. Bukankah kamu merasa nyaman disekitar mama, jadi kenapa kita tidak pergi berkencan? Anggaplah mama seolah-olah pacar kamu, dan kamu bisa berlatih bagaimana caranya pacaran. Mama akan memberitahu kamu apa yang harus dilakukan saat pacaran, apa yang boleh dan apa yang tidak. Mama masih ingat kok apa yang disukai para gadis dari pemuda-pemuda seperti kamu, dan apa yang diharapkannya.” Susan berhenti beberapa saat, dia menyadari bahwa mungkin Bayu malu kalau harus jalan berdua dengannya. “Itu… itu jika kamu tidak merasa malu jalan dengan mama kamu yang sudah tua ini.” lanjutnya kepada Bayu.

“Mama sudah tua?! Ya Tuhan, mama adalah seorang wanita tercantik yang penah aku kenal.” jawab Bayu dengan muka memerah karena malu berkata begitu.

“Terima kasih sayang, dan kamu adalah pemuda tertampan yang mama pernah kenal. Jadi kenapa kita tidak mencoba berlatih berkencan?” balas Susan sambil balik bertanya.

Bayu terdiam selama beberapa menit, “Mungkin ada baiknya jika dilakukan, barangkali ini bisa menjadi cara therapy yang baik untuk membantuku bersikap wajar didepan gadis-gadis yang kusukai.” pikirnya. Tiba-tiba saja dia menyukai gagasan itu. “Ya… oke… aku rasa mungkin menyenangkan.” Bayu akhirnya berkata dengan nada acuh tak acuh.

“Suara kamu kok kayaknya tidak bersemangat?” timpal Susan dengan mencibir.

“Bukan begitu maksudnya…” kata Bayu cepat, “tapi… “ suara Bayu menggantung.

“Apa masalahnya, sayang?” tanya Susan kembali.

“Aku tidak… eh, tidak tahu tentang bagaimana…. hal-hal yang aku... aku... eh, aku… akan… eh… bagaimana jika aku berlaku bodoh sehingga itu akan terlihat… memalukan!” jawab Bayu dengan suara tergagap.

“Apapun yang kau lakukan, aku tidak akan mempermalukan buah hatiku sendiri.” kata Susan sambil menepuk kakinya, tanda sayang. “Ayo, kita berganti pakaian, dan kamu akan mengajak saya untuk makan malam dan nonton film,” kata Susan sambil beranjak kemeja mengambil kunci mobil, “Kamu bahkan bisa menyopiri mobil kita, sayang.” lanjut Susan sambil melihat pada Bayu.

“Mammmmm,” kata Bayu sementara wajahnya memerah lagi. Tapi disamping malu dia juga merasa girang dapat melakukan suatu hal yang sudah diimpikannya sejak lama, berkencan dengan seorang perempuan, walaupun perempuan itu adalah ibunya sendiri.

Dua puluh menit kemudian, Bayu dengan gugupnya mondar-mandir di ruang tamu, sambil menunggu ibunya. Ketika Bayu melihat ibunya turun tangga, Bayu menatapnya dengan pandangan terpesona dan mulut terbuka tanpa suara.

Susan mengenakan baju atasan putih yang ketat dengan belahan leher rendah, sehingga memperlihatkan bagian atas payudara yang membengkak, sedang baju ke bawahnya merupakan rok hitam pendek dengan sepatu hak tinggi. Dia pikir karena Bayu sering menyarankannya memakai baju seksi seperti itu, maka dia mengenakan pakaian tersebut dengan tujuan untuk menyenangkannya.

“Ada yang salah?” Susan bertanya khawatir ketika melihat wajah anaknya. Tiba-tiba, ia merasa bahwa ia telah melakukan kesalahan besar.

“Ma, eh, eh, kau… terlihat… terlihat…” Bayu tergagap mencoba untuk mengatakan betapa cantik ibunya.

“Aku akan menggantinya.” kata Susan sambil mau berbalik kembali ke atas untuk menukar pakaiannya, dia khawatir kalau dirinya salah karena memakai baju yang terlalu seksi.

“Tidak… tidak...! Mama terlihat cantik sekali.” akhirnya tercetus juga kata-kata Bayu.

Susan berbalik kembali sambil tersenyum. “Wah, terima kasih, Sayang. Aku pikir kau tidak suka dengan apa yang aku pakai.”

“Wah, Ma, aku harap beberapa temanku melihat saat aku berduaan dengan mama. Pasti mereka akan sangat iri!” lanjut Bayu kepada ibunya.

Susan merasakan hatinya melambung dengan bangga dan cinta karena pujian Bayu. “Yup, mari kita membuat mereka cemburu. Untuk malam ini, panggil saja aku dengan Susan,” katanya sambil tersenyum.

“Oke, Ma. Eh, Susan.” jawab Bayu. “Susan,” diulangnya sendiri sebutan itu yang terasa sangat menyenangkan keluar dari mulutnya.

Bayu bergegas berjalan ke mobil di depan, agar bisa membukakan pintu mobil untuk ibunya. Saat duduk, Bayu tidak bisa menahan dirinya untuk tidak melihat sebagian paha ibunya karena tertariknya rok ke atas. Ketika ia menengadah ia melihat ibunya tersenyum padanya.

“Ya Tuhan, dia melihatku mengintip bagian dalam dari roknya!” pikir Bayu. “Aku tidak boleh melakukannya, itu salah.” batinnya, menyalahkan dirinya sendiri.

Sambil menyetir, Bayu terus melirik ke arah kaki ibunya. Dia merasakan batang penisnya mengeras dan kaku. Rok pendek ibunya tertarik sampai lebih dari pertengahan pahanya, memperlihatkan paha ibunya yang bulat panjang, putih mulus. Beberapa kali Susan mencoba untuk menarik roknya agak ke bawah, tapi posisi kursi mobil yang rendah membuatnya kesulitan membenahi roknya.

Bayu pergi ke sebuah café & resto Eropa, sebuah tempat yang pernah dikunjungi mereka beberapa waktu yang lalu. Sebuah café & resto yang kecil tapi nyaman, tenang, dan intim dengan suasananya yang bergaya oriental mediteranian, meja-meja ditutupi taplak meja berwarna merah. Diatas setiap meja terhidang masing-masing sebotol anggur tua, dengan lilin menyala disebelahnya, dan alunan musik dari biola terdengar mengalun menambah romantisnya suasana.

Suasana di sana mengingatkan mereka akan tempat tinggal mereka yang lama, sewaktu Taufan bertugas di Eropa, Alih tugas Taufan juga yang menyebabkan Susan berhenti kerja. Hampir delapan tahun mereka tinggal di Venesia, sampai akhirnya Taufan kembali bertugas di negeri sendiri, tak nyana tidak berapa lama sejak kembali ke tanah air, Taufan tewas dengan mengenaskan.

Mereka makan malam dengan sangat santai, menyantap hidangan ala italia. Susan bahkan membiarkan Bayu meminum beberapa gelas anggur. Susan ingin membuatnya merasa lebih dewasa, dan beberapa gelas anggur bukanlah masalah besar, tapi bisa membuat seseorang tampil lebih percaya diri.

Susan sendiri meminum anggur agak lebih banyak dari Bayu, sehingga dia merasa agak sedikit mabuk, tetapi juga hangat dan santai. Bayu sendiri tidak mengalami kesulitan untuk berbincang dengan ibunya, rupanya anggur telah sedikit melonggarkan kegugupannya, dan perasaan bahwa ini bukan kencan yang nyata telah membuatnya santai.

Mereka berbicara tentang sekolah, musik, teman-teman, film, dan semua hal yang biasa diperbincangkan oleh sepasang remaja saat kencan. Kadang-kadang Susan akan menunjukkan hal-hal tentang hal-hal bagaimana seharusnya Bayu bertindak saat berkencan. Seperti menunggu sampai pasangannya duduk sebelum dia sendiri duduk atau membukakan pintu restoran untuk pasangannya. Susan mencoba untuk tidak terlalu kritis dalam menilai Bayu, sementara Bayu sendiri tidak membutuhkan banyak arahan, karena secara alami dia memiliki sifat gentle dan galant seperti ayahnya. Untuk sementara waktu, Bayu benar-benar lupa bahwa Susan adalah ibunya.

Demikian juga dengan Susan, dia juga lupa bahwa teman kencannya adalah anaknya, di matanya Bayu tampak begitu dewasa dengan mata yang bersinar ditemaramnya nyala lilin, sementara wajahnya tampak berseri seperti sinar yang dilontarkan cahaya lilin. “Ya Tuhan, betapa tampannya dia.” pikirnya. Tiba-tiba Susan merasakan getaran arus listrik mengalir hangat dari hati ke sekujur tubuhnya, membuatnya terasa nyaman dan hangat.

Bayu tidak lagi bisa berkonsentrasi pada film. Dengan napas sedikit terengah, tanpa dapat dikendalikan lagi, jari-jarinya mulai mengelus-elus tonjolan payudara ibunya yang terbuka. Gerakan itu sangat halus, nyaris tak terlihat. Namun, Bayu bisa merasakannya. Ia merasa seakan ujung jari terbakar. “Hentikan!” katanya pada diri sendiri.

Setelah beberapa menit, Susan melihat jari-jari anaknya bergerak memberikan sentuhan sensual, hampir menggelitik. “Hal ini masih bisa saja kebetulan.” pikirnya, tapi ketika dirasakannya puting buah dadanya mulai menegak, dia tahu harus segera menghentikannya, tapi dia juga bingung bagaimana caranya menghentikan tingkah Bayu tanpa membuatnya malu. Bukankah sangat mungkin Bayu tidak menyadari apa yang telah dilakukannya dan itu adalah sentuhan ketidak sengajaan. Untuk sesaat Susan dilanda kebingungan, namun rasa kesemutan dan geli mulai dirasakannya di celah selangkangannya, rasa kesemutan dan geli yang begitu nyaman.

Bayu dengan tangan gemetar menjadi semakin berani karena tidak ada larangan dari ibunya, jari-jarinya mengelus sampai melewati batas atas baju ibunya. Sekarang tidak ada keraguan lagi bahwa Bayu sengaja melakukannya, Susan nyaris tidak bisa percaya bagaimana Bayu menjadi sedemikian berani melakukan itu.

Napas Susan mulai terengah, dia ingin menghentikannya tapi sudah begitu lama sejak seorang laki-laki memperlakukannya seperti itu. Perasaannya sebagai seorang ibu berperang dengan perasaan dan hasrat seorang wanita yang sudah begitu lama tidak mendapat sentuhan intim seorang laki-laki. Susan mulai menggeliat di kursinya terdorong oleh perasaan yang begitu luar biasa merangsangnya, dia mulai merasakan celana dalamnya basah. Tapi ketika ia merasa jari-jari Bayu mulai bergerak lebih jauh ke bawah mengarah putting susunya, dia mengulurkan tangan dan menahan tangan Bayu, mencegah setiap gerakan lebih lanjut. Namun dia tidak menariknya agar lepas dari buah dadanya, tapi hanya menahan dengan menekankan tangan tersebut ke buah dadanya.

Bayu menghela napas lega ketika ibunya tidak memarahi tingkah lakunya. Saat Susan mengambil popcorn di kursi sebelahnya, kembali Bayu mengambil kesempatan untuk menggerakkan jari ke bawah lagi, hingga hampir mencapai puting susu ibunya, sebelum tangan Susan kembali menghentikan tingkahnya.

Sekarang Susan memegang jari-jari Bayu yang masih ada diluar batas bajunya, sementara detak jantungnya sendiri berdegup dengan kerasnya. Bayu sendiri merasakan jantungnya seakan copot dari tangkainya, sedangkan penisnya yang tegang dan kaku terasa tidak nyaman didalam celananya, dia menggeliat mencari posisi duduk yang sedikit melepaskan penisnya dari himpitan celananya, ingin sekali dia bisa mengulurkan tangan membenahi batang penisnya, tapi dia tidak bisa melakukannya karena malu.

Susan memegang tangan Bayu yang gemetar dengan erat, dia sadar jari tangan Bayu telah menyentuh aerola buah dadanya, sedikit lagi akan sampai pada puting buah dadanya yang kini berdenyut keras, dan tegang menyakitkan. Nafasnya kini tidak kalah cepatnya dengan nafas Bayu, mereka sama-sama terengah menahan nafsu yang mulai meliputi diri mereka.

Keduanya duduk dengan kaku. Ketika pegangan jari-jari Susan agak mengendor, dia merasa jari-jari Bayu mulai bergerak ke bawah lagi. Susan menutup matanya dan menarik napas panjang. Dia bisa merasakan jari-jari Bayu bergerak di permukaan bergelombang dari areolanya, kemudian mengelus di sekitar inti dari puting buah dadanya yang membengkak.

Tiba-tiba, lampu-lampu bioskop menyala, rupanya film telah berakhir tanpa mereka sadari, Susan melompat seperti tersengat arus listrik yang sangat kuat. Ia cepat-cepat menarik tangan bayu dari atas dadanya. Sejenak dia duduk dengan tubuh gemetaran sambil menunggu beberapa pengunjung yang keluar di lorong sebelahnya, lalu akhirnya dia berdiri dengan kaki gemetar melangkah ke lorong tersebut dan berjalan keluar gedung bioskop.

Ketika mereka berjalan meninggalkan gedung bioskop, Bayu harus berjalan di belakang ibunya dengan harapan bahwa ibunya tidak bisa melihat ereksinya.

Susan menarik napas panjang dan dia berdesah saat berjalan menyusuri lorong di depan Bayu. Hatinya sempat bertanya-tanya mengapa Bayu tertinggal di belakangnya. Dia melirik kebelakang dan menyadari bahwa selangkangan anaknya tampak seperti membengkak karena ereksinya. Susan harus menahan diri untuk tidak memandang kembali ke arah anaknya. Tiba-tiba saja Susan merasa dirinya seperti saat kuliah dulu, saat dia masih pacaran dengan Taufan, begitu banyak kenangan indah dan mesra yang mereka alami.

Dalam perjalanan pulang mereka nyaris tidak bercakap sepatahpun, masing-masing asyik dengan lamunannya sendiri. Bayu tidak percaya dengan apa yang telah terjadi di dalam bioskop, rasanya seperti mimpi indah yang terputus. “Sialan!” makinya dalam batin, dia sudah mengelus buah dada ibunya, tanpa suatu cegahan yang berarti dari ibunya, betapa inginnya dia mengulang kembali semua itu, tapi disudut hatinya terungkit juga perasaan bersalah kepada ibunya yang telah berbaik hati mengajarkannya bagaimana seharusnya berkencan, sementara balasan darinya adalah tingkah laku yang sangat kurang ajar.

Susan sendiri tidak percaya bahwa dirinya telah membiarkan semua itu terjadi, tetapi dia berulang-ulang dia mengatakan kepada dirinya sendiri “Bahwa hal itu bukan kesalahan siapapun melainkan hanya sebuah proses therapy agar anaknya memiliki rasa percaya diri saat berkencan dengan gadis sebayanya”. Dia mengatakan hal itu agar rasa bersalah yang muncul dihatinya berkurang.

Sesampainya di rumah, Bayu membuka pintu rumah mereka, lalu berhenti dan berbalik kepada ibunya. “Terima kasih, Ma… eh, Susan, a-aku... aku... telah melewatkan waktu yang sangat menyenangkan denganmu,” katanya tergagap-gagap, karena rasa gugup yang kembali muncul.

“Aku juga, Bayu, karena kamu telah memberikan sebuah kencan yang luar biasa,” kata Susan tulus.

Bayu berdiri gugup di depan ibunya, tangannya gelisah di sisi tubuhnya. Keinginan yang kuat untuk meraih dan mencium ibunya nyaris tidak terkendalikan, dengan susah payah dia mengendalikan dirinya dan bertanya, “Eh… apakah… apakah… seorang pria mendapatkan ciuman pada kencan p-per… pertamanya,” tanya Bayu dengan gugup. Hatinya berdebar kencang lagi, sedang lututnya terasa goyah. Ketika ibunya tidak langsung menjawab, dia merasa bahwa angannya buyar tertiup angin.

“Yah, mungkin tidak pada kencan pertama, tetapi karena kau begitu baik kurasa sebuah ciuman tak ada salahnya.” jawab Susan, sedangkan pikirannya berteriak “Tidak! Tidak!” tapi malam yang indah, kencan yang mereka lakukan serta pengaruh anggur yang diminumnya meruntuhkan akal sehat Susan sebagai seorang ibu.

Bayu jantung berdetak semakin kencang “Tuhan, akhirnya aku akan merasakan bagaimana mencium wanita.” pikirnya. Dia benar-benar akan menciumnya, batinnya denga tubuh tiba-tiba terasa kaku.

“Lakukanlah!” kata Susan sambil menutup matanya sementara jantungnya berdetak dengan kencangnya. “Ini suatu hal yang sangat keliru,” pikirnya, tapi tidak dapat mencegahnya.

“Aku benar-benar… uh… mama tahu, aku... aku... tidak tahu harus bagaimana,” kata Bayu dengan tergagap.

“Di sini,” kata Susan sambil menunjuk bibirnya dan menyodorkannya pada Bayu. Lengan Bayu otomatis memeluk punggung ibunya. Bibirnya ditekan keras dan kasar kepada kelembutan bibir ibunya.

“Tunggu,” cegah Susan sambil menarik kepalanya, “bukan begitu caranya mencium bibir wanita, basahi dulu bibir kamu lalu lekatkan pada bibir wanita dengan santai dan nyaman.” kata Susan dengan nada keibuan. Namun, ini bukan tindakan keibuan.

Bayu melakukan seperti petunjuk ibunya, dia membasahi bibirnya dengan lidahnya, lalu melekatkannya pada bibir ibunya lagi, Kali ini dengan lembut ia dan menekan bibirnya ke bibir ibunya yang lembut. Saat Bayu melakukan hal itu, segera dirasakannya bagaimana payudara ibunya menempel didadanya, belum lagi kelembutan bibir ibunya, ditambah dengan keharuman parfum yang dikenakan Susan, serasa kepala Bayu mulai berputar.

Susan mengerang saat lidah hangatnya meluncur masuk ke dalam mulut anaknya, itu adalah tindakan refleks dan otomatis yang terbentuk dari kebiasaannya kalau dia berciuman dengan Taufan. Setelah sekian lama dia tidak pernah berciuman, maka kini dari sentuhan lidahnya dengan lidah Bayu terasa menimbulkan getaran yang sangat nikmat, bagaikan selarik arus listrik mengalir ditubuhnya, lidah Bayu yang dengan kikuknya berusaha mengesel-gesel lidahnya terasa sangat nikmat dirasakan, meskipun Susan tahu Bayu sama sekali tidak berpengalamn, tapi apa yang dilakukannya sudah cukup untuk menyalakan api birahinya serta membuat vaginanya kembali mengeluarkan cairan nikmat.

Untuk beberapa saat Susan terlena dalam kenikmatan ciuman yang dilakukan anaknya, dia benar-benar kehilangan kendali diri. Sampai tiba-tiba naluri keibuannya muncul dan kesadarannya tumbuh kembali, dengan segera dia menarik kepalanya ke belakang dan menarik napas panjang, mencoba menenangkan diri.

“Nah, dengan cara seperti itu lebih baik bukan?” kata Susan yang berusaha berbicara sepolos mungkin seolah tadi itu betul-betul hanya sekedar mengajari Bayu, tapi dia tidak bisa menyembunyikan sesuatu yang bergetar dalam suaranya, karena dorongan birahi.

“Bagus, mari kita lakukan lagi,” kata Bayu yang semakin berani sambil merangkul tubuh ibunya lagi.

Pelukan Bayu yang erat telah menyebabkan tubuh mereka rapat sekali satu sama lain, dan Susan merasakan penis tegang dan keras anaknya menekan pada perut bawahnya. Sesaat tubuh Susan menggigil dilanda gairah birahi lagi, “Ternyata aku masih mampu membuat seorang pemuda terangsang berat.” pikirnya, sementara itu hatinya kembali menjeritkan peringatan “Jangan! Pemuda ini adalah anak kandungnya sendiri.” Susan sadar kalau sekali lagi berlangsung ciuman seperti tadi, maka dia tidak akan bisa menahan dirinya, dia tahu bahwa dia harus berhenti saat ini juga sebelum semuanya terlanjur.

“Tidak! Stop!” kata Susan hampir berteriak. Sadar bahwa kata-katanya terlalu keras dan langsung, dia melanjutkan dengan nada yang lebih lunak. “Satu ciuman pada kencan pertama, jangan serakah.” kata Susan sambil mendorong anaknya menjauh.

“Au, dasar sial.” maki Bayu sambil tersenyum polos dan berusaha menutupi kekecewaannya dengan sikap diriang-riangkan. Lalu dia melanjutkan kata-katanya dengan mimik muka serta nada serius “Demi Tuhan, Ma. Aku senang sekali malam ini. Bisa… eh… bisa kita pergi berkencan lagi kapan-kapan, bisa yah?” pintanya.

“Yah, mama rasa begitu, jika kamu benar-benar memperlakukan mama dengan sangat baik.” kata Susan sambil mencium bibir Bayu sekilas lalu berlalu memasuki rumah.

Malam itu, Bayu berbaring di tempat tidur sambil melacap menghayalkan ibunya, semula khayalannya saat onani adalah tentang gadis-gadis di sekolah. Tapi sekarang ibunyalah yang mendominasi khayalannya. Dia masih bisa merasakan kekenyalan payudara ibunya di dadanya dan kulit lembut di bawah jari-jarinya. Jika saja dia bisa menggeserkan jarinya setengah centi ke bawah sewaktu di gedung bioskop, maka dia akan menyentuh kepala puting susu ibunya, bahkan sekarangpun dia masih bisa merasakan kelembutan bibir ibunya, dan hangatnya lidah ibunya di dalam mulutnya. Dan Bayu hanya membutuhkan waktu yang singkat untuk dia memancarkan air maninya serta meraih kenikmatan onani. Malam itu dia onani sampai tiga kali.

Pada saat yang sama, Susan berbaring di tempat tidur dengan satu tangan meremas-remas payudara yang sama yang telah disentuh Bayu. Sedangkan dua jari ditangan yang satunya mengusap-usap klitorisnya untuk kemudian terbenam dalam lubang nikmatnya, lubang vagina yang gersang karena sudah lama tidak di tetesi hujan air mani laki-laki. Susan masturbasi terus sampai mencapai puncak kenikmatannya berulang-ulang, sehingga jari tangannya terendam dalam cairan nikmatnya.

Setelah semuanya selesai, rasa sedih menikam hatinya, sehingga dia menangis pilu “Ya Tuhan, apa yang telah kulakukan, masturbasi sambil membayangkan bersetubuh dengan Bayu, anakku?” keluhnya dalam hati. Susan menangis sampai tertidur malam itu.

Keesokan paginya Bayu melihat ibunya duduk di dapur sambil minum secangkir kopi. Ada kesunyian yang mencekam, saat Bayu mengambil secangkir kopi dan duduk di kursi meja makan. Cahaya hari baru membuat segalanya tampak berbeda. Mereka masing-masing menyalahkan diri sendiri atas apa yang telah terjadi.

“Mam…”

“Bayu…”

Mereka berdua berbicara pada saat yang sama, lalu mereka sama-sama berhenti dan tertawa gugup.

“Maaf,” kata Bayu.

“Bayu… eh… kita, eh… apa… yang terjadi tadi malam adalah…” Susan berusaha menjelaskan dengan susah payah.

“Aku... aku... tahu, Ma,” sela Bayu. “Aku mohon maaf atas semua yang terjadi” lanjut Bayu dengan suara bergetar menahan tangis, dan menunggu kelanjutan kemarahan ibunya.

Susan menatapnya dengan heran. “Itu bukan kesalahanmu, sayang. Itu adalah kesalahanku. Mari kita lupakan saja semuanya, mungkin ini semua hanya karena pengaruh anggur yang kita minum,” lanjut Susan berbohong. “Aku seharusnya tidak minum begitu banyak.”

“Bisa… bisa kah kita eh… keluar lagi?” Bayu bertanya penuh harap.

“Aku pikir itu bukan sebuah gagasan yang baik bagi kita,” jawab Susan.

“Aku tahu itu,” kata Bayu dengan nada frustasi dan marah. Namun dia marah kepada dirinya sendiri tanpa berkata lagi dia segera bangkit dari kursi dengan air mata di matanya dan bergegas keluar dari ruangan.

“Bayu!” Susan memanggilnya. Namun Bayu sudah keluar dari rumah, Susan merasa hatinya hancur “Oh, aku telah mengacaukan semuanya.” pikirnya dengan air matanya mulai mengalir.

Malam itu Susan mengetuk pintu kamar Bayu, dan mendorong pintu sampai terbuka perlahan setelah mendengar Bayu menyuruhnya masuk. Bayu berbaring di atas tempat tidur sambil melihat sebuah majalah olahraga.

“Bayu, bisa kita bicara?” tanya Susan sambil duduk di tempat tidur, wajahnya tegang dengan emosi terselubung.

“Tentu,” jawab bayu sambil berguling dan menatap langit-langit dengan tangan di belakang kepala.

“Mama minta maaf, Bayu… mama minta maaf tentang… tentang semua yang telah terjadi,” kata Susan terpatah-patah berusaha mencurahkan isi hatinya. “Tuhan tahu Bayu, mama adalah penggagas kencan tersebut, dan mama sudah memikirkannya sepanjang hari tentang hal itu dan mama tahu itu seluruhnya salah mama. Kita berdua merasa kesepian dan sangat kehilangan ayahmu…” kata Susan dengan suara tersendat-sendat dan akhirnya terhenti sama sekali dan dia mulai menangis.

Bayu duduk dengan cepat dan bergerak lebih dekat kepada ibunya. Dengan hati-hati ia memeluk Susan dan mendekapnya ke dadanya, air mata mulai mengalir di pipinya sendiri.

Meskipun Susan merasa nyaman dalam pelukan anaknya, tapi isak tangisnya menjadi lebih keras lagi. Semua emosi terpendam dalam hatinya membuncah keluar tanpa tertahankan dari dirinya sekaligus. Dua tahun menjalani hidup kesepian tanpa suami, pekerjaan baru, berjuang untuk membiayai keluarga, dan masalah sekarang ini, itu sungguh terlalu banyak untuk ditanggungnya sendiri.

Bayu mendekapnya untuk waktu yang lama, sampai saatnya Susan membersit hidungnya. “Bu, aku sangat mencintaimu.” kata Bayu dengan tulus sambil membelai bahu ibunya.

Susan kembali duduk dan mengeringkan air matanya. “Bayu, mama juga sangat menyayangimu, kita satu sama lain saling membutuhkan sejak lama, tapi sekarang kita menjadi lebih saling membutuhkan satu sama lain, hanya saja…” kata-kata Susan terputus, dia sebenarnya ingin melanjutkan kata-katanya dengan mengatakan bahwa “Caranya tidak boleh seperti yang kemarin malam terjadi,” tapi keraguan yang sangat menyebabkan kata-kaytanya terputus menggantung begitu saja.

“Bisakah kita jujur satu sama lain untuk sementara?” Bayu bertanya dengan cara yang lebih dewasa daripada usianya yang sebenarnya. “Tentu saja! kita harus jujur satu sama lain,” jawab Susan dengan hati bertanya-tanya apa yang Bayu maksudkan.

“Mama… mama adalah seorang wanita yang sangat cantik dan sangat seksi,” kata Bayu sambil berusaha keras untuk tidak gagap. “Aku... kita… eh… aku… aku hanya seorang remaja yang sedang dimabuk masa puber dan didorong oleh hormon laki-lakiku, karena itu aku minta maaf jika aku keluar dari jalur,” cetus Bayu pada akhirnya, sambil tertawa mentertawakan diri sendiri.

Susan menatapnya dengan alis terangkat lalu perlahan bibirnya membentuk senyuman. Tiba-tiba, mereka berdua tertawa terbahak. Mereka tertawa begitu keras sampai mereka hampir jatuh dari tempat tidur. Situasinya sekarang tampak begitu konyol, tapi dalam kekonyolan itu diam-diam mereka telah mendapat kesepakatan dari semua permasalahan yang tadinya menimpa mereka, dan terjalinnya pengertian yang mendalam diantara mereka.

Ketika mereka telah kembali menjadi tenang, Susan berpaling kepada Bayu dan berkata, “Kamu dapat mengajak mama untuk berkencan kapan saja kamu mau.” katanya sambil mencium bibir Bayu sekilas.

“It’s great, Ma… karena tim sepak bola kampusku mengadakan piknik pada hari minggu mendatang, dan aku butuh teman pendamping.” jawab Bayu penuh harap.

“Baiklah, aku akan jadi teman yang mendampingimu.” jawab Susan. Bayu menghela napas lega, semuanya berjalan sesuai dengan harapannnya. “Ceritakan pada mama dalam rangka apa tim sepak bola kampusmu mengadakan piknik?” tanya Susan pada Bayu.

“Seperti mama ketahui, aku tergabung dalam tim sepak bola kampusku, dan sekarang kita mengadakan acara perpisahan bagi anggota tim yang senior yang telah lulus jadi sarjana. Acara tersebut mengundang semua anggota tim beserta keluarganya, bagi yang telah berkeluarga, dengan orang tua, atau dengan pacarnya.” jelas Bayu pada Susan.

“Tadinya aku tidak berniat menghadirinya. Aku tidak punya pacar, atau teman perempuan yang bisa mendampingiku, karena aku sadar bahwa teman-temanku semuanya belum berkeluarga dan mereka pasti tidak akan membawa orang tua mereka, tapi pasti mereka akan membawa pacar-pacar mereka ke acara tersebut, dan aku tidak berniat menjadi kambing congek atau orang asing diacara tersebut dengan hanya datang seorang diri. Tapi sekarang aku berniat menghadirinya karena mama bersedia menjadi teman perempuan yang akan mendampingiku.” jelas Bayu lebih lanjut.

“Memangnya acaranya dimana tempatnya?” tanya Susan kepada Bayu.

“Tempat pastinya aku masih belum tahu, tapi yang jelas akan berada di tempat terbuka, entah taman ataupun tempat wisata alam lanilla.” jawab Bayu sambil tersenyum.

“Ok, pada saatnya mama akan menjadi teman perempuan yang akan mendampingimu.” jawab Susan, “ingatkan saja mama akan harinya.” lanjutnya.

Bayu menjawab dengan anggukan kepalanya.

Beberapa hari kemudian di suatu sore yang berudara hangat, Bayu sendirian di rumah dan karena tidak ada tidak ada acara apapun, Bayu menggunakan waktu luangnya untuk memotong rumput. Selesai memotong rumput Bayu memutuskan untuk mandi dengan air dingin. Dia pergi ke kamar mandi dan meninggalkan secara sembarangan pintu yang terbuka.

Setelah membuka pakaian, dia lalu melangkah ke pancuran yang berdinding kaca bening. Dinyalakan shower, sejenak dinikmatinya pancuran air dingin yang membasahi sekujur tubuhnya. Terasa badannya yang cukup lelah setelah memotong rumput kembali menjadi segar. Lalu dia mulai menyabuni dirinya sendiri, sambil pikirannya melayang pada ibunya.

Begitu membayangkan ibunya, tak tertahankan lagi batang penisnya segera tegak mengacung dengan kerasnya, perlahan dengan tangan yang berlumuran busa sabun, dia mulai mengelus-elus batang penisnya dari pangkal sampai ke ujung kepala penis. Matanya tertutup sambil bersandar pada ubin dari pancuran, khayalannya kembali kepada ibunya yang cantik.

Dikenangnya saat jari tangannya mengelus payudara ibunya, hanya kurang setengah centimeter lagi baginya untuk bisa memilin-milin kepala puting susu ibunya.

Tanpa disadari oleh Bayu, Susan, ibunya hari itu memutuskan untuk pulang kerja lebih awal dari biasanya, setalah melihat iklan disebuah koran tentang film-film yang baru disebuah toko video. Ketika Susan sampai di rumah, dipanggilnya Bayu, karena tidak juga mendapat jawaban, Susan berpikir mungkin Bayu sedang tidur siang.

Karenanya dia segera pergi ke lantai dua untuk bertanya apakah Bayu mau nonton film bersamanya malam ini. Setelah sampai diujung tangga dia berbalik untuk berjalan menyusuri lorong, setelah berbalik itulah dia langsung melihat kamar mandi yang letaknya diujung lorong pendek tersebut, awalnya hanya terlihat pintu kamar mandi yang terbuka.

Lalu tiba-tiba langkah Susan terhenti karena kejutan yang dilihatnya di dalam kamar mandi. Mata Susan terbelak selebar-lebarnya ketika dilihatnya Bayu anaknya sedang berada dikamar mandi setengah bersandar pada dinding shower, sedang matanya terpejam dan tangannya tengah mengocok batang penisnya. Batang penis terbesar dan terpanjang yang pernah dilihatnya secara nyata dalam kehidupannya yang hanya pernah melihat satu batang penis, yaitu milik Taufan suaminya. Dan Susan yakin batang penis Bayu jauh lebih besar ketimbang milik suaminya tersebut.

Susan menggelengkan kepala, berusaha untuk memalingkan penglihatannya dan menjauh, tetapi kakinya tidak bisa bergerak. Dia merasakan kegairahan yang sangat muncul dalam perutnya, kehangatan yang nyaman dan bergetar menuju selangkangannya, sementara matanya tetap menatap, terpaku pada batang penis Bayu.

“Ma, hisap aku,“bisik Bayu kepada dirinya sendiri sambil mengelus-elus penisnya, klhayalannya melambung membayangkan ibunya menghisap batang penisnya, napasnya terengah-engah karena dia telah dekat dengan pencapaian klimaks kenikmatannya. Segera, tangannya mengocok semakin keras sehingga busa sabun berceceran di lantai kamar mandi.

“Okhh… akhhhhh… hisap penisku semakin keras, Ma. Aakh... nikmatnya!” erangnya semakin keras. Batang penis yang besar dan panjang miliknya berdenyut-denyut, dan creett…creett… pancaran air mani muncrat dari kepala penisnya, memancar cukup jauh sebelum akhirnya percikan air mani tersebut membasahi ubin di lantai kamar mandi.

Susan merasa seperti dirinya akan pingsan saat dia melihat anaknya mencapai puncak kenikmatannya, telinganya juga mendengar erang Bayu sesaat sebelum klimaks memanggilnya. Susan merasakan denyutan di bibir vaginanya dan cairan nikmat yang mulai membasahi celana dalamnya, “Jadi Bayu mengkhayalkan aku dalam masturbasinya?” bisik hatinya, sementara tanpa sadar sebelah tangannya meraba buah dadanya serta meremasnya, sedangkan sebelah tangan lagi mengusap celah di antara selangkangannya.

Untuk sebuah alasan yang tidak diketahuinya, Bayu membuka matanya. Dia terkesiap ketika matanya bertemu pandang dengan ibunya. Namun sudah terlambat untuk menghentikan puncak kenikmatan masturbasinya, tangannya terus mengocok batang penisnya sampai tidak ada air mani yang tersisa di buah pelirnya.

Susan tersentak saat bertemu pandang dengan Bayu, dan dia bergegas pergi dari ambang pintu kamar mandi.

Satu jam kemudian, Bayu datang ke ruang bawah untuk makan malam dengan mengenakan celana pendek dan kaos. Dia sangat resah dan gugup terhadap reaksi ibunya yang telah memergokinya sedang onani, dan dia merasa seperti orang idiot dengan semua apa yang terjadi.

Susan sedang mencuci wadah di wastafel ketika ia mendengar Bayu masuk ke dapur. Dia juga telah mengevaluasi kejadian yang memalukan tadi, dan sadar bahwa apa yang Bayu lakukan adalah normal. Setiap anak laki-laki pasti melakukan masturbasi. Namun erangan Bayu terus terngiang ditelinganya, “Okh… akhhhhh… hisap penisku semakin keras, Ma. Aakh... nikmatnya!“

Dengan badan sedikit gemetar, dan selarik aliran listrik yang serasa mengaliri sekujur tubuhnya, Susan berbalik dan tersenyum pada Bayu. “Hai, sayang… makan malam akan siap dalam satu menit.” katanya sambil tersenyum untuk menutupi gejolak di dalam hatinya.

Ketika dilihatnya Bayu dalam pakaian seperti itu, Susan menatapnya lekat-lekat, “Oh Tuhan, Bayu terlihat begitu tampan,” pikirnya. Sementara wajahnya terasa panas dan memerah saat terkenag olehnya bagaimana Bayu berdiri setengah bersandar pada dinding shower sambil mengocok batang penis yang keras dengan tangannya.

Senyum di wajah ibunya membuat Bayu terkejut. Dia sudah bersiap menerima teriakan kecewa dan umpatan kemarahan dari ibunya, tapi yang diterimanya ternyata lain dengan yang diduganya, karena itu ketegangan yang sejak tadi mencengkramnya perlahan mengendor, dan Bayu bisa tersenyum dengan cerahnya, sambil duduk di kursi meja makan.

“Jadi apa yang akan kita lakukan malam ini?” tanya Susan membuka pembicaraan, “Bagaimana jika kita menonton film malam ini? Kamu bisa kan membelinya di toko tapi bukan salah satu film action atau hal-hal yang serupa,” lanjutnya.

“Kedengarannya menarik.” jawab Bayu.

Susan membawa makanan ke meja dan duduk dikursi makan. Dia tahu bahwa dia tidak bisa begitu saja melupakan kejadian di kamar mandi. “Pembahasan yang salah dari situasi seperti itu bisa memiliki dampak yang sangat negatif pada Bayu,” pikirnya. Mereka makan tanpa banyak bicara sampai Susan menemukan ide bahwa dia harus menanggapinya dengan ringan bahkan mungkin setengah bergurau, biasanya sedikit gurauan cukup ampuh untuk menetralisir suasana.

“Jadi bagaimana mandi kamu yang tadi?” tanya Susan dengan senyum menggoda tergambar di wajahnya.

“Hah!” Bayu berkata kaget.

“Hei, bukankah kita sudah sepakat untuk jujur satu sama lain.
Mama melihat apa yang kamu lakukan, dan mama meminta maaf karena mama tidak tahu kamu sedang berada di kamar mandi.” kata Susan dengan nada ringan.

“Eh… eh… tapi aku…” Bayu tergagap menjawab.

“Mama tahu kamu masturbasi seperti semua anak laki-laki melakukannya. Karena itu kita tidak usah memperbesar masalah itu. Oke?” kata Susan sambil terus tersenyum meskipun dia merasa bahwa apa yang barusan diucapkannya sebenarnya merupakan suatu yang paling sulit yang pernah dilakukannya.

Namun setelah terucap, hati Susan terasa lega karena telah bersikap terbuka kepada Bayu, dan dia tidak merasa perlu untuk memberitahu Bayu bahwa dia telah mendengar apa yang Bayu erangkan.

“Uh… mama sungguh-sungguh? Eh… aku juga minta maaf, lain kali aku akan menutup pintu.” jawab Bayu sedikit tersendat-sendat suaranya.

“Jangan terlalu khawatir tentang hal itu. Ini rumah kita dan kita harus bisa merasa bebas di dalamnya.” kata Susan. “bukankah kau hanya seorang remaja yang sedang dimabuk masa puber dan didorong oleh hormon laki-laki?” lanjut Susan sambil tertawa. Bayu tersenyum malu mendengar ibunya menirukan kata-katanya. Tapi akhirnya dia ikut tertawa juga.

“Kau membersihkan lantai kan?” tanya Susan lebih lanjut pada Bayu.

“Mammmmm!” rengek Bayu sedangkan wajahnya berubah memerah karena malu.

“Hanya sekedar meyakinkan,” jawab Susan disela tertawanya.

Setelah mereka selesai makan, Susan dan Bayu berbincang dengan topik pembicaraan yang biasa sehari-hari mereka lakukan, dan bertindak seolah-olah tidak pernah terjadi apa-apa di sore itu.

“Mama akan mencuci piring, dan setelahnya mama akan mandi, sementara kamu Bayu pergilah ke toko untuk membeli beberapa film terbaru yang menarik.” kata Susan mengakhiri perbincangan mereka di meja makan.

“Oke, ma…” jawab Bayu sambil bangkit dan mengambil kunci mobil, lalu dia berjalan mendekati Susan dan mencium bibir ibunya sekilas sambil berkata “Aku pergi sebentar ke toko CineFlex, dan mampir ke toko makanan untuk membeli popcorn. Love you, Mam.” pamitnya pada ibunya.

“Love you too, saying. Hati-hati di jalan ya.” jawab Susan.

Setelah membersihkan piring-piring, Susan pergi untuk mandi. Ketika dia masuk ke kamar mandi, dia merasa getaran hangat di dalam perutnya, terkenang kembali olehnya apa yang tadi sore telah dilihatnya, dan sekarang dia berdiri persis ditempat Bayu tadi onani. Sebuah perasaan aneh datang kepadanya, rasanya seperti dia dapat merasakan gairah seksual Bayu menularinya. Tapi dengan memaksakan diri Susan berusaha menolak keinginannya untuk melakukan masturbasi, dan dia segera mandi.

Bayu memutuskan untuk tidak singgah di toko CineFlex, karena dia teringat dilacinya dia masih punya beberapa keping ‘film cewek’ demikian kawan-kawannya menyebutnya, dan dia segera kembali ke rumah setelah membeli beberapa camilan. Ketika dia naik ke atas, dia melewati kamar ibunya.

Pintu kamar ibunya tidak tertutup rapat, ketika ia melewati pintu itu dia berhenti sejenak. Dari celah pintu yang terbuka dia melihat ibunya duduk di atas tempat tidur, sedang mewarnai kukunya. Hanya sehelai handuk besar yang menutupi seluruh tubuhnya, dan satu lagi membungkus kepalanya.

Tak tertahankan lagi Bayu mulai mengintip, dilihatnya ibunya bangkit dan berjalan ke lemari, melihat ke cermin. Bayu terkejut melihat bahwa handuk mandi yang melilit di tubuh Ibunya, nyaris tidak mampu menutupi buah pantat ibunya. Kaki ibunya terlihat begitu panjang dan halus.

Bayu terpukau mengawasi Susan yang berdiri dengan tenang mengurai handuk yang menutupi kepalanya serta mulai mengeringkan rambutnya. Bayu tahu bahwa dia tidak boleh mengintip ibunya, tapi ia tidak bisa menahan diri.

Susan menggunakan handuk untuk mengeringkan sebagian rambutnya kemudian dipakainya hair dryer yang mengalirkan udara hangat pada rambutnya, saat tanpa sengaja dia melihat ke cermin. Dia melihat gerakan diluar pintu. Untuk sesaat Susan merasa takut kalau yang datang adalah perampok, tapi segera disadarinya bahwa Bayu pasti telah pulang lebih awal.

Sesaat Susan tertegun terpikir olehnya bahwa Bayu tengah mengintipnya, sejenak timbul hasratnya untuk menutup pintu, tapi kemudian terpikirkan olehnya bagaimana jika Bayu merasa malu. Selain itu dia telah terlanjur berbicara tentang kebebasan dalam rumah, munafik rasanya jika dia bertingkah sebaliknya, apalagi Susan sendiri telah melihat bagaimana Bayu telanjang bulat tengah onani, rasanya jika kini dia diintip Bayu, maka itu adalah balasan yang cukup adil. Dengan pertimbangan itu Susan terus mengeringkan rambutnya, membiarkan anaknya mengintip tubuhnya yang hanya berbalut handuk sebatas dada sampai tepat dibawah pantat.

Bayu sudah akan pergi ketika dia melihat ibunya menaruh pengering ke meja rias dan meraih simpul handuk yang terselip di antara payudaranya. Segera dia mengurungkan niatnya untuk pergi, dan meneruskan kegiatan mengintipnya dengan mata semakin terbelak.

Susan sendiri tiba-tiba merasakan kegairahan yang aneh melanda dirinya, belum pernah selama ini dia merasa senang karena mempertontonkan tubuhnya, bahkan saat Taufan menatap tubuhnya yang telanjang bulat, dia tidak merasakan gairah seperti ini. Tangannya gemetaran saat Susan meraih simpul handuk di dadanya. “Ini gila… dan tidak boleh kulakukan.” pikirnya.

Namun, tangannya tetap bergerak dan dia membuka simpul handuk, serta memegang ujung-ujungnya dan membentangkannya selama beberapa saat. Matanya melirik ke cermin dan Susan tahu bahwa Bayu bisa melihat bagian depan tubuhnya yang telanjang. Rangsangan gairah yang aneh menyebabkan putingnya mengeras, lalu perlahan-lahan Susan menjatuhkan handuk yang tadi dipegangnya, sehingga terserak dilantai sebelah belakang tubuhnya, dan Susan mendengar suara pelan orang yang terkesiap dibelakannya seiring jatuhnya handuk tadi.

Bayu tersentak, dia berdiri beku, melihat tubuh telanjang ibunya. Ibunya benar-benar sangat cantik dengan tubuh sintal yang langsing, pinggang ramping, pinggul dan pantat membulat sedang besarnya, dan payudara besar yang terlihat kenyal dan masih berdiri dengan tegak, kalaupun ada melorot, maka melorotnya sangat sedikit sekali. Matanya menjelajahi sekujur tubuh mulus Susan, dan didaerah kemaluannya. Bayu melihat rambut yang lembut hitam serta jarang, serta sedikit bibir vaginanya yang berwarna merah muda. Di dalam celananya, penis Bayu segera berdenyut dan tegak mengacung, keras laksana besi serta penuh vitalitas.

Lalu Susan melakukan sesuatu yang sangat mengejutkan, bukan saja bagi Bayu yang tengah mengintip, tapi juga bagi dirinya sendiri, tidak pernah terpikir olehnya untuk bertindak seberani itu. Susan membungkukkan badannya sedangkan tangannya meraih ke bawah dan membuka laci paling bawah, Susan membungkuk pada pinggang, saat dia menegakkan tubuhnya, pantat nya seperti terdorong kembali kebelakang dan kedua kakinya sekarang sedikit mengangkang.

“Tuhan…” keluh Bayu saat ia menatap pantat ibunya yang indah. Bayu melihat celah di antara kedua kaki Susan, dan lubang vagina ibunya seperti menatap ke arahnya. Dia bahkan bisa melihat bibir vagina ibunya yang berwarna merah itu mengkilat karena basah. Tidak terpikir olehnya bahwa cairan tersebut keluar karena api gairah yang membakar ibunya, sama seperti api gairah yang membuat ujung penisnya basah.

Susan merasa seperti nya dia telah membungkuk untuk waktu yang sangat lama, meskipun sebenarnya hanyai beberapa detik. Susan tahu bahwa dia harus segera menegakkan tubuhnya karena cairan nikmat mulai menetes keluar dari lubang vaginanya. Perlahan dia berdiri dengan memegang celana dalam minim merah di tangannya. Lalu ia membungkuk lagi dan melangkah ke dalam celana dalam, menarik ujung celana ke pinggang. Dia bisa merasakan bahan halus membelai pantatnya dengan sensual dan menarik erat-erat vaginanya yang telah membengkak.

Sadar ibunya akan segera membalik badan setelah selesai berpakaian, perlahan Bayu menarik diri dan menjauh dari pintu kamar ibunya. Dia melangkah dengan cepat tapi tanpa suara kedalam kamarnya serta membuka laci dan mengambil film yang akan di tontonnya, lalu turun kebawah dengan langkah setengah berjingkat, dan menunggu ibunya di ruang keluarga.

Susan menarik nafas panjang serta menghela napas sampai tidak tersisa udara di paru-parunya. “Aku telah kehilangan akal,” pikirnya sambil mulai berpakaian. Dipakainya rok pendek untuk yang panjangnya hanya sampai tengah-tengah pahanya. Ketika dia mulai berjalan keluar dari ruangan, sejenak dia berhenti. Tangannya gemetar ketika dia mengangkat roknya dan membuka celana dalamnya serta melemparkan celana dalam tersebut ketempat tidur. Lalu tanpa mengenakan celana dalam dia berjalan menuju ruang keluarga.

Beberapa menit kemudian Susan telah bergabung dengan Bayu di ruang keluarga. Dilihatnya Bayu sedang memasukkan film ke dalam alat pemutarnya, sedang di meja dilihatnya sebungkus besar pop corn. “Tepat pada waktunya,” kata Susan sambil berjalan masuk ke dalam ruangan. “Yup ada Popcorn juga, sedap sekali!” lanjutnya.

”Aku membelikan mama anggur,” ujar Bayu bangga sambil menunjuk ke botol yang didinginkan dalam ember es.

“Terima kasih, Sayang!” jawab Susan sambil meredupkan lampu ruangan, dan mereka mulai menonton film, sebuah film yang berjudul Fried Green Tomatoes, sebuah film yang tidak disukai Bayu, tapi dia tahu ibunya sangat menyukainya.

Susan duduk di sofa sementara Bayu duduk di lantai bersandar di sofa. Sekitar satu jam setelah film ditayangkan, Bayu minta diri dan naik ke atas ke kamar mandi. Saat ia melewati kamar ibunya, ia berhenti. Ia melihat sebuah celana dalam merah kecil tergolek di tempat tidur. “Ya Tuhan, bukankah itu celana dalam yang tadi dipakai mama, apakah mama menanggalkannya, sehingga dia kini tidak memaki celana dalam?” dia bertanya pada dirinya sendiri.

Seketika itu juga timbul kepenasarannya untuk membuktikan apakah ibunya benar tidak mengenakan celana dalam. Ketika Bayu kembali ke ruang tamu, dia telah memiliki satu niatan untuk menyelidiki apakah ibunya memakai celana dalam atau tidak. Saat dia duduk kembali di lantai, ia berbalik sedikit miring sehingga ia bisa melihat kaki ibunya. Namun, setelah mencoba beberapa saat, pandangannya selalu tertutup oleh baju yang dipakai ibunya. Akhirnya, ia mendesah dengan frustrasi dan menyerah.

Susan duduk di sofa sambil minum anggur. Dia bisa melihat bahwa Bayu sedang berusaha untuk mencari celah pada baju yang dipakainya. Dia tersenyum melihat Bayu berusaha melakukan beberapa hal seperti, merubah posisi duduk, dan bergeser kesana kemari tapi dia tetap tidak mendapatkan cara dan tempat yang baik untuk bisa melihat dan membuktikan bahwa ibunya memang tidak memakai celana dalam.

Susan sendiri sengaja membuat Bayu kesulitan untuk mendapat pemandangan yang diinginkannya. Dia tahu bahwa ia telah menggoda Bayu habis-habisan, tapi entah kenapa ia tidak bisa berhenti menggoda. Akhirnya ketika anggur yang diminumnya mulai menunjukkan pengaruhnya, ia duduk kembali di sudut sofa dalam posisi bersimpuh nyaris tengkurap dan kakinya berada di samping pantatnya sehingga gaun mini yang dipakainya hampir tidak menutupi pipi pantatnya.

Bayu melihat perpindahan posisi ibunya dengan sudut matanya. Dia menggeser posisinya lagi sedikit sambil diam-diam melirik kaki ibunya. Kini dia bisa melihat sampai bagian atas paha belakang ibunya sekarang, tapi baju yang dipakai ibunya masih cukup menutupinya.

Beberapa saat kemudian, mereka tetap saling mempertahankan posisinya. Bayu yang melihat ibunya tidak banyak bergerak segera berbalik untuk memeriksa apakah ibunya sedang tidur.

Bayu tahu bahwa ibunya sering tertidur setelah minum anggur. Tiba-tiba, sebuah pikiran kotor timbul di benaknya. Dia segera bangkit duduk dengan tenang dan lembut di sofa, di samping ibu yang bersimpuh setengah tengkurap.

Jam di dinding terdengar berdetak keras seperti jantungnya yang berdetak keras di dadanya. Sesaat dia menunggu untuk memastikan bahwa ibunya benar-benar tertidur. Kemudian dengan jari-jari gemetar, ia mengulurkan tangan dan memegang ujung baju ibunya.

Perlahan-lahan, hampir tak kentara, ia mulai menarik baju tersebut sampai keatas paha ibunya. Ketika ujung baju itu berada tepat di atas pantat ibunyanya, Bayu berhenti “Cukup segini,” pikirnya. Lalu ia duduk kembali di lantai. Dia menunggu satu atau dua menit lalu berpaling untuk melihat ibunya.

“Wahh…” sebuah desahan lirih keluar dari mulutnya, ketika ia melihat bibir vagina ibunya dengan jelas.. Meskipun ruangan itu gelap karena lampunya yang dimatikan, tapi cahaya yang terpancar dari layar TV memberi cukup penerangan sehingga dia dengan jelas bisa melihat vagina ibunya.

Susan mengerang pelan dalam tidurnya dan tubuhnya bergerak sedikit, membuat baju yang dipakainya terangkat lebih tinggi lagi di pantatnya. Lalu ia menarik satu lutut lebih dekat ke dadanya dan bajunya itu bergerak lebih jauh lagi sampai pinggulnya. Bahkan dalam tidurnya Susan bisa merasakan udara dingin mengelus pada bagian pribadinya serta membuatnya terangsang.

Sekarang Bayu bisa melihat segalanya. pantat lembut putih ibunya seperti bersinar dalam cahaya yang terlontar dari layar TV. Dia bahkan bisa melihat lubang kecil tersembunyi di antara pipi dan bibir dalam vagina ibunya yang berwarna merah muda. Dengan hati-hati dan tanpa menimbulkan suara, Bayu membuka celananya dan mengeluarkan penisnya yang telah berdenyut-denyut. Kemudian sambil menatap pada bagian pribadi ibunya, ia mulai melakukan masturbasi.

Rasa dingin di vaginanya akhirnya membuat Susan terjaga, tapi sengaja tidak bergerak, dia sadar vaginanya telah terbuka dan nalurinya bisa merasakan mata anaknya melotot memandang vaginanya.

Perasaan bahwa vaginanya tengah menjadi tontonan Bayu, menimbulkan sebuah rangsangan tersendiri bagi dirinya, sehingga tanpa dapat ditahan lagi vaginanya mulai dibasahi cairan pelicinnya, semakin lama semakin banyak sampai menetes ke atas pahanya.

Perlahan ia membuka matanya sedikit, diintipnya Bayu yang tengah bermasturbasi. Kegairahan yang sangat menyentak dalam dirinya, membuat kepalanya terasa bagai berpusing, ketika ia melihat Bayu tengah melakukan masturbasi. bibir vaginanya yang tembem terasa membengkak serta berdenyut dengan keras oleh gairah terlarang saat ia lebih mengangkangkan kakinya serta menekan pinggulnya ke bawah, sehingga bajunya semakin tertarik keatas dan ujungnya sekarang hampir berada di pinggangnya.

“Oh Tuhan,” bisik Bayu sedikit keras. Sekarang Bayu bisa melihat dengan jelas kedua lubang ibunya, termasuk bibir vagina ibunya yang tembem dan membengkak serta lubang coklat kecil dari anus ibunya yang hanya beberapa inci jauhnya.

Tangannya naik ke atas dan ke bawah pada batang penisnya, Bayu terpacu dengan cepat menuju puncak masturbasinya. Tiba-tiba Bayu mengerang dan mulai menyemprotkan air mani-nya. Ledakan pertama terbang di atas Bayu dan berceceran ke belakang paha ibunya, dan jatuh di dekat persimpangan bagian atas paha ibunya, hampir pada vaginanya.

Ketika Bayu mulai reda dari kenikmatan puncaknya, dia melihat bahwa tetesan air maninya, sebagian jatuh disofa dekat ibunya, bahkan sangat dekat dengan vagina ibunya, dia sadar bahwa dia tidak mungkin bisa membersihkannya tanpa membuat ibunya terbangun.

Susan sendiri hampir tidak bisa melihat apa yang terjadi tapi dari suara lenguhan Bayu, dia tahu bahwa Bayu anaknya telah mencapai puncak kenikmatan masturbasinya. Hal ini juga memacu gairahnya, sehingga tanpa terasa vaginanya menjadi semakin basah, dan nyaris mengalami orgasme akibat dari pengaruh angan dan khayalnya.

Ketika pancaran air mani tersebut akhirnya berhenti, karena buah pelir yang telah menjadi kosong, Bayu mengancingkan kembali celananya, yang tertinggal hanyalah bekas pancaran air mani dilantai dan ditubuh ibunya, serta rasa bersalah karena kehilangan kendali diri serta memiliki pikiran kotor terhadap ibunya. Dilihatnya juga air maninya yang jatuh ditubuh ibunya mulai menetes di bagian belakang paha ibunya.

“Ya Tuhan, apa yang harus aku lakukan? Oh!” pikirnya.

Tapi sebelum Bayu bisa memutuskan apa yang harus dilakukannya dengan air maninya yang mengenai tubuh ibunya, Susan telah menggeliat lalu duduk sambil membuka matanya.

“Aku pasti tertidur,” kata ibunya sambil merentangkan tangannya dan menguap.

“Eh… eh… oh iya, tapi hanya sebentar kok.” jawab Bayu sambil melihat air maninya yang menetes diantara kedua paha ibunya.

Susan yang berpura-pura baru terbangun, bertindak seolah tidak tahu apa-apa, namun gairahnya yang sudah memuncak menyebabkan dia bergegas pergi kekamarnya, untuk melampiaskan tuntutan birahinya, dia sangat sadar kalau sperma masih membasahi belakang pahanya. Karenanyanya setelah memberikan ciuman selamat malam dia segera pergi dan masuk kedalam kamarnya, dibalik pintu kamar tangannya terulur ke belakang paha dan meraba bekas cecahan air mani Bayu, terasa sangat lengket di jarinya.

Kegairahan yang sangat kembali menerjangnya, lubang vaginanya terasa mulai mengemut dengan kuat, terhuyung-huyung dia merebahkan diri di pembaringannya, bersamaan dengan tubuhnya yang merebah, datanglah gelombang orgasme yang sangat kuat melanda tubuhnya “Oookhhh…” desahnya.

Ketika semua berakhir, dia kembali menarik bajunya menggunakan jari-jarinya untuk melacap sampai kembali meraih orgasmenya, lagi dan lagi. Sampai akhirnya dia tertidur karena kelelahan, pakaiannya masih naik sampai pinggang dan sperma Bayu yang sudah mengering berada di belakang pahanya sampai keesokan harinya.

Bayu menunggu ibunya turun di ruang tamu, sehingga mereka bisa pergi ke Taman Suaka Alam, untuk menghadiri acara perpisahan tim sepak bola kampusnya. Ketika dia melihat ibunya pagi ini, tidak terlihat ada tanda-tanda yang menunjukkan bahwa ibunya tahu apa yang telah dilakukannya. Ibunya tersenyum manis padanya dan mereka berbicara tentang segala hal yang umum. Karenanya Bayu berpikir bahwa ibunya tidak menyadari sama sekali kejadian semalam, dan dia lolos dari kasus air maninya yang menyemprot paha belakang ibunya. Tapi dia sadar untuk lain kali dia mesti lebih berhati-hati.

Susan sendiri mencoba untuk berpikir logis dan realistis tentang apa yang telah terjadi, dilihatnya Bayu sebagai anak muda yang sedang tumbuh dan dimasa pancaroba, karena itu wajar saja bagi Bayu jika dia melihat ibunya sebagai makhluk seksual dan wanita yang menarik perhatiannya. Ini bukan suatu hal yang aneh dan perlu diributkan. Susan merasa dia hanya harus lebih berhati-hati.

Bayu sangat terkejut ketika melihat Susan turun dengan mengenakan baju tank top dan sebuah celana pendek yang sangat ketat. Bayu nyaris melihat bibir vagina ibunya yang tembem diselangkangan ibunya karena ketatnya celana tersebut.

Dari pengamatannya dia yakin ibunya tidak memakai celana dalam, karena dia tidak melihat bayangan celana dalam di celana ibunya yang ketat. “Tidak mungkin mama memakai celana dalam, kalau pakai pasti tercetak.” pikirnya sambil berusaha tidak menatap selangkangan ibunya.

Saat Bayu melihat ke bagian tubuh atas, ternyata ibunya juga tidak memakai bra, itu terlihat dari payudara Susan yang besar dan menegak itu bergoyang bebas dengan putingnya yang menonjol dibalik baju tank topnya, sewaktu dia berjalan kearahnya.

“Bagaimana penampilanku, apakah aku terlihat oke kali ini?” tanya Susan memimnta penilaian Bayu.

“Wow... mam, aku akan membuat semua orang iri karena menggandengmu.” jawab Bayu. Susan tersenyum manis pada anaknya dan menggandeng tangan Bayu, sehingga tangan tersebut menyentuh sisi payudara, saat mereka berjalan keluar pintu.

Taman Suaka itu merupakan sebuah arena rekreasi yang besar dan luas serta dilengkapi fasilitas-fasilitas yang banyak seperti meja piknik, hutan lebat dan sebuah danau besar dengan sejumlah sampan dan sepeda air.

Susan dan Taufan cukup sering pergi ke sana membawa Bayu rekreasi ketika Bayu masih anak-anak, dan membiarkan dia bermain di ayunan dan berenang di danau. Ketika mereka tiba, taman tersebut sudah sangat ramai dengan beragam kegiatan.

Dari rombongan Bayu sendiri ada sekitar 60 atau 70 orang yang datang pada acara tersebut yang terdiri dari tim sepak bola, keluarga dan teman. Setelah sampai Bayu bergegas keluar dan membuka pintu untuk ibunya. Mereka berjalan dengan bangga ke tempat kelompok mereka berkumpul pada acara tersebut.

Jelas sekali bahwa sejak awal penampilan Susan telah menarik perhatian semua orang, kaum laki-laki baik tua dan muda sama tergiur melihat Susan. Sementara kaum perempuan tampak cemburu.

Beberapa orang mencoba untuk mendekati Susan, tapi Susan selalu menolak mereka semua, dan mengatakan bahwa dia telah memiliki teman kencan, yaitu Bayu, anaknya yang kini berperan sebagai pacarnya. Bayu sendiri penuh dengan perasaan bangga dia berjalan dengan elegant seperti seekor burung merak, dan tidak pernah membiarkan ibunya terlalu jauh dari pandangannya.

Setelah semua beramah tamah dan makan, mereka mulai berpencaran dengan kegiatan masing-masing, beberapa orang bermain voli, dan yang lain berenang, beberapa orang menaiki perahu dan mendayung di danau.

Kerumunan orang mulai menipis. Bayu dan Susan membawa tikar dan barang-barang bawaan mereka dan pergi ke atas bukit dan menemukan tempat di bawah pohon beringin yang besar untuk mereka bersantai, cukup jauh dari keramaian. Susan yang agak terlalu banyak minum badannya tampak goyah saat membantu Bayu menghamparkan selimut di tanah, untuk tempat duduk mereka . Susan tampaknya menjadi terlalu banyak minum akhir-akhir ini.

Keduanya duduk mengamati orang-orang di bawah, menikmati desiran angin dingin diawal musim panas yang justru terasa dingin karena letak taman tersebut cukup tinggi diatas permukaan laut..

Bayu menarik tubuh ibunya sehingga bersandar pada dirinya, dan memeluknya, “Aku mencintaimu, Ma.” bisiknya.

“Aku juga mencintaimu, Bayu.” kata Susan sambil berpaling kepada anaknya.

Bayu melihat air mata menggenang di mata ibunya. “Apa ada yang salah, Ma?” Bayu bertanya dengan nada prihatin.

“Tidak ada, sayang, hanya saja bahwa ini tampak begitu sempurna seperti dahulu… dulu ayahmu dan mama sering membawamu bermain kemari, kami bahkan pernah duduk di bawah pohon ini. Mama merasa ini adalah peristiwa yang terbaik sejak ayahmu meninggal. Terima kasih telah membawa mama kemari, dan selalu mendampingi mama.” kata Susan bersandar pada Bayu dan meletakkan kepalanya di bahunya. Beberapa lamanya mereka berdiam diri, dan Susan mulai memejamkan matanya seakan-akan tertidur.

“Aku akan selalu mendampingi mama, dan tidak akan pernah meninggalkan mama.” kata Bayu. Seperti tadi saat berjalan bergandengan keluar rumah, lengan atas Bayu menempel pada tubuh ibunya, sehingga lengan tersebut menyentuh payudara Susan.

Bayu sadar lengannya menyentuh sisi payudara ibunya, dank arena besarnya, payu dara tersebut sebagian keluar dari tank top yang dipakai ibunya. Tangan Bayu bergerak perlahan, sehingga jarinya menyentuh payudara yang lembut di luar baju tank top ibunya.

Untuk sesaat Bayu menahan napas sambil menunggu ibunya menghentikan tingkah lakunya. Susan menyadari apa yang telah Bayu lakukan, namun dia tidak ingin membuat Bayu menjadi malu dan merusak suasana indah yang mereka rasakan.

Karenanya dia membiarkan jari tangan Bayu dengan lembut mengelus payudaranya. Tapi rasa hangat yang nikmat mulai timbul di bagian bawah perutnya, membuat lengannya sedikit mengejang dan memaksanya untuk lebih rapat bersandar ke dada Bayu yang sangat bidang dan kekar.

Bayu menggerakkan jari-jarinya dibuah dada ibunya yang terasa begitu lembut dengan sangat perlahan. Dia terus menerus melakukan itu untuk waktu yang lama, sambil menunggu ibunya meraih tangannya dan mencegahnya seperti yang dia lakukan saat nonton film di bioskop.
Ketika ibunya tidak juga bergerak untuk menghentikannya, Bayu mulai berani membuka telapak tangannya dan meletakkannya dibawah payudara ibunya, lalu perlahan-lahan telapak tangannya terangkat.

Kepalanya mulai terasa berpusing, ketika telapak tangannya menangkup seluruh buah dada ibunya tersebut yang masih tertutup baju tank top tersebut. Batang penis berdenyut dengan kuat di dalam celananya. Sentuhan puting buah dada ibunya dengan telapak tangannya terasa seperti membakar tangannya.

Akal sehat Susan yang berada dalam pengaruh alkohol mulai menjeritkan peringatan, tapi kegairahan yang sangat dan denyut-denyut di selangkangannya menahannya untuk mencegah perbuatan Bayu lebih jauh lagi.

Bayu merasa seperti mendengar erangan ibunya, dia berhenti bergerak dan memperhatikan ibunya dengan teliti. Tapi tidak, ibunya bernapas berat dan teratur. Dia menatap wajahnya dan melihat bahwa matanya tertutup. Berat tubuh ibunya yang menyender penuh padanya, membuatnya berpikir bahwa ibunya mungkin masih tertidur.

Bayu memindah tangan ke bawah tepat dibawah ujung baju tank top ibunya, terasa olehnya hangat sentuhan tangannya kekulit perut ibunya. Perlahan ia menggerakkan tangannya ke atas, sedikit demi sedikit. Dia merasakan sengatan listrik ketika sisi tangannya menyentuh kulit buah dada ibunya yang telanjang.

Denyutan keras di dalam celananya sempat membuatnya berpikir akan memancarkan air maninya. Bayu menarik napas dalam-dalam dan memasukkan tangannya kedalam baju ibunya. Sekarang dia memegang seluruh payudara telanjang ibunya sendiri di tangannya.

Dia menunggu sejenak reaksi dari ibunya, ketika dilihatnya tidak ada reaksi apa-apa, dia mulai meremas-remas buah dada ibunya. Dia dengan penuh hasrat mempermainkan payudara ibunya dengan lembut, merasakan kelembutan, kepenuhan dan kehangatan buah dada ibunya disertai rasa was-was bahwa ibunya akan terbangunkan.

Perasaan Susan berguncang dengan dahsyat, nafsunya demikian menggelegak sehingga dia tidak bisa berpikir jernih. Dia tahu dia harus menghentikan ini, tetapi gairah birahinya yang telah membakar serta pengaruh minuman anggur yang diminumnya membuat dia tetap membiarkan semua ulah Bayu. Dia bisa merasakan celana pendek yang dikenakannya mulai menjadi sangat basah, dan dia sangat khawatir basahnya akan Nampak dari luar celana yang dipakainya.

Bayu menjadi semakin berani. Dia menangkup dan memijat satu payudara sebelum berpindah untuk menangkup dan memijat payudara yang satunya lagi. Dia bergeser sedikit dan membiarkan tubuh ibunya menyelinap dari lengannya, sehingga kini tubuh ibunya berada dipangkuannya.

Penisnya yang sekarang terimpit punggung ibunya berdenyut dengan keras, sekali lagi dipandangnya wajah ibunya, dan dia menghela napas lega ketika melihat bahwa mata ibunya masih tertutup. Lalu ia mengalihkan pandangannya kearah dada ibunya, dan melihat tangannya bergerak bebas di bawah baju ibunya.

Susan berbaring setenang mungkin, membiarkan anaknya menjelajahi payudaranya. Dia bisa merasakan penis Bayu yang menekan di punggungnya menegang dengan kerasnya dan berdenyut-denyut. Terasa olehnya betapa besarnya batang penis itu, pinggulnya terasa sedikit kesemutan, dan dia harus berjuang keras untuk mengendalikan napasnya.

Tangan Bayu yang meremas dan mengelus sebuah payudara kini berganti dengan mempermainkan puting buah dada ibunya yang tegak dan keras. Tiba-tiba terlintas dalam benaknya bahwa ia telah mengisap puting susu ini ketika masih bayi.

Sebuah hasrat yang kuat tiba-tiba mendorongnya untuk melihat buah dada tersebut, perlahan tangannya mengangkat baju keatas sampai buah dada tersebut tidak tertutupi. Matanya melebar saat dia menatap kulit putih mulus dan puting merah muda yang panjang yang diremasi tangannya, dan dia terpesona sendiri saat ia melihat tangannya meremas daging lembut tersebut.

Susan akhirnya sadar bahwa dia harus menghentikan semua ini. Dia melenguh dan pura-pura terbangun, terasa olehnya Bayu cepat-cepat menarik tangannya dari payudaranya, dan menarik ujung bajunya kebawah lagi, sehingga menutupi tubuh bagian atasnya lagi.

Lalu Susan duduk dan menggosok matanya. “Aku pasti jatuh tertidur lagi, maaf sepertinya aku selalu tertidur setelah minum anggur. Berapa lama aku terlelap?” tanyanya pada Bayu.

“Uh… oh, tidak lama kok.” jawab Bayu.

“Mari kita jalan-jalan,” kata Susan sambil berdiri. Pengaruh minuman anggur dan rangsangan birahi yang naik kekepalanya membuatnya merasa pusing dan hampir jatuh. Untung Bayu yang cepat berdiri di sampingnya dapat memegangnya sehingga seimbang kembali.

Mereka berjalan bergandengan tangan menyusuri jalan setapak yang menuju ke arah danau. Mustahil bagi Bayu untuk menyembunyikan tonjolan di celananya. Bayu tidak bisa percaya bahwa dia telah meremas-remas buah dada ibunya. Digeleng-gelengkannya kepalanya dan berpikir bahwa semua itu mungkin hanya mimpi.

Mata Susan sendiri terus melirik ke selangkangan anaknya. Rasa ibanya timbul melihat batang penis anaknya yang tegang dan kaku seperti itu, pasti batang penis itu terasa sakit terhimpit celana ketat, dan menuntut dibebaskan dari ketegangannya.

Tidak lama kemudian mereka menemukan tempat yang lapang dan nyaman dekat tepi danau, “Kita duduk disini saja, Mam.” ajak Bayu.

“Jangan disini, mama tidak ingin rumput dan kotoran yang ada padanya menempel pada celana pendek mama.” jawab Susan.

“Tidak akan, duduklah disini.” kata Bayu sambil menanggalkan kemejanya dan menghamparkannya ditanah.

Dia sekarang berdiri di samping ibunya dengan hanya mengenakan celana pendek dan sandal, dadanya yang telanjang terlihat bidang dengan six pack di perutnya.

“Wow, kamu benar-benar telah bekerja keras untuk berolah raga dan membentuk tubuhmu.” seru Susan sambil mengagumi otot dada dan perut anaknya.

Susan merapatkan kakinya dan merasakan vaginanya yang tembem kian membengkak serta berdenyut-denyut dengan kerasnya. “Ini semua berkat pelatih kami, dia ingin semua pemainnya berada dalam keadaan prima.” jawab Bayu.

“Kamu tampak begitu hebat dan perkasa.” kata Susan sambil duduk diatas kemeja Bayu yang sudah dihamparkan. Susan merasakan jahitan ketat celana pendeknya membuat bibir vaginanya tertarik, menimbulkan rasa nikmat tersendiri, karenanya dia menutup matanya sambil menikmati sentuhan celana tersebut.

“Terima kasih,” kata Bayu yang mendengar pujian ibunya, dia lalu duduk di sebelah ibunya dan meletakkan lengannya di sekeliling bahu ibunya.

Mereka duduk di sana dalam keheningan sambil memandang ke arah danau yang berkilauan. Mereka bisa melihat bintik orang-orang yang tengah mendayung perahu kecil didanau tersebut, serta mendengar sayup-sayup suara tawa anak-anak yang tengah bermain dengan riangnya di kejauhan.

Situsi dan kondisi saat itu tampak semuanya sempurna untuk berkencan, pemandangan indah di depan mata, tempat yang cukup terpencil tapi tidak terlalu jauh, tiadanya orang-orang di dekat mereka, membuat Bayu akhirnya memberanikan diri bertanya.

“Ma!” kata Bayu memecah kesunyian, “apa… apakah… mama.. apakah mama mengijinkan aku memcium mama lagi?” tanyanya dengan suara sedikit tergagap. Susan menarik nafas panjang, dia tidak segera bisa menjawab pertanyaan Bayu.

Entah bagaimana, nalurinya telah lama membisikkan bahwa suatu saat pertanyaan itu akan datang. Dia telah berlatih untuk menolak dengan halus, agar tidak menyakiti perasaaan Bayu. Namun semua yang dilatihnya terbang terbawa angin, ketika dia dihadapkan langsung dengan pertanyaan tersebut.

Susan masih bisa merasakan bagaimana tangan Bayu meremas dan mempermainkan buah dadanya, dan bahkan bibir vaginanya pun masih membengkak serta basah karena terangsang oleh gairah birahinya. “Mama kira boleh, tapi hanya satu kali saja.” kata Susan pada akhirnya, dia bukannya menolak, tapi justru malah mengijinkan meskipun dengan syarat.

Jantung Bayu serasa copot dari tangkainya, saking gembiranya. Dengan gugup dia berpaling pada ibunya, dan mendekatkan bibirnya pada bibir ibunya, lalu mereka sama-sama menekan kedua bibir tersebut, dan memeluk ibunya ke dada telanjangnya.

Ketika ibunya membuka mulut, Bayu tidak menyia-nyiakan waktu, dia segera mendorong lidahnya masuk kedalam mulut ibunya yang hangat dan basah, rasanya Bayu seperti menegak sepuluh botol anggur yang memabukkan. Ketika lidahnya ditarik keluar, lidah ibunya mengikuti dan menekan ke dalam mulutnya. Dia mengisap lidah ibunya dan terdengar Susan mengerang, “Aakkhhmmmppp…”

Ciuman terus berlanjut, berubah menjadi ciuman kedua dan kemudian ketiga, dan keempat, lagi dan lagi. Bayu menggunakan kesempatan saat mereka berciuman dengan mengulurkan tangannya kedada ibunya dan meremas payudaranya lagi, diselingi dengan mempermainkan putingnya.

Susan tidak pura-pura tidur saat ini tapi tetap dia tidak bisa menghentikannya. Bayu mengerang saat dia merasa buah dada ibunya penuh dalam genggaman telapak tangannya. Jari-jarinya gemetar saat dia bermain dengan puting susu tersebut.

Permainan Bayu di puting susu tersebut, menyebabkan ibunya lebih menekankan dan mendorong payudaranya ke dalam tangan Bayu, “Aaakhh…” bibir Susan mengeluarkan erang lirih yang terdengar bergetar karena diamuk birahi. Bibir mereka hampir bengkak karena terus menerus berciuman dengan penuh gairah.

Akhirnya, Susan mendorong Bayu menjauh, napasnya terengah-engah dan pendek. “Bayu, kita tidak bisa, kita… kita… harus berhenti,” katanya dengan suara lirih, penuh dengan nada keraguan.

Larangan Susan yang penuh dengan nada ragu, tampak tidak meyakinkan untuk Bayu. Dia mendorong kembali Susan ke tanah, mengabaikan protes yang lemah dan sekali lagi mengulum mulut Susan dengan mulutnya.

Tangannya sekarang bekerja menarik baju atas ibunya ke atas sampai kedua payudara yang besar dan montok tersebut menyembul tanpa penghalang serta terkena udara dingin sore hari, sapuan udara dingin rupanya menyebabkan puting tersebut lebih mengeras lagi.

Bayu melepaskan kulumannya pada bibir Susan, dan menarik wajahnya serta menatap keindahan payudara montok dan penuh milik ibunya. “Tuhan, begitu cantiknya sepasang buah dada ibu.” kata Bayu sambil membungkuk dan mencium kedua buah dada tersebut satu persatu.

“Jangan, Bayu, berhenti!” kata Susan sambil mendorong Bayu menjauh.

Bayu jatuh telentang, dadanya terengah-engah sedang matanya memandang langit. “Maaf, Ma… aku… aku idiot bodoh, telah menyalah gunakan kasih sayang mama yang selamanya selalu memanjakan aku. Maaf...” kata Bayu hampir menangis.

Susan kembali duduk, sambil menarik baju atasannya ke bawah dan menatap anaknya. “Dia begitu muda dan bergairah sampai dia kehilangan kontrol. Ini salahku bukan salah Bayu.” pikirnya. “Aku sudah dewasa dan selayaknya lebih mampu menahan diri daripada Bayu.” kembali hatinya berdesah.

“Uughhh…” desah sangat lirih keluar dari bibir Susan saat ia menatap dada yang bidang dan berotot anaknya lalu pandangannya turun ke tonjolan di celana Bayu tepat dibagian selangkangannya.

“Kau bukan seorang idiot, Bayu. Tapi kamu seorang anak laki-laki yang tampan serta cerdas, dan aku sangat mencintaimu.” bisik Susan sambil berbaring di samping tubuh Bayu dan meletakkan kepalanya di dada Bidang berotot tersebut.

Sisi wajahnya menempel pada kulit dada bayu yang hangat, Susan bisa merasakan debaran jantung anaknya. Perlahan-lahan seolah-olah tidak sengaja, tangannya mulai meluncur keatas perut anaknya.

Susan mengagumi otot-otot keras perut tersebut serta mengawasi gerak geliat perut tersebut yang kegelian akibat dari sentuhan tangannya. Ketika tangan Susan sampai di ikat pinggang Bayu, dia berhenti sejenak dan setelah ragu beberapa saat, dia mulai melepaskan kancing celana tersebut.

Bayu berbaring kaku, gairahnya melonjak menembus batas khayalinya, dia tidak bermimpi ibunya akan melepaskan celananya. “Mam….” bisiknya bergetar, menahan gairah dari dugaannya sendiri atas apa yang akan dilakukan ibunya.

“Shhhhh…!” Susan berdesis menyuruhnya diam, sambil melepas kaitan celana Bayu dan menarik risluitingnya ke bawah. Hanya sejenak dia ragu-ragu, sebelum akhirnya dia mengulurkan tangannya yang gemetar ke dalam celana dan meraih penis keras dan tegang.

“Aaaakkhhhhh…” Bayu mengerang ketika batang penisnya digenggam ibunya. Tangan Susan menarik batang keras dari celana sehingga keluar dan tersorot sinar matahari sore.

“Ouh!” keluh Susan sambil menatap batang penis anaknya.

Kepala penis itu seperti bengkak dan dilubangnya tampak cairan birahi yang menetes keluar dari lubang kencingnya. Kulit batangnya terasa hangat, bahkan nyaris panas di tangannya. Susan merasa dunia seakan berputar di sekelilingnya saat dia mulai menggerakkan tangannya atas dan ke bawah di batang penis anaknya.

Bayu gemetaran badannya, saat dia merasa jari-jari tangan ibunya mencolek cairan birahinya yang menetes dari ujung batang penisnya, dan mengoles-oleskannya pada seluruh kepala batang penis tersebut, sehingga tampaklah sekarang batang penis itu mengkilap di bawah sinar matahari.

Susan menggerak-gerakkan jari-jarinya, mengelus dan memijat dengan lembut keatas dan ke bawah sepanjang batang penis Bayu, “Aaakkkhhhh…” erang Bayu kembali terdengar, lancapan tangan Susan pada batang penis tersebut, menimbulkan sebuah gelembung air birahi di ujung batang penis Bayu.

Susan mencelupkan jari telunjuknya kedalam gelembung cairan bening air birahi tersebut, dan perlahan-lahan dengan tangan gemetar dia membawa jari telunjuk itu ke bibirnya. Sekarang ada untaian panjang cairan birahi yang jelas terlihat menghubungkan bibir Susan dengan ujung batang penis anaknya.

Kepala Susan mulai menunduk perlahan. “Dia tidak akan mengulum… “pikir Bayu ketika melihat pergerakkan kepala ibunya. Susan tahu betapa salahnya ini, betapa gila dan tidak masuk diakal, tapi tapi dia tidak bisa berhenti.

Susan melumuri telapak tangannya dengan cairan birahi tersebut lebih banyak, dengan mengusap ujung kepala penis dengan telapak tangannya, kemudian digenggamkannya pada batang penis Bayu yang sangat tegang dan panas.

Dia menunduk semakin dalam melihat telapak tangannya yang menggenggam batang penis, seolah-olah tangan tersebut milik orang lain. “Itu tidak mungkin terjadi, pasti hanya impian.” hatinya berkata pada dirinya sendiri. “Tidak mungkin aku memegang batang penis anakku dengan tanganku.” kembali hatinya berdesah.

Tiba-tiba Bayu tersentak dan pinggulnya terangkat naik, “Aaaakkhhhh…” erangnya dengan keras. Susan terkejut ketika cairan sperma yang putih memancar dari ujung kepala penis Bayu, menembak dengan kuat pada pipi dan lehernya. Lalu memencar berceceran di pipinya dan meleleh turun ke lehernya.

Susan cepat sadar dari keterkejutannya, dan tangannya meremas-remas batang penis anaknya, dan memerah batang penis itu sehingga kembali memancarkan air mani yang kali ini jatuh di dada dan perut Bayu, tepat di depan mata Susan yang melotot memandangnya.

Cipratan air mani Bayu yang hanya setengah inchi dari mulutnya, menyebabkan dia bisa mencium aroma sperma tersebut. Bayangan khayali kalau sperma tersebut menembak kedalam rahimnya, membuat lonjakkan rangsangan pada diri Susan.

Tak tahan lagi Susan menghimpitkan kakinya satu sama lain, sedang sebelah tangannya yang bertumpu pada paha Bayu, meremas paha tersebut, bersamaan dengan itu kekejangan mulai terasa merambat disekujur tubuhnya, kekejangan yang nikmat, pinggulnya bergerak selaras dengan ejakulasi Bayu sebagai akibat orgasmenya sendiri yang menyusul datang.

Beberapa saat kemudian mereka terdiam, hanya suara burung-burung yang berkicau di hutan dan tarikan nafas yang sesak dari seorang ibu dan anaknya. Lalu Susan mengangkat kepalanya dan pandangannya jatuh kembali ke tanah, dadanya masih kembang kempis. Dia menutup matanya dan menarik napas panjang, “Tuhan, jika dia tidak segera memancarkan air maninya ketika kukocok, apa yang akan saya lakukan?” tanyanya pada diri sendiri.

“Mama pikir sudah saatnya kita kembali,” kata Susan sambil duduk. Bayu segera mengikuti sehingga bekas spermanya seperti tertelan otot perutnya, yang sedikit menggigil. Susan sendiri merasakan cairan sperma di wajahnya mulai mendingin dan menetes, dia bangkit berdiri.

“Mam, aku eh… eh… aku minta maaf,” kata Bayu, dia merasa seperti orang bodoh karena tidak dapat mengendalikan dirinya dan menyemprotkan air mani di wajahnya, serta membuat bekas noda disana, pipi ibunya tampak basah, oleh air maninya, yang perlahan mengalir dan menetes dilehernya.

“Ini ambil bajumu,” kata Susan, “Hari mulai gelap.” lanjutnya. Bayu yang mulai mengenakan kemejanya menjadi ragu-ragu ketika dilihatnya pipi dan leher ibunya masih berkilau oleh bekas air maninya. “Apakah mama mau menggunakan ini?” katanya sambil mengangsurkan kemejanya kepada Susan.

“Tidak, tidak apa-apa, dan tidak akan menggunakan kemeja kamu yang berlumuran tanah.” kata Susan. Dia merasa cairan dileher, menetes ke bawah ke atas payudaranya. Meskipun aneh, tapi dia senang merasakan sensasi cairan mani di wajahnya. Karena itu dia tidak berniat menghapusnya, dulu Taufan sering menyemprotkan air mani ke wajahnya dan Susan akan membiarkannya di sana sampai kering.

Ketika mereka mulai berjalan di jalan setapak, tangan Bayu mengusap tangan Susan. Tanpa melihat ke bawah atau mengatakan sesuatu, Susan balas menggenggam tangan Bayu dan meremasnya. Bayu menghela napas lega, dia tahu ibunya ridak marah.

Mereka berjalan bergandengan tangan, kembali ke tempat mereka meninggalkan tikar mereka. Kemudian setelah mengambil tikar dan barang-barang, Mereka pulang ke rumah tanpa seorangpun yang berbicara. Baik ibu dan anak sama-sama asyik dengan sejuta fikiran dan angan di benaknya.

END