Kasus dua pemerkosa - 1

Bookmark and Share
"Mau apa kalian!"
"Saya rasa.. non sendiri juga sudah mengerti.."
"Jangan mendekat! Kalau kalian berani macam-macam, saya akan menjerit!"
"He.. he.. percuma saja non, jerit saja sepuas-puasnya, gubuk tua ini terletak beberapa puluh kilometer dari pemukiman penduduk yang terdekat."
"aa! TOLONG!" Jerit wanita itu sambil berusaha menghindari cengkraman tangan Rico.
"He.. he.. mau lari kemana non." Tawa Rico sambil berjalan mendekati Lisa dengan perlahan-lahan.

"Ayolah Rico, penis gua udah tidak tahan lagi. Hentikan permainan kejar-kejarannya." Kata Tono yang sedang berjaga-jaga di pintu masuk, supaya Lisa tidak melarikan diri.
"He.. he.. baiklah kalau begitu, ayo kita kepung dia." Kata Rico.
"Tidak! Jangan mendekat!" Lisa terlihat sangat ketakutan, keringat dingin mulai mengalir membasahi keningnya.

Lisa sedang mengenakan kemeja berwarna putih, rok mini yang hanya sebatas paha, dan sepatu hak tinggi.
Tidak lama kemudian, Lisa akhirnya terkepung di sudut ruangan. Kakinya gemetaran. Rico lalu mengelus-elus dagu Lisa sambil berkata. "Wajahmu sungguh cantik neng, halus lagi."

Sementara itu, tono mengamat-amati tubuh Lisa dan berkata. "Dadamu besar juga neng, pahamu juga mulus."
"Tolong bang.. jangan bang.." Wajah Lisa terlihat memelas.
"Tenang saja non, kalau kamu bersikap manis, kami juga akan bersikap manis." Kata Rico sambil tersenyum bengis.
"Hei Rico, kali ini saya duluan dong, masa setiap kali saya kebagian sisanya." Kata Tono dengan nada kesal.
Rico melihat-lihat tubuh Lisa yang molek itu sejenak, kemudian dia berkata. "Baiklah, tapi jangan lama-lama ya."
Rico lalu merebahkan tubuhnya pada sebuah sofa yang sudah usang.

Kedua tangan Tono lalu memegangi pundak Lisa dan bibirnya mulai menciumi leher Lisa.
"ahh.. jangan bang.. tolong bang.. ja.. aa!" Perkataan Lisa terputus karena Tono tiba-tiba menusukkan jari tangan kirinya ke vagina Lisa.
"aahh.. Sakit bang!" Air mata mulai mengalir turun dari kedua mata Lisa, namun Tono tidak peduli, dia malah semakin bernafsu memperkosa Lisa.

Tono mulai menciumi bagian atas dada Lisa yang tidak tertutupi bajunya, sementara tangan kirinya sibuk mengelus-elus vagina Lisa yang masih terbalut oleh celana dalam.

Beberapa saat kemudian, Tono lalu bermaksud untuk melepaskan kancing baju Lisa, namun Lisa secara refleks segera menangkap kedua tangan Tono sambil berkata dengan nada memohon. "Jangan bang.. tolong bang, jangan.."

"Ayolah, jangan malu-malu neng." Tawa Tono sambil menurunkan kedua tangan Lisa dengan paksa.
Lisa tidak punya pilihan lain, dia hanya pasrah pada nasibnya.

Melihat Lisa tidak memberikan perlawanan lagi, Tono lalu melepaskan kancing kemeja Lisa satu persatu. Saat semua kancing bajunya sudah terlepas, terlihatlah buah dada yang berukuran cukup besar itu beserta BH berwarna hitam yang sedikit tembus pandang.

Melihat hal itu, gairah Tono langsung meningkat. Dia pun mulai menjilati dan meremas-remas dada Lisa yang masih terbalut BH berwarna hitam itu, sehingga Lisa sesekali bergidik dan mengerang.

Tidak lama kemudian, Tono lalu mengangkat rok mini Lisa ke atas hingga sebatas pinggang, dan terlihatlah celana dalam Lisa yang juga berwarna hitam. Sementara mulut Tono menciumi dan menjilati dada Lisa, tangan kirinya sibuk meraba-raba paha Lisa, dan tangan kanannya meremas-remas pantat Lisa yang montok itu.

Setelah puas meraba dan menjilati dada Lisa, Tono sekarang bermaksud untuk mengentoti Lisa. Dia lalu merobek BH dan celana dalam Lisa dengan paksa, sehingga Lisa menjerit kesakitan. Tono lalu melepaskan celana panjang serta celana dalamnya, dan terlihatlah penis yang sudah sangat menegang itu sedang bersiap-siap untuk menyerang.

Melihat hal ini, Lisa sangat terkejut. Dia segera mendorong tubuh Tono dan segera berlari menuju pintu gubuk tua itu, walaupun dia sedang tidak mengenakan BH dan celana dalam, dia tidak peduli lagi. Namun, baru saja Lisa melangkah keluar dari gubuk tua itu, rambut panjangnya dijambak oleh Rico, dan segera ditariknya Lisa kembali ke dalam gubuk itu dengan paksa.

Rico lalu menempeleng pipi Lisa dan menghempaskan tubuhnya ke atas sofa usang. Tono yang sempat terkejut karena mengira Lisa akan melarikan diri itu sekarang sudah berdiri di hadapan Lisa. Tono lalu mengacungkan sebuah belati tajam ke leher Lisa dan berkata. "Kalau kamu berani macam-macam lagi. Akan kuiris-iris wajahmu yang cantik itu."

Mendengar ancaman Tono, Lisa menjadi semakin ketakutan, dan setelah Tono yakin bahwa Lisa tidak akan melarikan diri lagi, dia pun mulai mengelus-eluskan penisnya pada vagina Lisa dan bersiap-siap untuk mengentoti Lisa. Namun kali ini Lisa tidak memberikan perlawanan apa-apa lagi. Dia hanya tidur terlentang di atas sofa usang itu sambil memejamkan matanya rapat-rapat karena dia tidak tahan melihat keperawanannya direbut oleh seorang bajingan.

Beberapa detik kemudian, keheningan gubuk itu pun dipecahkan oleh suara jeritan Lisa.

Tiga hari kemudian, di sebuah kantor kepolisian yang terletak di Sumatera Barat

"Keparat!" Bentak Ronny sambil meninju meja yang terletak di hadapannya dengan keras. "Ini sudah kasus yang ke delapan. Apakah tidak ada jejak kedua orang itu sama sekali?"
"Lapor pak! Tim penyelidik telah memeriksa gubuk tua itu dengan seksama, namun tidak diketahui kemana larinya dua orang itu. Di tempat kejadian juga tidak ada barang bukti yang ditinggalkan si pelaku, kecuali gadis bernama Lisa yang telah diperkosa mereka berdua itu."

Pada saat yang bersamaan, seorang polisi lain memasuki ruangan Ronny dengan tergesa-gesa.
"Ada apa Frans?" Tanya Ronny.
"Motel Cahaya Malam.. mereka ada disana.." Kata Frans dengan nafas tersenggal-senggal.
"Tenangkan dirimu dulu. Saya tidak mengerti apa yang sedang kamu bicarakan." Kata Ronny.
"Tiga jam yang lalu, ada seorang saksi melihat dua pemerkosa yang sedang kita cari itu berjalan keluar dari Motel Cahaya Malam." Kata Frans.
"Benarkah itu?" Kata Ronny sambil bangkit berdiri dari kursinya. "Kalau begitu kita harus segera menuju ke motel tersebut dan menanyakan masalah ini kepada si pemilik motel."

Sementara itu, di ruangan pribadinya, Iwan, sang pemilik motel Cahaya Malam sedang duduk di kursi empuknya sambil merokok. Dia melihat jam tangannya sejenak, kemudian dia berdiri dari kursinya dan membetulkan posisi video kamera mini yang terletak di rak bukunya sambil bergumam. "Dari posisi ini seharusnya bisa mengambil gambar di seluruh kamar ini."

Tidak lama kemudian, terdengar sebuah ketukan di pintu, dan setelah Iwan berkata "Masuk!", seorang pelayan berambut pendek yang cantik dan seksi pun berjalan memasuki ruangan tersebut.

Pelayan wanita itu sedang mengenakan seragamnya yang berupa kemeja putih berlengan panjang serta rok mini yang berwarna merah.
"A.. ada apa tuan memanggil saya?" Tanya pelayan itu dengan gugup.
"Kemarilah sejenak dan duduklah disini." Kata Iwan sambil menyodorkan sebuah kursi kepadanya. "Ada hal yang ingin kubicarakan denganmu."

Setelah pelayan itu duduk, Iwan lalu berjalan ke arah pintu dan mengunci pintu itu dengan perlahan.
"Kudengar dari pelayan lain kamu memecahkan dua piring lagi." Kata Iwan sambil berjalan mendekati pelayan wanita tersebut.
"Sa.. saya tidak sengaja tuan. Waktu itu piringnya agak licin, sehingga.." Namun belum sempat pelayan itu menyelesaikan kata-katanya, Iwan langsung merangkul pelayan itu dari belakang sambil memegangi kedua payudaranya yang besar dan montok itu.

Pelayan itu sangat terkejut, dia langsung menepis tangan Iwan ke samping dan segera menjauh dari Iwan. "An.. anda mau apa tuan!"
"He.. he.. tidak kusangka, ternyata dadamu besar juga." Kata Iwan sambil berjalan mendekati pelayan tersebut.
"Jangan mendekat! Kalau kamu berani mendekat lagi, aku akan menjerit!" Ancam pelayan itu.
"Ayolah Lucy, kamu sangat membutuhkan pekerjaan ini bukan? Keluargamu di kampung yang miskin itu sedang menunggu uang penghasilanmu bukan? Apa jadinya kalau aku terpaksa memecat kamu? Apakah kamu tidak kasihan kepada adik-adikmu yang akan mati kelaparan itu?" Kata Iwan.

Lucy sang pelayan tidak berkata apa-apa. Dia kelihatan sedang memikirkan kata-kata yang baru saja diucapkan oleh Iwan.
Iwan lalu memegangi kedua bahu Lucy dan mulai menciumi leher Lucy. Namun Lucy tidak memberikan perlawanan karena seperti yang dikatakan Iwan, keluarganya sangat miskin, dan dia tidak ingin kehilangan pekerjaan yang satu ini karena gajinya lumayan besar.

Lucy lalu memejamkan kedua matanya, sambil mencoba untuk menikmati perlakuan bosnya. Lucy juga merasakan ciuman Iwan semakin lama semakin menurun, dan sesaat kemudian, Iwan sedang menciumi payudara Lucy.

Pada saat ini, Lucy sebenarnya ingin sekali menampar keparat yang sedang berdiri di hadapannya itu, namun dia mengurungkan niatnya saat mengingat keluarganya di kampung.

Melihat Lucy tidak lagi memberikan perlawanan, Iwan pun mulai melepaskan kancing baju Lucy satu persatu. Melihat hal ini, Lucy menjadi semakin takut, dia bergerak dengan gelisah sambil sesekali berkata. "Jangan pak.. tolong.. jangan buka baju saya.."

Namun Iwan tidak menghiraukan perkataan Lucy. Setelah selesai melepaskan semua kancing baju Lucy, tangan kiri Iwan pun mulai meremas-remas payudara Lucy yang masih terbungkus BH berwarna putih itu, sementara bibirnya sibuk menciumi bibir Lucy dengan paksa.

Namun Lucy berusaha untuk menghindari ciuman Iwan sambil sesekali mengerang dan mendesah. "Ahh.. uhh.. ahh.. ja.. ngan.. pak.."

Setelah meremas-remas payudara Lucy dan menciumi bibirnya, Iwan bermaksud untuk bertindak lebih jauh lagi. Dia lalu memasukkan tangannya yang satu lagi ke dalam rok mini Lucy dan mulai meraba-raba pahanya yang mulus itu.
Saat tangan kanan Iwan mulai meraba-raba paha Lucy, Lucy secara refleks langsung merapatkan kedua pahanya supaya tangan Iwan tidak bisa mencapai vaginanya.

Namun Iwan tetap memaksakan tangannya untuk meraba vagina Lucy, sehingga Lucy menjadi semakin takut dan gelisah. Lucy sesekali menghentakkan kakinya ke atas lantai, sambil berkata dengan nada memohon. "Ah.. pak.. jangan.. jangan disitu pak.. tolong pak.. jangan disitu.."

Setelah gagal meraih vagina Lucy, Iwan lalu mengarahkan tangannya ke pantat Lucy dan meremas-remasnya. Tindakan Iwan membuat Lucy mengerang dan mendesah. Iwan lalu menggenggam celana dalam Lucy dan menariknya turun. Namun Lucy tetap merapatkan kedua pahanya erat-erat, sehingga celana dalamnya susah untuk ditarik turun.

Melihat hal ini, Iwan lalu menggunakan tangannya yang satu lagi untuk menarik BH Lucy ke atas, sehingga terlihatlah kedua payudara Lucy yang besar dan montok itu, beserta puting susunya yang berwarna merah.

Iwan lalu memain-mainkan puting susu Lucy dengan jari-jarinya, sementara mulutnya menjilat dan mengulum-ngulum puting susunya yang satu lagi.

Menghadapi serangan di tiga tempat ini, Lucy menjadi kewalahan, sehingga tanpa disadarinya dia pun melonggarkan kedua pahanya, dan celana dalamnya pun berhasil ditarik turun oleh Iwan.

Begitu celana dalam Lucy berhasil diturunkan, Iwan langsung mengarahkan tangannya ke vagina Lucy sambil meraba-raba bagian luar dan dalamnya, sehingga erangan dan desahan Lucy terdengar semakin keras.

Tidak lama kemudian, vagina Lucy pun mulai mengeluarkan cairan. Saat tangan Iwan merasakan cairan yang keluar dari vagina Lucy, dia pun berjongkok di depan Lucy dan mulai menjilat-jilati vagina Lucy. Lidah Iwan menyerang vagina Lucy dengan gencar. Mula-mula dia menjilati bagian luar vagina Lucy terlebih dahulu. Kemudian dia pun mulai menusuk-nusukkan lidahnya ke dalam vagina Lucy.

Karena tidak tahan terhadap rasa gelinya, tangan Lucy pun meremas-remas tirai jendela yang tergantung disampingnya dengan kuat, sambil sesekali mendesah. "Aahh.. uuhh.. aahh.."

Namun nasib Iwan sungguh sial. Justru pada saat inilah, pintu ruangan tersebut diketuk, dan terdengar suara yang berkata. "Kami polisi, harap dibukakan pintunya, ada hal yang ingin kami tanyakan."

Polisi yang tiba-tiba datang ke motelnya membuat Iwan menjadi kalang-kabut. Dia mengira bahwa perbuatannya terhadap Lucy sudah ketahuan oleh polisi. Dia lalu berjalan kesana kemari karena saking paniknya. Dia tidak tahu apakah dia harus membukakan pintu atau tidak.

Melihat hal ini, Lucy cepat-cepat membetulkan letak BH-nya, mengancingkan bajunya dan menaikkan celana dalamnya kembali, serta tanpa pikir panjang lagi, Lucy langsung berteriak "Tolong! Tolong!"

Mendengar teriakan Lucy, Iwan bertambah panik, sementara para polisi semakin keras menggedor pintu tersebut sambil berteriak "Ada apa di dalam! Cepat bukakan pintu!"

Sesaat kemudian, pintu tersebut pun berhasil didobrak oleh para polisi.

---//---

Beberapa menit kemudian, Iwan dan Lucy beserta beberapa orang polisi sedang duduk di dalam sebuah ruangan kecil di Motel Cahaya Malam.

Tidak lama kemudian, Ronny dan Frans juga memasuki ruangan tersebut.

Ronny menatap Iwan sejenak, kemudian dia menyodorkan dua buah foto ke arah Iwan sambil bertanya. "Kamu kenal dua orang ini?"
Iwan melihat foto itu sebentar, kemudian dia berkata dengan ragu-ragu. "Ti.. tidak kenal pak."
"Jangan bohong!" Kata Frans sambil menepuk kepala Iwan.
"Be.. benar pak, sa.. saya tidak bohong pak!" Kata Iwan yang terlihat sangat ketakutan.

Ronny lalu menghadap ke arah Lucy dan bertanya dengan suara yang lebih lembut. "Nona Lucy, coba katakanlah apa yang dilakukan bosmu kepadamu di dalam ruangan tadi."
Lucy kelihatan ragu-ragu apakah hendak mengatakan perbuatan kurang ajar bosnya atau tidak.
"Tidak perlu takut nona Lucy, kamu berada di bawah perlindungan kami. Katakanlah yang sebenarnya." Kata Ronny lagi.
Setelah mempertimbangkan sejenak, Lucy kemudian berkata. "Dia.. dia hendak memperkosaku."

"Tidak! Itu tidak benar! Itu bohong!" Kata Iwan yang terlihat semakin panik dan takut.
"Lalu bagaimana kamu menjelaskan isi video ini." Frans menyodorkan sebuah video yang berisi rekaman apa yang dilakukan Iwan kepada Lucy barusan.

Wajah Iwan langsung menjadi pucat pasi. Dia terduduk lemas di kursinya tanpa bisa berkata apa-apa lagi. Video yang sengaja direkamnya supaya bisa digunakannya kelak untuk memeras Lucy justru menjadi senjata makan tuan.

"Bawa dia ke kantor polisi atas tuduhan mencoba untuk memperkosa seorang gadis!" Kata Ronny kepada seorang polisi yang berdiri disampingnya.
"Tidak, jangan pak! Saya kenal dua orang itu! Saya akan mengatakan semuanya! Mereka bernama Rico dan Tono!" Kata Iwan dengan nada panik.
"Baiklah kalau begitu, coba ceritakan semuanya." Kata Ronny.

"Mereka mulai tinggal di motel ini kira-kira satu minggu yang lalu. Pada suatu malam, saya memergoki mereka sedang memperkosa seorang gadis, tapi saya ketahuan oleh salah satu dari mereka. Mereka lalu mengancam saya, kalau saya berani memberitahukan hal ini kepada polisi, mereka akan membunuh saya dan membakar seluruh motel ini." Kata Iwan.

"Kira-kira tiga jam yang lalu mereka keluar dari hotel ini, kamu tahu mereka menuju kemana?" Tanya Ronny.
"Saya tidak tahu pak, tapi salah seorang dari mereka sepertinya berbicara tentang kereta api."
"Ada hal lain lagi yang ingin kamu katakan?" Tanya Ronny lagi.
"Tidak ada lagi pak, semuanya sudah aku katakan."
"Baiklah, seret dia ke kantor polisi atas tuduhan mencoba untuk memperkosa seorang gadis." Kata Ronny kepada Frans.

"Tapi pak.. ini tidak adil pak! saya sudah memberitahukan semuanya! Pak! Ampun pak!!" Iwan lalu diseret keluar ruangan oleh Frans dan beberapa orang polisi.
Samar-samar Ronny dapat mendengar suara Frans yang sedang membentaki Iwan. "Tidak adil kepalamu! Kamu kira ini pasar malam hah? Pake tawar menawar segala."

Ronny lalu menghadap ke arah Lucy dan berkata. "Tidak ada masalah lagi nona Lucy. Sekarang kamu sudah boleh pulang."
Lucy langsung memeluk Ronny dengan erat sambil berkata. "Untung kalian datang pak.. terima kasih pak.. terima kasih banyak.."
Ronny menjadi salah tingkah dan mukanya menjadi merah. Dia lalu berkata. "Tidak apa-apa.. ini.. sudah menjadi kewajibanku."

Bersambung...