Anneke, kembang liar dari Madiun - 3

Bookmark and Share

Kegiatanku bersama Anneke sebelum dia mulai bekerja adalah seks, seks, seks dan seks. Kami benar-benar memuas-muaskan diri tanpa jeda, kecuali menyiapkan makan pagi bersama Mas Adit, nyiram pohon dan bunga di pagi hari, masak untuk makan hari itu. Anneke sendiri melakukan kontak telpon kesana-sini dalam kaitan persiapan masuk kantornya.


Untuk mengisi waktu sementara menunggu masuk kantor barunya Anneke minta aku menemani ke beberapa tempat rekreasi yang sangat dikenal oleh masyarakat di kotanya. Sesudah ke Taman Mini, Dufan dan Sea World di Ancol, dia pengin mengunjungi Pulau Bidadari di Kepulauan Seribu. Dengan se-ijin Mas Adit, pada pagi-pagi hari jam 6.30, kami telah siap di dermaga Marina Ancol untuk diantar speedboat menuju ke pulau Bidadari. Karena hari itu adalah hari kerja tidak banyak tamu yang menuju Pulau Bidadari. Saat naik ke speedboat baru ketahuan hanya ada 2 rombongan, pertama kami ber 2 orang dan yang lain adalah seorang ibu muda dengan 2 putra dan putrinya yang masih remaja. Selama di speedboat kami tidak bisa banyak bicara. Suara mesin dan gelombang yang pecah oleh speedboat kami lebih keras dari omongan kami.


Ternyata perjalanan lautnya sangat pendek. Sekitar 10 menit dari dermaga Marina Ancol kami sudah merapat di dermaga Pulau Bidadari. Dengan gaya pakaian kahs Hawai yang telah kami sandang sejak dari Marina Ancol tadi, kami turun dengan tas cangkingan berisi pakaian cadangan mengikuti petugas yang menjemput kami untuk masuk ke cottage sesuai dengan pilihan kami, sebuah bangunan beratap jerami, berdinding gedek bambu dengan beranda yang santai menghadap ke laut. Nun jauh disana nampak pulau Edam dengan mercu suarnya yang gagah menjulang.


Dengan hanya memakai BH dan lilitan kain berkembang-kembang, kami duduk diberanda bak orang-orang kaya yang sudah memiliki segalanya. Beberapa saat kemudian kami dengar suara kentongan tanda makan pagi telah siap dihidangkan. Ini merupakan paket tour lengkap meliputi sarana transportasi, akomodasi termasuk makan minum 3 kali sehari. Dan nampaknya karena hanya ada 2 rombongan kecil, mereka menyambut kami dengan sedikit lebih dari hari-hari saat banyak tamu memenuhi pulau ini. Hal itu nampak atensi mereka pada setiap tamunya. Saat seperti ini mereka berkesempatan untuk menunjukkan keramahan pelayanannya secara maksimal.


Di ruang makan yang terbuka untuk menikmati panorama dan angin laut kami jumpa lagi teman kami rombongan yang lain, si ibu muda, yang selanjutnya kami memanggil dia dengan Mbak Ambar, dengan putra-putri remajanya tadi. Dan karena memang tidak ada tamu lain, kami langsung saling akrab. Mbak Ambar, yang usianya kuperkirakan sekitar 32 tahunan, nama lengkapnya adalah Ambarwati adalah campuran China Pontianak dan ibunya orang Jawa. Saat ini sedang dia bersama anaknya datang ke Jakarta untuk menghadiri acara hajatan keluarga besarnya. Seperti halnya Anneke selama seminggu di Jakarta mereka mengisi waktu, dengan mengunjungi tempat-tempat rekreasi khususnya rekreasi kelautan yang memang merupakan kesenangan utama anak-anaknya.


Sang ibu menceritakan bahwa anak-anak remajanya itu sangat senang menaiki perahu selancar. Di Pontianak mereka telah berhasil mengumpulkan beberapa piala lomba selancar antar pelajar. Ketika mereka mendengar bahwa pulau Bidadari juga menyediakan pelayanan bagi para pecinta perahu selancar, anak-anaknya minta diajak berkunjung ke pulau ini. Dan kami memang telah melihat, petugas pulau sedang sibuk menyiapkan perahu selancar untuk anak-anak ini. Mereka akan berlatih dan bermain didampingi para pelatih yang disediakan oleh managemen pulau ini. Anak-anak itu nampak sudah tidak sabar untuk selekasnya terjun ke laut. Dan sang ibu nampak sangat bahagia melihat semangat anak-anaknya dan merasa aman karena pelayanan pulau Bidadari yang ramah, lengkap dan aman.


Aku dan Anneke sendiri lebih memperhatikan ibunya. Kami sepakat untuk berpendapat bahwa ibu muda yang saat ini memakai celana pendek dan blus katun casual yang putih bersih kecantikkannya cukup mempesona. Kulit Pontianak yang banyak dipengaruhi kulit China itu sangat nampak pada penampilan mereka. Sesudah selesai sarapan dan ngobrol sana-sini kami berpisah. Aku dan Anneke berniat mengelilingi pulau. Kami dapat petunjuk dari petugas untuk mengikuti jalan setapak kalau ingin mencapai beberapa obyek dan lokasi yang menarik di seputar pulau itu.


Sesudah agak menjauh kami saling memeluk pinggang kami dengan sesekali bibirku mendarat di bibirnya dan bibirnya mendarat di bibirku. Kami menganggap dan merasa perjalanan ini akan menjadi wisata seks dan bulan madu kami. Jalan setapak ini menuntun kami menuju sebuah benteng kuno peninggalan VOC. Tampaknya sangat artistik sekali. Kami menaiki tangga batu bata kuno hingga tiba di sebuah ruangan bulat yang sudah hancur dan terbuka. Terasa sepi di sana. Angin laut menggoyang pepohonan di sekitarnya, dari tempat itu kami melihat jauh ke utara nampak pulau Seribu di kejauhan. Anneke memepetkan aku ketembok Kompeni itu dan melumat bibirku. Aku menyambutnya dengan penuh gairah. Kami saling melumat dan bertukar lidah dan ludah. Tangan-tangan kami saling meremas dan terkadang mencubit kecil atau mencakar bagian-bagian erotis kami. Kami termanjakan oleh suasana di sekeliling kami. Sungguh sangat romantis rasanya.


Kami sedang asyik berpagutan saat suara langkah kaki lembut terdengar, dan saat kami berpaling, ternyata Mbak Ambar, ibu dari 2 remaja itu telah berada di teras benteng tua ini.


"Ehh, maaf, saya mengganggu?", dia nampak kaget.


"Eeh.. nggak, silahkan Mbak", Anneke cepat menyahut.


Aku merasa tertangkap basah. Tetapi Anneke justru tidak, dia bertanya pada ibu cantik itu dengan santai.


"Mau joint?", gila Anneke ini.


Apakah dia sudah memikirkan apa yang dia ucapkan itu? Tetapi yang lebih mengagetkanku adalah jawaban yang disertai senyuman manisnya si ibu muda itu.


"OK, kenapa tidak. Anda berdua sangat cantik dan menarik hatiku. Sejak di speedboat tadi aku sudah berniat untuk mendekati dan bisa enjoy bersama anda", sambil dia mendekat hingga Anneke bisa meraih pinggulnya dan langsung mendaratkan bibirnya di bibir Mbak Ambar, si ibu 2 putri itu.


Aku sepenuhnya mengakui Mbak Ambar ini memang cantik dan memiliki sex appeal yang tinggi. Dan lebih dari itu dia nampak sangat berpengalaman dalam berhubungan seksual dengan sesama perempuan. Pagutan Anneke disambutnya dengan panas. Dia memutar-mutar kepalanya untuk mendapatkan lumatan yang lebih dalam. Dan Anneke mengejutkan aku dengan ke-liar-annya. Tangannya langsung merogoh buah dada ibu itu dan meremasinya. Aku mulai mendengar lenguh dan desahan ibu cantik ini, yang tangannya juga menggapai pantat Anneke dan meremasinya. Aku jadi ikut terhanyut. Tetapi aku mencoba menahan diri untuk tidak melakukan intervensi.


Ketika nampak makin memanas Anneke menghentikan lumatannya dan melepas remasan di buah dadanya. Dia dorong ibu itu untuk ganti memeluk aku. Dan tak urung, aku langsung terlibat dalam nafsu birahi cinta segi 3 bersama mereka. Tangan Mbak Ambar yang langsung merogohi BH-ku dan meremasi buah dadaku membuat aku menggelinjang dalam nikmatnya birahi cinta segi 3 ini. Terus terang bermain cinta ber-3 macam ini bukan hal yang pertama kali buat aku, tetapi melakukan di alam terbuka dan disebuah pulau macam ini merupakan sensasi sendiri yang baru kali ini aku mengalami. Sangat eksaiting.


Anneke tak mampu menahan dirinya. Dilepasinya celana pendek Mbak Ambar dan diperosotkannya hingga ke ujung betisnya hingga tinggal celana dalamnya yang juga putih bersih membungkus bokong sensualnya Mbak Ambar. Anneke langsung menciumi bokong seksi itu. Hidungnya didesak-desakkannya ketepian celana dalam seakan ingin meraup seluruh aroma bokong Mbak Ambar. Mulut Mbak Ambar yang sangat wangi mendesis dan memagut bibirku dengan sangat binalnya. Dia melampiaskan kenikmatan ciuman Anneke di bokongnya dengan cara melumat dalam-dalam mulutku. Dia peluk pundak kemudian punggungku. Dan aku menerima kenikmatan itu dengan langsung mengembalikan kenikmatan pula kepada Mbak Ambar. Tanganku kiriku meraih nonoknya yang kulihat begitu menggunung sementara tangan kananku masih terus meremasi buah dada dan pentilnya. Angin laut Pulau Bidadari menjadi saksi desahan dan rintihan nikmat kami ber-3. Dan di kejauhan sana di tengah laut nampak putra-putri Mbak Ambar sedang mengadu kecepatan perahu selancarnya didampingi pelatihnya.


Ketika akhirnya Anneke melepasi celana dalam Mbak Ambar juga dan menenggelamkan wajahnya ke celah bokongnya, Mbak Ambar tak tahan lagi untuk meraih kepala Anneke, menarik rambutnya dan mendesakkan celah pantatnya agar wajah Anneke lebih dalam tenggelam ke pantatnya. Bokong dan pinggul Mbak Ambar bergoyang maju mundur dan sedikit naik turun menahan kegekian nikmatnya merasakan jilatn dan kecupan Anneke di celah bokongnya itu.


Kami para perempuan kalau dilanda nikmat birahi mulutnya tak bisa diam dengan mengeluarkan suara yang nyaring bernada tinggi. Kini di tengah bangunan tua VOC dan hutan kecil di Pulau Bidadari ini 3 suara perempuan yang ditimpa nikmat birahi saling bersahutan bak burung-burung pipit mencari sarangnya. Dan aku menyusul dilanda ketidak sabaran pula. Merasakan remasan tanganku pada jembut Mbak Ambar yang demikian rimbun melebat menutupi nonoknya yang menggunung aku menjadi sangat tergoda. Aku bergerak jongkok untuk menciuminya.


Aku langsung membenamkan wajahku ke selangkangan Mbak Ambar dan bibirku menjemput nonoknya yang tersembunyi di balik jembutnya yang tebal ini. Seketika hidungku menyergap bau nonoknya yang sangat wangi itu. Lidahku berusaha mencari kelentitnya untuk aku isap dan jilati. Aku bisa membayangkan bagaimana derita nikmat yang harus di tanggung Mbak Ambar saat di pantat belakang wajah Anneke terbenam di sana dan di selangkangannya aku terbenam di situ. Tangan kanan meremasi rambut Anneke dan tangan kirinya meremasi rambutku. Dia mendesah dengan hebatnya sambil pinggul dan pantatnya terus menggelinjang-gelinjang menahan terpaan nikmat birahinya.


Aku sudah menangkap cairan birahinya yang asin mulai meleleh keluar dari lubang vaginanya. Tanganku kini mulai melakukan eksplorasi pada lubang kemaluannya dan aku rasa tangan Anneke pun sudah sibuk untuk berusaha menembusi lubang anal Mbak Ambar. Saat jari-jariku menusuk masuk ke vaginanya yang semakin membasah kudengar suara lenguhnya yang disertai jambakkan tangannya pada rambutku yang semakin menyakitkan kulit kepalaku. Aku sogok-sogokkan jari-jariku ke lubang itu sambil lidah dan bibirku terus mengulum, menciumi dan menyedoti bibir vagina dan kelentitnya. Sementara Anneke sudah demikian asyik menjilati dan mengecupi lubang anus Mbak Ambar yang terdengar dari suara-suara kecupannya.


"Sudah, sudah, sudah, aku nggak tahan lagi, sudah, sudah..", terdengar permohonan Mbak Ambar penuh harap.


Anneke menghentikan desakan lidah di lubang duburnya dan bangkit berdiri, demikian pula aku melepaskan tusukkan dan jilatan jari dan lidahku dari nonoknya. Tenyata keinginan kami sama, aku dan Anneke langsung berpagutan, aku menciumi aroma wajah dan bibirnya yang barusan tenggelam di belahan pantat Mbak Ambar, dan Anneke berusaha menyedoti bibir dan mulutku yang sebelumnya tenggelam dalam nonok Mbak Ambar.


Rasanya kami memerlukan tempat yang lebih mungkin untuk tingkat lanjutannya yang lebih jauh menuju menuju puncak-puncak nikmat birahi. Dan Mbak Ambar sendiri saat ini masih terpecah perhatiannya pada anak-anaknya yang nampaknya sedang bergerak menepi untuk naik ke dermaga.


Bersambung...