Ahhh ramahnya Jakarta - 1

Bookmark and Share

Untuk menghabiskan anggaran tahunan, perusahaan kami berniat membeli beberapa peralatan kantor berupa komputer dan beberapa perlengkapan lainnya. Aku diperintahkan untuk melakukan survey ke Jakarta, untuk melihat-lihat spesifikasi macam apa dan berapa harga yang layak dikeluarkan oleh perusahaan nantinya. Sekalian menikmati lIburan akhir pekan, aku berangkat hari Jumat siang dari stasiun Tawang, Semarang dengan kereta Argo Muria menuju Gambir, Jakarta. Ah nikmatnya kereta ini. Sepanjang 6 jam perjalanan aku habiskan waktu untuk membaca, makan atau tiduran sambil sesekali melihat orang tampan atau cantik yang bisa kubawa dalam mimpi-mimpiku.


Sampai di Gambir jam 8 malam. Terus terang, walaupun sudah cukup sering aku ke Jakarta, aku masih tidak begitu hafal arah kemana untuk mau ke mana. Sebaiknya aku ambil saja taksi. Aku ingin hotel yang tak terlalu jauh dari Gambir, sehingga saat pulang nanti aku nggak perlu buru-buru. Dari teman di kantor aku disarankan tidur saja di Hotel Aston di kawasan Atrium Senen.


Untuk gampangnya aku naik saja salah satu taksi yang mangkal di situ. Aku taruh tas cangkinganku di jok belakang dan aku duduk di samping sopir. Aku pengin menikmati pemandangan Jakarta di waktu malam. Begitu keluar pintu Gambir, duh.., kemacetan lalu lintas nampaknya telah membayangi taksiku ini.


"Kemana Oom?", tanya sang sopir.


"Ke Senen, ke Hotel Aston. Tahu kan?".


Kami berjalan merembet seperti siput menuju ke arah lapangan Banteng. Aku agak kesal juga. Rasanya buang waktu banget. Supaya agak relaks aku tarik mundur dan telentangkan jokku. Ah, nyamaann..


Lhoo.. Aku baru menyadari. Ternyata sopir taksi ini keren banget. Tangannya yang meraih stir itu.., woo, bulunya lebat juga.. Rasa-rasanya dia anak dari Ambon atau Flores. Wajahnya sangat tampan dengan rambutnya yang terurai lepas. Ah, sopir kok kerennya seperi Bon Jovi, sih. Aku jadinya pengin ngisengin juga nih. Kulemparkan banyak pertanyaan.


Mas, suka nganterin penumpang cewek-cewek nggak?! Kemana mereka? Ada nggak yang bisa dikenalin saya?, dan berbagai pertanyaan lainnya untuk menggiring ke arah keinginanku sendiri.


Dalam posisi duduk telentang tanganku mulai beraksi mengelusi tonjolan celanaku yang mulai merasa gatal dan sesak karena ngaceng melihat tangan berbulunya itu. Aku terus berbicara agak nyerempet-nyerempet ke arah-syahwat dan erotisme. Lama kelamaan sepertinya pembicaraan sepanjang kemacetan ini mempengaruhi Mas sopir juga.


"Berapa lama lagi nyampai ke hotel, Mas?", aku tanya.


Dia jawab se-enaknya, "Tenang saja, Oom. Biar 2 jam lagi juga biarin aja. Aman, kok. Lagian cerita lagi aja, Oom. Asyik ceritanya tadi"


Woo, benar khan?! Dia sudah terpengaruh bicara-bicaraku. Kembali aku mengelusi gundukkan celanaku. Wehh.. Weeh.. Ternyata Mas sopir Flores ini dengan sedikit melotot memperhatikan tanganku. Dan sesaat kami bertumbuk pandang. Aku sedikit kaget mengangkat alisku. Dia..? Ah.. Ternyata menjawab dengan alisnya pula. Haa.. Itu khan kode cinta sejenis. Kami ternyata sama-sama senang teman sejenis. Dan, langsung tangannya merabai pahaku, bahkan ikut mengelusi gundukkan celanaku,


"Ngaceng, ya, Oom?!", nampak mencari kepastian.


"Hheechh..", aku menggumam, " Dimana bisa..?", aku berbisik dalam desahan.


"Di kamar Oom saja, sebentar lagi nyampe di Hotel Aston, kok. Tuuh, sudah nampak pucuknya", ia menunujukkan puncak atap Hotel Aston.


Kemudian tangannya tak lagi sungkan meremasi penisku dari gundukkan celanaku. Aku sendiri makin kepingin untuk lekas menciumi tangan-tangan berbulu itu. Aku coba rogoh juga kemaluannya. Agak susah karena ada batang kemudi. Lho, lho. Lho.. Mas sopir ini kok malah membuka kancing celanaku. Rupanya sudah nggak sabar juga,


"Masih macet, Oom. Lihat ini dulu ya..", sambil merogoh penisku.


Dari celana dalamku, di rogoh dan tariklah penisku yang memang sejak tadi sudah ngaceng terus," Wwwuu.. Gede banget Oom.. Asyik banget..".


Loh, taksinya malahan dia bawa ke pinggir. Kapan sampainya ke hotel, nih. Lampu sen kirinya, diip.. Diip.. Diip..,


"Percuma buru-buru Oom".


Kok, jadi dia yang ngatur. Tetapi jelas aku nggak nolak. Rupanya dia kebelet banget setelah melihat penisku.


"Wuuhh.. Gedenya.. Dari mana sih, Oom. Orang mana? Oohh, Semarang. Biasanya orang Jawa sabar banget, loh".


Begitu mobil menepi dia langsung membungkuk dan mulutnya nyosor ke penisku yang memang telah menunggu-nunggu kesempatan macam ini. Ah, ramahnya Jakarta..


Dan tangannya yang berbulu itu menggeser-geser pada perutku. Aku jadi terangsang banget. Heran juga, dalam kesIbukkan Jakarta yang demikian tinggi, orang-orangnya bisa memanfaatkan kesempatan dalam kesempitan. Sosok tampan ini rupanya berpengalaman membaca penumpangnya.


Heech.. Heechh.. Heecchh. Terdengar dengus memburu. Dia mengangguk-angguk mengisapi dan menjilati penisku. Duh.. Bukan main nikmatnya. Sambil menyaksikan kepadatan Jakarta dan tanpa khawatir dilihat orang dalam keremangan lampu jalan ini. Ah, syahwatku terdongkrak. Reflek tanganku merogoh arah bokongnya yang nungging itu. Kucari lubang pantatnya yang penuh bulu itu. Kuelusi dengan jari-jariku sesaat untuk kemudian jari-jari tengahku menembusi duburnya. Hangat dan licin. Dia kembali mendengus. Pasti ke-enakan. Sesaat kutarik. Hidungku pengin mengendusnya. Ah.. Ngalahin 'clinique happy' for men dari Paris. Hidungku mengembang untuk menghirup sebanyak-banyaknya. Kemudian aku mengulum jari tengahku itu. Ooohh.. Ampuunn.. Nikmat bangett.


Deerrtt.., ah HP-ku. Kuraih dari kalungnya, pencet tombol dan..,


"Sudah nyampe..? Jangan main cewek ya.. Selamat. Aku tunggu kabar. OK?".


Rupanya boss perlu cek anak buahnya. Sopir taksiku tak acuh.


Terus saja dia menikmati jilatan dan kuluman bibir dan lidahnya pada batang penisku. Kurasakan dia mengisep-isep kepalanya. Dia menyedoti 'precum' yang terus membanjir.


Dan kini saatnya muncrat.. Crot.. Crott.. Crott.. Duh enak banget. Dan, ohh. Rakus banget nih sopir. Dengan kesetanan berusaha menangkap seluruh cairan air maniku. Dia telan seluruhnya. Yang tercecer dia jilati.


"Oooaahh.. Enak banget pejuh Oom. Trim's ya..".


Dia bangun dan kembali memegang stir taksinya. Dia mau bergerak lagi. Terserah. Aku sendiri sementara reda. Syahwatku lumayan sudah tersalur.


"Ini bagaimana?", aku kini yang meraba-raba penisnya di balik celananya.


"Iyyaa.., aku pengin Oom nanti jilati di hotel ya..?!".


Aku menikmati banget awal masuk Jakarta sekarang ini. Sebentar lagi aku akan merasai nikmatnya lelaki tampan Flores ini. Akhirnya sampailah di Aston. Taksinya langsung masuk ke basement untuk parker. Kami telah sepakat untuk tidur sama-sama malam pertama di Jakarta ini. Tidak semalaman sih, dia mesti balik ke pool selambat-lambatnya jam 2 pagi nanti. Masih banyak waktu.


Sesudah masuk kamar, aku ajak dia makan. Di depan Aston ada warung Padang yang nampaknya lezat makanannya. Kami makan kenyang. Dia terus menatap aku. Dia bilang aku jantan banget. Aku juga balik bilang dia tampan. Aku bilang mau minum kencingnya. Atau nyebokin kalau dia mau berak nanti. Dia nggak percaya omonganku. Aku suka sekali, kataku. Urine itu sehat, lho. Baca tuh, Buku 'Terapi Urine', karangan dokter yang doctor. Cari di Gunung Agung atau Gramedia. Banyak orang menggunakan metode minum air kencing untuk kesehatan. Aku nggak terusin. Rasanya dia juga tahu.


Kami balik ke hotel. Begitu klek.. Aku kunci pintuku. Kami langsung berpagutan. Duh, rambut-rambut pendek di sekujur dagu dan lehernya menggelitik bibirku. Aku nafsu banget. Tanganku langsung melepasi ikat pinggangnya, kemudian busananya. Ah, tampan banget sopir ini. Oh, ya, namanya Ramin. Osna Ramin, lengkapnya. Aneh ya namanya?!


Kugigiti dadanya, dia melenguh penuh nikmat. Kudorong ke tempat tidur. Aku merangkaki sambil melepasi pagutan demi pagutan di sekujur tubuhnya. Aku akan buat dia panas dingin. Bibir dan lidahku belum akan mengolah wilayah kemaluannya. Sengaja celana dalam (CD)-nya yang nampaknya sudah dekil itu belum aku renggut dari tempatnya. Lidahku ingin menjelajahi punggungnya, bokongnya, lubang pantatnya. Aku sangat pengin menciumi lubang duburnya yang pernah kutangkap aromanya tadi saat macet di jalanan. Dia menyerah saja apa yang kumaui. Kubolak balik tubuh indahnya. Semua celah-celah yang menebar aroma kujelajahi dengan lidah, bibir dan hidungku. Aku sendiri kembali ngaceng berat.


Kini dalam tengkurap, kuangkat bokongnya. Dia yang tahu maksudku langsung nungging. Bokongnya yang masih terbungkus CD-nya langsung menantang mukaku. Pelan aku melepaskan jilatan pada tepi-tepi CD-nya. Sesekali hidungku nyungsep ke celah bokong tampan itu untuk menyergap aromanya. Hati-hati tanganku mulai menguak dan melorotkan CD-nya yang kumal itu sambil diikuti rambatan lidah, bibir dan hidungku. Uhh, lubang analnya yang dikitari lebat bulu-bulunya sungguh sangat menawan. Berkerutan menuju pusat lubang. Warnanya memerah. Dan sehat banget. Maksudku masih kenceng. Jarang disodomi. Aku langsung cium dan jilati dubur itu. Dia merintih sambil tangan kanannya berusaha meraih rambutku untuk diremasinya.


Pada puncaknya dia terbakar. Bangun dan mendorong kemudian ganti memaksa aku untuk nungging. Kupikir dia akan melakukan seperti yang aku lakukan. Ternyata dia langsung menembak pantatku. Penisnya yang gede membuat pantatku terasa pedih dan panas. Tetapi aku sangat puas. Dia muncratkan spermanya di dalam anusku.


Malam itu kami lewati dengan kembali memuntahkan spermaku ke mulutnya. Dan menjelang dia pulang ke pool dia kencingi mulutku. Dia janji akan balik lagi. Bull shit. Aku terbiasa di bohongi gay.


Aku simpan sebagian air kencingnya dalam gelas hotel. Baunya uuihh.. Sangat keras. Besoknya aku minum sambil onani. Sesudah makan pagi aku meluncur ke Dusit, Mangga Dua. Semua yang kucari, kudapatkan. Bahkan ada bonus untukku. Pedagang itu, China yang tambun. Sekitar 40 tahun. Dia mengedipkan matanya.


Aku tahu maksudnya. Akhirnya kami makan siang bersama di lantai bawah. Dia bilang tertarik padaku begitu melihat saat aku memasuki tokonya. Dia suka tampang Jawa macam aku. Bibir tebal dan kulit coklat. Dia tawarkan untuk mengantar aku ke hotel. Ah.. Ramahnya Jakarta..


Kami bergelut hingga senja. Penisnya nggak disunat. Saat di buka kelopaknya, nampak kejunya nempel pada sekeliling leher kepala penisnya. Aku suka banget. Jarang aku ketemu penis macam ini. Sebelum pulang dia juga kencingi mulutku macam sopir itu. Dan ini memang kesukaanku. Aku juga tampung ke gelas hotel. Ah.. Si China tambun.. Enak juga penismu..


Sesungguhnya aku pengin santai sama dia sampai malam. Aku tawarkan tidur saja di kamarku. Dia nggak bisa karena ditunggu istrinya. Aku maklum.


Malam itu aku iseng melihat-lihat etalase di Mall Atrium yang lokasinya tepat di samping hotel. Aku naik ke Gunung Agung. Bergaya lihat-lihat buku aku cuci mata. Aku dengar tempat ini ramai gay-nya. Muda, tua, SMU, hitam, bule dan lain-lainnya. Aku pikir benar. Nampaknya banyak pria yang luntang-lantung cari mangsa. Aku nggak selalu merespon mereka.


"Hati-hati di Atrium", begitu wanti-wanti teman priaku di Semarang.


"Mereka suka jebak kita untuk uang".


Capai nonton buku aku kebelet kencing. Duh, sesak benar toilet di sini. Orang-orang kencing berjejer. Saat itu ada orang, ah, anak SMU kayaknya. Dia tanpa sungkan ngelongok aku kencing. Ah, rupanya di sini mereka ber-operasi.


"Gede banget, Oom", dia buka bicara. "Kamu juga," jawabku sakenanya.


Saat keluar dia barengi aku. Kami ngobrol. Anak ini nampaknya agresif banget dan kalau ngomong ceplas-ceplos saja.


Dia ngajak aku naik ke lantai parkir di atas gedung. Kuikuti. Aku pengin tahu. Di atas lampu kuning temaram seperti terang bulan. Nampak logo dan neon sign hotel Aston di arah samping. Dia mengajak aku ke pojok dinding di bawah papan reklame besar. Dia bilang nggak minta uang. Bahkan mengajak makan sesudah dia dapatkan apa yang diinginkannya. Dia ingin aku nembak pantatnya, kemudian kalau sudah mau keluar air maniku dia ingin meminumnya. Supaya aku ngaceng dia urut-urut penisku kemudian di ciuminya. Aku terangsang. Dia hanya menurunkan sedikit celananya. Dia bilang kalau ada Satpam bisa cepat bangun tanpa ketahuan kalau lagi 'bercinta'. Hari ini aku sudah mengeluarkan spermaku 4 kali. Jadinya lama banget untuk bisa keluar lagi. Aku tawari bagaimana kalau ke kamarku saja. Aku bilang bahwa aku pendatang yang tinggal di hotel Aston itu. Ah.. Dia mau. Aku nggak takut. Tampangnya benar-benar anak SMU yang masih lugu.


Bersambung...