Aan mencoba sebisanya untuk membuatku semakin terangsang. Kata-katanya memang berhasil menaikkan dorongan orgasmeku karena saya langsung ngecret pada waktu itu juga.
"Oohh!!"
Ccrrott!! Ccrroott!! Ccrroott!! Spermaku menyembur-nyembur dan membuat lantai kamar mandiku belepotan. Tubuhku mengejang-ngejang saat orgasme menguasaiku. Aan langsung memelukku dan mencaplok mulutku dengan mulutnya. Berorgasme sambil berciuman terasa jauh lebih merangsang.
"Mmpphh!! Mmpphh!! Mmpphh!!" erangku, tertahan di dalam mulut Aan. Pelukan Aan mengendor saat orgasmeku selesai.
"Aahh.."
Badanku langsung melemas. Lalu saya ingat bahwa Aan belum ngecret. Namun Aan tak mau dengan alasan bahwa dia kegerahan. Saya tentunya tak dapat memaksanya walaupun sebenarnya saya ingin sekali melihat Aan terpuaskan. Setelah saya membersihkan diri, saya dibawa Aan kembali ke ranjangku. Di sana, kami hanya tidur-tiduran sambil berpelukan. Tubuh kami masih telanjang bulat; lebih enak rasanya.
Aan memelukku dan menunjukkan betapa dia sangat menyayangiku. Saya hampir menangis terharu saat dia menyandarkan kepalaku di atas dadanya. Ini adalah pengalamanku yang pertama bermesra-mesraan secara romantis di atas ranjang dengan seorang pria. Kudengar detak jantungnya, berirama tetap dan menghanyutkan. Dengan lembut, Aan membelai-belai rambutku. Kubalas dengan memeluknya. Saat itu sungguh sangat indah. Jika saja waktu dapat kuhentikan pada saat itu, sebab saya ingin berada dalam pelukannya selamanya.
Saya tersadar bahwa saya rupanya sedang memeluk diriku sendiri. Tiba-tiba saya merasa sangat bodoh. Kupandang jam di sudut monitorku, menunjukkan hampir jam 11 malam. Saya jadi bertanya-tanya: apa yang sedang Aan lakukan pada saat itu? Apakah dia juga sedang memikirkanku?
Akhirnya saya melanjutkan membaca emailku.
Selama kita saling mengenal, kita sudah sering 'kencan' di mall. Kamu selalu penuh kasih dan perhatian dan saya sangat berterima kasih. Kamu selalu bersikap layaknya seorang pria sejati. Saat makan, kamu selalu mentraktirku dan saya juga tak pernah mengeluhkan makanan yang kamu belikan untukku. Sat saya butuh pelukan hangat, kamu slelau siap memelukku dan menciumiku. Sungguh, susah rasanya menemukan pria lain sebaik dirimu, Aan.
Aan, kasihku, masih ingat saat kita berdua berkencan di Mall Taman Anggrek? Saat itu, kukatakan padamu bahwa saya tak mau terikat denganmu. Dan ternyata, kamu pun menginginkan hal yang sama. Saya bersumpah bahwa saya telah berusaha sekuatku untuk berhenti mencintaimu, tapi saya tidak bisa. Cinta tak dapat dibohongi. Aan, saya tak mau kehilanganmu. Kenapa kita harus bertemu jika hanya untuk segera berpisah?
Dan kenapa saya harus jatuh cinta padamu? Saya terus-menerus menanyakan hal itu pada diriku, namun tak pernah mendapatkan jawaban. Semenjak bertemu denganmu, saya telah belajar banyak hal tentang cinta. Aan sayang, apa yang harus kulakukan agar kamu sudi membalas cintaku? Apa yang harus kulakukan agar kamu mau tetap di sisiku selamanya, mencintaiku sebagai seorang kekasih? Katakan padaku..
Sebuah lagu romantis milik pianis tampan Jim Brickman mengalun dari speaker komputerku, dimainkan secara otomatis oleh program Winamp-ku. Saya sempat tertegun sejenak sebab lagu itu sangat mengingatkanku pada Aan. Aan lahir tepat pada hari Valentine's Day, dan judul lagu itu adalah Valentine. Jadi, Aan adalah Valentine-ku yang tercinta. Martina Mcbride menyanyikannya dengan penuh perasaan, menghanyutkanku dalam lamunanku. Air mataku yang tadi sudah hampir mengering, kini kembali mengalir. Setiap kata dalam lirik lagu itu terasa begitu menyentuh; benar-benar merupakan ungkapan perasaanku pada Aan..
All of my life I have been waiting for (Seumur hidupku, saya telah menantikan) All you give to me (Semua yang kau berikan untukku) You've opened my eyes (Kau telah membuka mataku) And shown me how to love unselfishly (Dan menunjukkan cara mencintai dengan tulus) I've dreamed of this a thousand times before (Kuimpikan hal ini ribuan kali) But in my dreams I couldn't love you more (Tapi di dalam mimpiku, saya tak dapat mencintaimu lebih) I will give you my heart until the end of time (Akan kuberikan hatiku sampai akhir waktu) You're all I need, my love, my Valentine.. (Kau yang kubutuhkan, cintaku, Valentine-ku).
Kubayangkan dalam benakku alangkah indahnya jika Aan dan saya tinggal bersama sebagai pasangan. Setiap saat, saya akan dapat bersamanya: menghiburnya saat dia sedih, menyemangatinya saat dia putus asa, melayani semua kebutuhannya termasuk seks, dan juga mencintainya seumur hidupku. Saya tak mengharapkan kehidupan mewah bersamanya. Yang kuinginkan hanyalah dia. Hanya Aan seorang..
Sebuah ilusi indah muncul dalam benakku. Dapat kulihat masa depanku bersama Aan-ku yang tersayang. Kubayangkan bahwa dalam lima tahun mendatang, kami berdua telah hidup bersama dalam sebuah rumah sederhana yang indah. Aan sering pulang sore dari kerja sementara saya mengurus rumah sambil mengerjakan pekerjaan terjemahan sebagai pekerjaan sampinganku. Kehidupan kami bergulir dengan damai. Meskipun demikian, kami tidak memamerkan gaya hidup homoseksual kami.
Kepada para tetangga, kami mengaku sebagai rekan kerja. Memang sulit untuk hidup seperti itu, tapi dengan Aan apapun dapat kuhadapi dengan tabah! Tak ada yang kutakutkan selama Aan besertaku. Suatu sore Aan pulang dengan wajah capek. Ketampanannya masih nampak meskipun agak ditenggelamkan oleh kepenatan. Membanting tubuhnya ke atas sofa di ruang tamu, Aan buru-buru melonggarkan dasinya. Saya bergegas melayaninya dengan membawakan segelas air dingin.
"Makasih, honey," jawabnya sambil menegak habis air itu.
Sebagai partner hidup yang baik, saya beralih ke belakang sofa dan memberikan pijat gratis pada Aan. Pundaknya pasti pegal setelah bekerja seharian. Tapi Aan memegang tanganku sambil menoleh ke arahku. Mukanya jelas nampak letih, namun sebuah senyum tetap mengembang.
"Sayang, kamu ingat hari apa ini?"
"Hari apa?" ulangku, tak mengerti.
Bagiku, melakukan pekerjaan rumah seharian membuatku lupa akan hari dan tanggal. Saya sama sekali tak bisa mengingat tanggal jika tidak melihat kalender. Pertanyan Aan membuatku curiga, takut kalau saya telah melupakan hari penting. Tapi hari apa yang kulupa? Aan tidak menjawab pertanyaanku. Dia bangkit berdiri dan langsung memelukku. Memang, tiap pulang kerja, Aan pasti bermesra-mesraan dulu bersamaku. Tapi, kali ini, Aan lebih mesra dan bernafsu dari biasanya.
"Happy anniversary, darling," bisiknya sambil mencium bibirku.
Saya langsung tersadar. Bagaimana mungkin saya lupa akan hari sepenting itu? Hari itu tepat lima tahun Aan dan saya bertemu. Tanggal 4 Juli. Kami sengaja memakai hari itu sebagai hari jadi kami, berhubung kami tidak mempunyai tanggal pernikahan. Waktu memang cepat berlalu.
Lima tahun setelah hari itu, Aan dan saya telah bertambah umur: saya 29 tahun dan Aan 35 tahun. Sebagai pasangan gay, lima tahun termasuk jangka waktu yang lumayan sebab banyak pasangan gay berpisah karena dorongan untuk hidup secara heteroseksual, ataupun karena masalah selingkuh. Rasa bosan tak pernah ada dalam hubungan kami sebab cinta takkan membosankan.
Ciuman Aan di bibirku terasa menggelora dengan cinta dan nafsu. Lima tahun sudah kulalui bersamanya. Aan adalah 'suami'ku dan kami berdua sangat bahagia. Kubuka mataku dan kulihat wajah Aan begitu penuh dengan cinta. Hatiku sungguh bahagia dan terharu.
"Oh, Aan.. I love you."
Hanya itu yang dapat kukatakan karena saya kemudian tenggelam dalam lautan cinta dan hasrat.
"Kita ke hotel yuk," usul Aan tiba-tiba.
Mulanya saya menolak karena hal itu merupakan suatu pemborosan yang tak perlu, tapi Aan tetap mendesak.
"Ayolah, sekali ini saja. Kita 'kan butuh perubahan. Siapa tahu malah nanti kamu makin terangsang dan ketagihan ML di hotel," goda Aan.
Memang tak mudah mengajakku tapi setelah Aan meyakinkanku berulang-ulang, saya menyerah. Maka kami pun berangkat ke hotel dengan mobil kami; Aan yang menyetir.
Sesampainya di sana, kami berlaku seperti sepasang teman baik. Kami tak mau menarik perhatian. Saya agak heran saat Aan langsung berjalan masuk tanpa melewati bagian resepsionis. Aan hanya tersenyum nakal padaku sambil menunjukkan kartu pembuka pintu kamar padaku. Rupanya Aan sudah terlebih dahulu memesan kamar tanpa sepengetahuanku. Dalam pikiranku, saya bertanya-tanya apa yang sedang Aan lakukan.
"Tutup matamu, honey," bisiknya saat kami sudah berdiri di depan pintu kamar kami.
Saya menurut saja karena ingin secepatnya tahu apa yang terjadi. Kudengar suara pintu terbuka dan Aan membimbingku masuk, mataku masih tertutup. Aroma bunga mawar begitu menusuk hidungku, saya makin penasaran.
"Sekarang buka matamu, sayang."
Saat mataku terbuka, sebuah pemandangan indah terpampang di hadapanku. Aan menyiapkan ranjang mawar untukku; ranjang hotel itu tertutup kelopak-kelopak mawar. Pantas saja aroma mawar sangat tajam saat saya melangkah masuk.
Bersambung...