Berawal Dari Langganan

Bookmark and Share
Telah 2 bulan ini aku menjalankan bisnis menjual juice buah asli dalam bentuk gelas dan botol kecil. Aku sendiri belum pernah menghitung apakah rugi atau ada untung walaupun sedikit. Setiap hari harus bangun subuh untuk mengupas; mblender dan mengepres gelas dengan alat pemanas plastik agar tidak tumpah, itupun terkadang masih ada satu dua gelas yang tak menutup sempurna. Kemudian mengedropnya di beberapa tempat yang telah kami tawarkan sebelumnya. Saat awal menawarkan kerja sama ini memang berat, karena unsur meyakinkan orang adalah teramat penting.
Telah beberapa kali kami menerima pesanan dalam bentuk botol kecil maupun gelas oleh instansi maupun perorangan. Hal itu bermula dari kami menyebar penawaran dalam bentuk kertas photo copy-an di perempatan jalan dan acara – acara arisan dan sejenisnya. Tentunya harga telah kami sesuaikan sebelumnya, lain bila untuk dijual lagi. Mereka jelas tidak keberatan dengan harga yang telah kami tetapkan tersebut, sebab rata – rata dari kalangan menengah ke atas.
Acara seperti arisan tentu pesertanya adalah kaum ibu – ibu, baik yang masih muda maupun setengah baya. Normal saja jika melihat kaum hawa yang menawan hati kita akan merasa tertarik. Di sinilah pengalamanku akan kuceritakan. Sebut saja Ibu Lis. Suaminya seorang notaris yang cukup sukses di kotaku. Ibu Lis dulu pesan juice dalam bentuk botol kecil dengan nilai 150ribu, jumlah yang cukup lumayan bagi kami. Rupanya akan dijualnya lagi di arisan kelompoknya. Ibu Lis adalah sosok ibu rumah tangga yang quite enough personality, wajar mengingat latar belakang suaminya. Tingginya 155cm-an; semampai; rambut sebahu; manis wajahnya ( skor 7 ); dengan umur kutaksir 40an. Tidak ada perasaan apapun saat pertama bertemu mengantar pesanan. Aku menghormatinya sebab pelanggan merupakan ujung tombak penjualan. Dari mereka yang merasa puas tentu diharapkan akan bercerita kepada teman; saudara; dan lembaganya untuk ikut mengorder kepada kita.
Terhitung sudah 3x ini Ibu Lis memesan juice dalam nilai yang lumayan. Dulu belum kuberikan nomor hpku karena langsung order pada tanteku. Berhubung yang mobile aku, akhirnya tante memberi nomor2 langganan khusus padaku. Hari ini Ibu Lis pesan juice lagi, tentu nilainya ok. Ia sms ˝Mas, bisa diantar ke rumah jam berapa ?˝ Bergegas kujawab ˝Ya Ibu mau jam berapa pasti saya antar ˝.˝Ok..jam 9 kalo gitu ya. Saya tunggu˝. Balas lagi, ˝Ya Bu..terima kasih˝. Setelah semua selesai ku-packing, starter motor,...wusss berangkat. Sampai di rumahnya pukul 8.15. Aku mencari tombol bel rumahnya, tet..tet ( cukup 2x, di atas 3x kurang ajar ). Ibu Lis keluar dari dalam rumah masih memakai baby doll. “Lho kok sudah nyampai..?” “Iya Bu..biar sama2 enak”. “Oo..makasih lho Mas. Jadi saya juga bisa cepet berangkat. Oh ya..ini uangnya”. Ibu Lis menyodorkan sejumlah uang dan kuhitung ada lebihnya, “Kembali 20ribu Bu.”. “O ya..nggak pa2. Buat Mas aja..udah pagi2 nyampenya”. Ia menjawab sambil tersenyum. “Manis juga dia..”, begitu pikirku. “Sebentar dulu..”, ia menyuruhku menunggu, entah ada perlu apa lagi. Setelah keluar lagi sambil membawa kunci mobil, “Mas..bisa minta tolong dimasukkan mobil sekalian..?” “Oh..bisa Bu”, aku menjawab sambil menerima kunci mobilnya. Kutekan tombol alarm mobil dan kuletakkan cooler juice di jok tengah. Hal yang tak kusadari adalah ternyata Ibu Lis mengikutiku. Saat mengangkat cooler yang lumayan berat, “Saya bantu Mas..” Aku terkejut kaget, “Oh..bisa kok Bu..makasih“. Tapi ia tetap ikut mengangkat dan aku tak merasa bahwa rupanya tadi sempat menyenggol sisi dada kanan Ibu Lis. Setelah 5detik kemudian baru aku menyadarinya, “Maaf Bu..nggak sengaja..“ “Apanya..ohh..nggak pa2“. Ia hanya tersenyum. Segera kurapikan letak cooler, kukunci mobil dan kuserahkan kuncinya. “Sudah Bu..maaf yang tadi..“ Ia menerima kunci dan berkata “Udah..nggak pa2 kok Mas..terima kasih sudah dibantu ya..“ “Iya Bu..saya yang terima kasih..“ Aku cepat2 starter motor dan segera kabur dari rumahnya, “Waduh gawat..semoga dia gak marah dan masih mau pesen..Untung gak ada yang liat juga tadi..“. Berbagai pikiran serba salah dan malu memenuhi pikiranku. Tapi segera kutepis, “Ahh..gak tau..semoga tidak apa2. Masih kenceng juga susunya..“ Aku nyengir mengingat kejadian tadi.
Saat masih di jalan mendadak hpku bergetar, aku menoleh kiri kanan jalan untuk menepi guna melihat siapa yang telpon atau sms aku. Kubaca tertera Ibu Lis, “Mas, mau ngrepotin lagi, bisa nggak..?“ “Ada apa ya..“, aku berpikiran macam2, “Kalo saya bisa, saya bantu Bu..“. “Gini lho Mas, sopir yang biasa sama saya nggak bisa nganter, istrinya agak panas badannya. Kalo Mas nggak sibuk, saya minta tolong dianter. Saya sih bisa nyetir, tapi kalo jaraknya agak jauh masih takut“. Aku nggak langsung balas smsnya, “Gimana nih..sebetulnya udah selesai semua sih. Tapi nanti kalo tante tanya mo ke mana tak jawab apa..?“ “Bisa kok Bu, udah selesai semua kok. Nanti Ibu jemput saya di jalan di deket rumahnya tante saja“. “Oh gitu, ya udah. Makasih banyak Mas, ngrepotin terus“. “Nggak ngrepotin kok Bu. Kalo saya bisa ya saya bantu“. Balas2an sms berakhir. Sesampainya di rumah tante, aku parkir motor dan mencari tanteku yang sedang di dapur. “Tan, aku dijemput temenku. Diajak cari buku..tak tinggal dulu ya“. Tanteku menjawab, “Ya..semua kerjaan sudah selesai tho“. “Udah semua kok Tan..keluar dulu ya..“ “Ati2 ya..“, tante menjawab sambil masih asyik memasak. Lalu aku ke kamar mengambil sebungkus rokok untuk menemani menunggu Ibu Lis datang nanti. Aku berjalan ke jalan besar depan gang rumah tanteku. Aku duduk di batu di trotoar dan kukeluarkan sebatang rokok lalu kunyalakan. Sambil merokok aku berpikir, “Disuruh ke mana ya sama Bu Lis..moga gak jauh2 amat“. Selang 10menit kemudian sebuah mobil mendekati trotoar. Aku tak menyadarinya karena asyik menikmati rokok. “Ayo Mas..berangkat..“. Aku menoleh ke samping dan kulihat sebuah mobil yang kukenal, “Lho itu Bu Lis sudah datang“. Kaca kiri depan turun setengah dan kulihat sebentuk wajah Ibu Lis. “Oh iya Bu berangkat sekarang“. Ibu Lis memakai kaca mata hitam yang pasti ber – merk; bergaun terusan warna oranye cerah; berkalung manik2 kecil2 warna biru; di kursi kiri tergeletak tas hitam mengkilat. Ibu Lis lalu keluar dan kubukakan pintu kiri depan. Tercium parfum yang kukenal. Kemudian aku menuju pintu kanan; duduk; menyesuaikan kursi dan spion mobil; baru menjalankan mobil. Semua itu tak lepas dari pandangan Ibu Lis, “Mas teliti sekali ya..“. Aku menoleh, "Iya Bu..kan biar saya nyaman nyetirnya dan demi keamanan". Ibu Lis tersenyum mendengarku. Sambil menyetir aku sempatkan melirik Ibu Lis, "Tambah manis aja kalo udah dandan. Oh iya..memang manis dan ada dana sih..". ”Oh ya Bu..ini mau ke mana..?“ “Ke jalan Mayjen Sungkono Mas..“. Memang cukup jauh dari rumah Ibu Lis. “Mas..maaf umurnya berapa?“ Ibu Lis bertanya. “30 lebih Bu..“. “O ya..kalo gitu terpaut sedikit dengan saya. Kalo gitu panggil Mbak aja biar enak“. “Emm..nggak enak Bu..“. “Nggak pa2 kok...“. “Tapi kalo sedang berdua saja..maksud saya kalo di mobil atau sms. Di luar itu tetap Ibu..ya Bu..eh Mbak..“ Ia tertawa mendengar aku agak gugup. “Iya Mas..oh ya..sampai lupa. Nama Mas siapa..udah beberapa kali ketemu belum tau nama..maaf lho Mas..“ “Nggak pa2 kok Mbak..Iwan Mbak“.
Aku baru menyadari, rok terusan itu panjangnya sedikit di atas lutut dan..belahan dadanya sedikit lebar. Maka saat posisi duduk Ibu Lis berubah ke kiri, belahan dada sebelah kiri ikut terlihat walau hanya sedikit. Itupun sudah cukup membuatku ada bunyi ting2 di kepala. Dan panjang rok itu ikut naik sedikit bila Mbak Lis mengobrol padaku dengan sedikit memiringkan tubuhnya ke kiri. “Cukup putih juga kulitnya..Iyalah..dirawat..“ Mbak Lis tak sadar atau membiarkan saja posisi gaunnya. “Lumayan..pagi2 gratisan pemandangan indah“, bunyi pikiranku berdendang. Kami mengobrol apa saja hingga mendekati jalan dimaksud. “Arah mana ini Mbak..?“ “Masih terus..itu ada mobil hijau keluar dari gang Mas masuk aja. Nanti saya beri tahu nomornya“. Setelah 5menitan, “Nah..itu ada banyak mobil berhenti. Rumahnya no 40, pagar biru“. Aku menghentikan mobil tepat di depan rumah, “Mbak turun dulu..nanti cooler – nya saya yang bawain“. “Duh..makasih lho Mas..ngrepotin lagi..“. “Mbak..jangan bilang gitu terus..saya jadi gak enak“. “Iya deh..“ Setelah berputar dan mencari tempat parkir, aku turun dengan membawa cooler. Lalu aku masuk ke rumah, di sana sudah banyak ibu2. Ada yang masih muda dan banyak juga yang sebaya Mbak Lis. Ia menghampiriku dan berbisik “Taruh di dapur aja Mas..biar di atur pembantu2 nanti..“ Aku mencari dapur yang dimaksud dan kuletakkan di sana. Sempat kudengar ada yang bertanya siapa itu, maksudnya aku tentu, dan dijawab keponakannya. Aku langsung keluar rumah dan menuju mobil. Belum sampai mobil Mbak Lis memanggilku, “Mas..ini ada sedikit sangu buat Mas..kalo nunggu saya pasti bosan. Paling 2-3jam lagi baru selesai acaranya“. “Ha..oh..aduh..nggak usah Mbak..aku ada kok..“ Padahal cuma ada 20ribu di dompetku. “Sama kayak siapa aja..udah ambil aja..“, sambil tangan kananku digenggamnya, halus, dan terasa ada sebentuk uang di tanganku. “Makasih Mbak..kalo gitu nanti tak jemput 2 – 3jam lagi ya..“ “Atau..nanti kalo mau bubar tak sms aja Mas..“. “Iya deh Mbak..”. Mbak Lis bergegas kembali ke rumah dan aku masuk mobil. Kulihat ada selembar uang 100ribu di tangan., “Wah...lumayan nih..buat apa ya..nonton atau main game ya..“. Aku bertanya pada diriku sendiri, akan digunakan untuk apa uang ini. “Ah..pikir nanti aja..yang jelas sekarang ke mall deket sini“. Kulirik jam tangan, “Gak usah ngebut..masih banyak waktu“. Sesampainya di mall, aku belum putuskan akan ke mana. Akhirnya aku ingin main game dulu sepuasnya, lalu makan. Tak terasa waktu melesat bagai anak panah. Jam tanganku menunjukkan bahwa tak lama lagi arisan akan berakhir. Aku segera menyelesaikan makanku; membayar di kasir; menuju parkiran mobil; dan meluncur di jalan guna menjemput Mbak Lis.
Benar saja. Hpku berbunyi, “Halo..Mas..setengah jam lagi saya dijemput ya. Mau selesai nih acaranya“. “Oh ya Mbak..ini tinggal 2km-an kok“. “Ya deh..“. Sampai di sana, kulihat Mbak Lis dengan teman - temannya sudah di depan pagar. Aku berhentikan mobil dan kubuka pintu depan kiri serta pintu tengah untuk memasukkan cooler, yang dibawa pembantu pemilik rumah. “Daagghh..sampai ketemu lagi ya semua..“, Mbak Lis berpamitan. Tak sengaja kulirik, ada beberapa teman Mbak Lis yang senyum2 padaku dan Mbak Lis, entah apa maksudnya. Kami pun kembali bergabung dengan kendaraan – kendaraan lain di jalan raya. “Habis Mbak juice – nya..?“. “Iya..syukur. Pakai ngancam juga soalnya..ha3x..“. “Wah..ganas juga Mbak ini..“. “Ganas..maksudnya..?“. “Ha..oh..maksudku serem juga Mbak..pakai acara ngancam segala“. “Ohh..tak pikir ganas apa“, sambil tersenyum. Aku tersenyum juga dan benakku berkata “Lha..yang tak maksud memang itu..tapi kayaknya Mbak gak ngeh. Maksudnya ganas apa tadi apaan ya..?Tau deh“. Kami lalu berbincang ke sana kemari, tiba – tiba “Mas..mau ngrepotin sekalii lagi..kalo nggak capek dan bosen tak mintain tolong sih..“. Aku bertanya2 dalam hati “Apa lagi..“. “Mau tak anter ke mana Mbak..?“. “Gini..aku pingin ke Batu..nglepasin pikiran dan capek..gimana..?“. Mbak Lis menatapku dengan pandangan yang kubayangkan seperti film Sinchan bila memohon sesuatu pada Mamanya. “Gak ada acara ke mana2 sih aku Mbak..kalo Mbak sendiri gak capek..ya ayo aja“. “Bener nih..wah..makasih banget ya Mas..semoga gak kapok ya..“, dengan tangan kanannya memegang, tepatnya kurasa mengusap, tangan kiriku yang sedang menyetir. “Yah..makasih lagi..gak jadi aja wis..“, aku menggodanya. “Eh..iya..iya..ngambek ya..“, rupanya Mbak Lis takut kalo aku benar2 tidak jadi menemani ke Batu. Aku hanya terseyum lebar. Padahal dalam hati aku sedikit mengeluh “Waduh..udah jam segini..jalan Porong kan gak bisa diprediksi. Ahh..liat nantilah“. Jadilah sepanjang perjalanan ke Batu ada saja hal2 yang kami bicarakan. Sewaktu di daerah Pandaan, kulirik Mbak Lis yang rupanya telah tertidur. “Pantes..tak ajak ngomong gak njawab..Kasihan..capek pastinya“. Mbak Lis sepertinya pulas, nafasnya turun naik teratur. “Kalo pas gini Mbak Lis tambah manis aja..Lha..belahan dada kirinya kok tambah lebar lagi. Tak benerin atau nanti bangun malah. Biar ajalah, nanti kalo bangun tak kasih tau. Lumayan..ada yang bisa dilihat pas jalan bikin kesel hati”.

Menjelang sampai Batu, kudengar ada gesekan baju dan kursi, “Udah bangun Mbak Lis rupanya“. “Duh..enaknya tidurnya Mbak..kayaknya capek banget”. “Hmm..iya nih..nggak tau kok ngantuk bener dari tadi”. Mbak Lis mengerakkan dua tangannya ke depan dan terdengar derak jari2nya. “Maaf ya Mas..tak tinggal tidur..lama lagi”. “Gak pa2 Mbak..kalo gak dibikin tidur nanti nyampe Batu malah bisa gak enak semua badan. Kan katanya mau rileks sejenak”. “He3x..iya..Oh ya..nanti sebelum nyampe Batu makan dulu yuk..laper nih”. “Iya Mbak..udah nahan dari tadi”, sambil aku nyengir. Akhirnya kami mencari rumah makan, “Mau makan apa Mas..?”. “Enaknya sih dingin gini makan sate..sate apa ya..kambing aja wis”. “Aku juga tapi gabung sama Mas aja ya..10 tusuk Mas aku lima aja. Biar bikin panas badan kata orang. Aku pesen lele penyet aja..Mas juga..?”. “Liat nanti Mbak..kalo punya Mbak gak habis tak habisin nanti”. Kami makan sambil berbincang2. Aku lihat sekeliling, rupanya sedari tadi ada beberapa yang memperhatikan kami, mungkin dianggap sepasang kekasih. Karena kuakui kami cukup akrab, padahal baru pertama kali ini sedemikian dekat. “Mas mau ngabisin lele ini..kenyang aku”. “Hmm..ya deh..sayang udah dibeli”. Setelah makananku habis “Mbak..aku ngrokok ya..?”, aku minta persetujuannya. “Gak pa2 Mas..kan biasanya emang gitu. Apalagi udara dingin gini”. Aku menyalakan 234 sebatang, pusss..“Enaknya..kenyang pas di tempat dingin lagi”. Rokok pun habis “Terus..ke mana sekarang Mbak..?”. “Sambil jalan aja yuk..”. Kami pun kembali ke mobil setelah Mbak membayar makanan kami. Di dalam mobil “Mas..emm..jalan dulu aja wis”. “Ada apa sih Mbak..bilang aja”. “Gak dulu..jalan aja ya”. Aku hanya memendam pertanyaan “Ada apaan sih..ada masalah ta Mbak Lis..?”. Aku menjalankan mobil dengan kecepatan sedang, menunggu keluarnya perkataan Mbak Lis. Selang 10menit kemudian “Gini Mas..aku pingin nginap di Batu. Tapi kalo Mas keberatan ya sebentar aja di sana”. Deg, hatiku “Waduh..gimana nih..sebetulnya gak pa2 sih. Aku juga free”. “Tapi orang rumah Mbak gimana..?”, aku bertanya. “Kalo Mas setuju..ya sekarang tak telpon bilang di ajak temen2 nginap di manalah..” “Ya udah..nanggung juga, udah jam segini. Aku gak ada acara ke mana2, nanti tante tak telpon juga”, jawabku. “Makuasih buanyak ya Mas..jarang2 lho ada anak kayak Mas”. “Ah Mbak..jadi besar nih..”, godaku. “Besar apanya Mas..?”. “Ya besar kepala lah Mbak..”, aku tertawa. “Uhh..bisa aja”, sambil tangan kanannya menggelitiki pinggangku. “Kok gak geli Mas..?”, tanyanya heran. “Dari kecil tu aku gak pernah geli kalo digelitikin. Katanya sih..kuat..”, aku tidak meneruskan kalimatku. “Kuat apa Mas..?”. “Emm..kuat nge – sex”, entah dengan keberanian apa aku berbicara itu.Pikirku “Biar aja..lagian kita udah kayak kakak adik dari tadi”. “Hah..masak sih..aku baru denger”. “Ya kan kata orang Mbak”. Duduk Mbak Lis lebih miring ke kanan, sepertinya tertarik dengan perkataanku “Jujur aja..Mas pernah main sama cewek kan..?”. Aku kaget juga “Ya iyalah Mbak..kalo main ma cowok tu kalo cewek udah gak memuaskan lagi..hi3x”. “Terus..udah berapa kali?”. “Baru 6 – 7 kali – an. Emang kenapa Mbak?”. “Nakal juga ya..Terus..ceweknya gimana..maksudku puas apa gimana?”. Aku berpikiran “Wah..omongan kita udah menjurus2 nih..Cuek ah”. “Seingatku dan perasaanku sih puas kayaknya. Kenapa Mbak tanya2 terus kayak polisi sih..Emang siapa mau mraktekkin sama aku..temen Mbak..atau..?”. “Atau apa eh siapa Mas?”, Mbak Lis penasaran sepertinya. “Yaaa..Mbak kali..hi3x”. “Heii..nakal amat ya..”, dengan tambahan mencubit lengan dan kuping kiriku. “Aduh..atit kan..Abis nanyanya gak habis2”, aku berlagak seperti anak kecil. “Huh..awas ya nanti..”, Mbak Lis duduk menghadap depan lagi dengan tangan di dada dan bibir yang meruncing. “Ha3x..duh..manis..maap ya..Cup3x..”, aku membujuknya dengan menepuk2 lengan dan pipi kanannya. “Ih..pakai pegang2 pipi”, Mbak Lis berkata sambil mengelus pipi kanannya seakan2 tersentuh sesuatu yang tidak enak. Aku hanya tertawa. Kita seperti saudara atau anak kecil saat itu.
Kami mencari penginapan yang banyak tersebar di Batu. Tiba di penginapan, CS penginapan bertanya “Mau dua kamar Bu?” Mbak Lis cepat menjawab “Nggak 1 aja, yang single bed ya Mbak, makasih”. Aku pura2 tidak mendengarnya dan keluar ruangan untuk menyalakan rokok lagi “Mungkin Mbak takut tidur sendiri di tempat yang baru seperti ini”. Udara bertambah dingin “Tau gini tadi bawa jaket atau sweater”, aku menakupkan tangan kanan di dada. “Mas..kenapa..dingin ya?” “Ya iyalah Mbak..masak kepanasan di sini”, sambil nyengir. “Berhubung kita gak bawa baju ganti, cari yuk di sekitar sini”, ajak Mbak Lis. “Terserah Mbak aja”, jawabku. Kami keluar penginapan dan menuju pasar yang terdekat. Mbak Lis membeli baju hangat 1; daster 1 dan underwear 1set. Sedang aku diberi uang dan jelas aku beli keperluanku sendiri, hanya 1 kaos dan 1 kaos hangat. Kami membuat janji bertemu di dekat mobil. “Beli apa Mas?”. “1 kaos sama 1 kaos hangat”. “Ha..gak beli cd ta?”. “Gak Mbak..biasa cowok”, kataku sambil garuk2 kepala. “Jorok ah..walaupun besok kita pulang tapi udah seharian kan. Tak beliin aja wis”. “Tapi Mbak..”, belum sempat kulanjutkan Mbak Lis sudah melesat ke kios sebelah mencari cd yang dirasa pas buatku. Kami telah berada di mobil kembali “Nih Mas..moga cukup”, Mbak Lis menyerahkan kresek hitam padaku. Kulihat ukurannya ternyata benar, warna biru “Kok bisa tau Mbak ukuranku? Makasih ya Mbak”. “Yaa kira2 aja. Cowok tu juga harus jaga kebersihan”. “Iya Mbakku sayang..”, rajukku. “Huu..nggombal sekarang ya”. “Ya kan emang bener. Kita kayak udah saudaraan lama dan dekat”. “Iya juga sih..”.
Tak lama kemudian kami telah berada di penginapan lagi. “Kamar berapa Mbak?”. “201 Mas”. Aku menuju CS dan mengambil kunci. Penginapan itu cukup bagus dengan fasilitas kolam renang dan lapangan tenis. 5menit kemudian kami telah berada di depan pintu kamar. Aku keluarkan kunci dan kubuka pintu “Silakan Mbak yang manis”. “Ah..Mas nggombal lagi”. “Ya udah kalo gak mau dibilang manis..Mbak yang agak lumayan”, kugoda lagi. “Gak mau bilang manis ya wis..gak pa2”, Mbak Lis tidak melihatku, langsung masuk. Aku agak mengejarnya dan kugelitik pinggangnya. “Ehh..geli tau”, Mbak Lis menghindar sambil badannya berputar tapi tak urung terkena sedikit. Aku tertawa melihat tingkahnya. Kukunci pintu dan lampu2 langsung menyala. “Sepertinya bintang 3 ini. Padahal kita cuma semalam..ah biar aja. Mbak kan memang duitnya lebih dari orang kebanyakan”, pikirku. Kami meletakkan belanjaan di meja dekat tv. Aku menuju kamar mandi untuk buang air kecil sekalian cuci muka, lengket kurasa dari tadi. Pintu kamar mandi sengaja tak kukunci, toh hanya kami di dalam kamar. Saat penis masih mengeluarkan air tiba2 pintu terbuka. Ternyata Mbak Lis melongokkan kepala ke dalam “Lho..gak dikunci tho..pipis ya Mas”. Aku menoleh dan “Iya Mbak..kan cuma ada kita dan ya aku pipis lah, masak nyemen tembok”. “Huu..”, cuma itu sahutannya dan pintu disisakan celah, tidak ditutup lagi. Aku lalu mencuci muka dengan sabun. Keluar dari kamar mandi kulihat Mbak Lis sedang mengeluarkan belanjaannya dan dipaskan di badannya. “Cocok kok Mbak dasternya”, aku mengomentarinya. “Eh..iya”. Daster itu berwarna putih berbunga biru kecil2, agak tipis. Mbak Lis meletakkannya lagi dan menuju kamar mandi dan kudengar suara khas wanita sedang buang air kecil. Dari kaca yang ada di depan tempat tidur kulihat pintu kamar mandi tidak ditutup Mbak Lis, tersisa celah. Tapi tak kuhiraukan, nanti dianggap kurang ajar kalau ketahuan. Aku menyalakan tv dan kucari channel kartun, pas, Tom & Jerry. Walau telah beberapa kali kulihat tapi pasti judul2 tertentu membuatku tertawa lebar. “Liat apa sih Mas..ya ampun kartun. Udah gede kan”, Mbak Lis keluar kamar mandi dan melihatku tertawa lebar.“Kartun kan sepanjang jaman Mbak..gak ada istilah udah gede atau masih anak2”, aku berkomentar balik. “Iya deh..kadang memang lucu2 sih”. “Mbak mau mandi dulu atau aku atau..”, kalimatku sengaja kugantung. “Atau apa..”, tanya Mbak dengan raut muka sudah mengerti kelanjutannya. “Mandi bareng..”, yang kubarengi meloncat ke samping kiri tempat tidur karena Mbak Lis segera ke arah kanan dan akan mencubit atau apalah. Jelas terlihat wajahnya yang geram dengan ucapanku. “Hei..mau ke mana..sini..Nggoda terus dari tadi”. Aku berpindah2 ke kanan dan kiri, menghindarinya. Mbak Lis juga demikian. “Udah..udah..keringatan nih Mbak..ampun deh. Gantian tadi aku ditanya2 terus..he3x”. “Huh..iya..jadi keringatan. Awas nanti”. Masih dengan muka cemberut Mbak Lis menghentikan aksinya lalu berbaring telentang. Nafasnya turun naik cepat. Aku elus kepalanya “Maap Mbakku..udah mandi dulu sana, abis itu aku”. Dia diam, hanya menarik nafas pelan2 “Iya..tapi tetep awas nanti”. “Sedari tadi bilang awas terus..emang mau mbalas apa sih?”, batinku. Mbak Lis bangun dan mengambil daster putih lalu melempar bantal ke arahku dan berlari ke kamar mandi. Aku kaget tapi masih sempat menangkap bantal itu “Lucu juga Mbak Lis itu”. Aku lanjutkan mencari channel film atau lagu2 80 – 90an. Kulihat lagi pintu kamar mandi tak tertutup “Mbak..pintunya gak ditutup ta. Tak tutup ya..”. “Eh jangan..Aku pernah kekunci makanya kalo aku udah kenal sama orang aku percaya aja. Kenapa..mau ngintip ya..”. “Oo gitu..Benernya gitu sih..hi3x”. “Sini..tak semprot air nanti”. “Emoh kalo gitu”. Kuperhatikan lagi walau samar2 dari kaca depan tempat tidur “Tubuhnya masih ok juga..sayangnya gak keliatan..hi3x”. Tak sadar aku tertidur. Terbangun saat kurasakan sentuhan hangat di pipi kananku dan “Mas..ketiduran ya..mandi dulu gih..biar enak”. “Hmm..iya Mbak”, sambil menggeliat dulu. Tapi mataku langsung terbuka lebar. Mbak Lis keluar dari kamar mandi dengan berdaster putihnya yang sedikit tipis serta underwear yang membayang terkena sinar layar tv “Hitam ternyata warnanya..my fave nih”. Mbak Lis cuek saja karena jelas bahasa tubuhnya memperlihatkan bahwa ia tidak terganggu dengan kondisi dasternya. Aku lalu bangun mengambil kaos dan cd lalu ke kamar mandi,dengan pintu tak kututup. “Kok gak ditutup Mas pintunya?”. “Sengaja Mbak..siapa tau ada yang mau ngintip..he3x”. “Huu”, hanya itu komentar Mbak Lis.
Aku menyalakan air hangat yang kuimbangi dengan air dingin, mau berendam. Setelah kurasa cukup ketinggiannya aku bersabun dulu, kubilas lalu masuk ke bathtub. Nyaman sekali rasanya, setelah seharian di jalan. Sempat tertidur aku. Kemudian aku membuka pembuangan air bathtub dan mengeringkan tubuh. Keluar kamar mandi kulihat Mbak Lis tertidur lagi, sepertinya menunggu aku selesai mandi, sebab posisi tidurnya menghadap arah kamar mandi. Dengan posisi seperti itu, gunung indahnya lumayan terlihat karena belahan daster di dada cukup lebar. Sejenak aku merasa bangkit nafsuku “Duh..bikin pingin menyentuh aja nih posisinya”. Kemudian aku hati2 duduk di sebelah kanannya dan kuusap pipi kirinya “Mbak..Mbak..gak dingin ta..”. Mbak Lis tidak mendengar sepertinya. Aku menarik selimut dan akan kututupkan ke tubuhnya. Belum sempat sampai ke bagian dada, Mbak Lis membuka mata mungkin merasa ada gesekan kulit dengan sesuatu. “Hmm..oh..udah selesai mandinya Mas..”. “Udah Mbak..enak ya tidurnya..maaf ngganggu”, sambil kuelus rambut di keningnya. Entah, reflek saja saat itu. Mungkin kedekatan kami dan mulai timbul rasa sayang di diriku. Mbak Lis menatapku mesra “Emm..iya Mas..Abis berendam tadi jadi ngantuk”. “Iya Mbak, aku juga udah ngrasa enak sekarang. Makasih ya udah ngajak aku ke sini, pake bathtub lagi. Jadi bisa berendam”. “Sama2 Mas”, Mbak Lis menggenggam tanganku yang ada sedang bermain2 dengan rambut di keningnya. “Jadi laper lagi nih Mbak. Pesen makan ya Mbak ?”. “Pesen aja. Aku juga laper lagi. Mana daftar menunya Mas?“. Kuambil daftar menu yang di tergeletak di meja tv. “Aku pesen nasi goreng special aja Mas sama jeruk anget“. “Aku yang seafood aja, minumnya sama“. Aku menekan tombol room service dan menyatakan pesanan kami. Mbak Lis menarik selimut yang masih di bagian perutnya hingga ke dada. “Mas gak dingin ta..masuk aja“. “Iya sih..“. Aku lalu ikut masuk ke balik selimut, hangat. “Mbak..kenapa gak dua kamar pesennya?“. “Aku takut sendirian..kan tempatnya baru kukenal“. “Heeh“, jawabku. “Mas..nanti aku ke kamar mandi kalo pegawainya ketok pintu..gak enak aja. Uangnya ambil aja di tas“. “Baru mau bilang aku“. Tak lama kemudian ada yang mengetok pintu. Mbak Lis bangun dan menuju kamar mandi lalu menutup pintunya. Pegawai room service masuk membawa pesanan kami lalu kubayar serta kuberi tip. Setelah ia keluar kamar, kuberbisik “Mbak..udah“. Mbak Lis keluar kamar mandi dan kembali berselimut. “Wah..banyaknya porsinya“. “Iya nih Mbak..gak tau abis gak ini“. Kami makan sambil melihat film barat diselingi mengobrol. Piring2 kami letakkan di meja samping tv. “Mas..beliin body lotion yang nggak terlalu lengket dan baunya yang enak ya“. “Buat apa Mbak..malem2 gini. Kan pagi harusnya“. “Engg..kalo boleh..tapi kalo Mas capek ya gak usah“. “Nggak Mbak..udah biasa kok. Apa sih Mbak ?“. “Enngg..mau minta pijet..“, sambil matanya menatap penuh harap. “Oo..tak pikir apa. Bisalah Mbak“. Aku keluar kamar dan menuju drug store penginapan di depan. Di sana aku beli lotion yang kuanggap paling bagus. Terlintas di benakku “Kayak2nya berlanjut nih..apa beli kondom juga ya..“. Daripada kepikiran terus, aku beli kondom 2dus kecil isi 3.
Sampai di kamar Mbak Lis sedang memejamkan mata “Apa tidur lagi ya..“. “Mbak..ketiduran lagi ya..“, kutepuk pelan pipi kirinya. “Emm..abis Mas lama sih..beli apa aja sih“. “Tadi yang jaga ngajak kenalan“, aku menggodanya. “Huu..maunya“. “Jadi pijetnya Mbak ?“. “Ya jadilah..tapi matiin lampu ya..“. “Malu yaa..“. “Udah sana cepet“. Aku lalu mematikan lampu besar, tv dan kusisakan yang sebelah kananku saja. “Tv – nya kok dimatiin Mas ?“. “Nanti gak konsen mijetnya. Mbak geser pas di tengah ya, biar enak“. Mbak Lis menggeser tubuhnya ke tengah seperti yang kuminta. “Selimutnya tak buka apa gak Mbak ?“. “Pake aja..dingin“. Mbak Lis telungkup dengan selimut menutupi tubuhnya. Aku menyusup masuk dan memposisikan diri agar enak memijatnya. Tangan Mbak Lis kuposisikan seperti orang menyerah ketika ditodong senjata. Aku duduk di antara 2 pahanya yang kubuka sedikit lebar. Kutuang lotion di telapak tangan dan sedikit di bagian kaki dulu yang kupijat. Pertama kaki sebelah kiri. Kupijat kemudian kuluncurkan tangan ke bagian lutut, berulang2, begitu pula kaki kanannya. Mbak Lis diam saja. “Pahanya juga ya Mas“. “Ok Mbak“. Karena Mbak Lis yang memberi perintah maka aku berani. Hal yang kulakukan saat di bagian kaki kulakukan pula pada pahanya, hanya kuhentikan hingga mendekati pantat. Mungkin Mbak Lis merasa aku malu atau bagaimana “Pantatnya dipijet juga Mas..gak pa2“. Aku ragu, tapi kulakukan juga. Aku singkap daster hingga sebatas pinggang. Sebuah bentuk pantat yang masih lumayan padat, mengingat usia Mbak Lis. Lalu aku memijatnya, mungkin tepatnya sedikit meremas tapi bukan kategori nafsu. 10 jariku meremas dan meluncur atas bawah, pelan tapi cukup bertenaga, baik bundaran pantat maupun sisi2nya. Entah benar atau tidak tetapi saat sedikit menyentuh cd bagian belahan dua pantatnya yang bawah, ada rasa hangat dan basah sepertinya. Mau tidak mau penisku mulai menggeliat bangun. Bagaimana tidak, berdua di kamar, acara memijat pula. Kulihat Mbak Lis memejamkan mata dari tadi, tapi nafasnya sedikit berubah. “Mbak..punggungnya gimana ini. Tak pijat dari luar atau gimana ?“. “Ya dari dalam Mas..dari luar gak kerasa“. Kepalang basah, toh Mbak Lis sudah memberi lampu hijau. Aku teruskan saja 2 tanganku setelah dari pantat, naik ke punggung. Tetap kupijat dan kususurkan tangan2ku. Tanpa meminta persetujuan Mbak Lis, kucari kait bh – nya dan kulepas..tess, tapi tetap berada di tubuhnya. “Lepas aja Mas..bisa ?“. Tak kujawab, tali yang kiri kuturunkan dulu hingga lepas dari lengan lalu yang kanan. “Bentar ya Mbak..maaf“, kuangkat dada bawahnya untuk melepas total bh – nya. “Hmm..iya“, jawab Mbak Lis tanpa nada marah atau protes. Sedikit tersentuh kulit susu bawahnya, “Masih kenyal juga“. Penisku makin bangkit dari tidurnya. Hanya aku tak mau terburu2 untuk bermesraan dengan tubuhnya, belajar dari pengalaman. Wanita akan lebih terbakar bila irama kemesraan tidak tancap gas.
Kuperhatikan bh – nya, mencari nomor ukuran “Ukuran berapa nih Mbak ?“. “Apa..oh..34a. Kenapa kecil ya ?“, Mbak Lis melirik aku yang sedang memegang bh hitamnya. “34a tu biasa Mbak. Walau kecil tapi kenceng padat aku ya jelas sukalah Mbak. Ya..kayaknya Mbak juga“, aku menanggapi pertanyaan Mbak Lis yang nadanya mungkin membuatku sedikit kecewa karena ukurannya. “Huu..belum tau tapi sok tau nih“, jawab Mbak Lis. “Feeling aja sih Mbak“, aku menyahutinya sambil nyengir. Memijat punggung tentu menyebabkan daster Mbak Lis akan naik, hingga pinggang. Aku memutuskan untuk mengapit dua pahanya dengan kaki2ku lalu duduk di bawah pantatnya, untuk menjangkau bagian bawah leher yang tertutup daster. Namun kemudian Mbak Lis menurunkan tali pundak kiri dan kanan, agar aku tidak kesulitan lalu meloloskan ke dua tangannya. Dari semula pantat; punggung dan kini pundaknya sudah hampir terbuka semua. Hanya saja dasternya masih menempel di punggung atas. “Dikurangin dikit tenaganya ya Mas..gak kuat sakitnya“, begitu kata Mbak Lis. “Iya Mbak“. Pelan tapi sedikit bertenaga begitu kumulai memijat pundaknya dengan 2 tangan. Sebelumnya kutuang lotion di pundak dan telapak tanganku. “Tak kurangin lagi Mbak tenagaku ?“. “Nggak Mas..cukup kok. Hmm..enak“. Dari pundak, kualihkan ke tulang belikatnya,kuurut dan kupijat. Semakin ke bawah aku baru sadar bila dasternya masih melekat di punggung. “Mbak..gak dilepas dasternya ? Ngganggu bagian punggung nih“. “Hm..ya lepas aja Mas. Pokoknya kalo aku diem ya berarti jalan aja“. “Ok Mbak“. Aku tarik daster ke atas melewati kepala. Mbak Lis membantu dengan meluruskan tangan. Saat akan melalui pundak, Mbak Lis diam saja, tidak mengangkat tubuh. Lalu kupegang daster dengan tangan kiri, kusangga dada bawah Mbak Lis dengan lengan kanan yang menyilang hingga menyentuh susu kirinya. “Kapan lagi bisa dapet kesempatan kayak sekarang“, batinku gembira. Mbak Lis tetap merem tapi mengeluarkan suara “Emm..“ dan sedikit menggerakkan pundak, kepalanya tetap miring ke kiri. Praktis tinggal cd yang masih melekat di tubuhnya. Kulanjutkan memijat dan mengurut punggungnya, dari bawah ke atas. Tiba – tiba “Mas..pantat tadi belum dipijet pakai lotion ya ? Ulangi lagi ya..kurang mantep“. “Anything you wish Mbak“, jawabku. “Huu..sok Inggris”, Mbak Lis berkomentar. “Kan memang lumayan”. “Iya deh”. Batinku berpikir “Hmm..mulai naik nih si Mbak kayaknya”. Kulepas cd – nya, dengan mengangkat dua pahanya saat turun melewati pantat. Kutuang lotion di 2 telapak tangan. Kuremas lagi pantatnya. Aku menggunakan 2 jempol ketika mengurut pantatnya. Saat kumulai dari bawah pantat untuk mengurut, mau tidak mau mengenai garis tengah 2 pantatnya. “Geli Mas..”. “Lha kan memang pasti kena. Kalo nggak kena berarti gak full pantat tho Mbak”. “Iya sih”. Dua pahanya kubuka lebih lebar lagi untuk mengurut paha dalamnya. Ketika naik, 2 jempolku mengenai area bagian bawah anus Mbak Lis, yang merupakan area lumayan sensitif baik bagi cewek dan cowok. “Emm..”, reaksi Mbak Lis dengan mencengkeram sprei. Penisku makin berdenyut dan mengembang. Bukan sengaja tapi kuulang hingga 3x, karena aku wajib menuntaskan tugas. Mbak Lis makin kuat mencengkeram sprei di atas kepalanya. Kurasakan area itu menghangat dan ada sedikit basah, entah karena keringat atau cairan vagina yang mulai keluar. Kulanjutkan dengan mengurut sisi kiri dan kanan tubuh Mbak Lis. Jelas mengenai sisi luar susunya, agak mengeras kurasa. Mbak Lis sedikit mengerak2kan kakinya. “Geli Mas ah..”, saat mengenai ketiak kanan dan kirinya dan mengerak2kan tubuhnya. “Katanya apa aja Mbak gak protes”. “Iya..tapi kan memang geli”. “He3x”.
Aku membuka kaos karena kurasa panas tubuh yang mulai meningkat. “Mbak..bagian belakang udah semua. Sekarang yang depan”. Mbak Lis memutar tubuh untuk telentang. “Akhirnya..bagian2 terindah tubuh wanita bisa kulihat sekarang. Susu Mbak Lis termasuk masih bagus mengingat umurnya. Pentil dan areola warna kecoklatan, keduanya bentuknya tidak membesar walau sudah mempunyai anak. Perut sedikit berlemak, wajar. Vagina juga masih ok, warnanya sedikit hitam, dengan rambut yang tertata rapi tidak lebat. Ahh..semuanya kesukaanku”, batinku. Ada 2menit aku menatap tubuhnya. Mbak Lis tetap merem, mungkin malu. “Ayo Mas mulai mijet. Katanya sekarang yang depan”. Mbak Lis membuka mata “Lagi ngapain..eh malah liat2. Malu ahh”, Mbak Lis lalu menutup dada dan akan mengatupkan paha. Tapi karena aku ada di antara 2 pahanya maka ia tidak bisa mengatupkan pahanya, hanya mengangkat paha. Langsung kutahan dengan 2 tangan gerakan pahanya“Yah Mbak..kalo gak mau keliatan yaa depannya gak usah aja. Dan lagi tubuh Mbak masih bagus”. “Uhh gombal..biasa cowok”, Mbak Lis menatapku dengan mulut yang sedikit meruncing . “Yaa..benernya sih gak terlalu bagus. Biar seneng aja”, aku menggodanya. Mbak Lis membelalakkan mata dan sedikit menegakkan tubuh lalu mencubit paha dan tanganku. “Habis..memang bagus kok. Dipuji gak mau..yaa aku batalin..he3x”. “Udah..sekarang Mbak telentang yang manis, diem dan nikmatin aja..ok“, sambil kubaringkan tubuhnya kembali dan kutatap 2 bola matanya dengan merundukkan tubuhku. Nafas hangatku menerpa wajah Mbak Lis. Kucium kening atasnya yang ada anak rambutnya. Kata orang, wanita bila dicium area itu merasa lebih disayang dan perhatikan. Kami saling bertatap mata. Mbak Lis tidak bereaksi, hanya 2 bola matanya menatapku dalam dan dua tangannya berpegangan pada 2 lenganku ketika akan kurebahkan. Mbak Lis kembali merem. Kuletakkan 2 tangannya di sisi kiri dan kanannya. 2 pahanya kembali kuturunkan dan lebarnya seperti semula. Aku duduk lebih maju, otomatis lututku mengenai paha dalamnya.
Aku memulai memijat kening; pipi dan area sekitar mata, tanpa lotion. Sengaja kurundukkan tubuh agar nafas kami saling mengenai wajah. Ada 2 – 3x Mbak Lis membuka matanya. Seakan penasaran apa yang akan kulakukan selanjutnya dan ada sinar nyaman dan sayang yang kutangkap. Kusentil ujung hidungnya. Ketika kusentil bibirnya seperti orang ketika akan menyalakan kenop lampu “Uuhh..jahil”. Aku hanya tersenyum. Kulanjutkan mengurut dan memijat 2 lengannya. Lalu mengurut sisi kanan dan kiri tubuhnya. Nafasnya sedikit naik turun ketika mengenai sisi luar susunya. Tanpa bertanya dulu, aku memijat dada sekarang. Dari bawah leher turun terus. 2 pentilnya tak kusentuh. Kupijat dadanya, bukan, lebih tepat mengurut dan meremas pelan. Mbak Lis makin naik turun dadanya. Kulirik dua tangannya kuat mencengkeram sprei. Susu Mbak Lis lebih mengeras dan 2 pentilnya makin tegak. Aku menggodanya dengan menyentil pentil kirinya “Kok tegang dan keras Mbak..”. “Mas ini..ahh..malu aku”, ujar Mbak Lis. Di bagian perut aku hanya mengurutnya pelan. Turun lagi..area vagina. Aku mulai dengan memijat dan mengurut paha dulu. Dari bawah ke atas. 2 jempolku mengenai lagi area vagina dan anusnya. Area itu jelas sangat sensitif bagi siapapun. “Eeemmm”, Mbak Lis mulai mengerang dan sprei makin kusut karena cengkeramannya. Kulihat memang vaginanya sudah basah dan mengeluarkan cairan. Nanggung, kuurut pula dinding luar vagina Mbak Lis.

[IMG]file:///C:/DOCUME%7E1/user/LOCALS%7E1/Temp/msohtml1/01/clip_image002.jpg[/IMG]
( gambar saya ambil dari threadnya orang..maaf lupa namanya…Mohon maaf sebelumnya. Just to make my description more clear. Jika menyalahi aturan, gambarnya di delete saja ).




“Hmpf..hmpf..eengghh..ennggghh”, desah dan erangan Mbak Lis makin keras menggema di kamar kami. Vagina makin basah dan cairannya mulai mengalir ke luar. Kusengaja berlama2 area ini. Jempolku kadang kuurutkan di sungai luar vagina, yang membuat denyutan di vagina Mbak Lis tambah kuat. “Mmmass..kamu apain mpekkuuu…”, racau Mbak Lis. “Mbak jorok juga bahasanya ih..”, aku berkomentar. “Kamu kok nakal Mmmasss..Oouugghhh..eemmppfff”. 5menit kemudian tangan Mbak Lis mencengkeram lenganku kuat2 dan mengangkat 2 pahanya, membentuk huruf A. “Aaaahhh..Mmmmasss..uuhhfffssttt..eeemmm”, disertai lenguhan nafasnya yang berhembus keras dan lava panasnya mengalir deras membentuk pulau yang cukup luas di sprei. Pahanya tetap dalam huruf A dan tanganku pun tetap dicengkeram kuat2 sekitar 5menit. Mbak Lis merem dengan bibir berhuruf o kecil. Aku bahagia melihatnya, bisa memuaskan orang yang walau relatif baru dekat. Aku merundukkan badan, nafasku berhembus di wajahnya. Lalu kucium lembut bibir yang sedang membentuk huruf o kecil itu “Cup..”. Mbak Lis membuka matanya, dengan sedikit berkaca2. “Kok nangis Mbak..aku bikin salah ya ?” “Nggak Mas..aku bahagia dengan apa yang Mas lakuin. Makasih ya Mas”, Mbak Lis menarik kepalaku dengan tangan kiri, sedang yang kanan memegang pipi kiriku, menciumku dalam2. Kubalas dengan mengelus2 rambutnya dengan tangan kiri, tangan kananku memegang leher kirinya. Kami berciuman dengan mesra dan saling bertukar lidah, sekitar 5menit, lalu kuhentikan. “Kok berhenti Mas ?“. Aku hanya tersenyum, kukecup lagi bibirnya “Cup..“, lalu aku kembali duduk tegak menatapnya. Mbak Lis juga tersenyum, manis sekali. 2 tanganku digenggamnya mesra.
Aku merendahkan tubuh lagi dan kututup kelopak matanya lagi lalu kucium. Kening Mbak Lis sedikit mengernyit, tanda bertanya2, tapi ia kemudian tersenyum. Pasrah pada apa yang akan kulakukan selanjutnya. Aku turun dari spring bed, melepas celana dan cd – ku. Penisku langsung terbang dengan gembiranya, benar2 full erection. “Mbak..mengkurep lagi ya“, aku memerintahnya. Mbak Lis kembali memutar tubuh dengan mata tetap terpejam, telungkup. Aku naik ke spring bed lagi. 2 tangannya kembali kuatur seperti semula. Kulumuri seluruh tubuh belakang Mbak Lis, mulai kaki hingga punggung, lalu tubuhku sendiri. Aku merambat dari kaki, seperti ular menuju ke atas. Gampangannya, aku surfing di tubuh belakang Mbak Lis. Saat tubuhku atasku mencapai punggung, kukecup lembut belakang leher, sedikit kugigit kecil. Mbak Lis menggerak2kan kepala tanda geli “Mass..geli aku“. Kukecup punggungnya walau hanya sedikit karena telah penuh lotion. Aku menurunkan tubuh lagi. Merambat naik lagi. Kali ini kepala penisku sedikit menyentuh daerah pertemuan vagina dan anus. “Emm..Mmaass..“, Mbak Lis mulai mengerang lagi. Kulakukan hingga 5x. Tangan Mbak Lis kembali mencengkeram sprei, punggung dan pantatnya sedikit menegang. Telapak kakinya agak menekuk, tanda gairah mulai melanda kuat. Kukecup mesra pipi kirinya, karena Mbak Lis kepalanya miring ke kiri. Kutiup pelan lubang kupingnya. “Geli ah Mas..“, dengan menggeleng2kan kepala. Aku turun dan naik lagi. Kurasakan kepala penisku sedikit memasuki pintu vaginanya. “Oohh..emm..“, erang Mbak Lis. “Mbak..telentang ya sekarang“, pintaku. Mbak Lis sepertinya enggan menurutiku karena untuk memutar tubuhnya ia melihatku dulu dan “Ngapain sih Mas bolak balik..“, protes rupanya. Aku menaruh telunjuk kananku di bibirnya sambil tersenyum. “Tutup mata lagi ya..“, aku memerintah Mbak Lis.
Kubuka pahanya lebih lebar dari pada sewaktu telungkup tadi. Aku mengusapkan lotion di tubuhku dan kutuang di tubuhnya, lalu merambat dari kakinya lagi. Kulakukan pelan2 sambil telapak tangannya kugenggam erat. Sewaktu mendekati vagina, kutiup; kukecup dan kujilat. “Eemm..Maass..“, Mbak Lis mengerang lagi. Kugelitik pusarnya. “Geliii Masss“, katanya. Di daerah dada, kuremas dulu susunya. Kucium pucuk pentil kanannya. Kujilat yang kiri, bergantian. Mbak Lis mencengkeram lenganku erat. Lalu kuhisap kuat bergantian. “Maasss..eemmmppff“. Kuputar2 pentilnya di dalam mulutku yang semakin tegak dan mengeras. Mbak Lis pun makin mengeliat2. Sekarang kugunakan jempol dan telunjukku kiri dan kanan untuk bermain2 dengan pentil2nya. Sedang bibirku menuju bibir Mbak Lis, menciumnya dalam2. Kepalaku dipegang kuat2 dengan 2 tangannya. Saling sedot lidah, gigit. Sesekali kujulurkan lidahku di langit2 mulut atasnya kuat2. Hal itu menyebabkan Mbak Lis megap2, seakan kehabisan nafas. Mbak Lis membelalakkan mata tapi bibirnya tetap kukuasai. Tangan kiriku kuturunkan ke vaginanya. Kutekan2 jempolku di sana. Sekuat tenaga Mbak Lis melepaskan bibirnya dariku. “Hah..ooohh..adduuuhh Maasss..“. Langsung kutusukkan jari telunjuk dan tengah kiriku masuk ke vagina Mbak Lis. Kontan pahanya menjepit tangan kiriku yang sedang beraktifitas. Tangan kiri Mbak Lis mencengkeram pantatku sedang yang kanan tetap kugenggam erat. “Adduhhh Mmaass..terrruuss..“. Aku menerapkan irama 2x setengah masuk 1x masuk semua. Mbak Lis semakin kelojotan. Paha; kepala ( walau terus kucium ); dan pundaknya terus bergerak. Aku lepas ciumanku untuk merambat lagi dengan memposisikan penis tepat di pintu vaginanya. Masuk sedikit, kuturun lagi, berulang 3x. “Mmmasss..jangan mainin aakkuu“. Tepat yang ke 4, aku masukkan semua penisku, dengan kugenggam erat2 dua telapak tangannya dan kucium dalam2 bibirnya. “Hhmmppff..eennngghhh...eenngghhh“, desah dan erangan Mbak Lis memenuhi kamar kami yang sunyi. Aku maju dan mundurkan penisku, berirama 3x setengah masuk 2x masuk semua. Ketika kulepas genggamanku, dua tangannya langsung memelukku kuat2. 10menit kami dalam posisi telentang. Kemudian Mbak Lis ingin berada di atas, terasa dari gerakan tubuhnya. Kusangga punggungnya dan sehingga Mbak Lis berputar sendiri.
Kini Mbak Lis yang pegang kendali. Aku diciumnya ganas, tanpa sempat menarik nafas. Kepalaku dipegang dua tangannya, sedang pinggang dan pantatnya dihujamkan ke penisku dalam2. Kerapatan dan kehangatan vaginanya masih lumayan. Mbak Lis juga sesekali bergerak maju mundur tanpa menekan pinggangnya. Aku hanya meremas pantat serta memeluknya erat. Beberapa kali jari tengahku kuusapkan di urat yang tepat di tengah jalur vagina dan anus, cowok pun juga ada. Area itu salah satu yang cukup sensitif untuk meningkatkan birahi. Terbukti Mbak Lis semakin mengerang dan kecepatan maju mundurnya pinggang semakin kencang. “Mmmaaaass..kamu kok piinntteerr sssihhh“. Tak berapa lama Mbak Lis merebahkan tubuhnya, disertai luncuran lava panas yang diikuti denyutan otot2 vaginanya. “Ooohhh..Mmmaaass..eehhmmmppff..ahh..aahhh“, Mbak Lis telah berada di awan rupanya. Kupeluk erat2 punggungnya. Degup jantungnya terasa benar di dadaku. Sekitar 5menit Mbak Lis di atas tubuhku. Kupegang kepalanya, kutatap 2 bola matanya yang berkaca2. “Kok nangis lagi Mbak..aku nyakitin ya ?“. “Huk..
huk..nggak Mas. Mas baiiikk banget sama aku. Sekian lama tak kurasakan perasaan ini. Nyaman banget”. Aku membelai2 rambutnya hingga ujungnya, lalu kukecup kening dan bibirnya “Aku yang makasih Mbak. Mbak yang baik banget sama aku, padahal kita deket baru kali ini”. Kuusap air matanya dan kukecup bulir2 air matanya yang masih menetes. Rambutku dibelainya pula lalu bibirku dicium dalam2. “Mas belum ya ?”. Aku hanya tersenyum “Cowok kan wajib memuaskan pasangannya dulu”. “Huu..nggombal lagi”. “Itu udah prinsipku dari dulu Mbak. Untuk aku kan gampang aja. Selama masih kuat ya kulanjutkan”, aku berkata panjang lebar. Ujung hidungku disentilnya “Nakal..tapi Mas memang ok. Mas mau kan kita deket terus ?”, matanya menatapku dalam, penuh harap. “Iya Mbak..kalo Mbak nggak baik dan seksi..ya emohlah aku..he3x”. Ia gemas dan rambutku diacak2. Saat itu entah Mbak Lis merasa atau tidak, kugetar2kan penisku yang masih bersarang damai di vaginanya. Kupegang erat pantatnya dengan dua tanganku dan kugerakkan maju mundur. “Hhmmppff..Mmmaass..aku diapain lagi”, Mbak Lis mulai naik lagi birahinya. Makin lama kecepatan cengkeramanku di pantatnya makin kutingkatkan dan kusertai hunjaman penis hingga mentok. Mbak Lis belingsatan, menegakkan tubuh lalu meraih dua tanganku, diletakkan di susunya.
Aku meresponnya dengan meremas dan memainkan pentil2nya, tapi tidak terlalu kuat. Mbak Lis menggoyang tubuhnya sendiri seperti yang kulakukan tadi.
Kuangkat pinggangku untuk menghunjamkan penis, disambut hentakan pinggang Mbak Lis dalam2. Kutarik kepalanya dan kucium ganas. Kami saling memegang kepala pasangannya. “Hhegghh..hheegghh..oohhh..Mmmasss..aku mau kkelluuarr llaagiii”. Kutatap matanya “Oougghhh..Iiiyyaaa Mmmbbbakk..aakkkuuu jjjuugggaaa. Di dalam attaauu..”. Belum sempat kuteruskan kalimatku langsung disambar “Ddaalleeemm aajjjjaaa..oouuffsstt..aaayyoo Mmmaasss”. Pantatnya kucengkeram makin erat, kugoyang maju mundur makin cepat. Beberapa saat kemudian kurasakan magmaku sudah diujung kepala penis. Kuangkat pinggangku lebih cepat agar penisku lebih sering mengenai tembok belakang vaginanya dan seiring pantatnya kuhentakkan ke bawah. Aku diciumnya dalam2. Lidah Mbak Lis kusedot kuat2. “Oouughhh..aaahhhh..eemmppfffssstt..Mmmaaass”. Kupegang kepalanya dengan tangan kanan erat2 dan tangan kiriku memeluk pinggangnya sekuatku. “Mmmbbbaaakk..oouuugghhh..uuufffsstt”. Kami mencapai awan hampir bersamaan. Mbak Lis merebahkan tubuh lagi, tapi hanya sebentar karena aku balikkan tubuhnya. Kususupkan 2 lenganku dileher belakang Mbak Lis. Kepalaku di susunya. Kujepit 2 pahanya erat2. Penisku masih berdenyut2 mengeluarkan magma begitu pun vagina Mbak Lis yang juga masih mengeluarkan lava dan denyutannya juga masih terasa. Lama juga posisi kami seperti itu. Kudengar isak tangis perlahan “Yahh..kok nangis lagi sih Mbak..maaf aku lupa pake kondom. Padahal udah beli tadi”. Kutatap bola2 matanya. Kujilat air matanya dan kukecup 2 kelopak mata Mbak Lis. Punggung dan kepalaku dibelainya. Lalu aku dicium “Nggak Mas..aku memang pingin magmamu menyembur di mpekku. Aku nangis karena aku bahagia. Mas memang baik”. “Aku memang dari tadi pingin k**ku nyemprot mpekmu Mbak”, balasku. “Jorok ih omongannya”. “Kan Mbak yang ngajari..hi3x”. Kami tertawa bersama, sedang malam telah larut. Kucium habis seluruh wajahnya. Mbak Lis membalasnya pula. “Mbak..tak nyalain air bathtub dulu terus kita berendam yuk. Habis itu bo2”, ajakku. “Iya sayang..aku juga capek banget habis kamu setubuhi”, dengan senyum manisnya. “Abis Mbak juga yang nyerempet2 dulu..aku kan hooh aja..he3x”, aku nggak mau kalah. “Uuhh..dasar..cepet sana nyalain”. Kami pun 2jam berendam bersama di bathtub, berbincang2 apa saja. Jika tidak melihat kulit jari2 kami yang mulai mengkerut, mungkin bisa lebih lama lagi berendamnya. Akhirnya kami tidur berpelukan, tanpa busana di balik selimut. Esoknya kami pulang dengan senyum terus mengembang dan perasaan bahagia yang mekar di hati.

Uufff..selesai juga mengarang indahku. Mungkin bagi sebagian besar DS’er ceritaku ini terlalu puuannjanngg dan mboseni. Kuterima. Nggak tau nih..bisa sebegini panjangnya. Ju2r, dari saat paragraf memijat udah basah kepala penisku. Makanya cerita ini aku sambung dan berhenti selama 3 hari. Kalo diterusin, bisa muncrat di kursi pas ngetik..he3x. Sampai ketemu lagi..