Makan siang di Pulau Bidadari terasa sangat nikmat. Juru masak menyajikan ikan kerapu bakar dengan sambalnya yang sangat sedap, 2 buah lobster besar yang dikukus dan diberi saus tiram dengan tomat dan lada hitam, salad mangga campur udang kukus. Kulihat putra-putri Mbak Ambar sangat kelaparan sepulang berselancar tadi. Kami makan enak secukupnya. Aku sendiri tidak makan terlampau banyak, pikiranku ke sedapnya nonok Mbak Ambar tadi membuat makanku tidak begitu berselera. Sementara Anneke yang memang dasarnya gembul, senang aku makan sedikit, dia habiskan ikan bakar dan bersihkan kepala lobster yang masih sarat berdaging itu Saat dia menjilati tempurung lobster yang kemerahan oleh bumbu tomat itu aku bayangkan bagaimana sedapnya dia menjilati celah bokong Mbak Ambar tadi. Aku menelan ludahku.
Beberapa saat sesudah selesai makan aku lihat Mbak Ambar ngomong-omong dengan manager pulau dan anak buahnya. Mereka akan ke pulau Edam untuk mengambil bubu ikan yang secara rutin setiap minggu diambil hasil tangkapannya. Anak-anaknya kepingin ikut untuk snorkeling di sana. Mbak Ambar tidak kuatir dengan anak-anaknya yang sudah sangat paham tentang hal-hal yang berkaitan dengan laut. Mereka tahu apa yang boleh dan tidak boleh selama melakukan skin divingnya. Anak-anak yang juga akan didampingi kembali oleh petugas yang memang khusus melayani tamu-tamu pulau untuk snorkelling atau skin diving di sekitar Kepulauan Seribu ini. Tentu saja Mbak Ambar memerlukan kepastian menyangkut keselamatan dan keamanan anak-anaknya. Dan itu berarti dia bisa leluasa untuk bercumbu dengan aku dan Anneke tanpa harus khawatir tentang anak-anaknya.
Kini sambil menyaksikan persiapan dan menunggu keberangkatan mereka kami bertiga duduk di pasir putih di bawah pohon ketapang yang teduh. Kami benar-benar dirundung dendam birahi sejak percumbuan ber-tiga yang terhenti di benteng tua VOC tadi. Setiap kali mata-mata kami saling menatap penuh rindu dan khayal untuk selekasnya bisa saling menyentuh kembali. Kami telah memadu janji bahwa sepanjang waktu di Pulau Bidadari ini merupakan waktu-waktu cinta segi 3 kami yang tak akan terpisahkan.
Tiba-tiba kami tergiring untuk melakukan aktifitas seksual secara terbatas dalam bentuk saling berpandang mata, saling menyentuh dan saling membisikkan kata-kata cinta dalam bahasa erotis penuh nyala birahi. Orang-orang yang bercinta lewat phone sex atau chatting atau mailing, adalah orang-orang yang memiliki kreatifitas dan daya imaginasi tinggi untuk melakukan eksplorasi birahi hanya berdasarkan suara atau tulisan partnernya. Adapun yang kami lakukan kini memiliki kondisi dan sarana yang jauh lebih lengkap. Kami bisa saling memandang berdekatan, saling menyentuh halus dan saling menunjukkan ekspresi wajah dalam menyatakan ungkapan cinta kami tanpa mengundang kecurigaan orang-orang lain di sekitar kami. Dengan mengeksploitasi daya kreatifitas dan imajinasi seksual, kami langsung terhanyut dalam cinta pandangan mata, sentuhan dan ungkapan kata-kata penuh nafsu birahi. Tamparan-tamparan erotis langsung melanda perasaan kami. Derita dan siksa nikmat langsung merampas degup jantung dan nafas-nafas kami.
Begitulah yang terjadi saat Mbak Ambar menyibak rambut Anneke, meniup telinganya dan berbisik, maukah Anneke dengan tetap memakai celana dalamnya menduduki wajahnya? Kemudian bolehkah dia menghirupi aroma, mencium dan melumati celana dalmnya hingga kuyup oleh ludahnya? Anneke sesaat memandang Mbak Ambar kemudian menengok ke aku kemudian meremas tangan Mbak Ambar dan menjawab dalam bisikkan pula. Anneke akan memenuhi permintaan Mbak Ambar apabila aku bersedia melepasi celana dalamnya yang kuyup oleh ludah Mbak Ambar untuk kemudian mengisep-isep basahnya.
Hatiku yang tergetar mendengar seronok Anneke ganti bertanya dalam serak tenggorokanku, maukah Mbak Ambar membuang hajatnya di depanku dan Anneke, kemudian memberikan pantatnya kepadaku untuk kuceboki dengan lidahku. Kutambahkan pula agar Anneke terlebih dahulu meludahi lubang pantat dan bukit bokong Mbak Ambar sebelum aku mulai menjilatinya?
Mendengar suara serakku Anneke langsung cerah wajahnya, dia sangat terangsang dengan ungkapan-ungkapan erotis cinta ala hewaniah yang keluar dari mulutku. Dan kini hak Anneke untuk bicara, bahwa dia mau melakukan apa yang aku minta apabila aku bersedia mengencingi mulutnya. Dia sangat kehausan dan ingin minum langsung dari pancuran kencingku.
Mendengar ucapan Anneke aku menggelinjang, aku merasakan nonokku membasah. Aku melihat Mbak Ambar juga sangat gelisah. Dia menyambung bahwa dia akan membuang hajatnya di depanku dan Anneke asal tangan-tangan lentikku mau meremasi kotorannya dan membersihkan serpihan yang menempel di jari-jariku dengan lumatan mulutku seperti seseorang yang sehabis makan membersihkan makanan yang tertinggal di jari-jarinya. Anneke kembali menyambung bahwa dia juga ingin meremasi kotoranku kemudian mengusapi tubuhnya dengan tangannya yang penuh serpihan kotoran tersebut.
Dengan matanya yang dirasuki nyala birahi, Mbak Ambar kembali berbisik, maukah aku jadi budaknya? Dan menjadikan wajahku sebagai alas kakinya? Bersediakah aku setiap pagi menunggu Mbak Ambar melepas hajat paginya kemudian memandikan dia dengan lidahku dengan cara menjilati lehernya, ketiaknya, selangkangannya dan seterusnya hingga seluruh celah tubuhnya bersih oleh lidahku?
Ah, benar kata para ahli cinta. Apabila seseorang sedang jatuh cinta, maka apapun yang keluar dari tubuh orang yang dicintainya akan nikmat rasanya. Dan walaupun masih sebatas kata-kata tentang aroma ketiak, wanginya selangkangan, aroma pantat dan dubur, rasa kecut dari kuning pekat celana dalam atau BH yang belum dicuci, asin keringat, manis atau gurihnya ludah, pesingnya air kencing bahkan juga bau dan rasa kotoran dari orang yang dicintainya, aku langsung merinding dan bergetar saat mendengar ucapan Mbak Ambar padaku. Jantungku berdegup kencang membayangkan bagaimana aku melumati anusnya yang masih tersisa serpihan-serpihan kotoran beban paginya. Aku memandang Mbak Ambar dengan penuh nanar. Nonokku langsung membasah oleh cairan birahiku.
Demikian pula Anneke, saat mendengar bisikkan Mbak Ambar untukku dia langsung gemetar menahan gelegak nafsunya.. Aku tak tahan melihat bibirnya yang terbuka menunggu bibirku melumatinya. Dia meremas dan mencakar betisku menahan desakan birahinya sambil menyambung bisikannya.
"Mbak Marini, aku ingin kembali minum langsung dari memek Mbak, saat cairannya membanjir dari orgasme yang Mbak peroleh".
"Dan sudikah Mbak Marini kencing di depanku dan Mbak Ambar?".
"Kami ingin mencuci muka kami dan minum air kencing Mbak Marini".
Mbak Ambar yang mendengar bisikan Anneke menggigit bibirnya. Dia memandang aku dan mengerdipkan matanya yang mentatakan keinginannaya sebagaimana yang dikatakan Anneke. Bahkan dia setuju dan memperdengarkan kembali suara lembut dari bibirnya.
"Nanti Anneke dan Mbak Marini ikut saat aku buang air besar. Aku tidak akan cebok kecuali dengan lidah Mbak Marini".
"Dan aku akan meludahi dulu bokong dan lubang dubur Mbak Ambar sebelum Mbak Marini menjilatinya", sergah Anneke.
Demikianlah omongan kami yang meloncat-loncat liar dan acak-acakan tetapi sarat dengan pesan nafsu birahi yang penuh rindu dendam. Ucapan-ucapan seronok dan kotor yang keluar dari mulut-mulut mungil dan cantik kami mendongkrak libido dan membuat darah dan hati kami panas-dingin.
Perahu di dermaga nampaknya telah siap untuk bertolak, Mbak Ambar bergegas mendekat untuk melepas anaknya, aku lihat betapa bokongnya yang sintal semakin sintal dengan celana hotpants putih lembutnya. Sungguh dia menjadi bidadari di Pulau Bidadari ini. Tangan Anneke meremasi jemariku yang langsung kutarik ke mulutku, kulumati jari-jarinya, dia mendesah.
"Mbak Marini, aku ingin ngentoti pantat Mbak Ambar, aku ingin melahap pahanya, betisnya. Aku dendam banget dengan kecantikannya. Rasanya aku tak mau terpisahkan darinya".
Sementara perahu menuju ke Pulau Edam bergerak menjauh, Mbak Ambar berteriak memanggil kami,
"Ayo, kita keliling pulau lagi", kami tahu maksudnya.
Anneke bangkit dan mengangkatku berdiri. Kami mengikuti jalannya Mbak Ambar. Sesiang itu kami habiskan waktu untuk saling bercumbu di tempat-tempat sunyi sekeliling pulau sambil menikmati segarnya angin laut Kepulauan Seribu.
Dan saat aku kebelet untuk kencing dengan sepenuh nafsu Mbak Ambar dan Anneke benar-benar berebut menampung dengan tangannya kemudian meminumnya dan mencuci tubuh mereka dengan air kencingku. Demikian pula ketika Mbak Ambar kebelet kencing aku dan Anneke minum kencingnya, bahkan Mbak Ambar langsung menyiramkan pancuran kencingnya ke mulut dan tubuh kami. Cairan pekat kuning itu meresap ke BH-ku. Aku sengaja simpan dan tak pernah mencucinya hingga kini.
Waktu malamnya Mbak Ambar tidak bisa menyertai kami. Dia mesti bersama anaknya di pondoknya. Aku dan Anneke menghabiskan malam dengan penuh cumbu rayu, telanjang melepas semua baju-baju, dengan membuka semua jendela dan pintu-pintu. Alam pulau dan laut Pulau Seribu yang ramah memberikan kepuasan rindu birahi pada kami. Beberapa kali kami meraih orgasme.
Pagi harinya, saat matahari terbit memancar menghangatkan tubuh kami yang tergolek berjemur di bangku-bangku panjang di depan pondok kami Mbak Ambar datang.
"Hey, aku habis buang air dan belum kubersihkan pantatku".
Kami langsung tahu dan ingat akan janjiku yang selalu siap jadi budaknya untuk membersihkan beban paginya. Anneke langsung bangkit dan menarik tanganku mengikuti Mbak Ambar memasuki cottage kami. Dan pagi itu sesudah Anneke membuang ludahnya di seputar lubang dubur Mbak Ambar dia mengambil dildonya untuk dimainkan kedalam kemaluannya sambil mendekatkan wajahnya untuk menyaksikan bagaimana aku melaksanakan janjiku. Dan Mbak Ambar sendiri langsung menggelinjang sambil mendesah dan merintih saat lidahku menyentuh analnya.Tangan dan jari-jarinya menggosok-gosok dan mengocoki bibir dan lubang kemaluannya dengan cepat.
Aku merasakan sebuah sensasi erotik penuh nafsu hewaniah yang demikian mendesaki libidoku. Aku menjalankan tugasku dengan sangat sangat terhanyut hingga aku mendapatkan orgasmeku walaupun tak ada yang menyentuh nonokku. Aku langsung jatuh terkulai. Aku mendapatkan kepuasan tak terperi dari apa yang diberikan Mbak Ambar padaku. Masih sempat kudengar desahan dan rintihan histeris dari bibir-bibir cantik Mbak Ambar dan Anneke yang disertai tangan dan jari-jari mereka yang bergerak-gerak cepat menggosok dan menusuki kemaluannya. Mereka sedang diburu nafsu birahinya yang sekaligus mengejar orgasmenya. Dan beberapa detik kemudian Mbak Ambar dan Anneke menyusul rubuh terkulai di sampingku. Itulah sarapan pertama kami sebelum kentongan restauran pulau memanggil untuk sarapan bersama. Dan itu pulalah kesempatan pertamaku yang kulakukan dengan penuh terpaan sensasi erotikku. Aku benar-benar merasakan betapa cintaku pada Mbak Ambar tak bisa kuungkapkan dalam kata-kata lagi. Dan dengan cintaku yang menggebu itu apapun yang keluar dari tubuh Mbak Ambar terasa sedap bagiku.
Pagi itu sesudah selesai sarapan pagi bersama di restoran yang ramah itu kami bersiap untuk kembali ke Jakarta. Kami tak sempat bercumbu lagi dengan Mbak Ambarwati, tetapi pertemuan dengannya memberikan aku khasanah baru, apapun yang keluar dari dia, merupakan kenikmatan erotis yang tak pernah kulupakan.
Sepanjang pelayaran pulang menuju Jakarta kami menyaksikan kebahagiaan keluarga manis-manis itu. Mbak Ambarwati, ibu muda yang cantik penuh pesona bersama putra-putrinya yang jago layar dan snorkelling telah mendapatkan kesenangan dan kegembiraannya.
Sementara itu Anneke dan aku berbahagia karena pengalaman baru yang kami dapatkan dari Pulau Bidadari selalu menyertai saat saling melepas rindu birahi. Hal-hal yang kami alami bersama Mbak Ambar di pulau itu kami lakukan kembali saat kami tenggelam dalam cumbu. Dan Anneke kembang liar dari Madiun itu kian nampak matang dan dewasa. Dia bukan lagi sekedar seorang mayoret yang mempesona atau anak Paskibraka yang sensual, tetapi Anneke telah siap menjadi seorang perempuan eksekutif di kantornya yang baru di Jakarta.
Besok dia sudah mulai masuk kerja. Dia kini berkonsentrasi penuh untuk memulai karirnya sebagai seorang professional yang menuntutnya untuk selalu enerjik, penuh kreatifitas dan imajinasi.
TAMAT