"Mah, kemana saja sih kok sudah sebulan ini baru datang?", tanyaku sengit ketika Mama ku datang mengunjungiku di Bandung.
"Mama sudah dapat pacar baru ya? sampe enggak sempet datang? Pokoknya aku enggak mau kalo Mama dapat Papa baru".
Mama ku terlihat kaget ketika aku marah, padahal beliau baru saja datang dari Jakarta hari jumat sore itu. Tetapi ketika kepalaku di elus-elusnya dan mama mengatakan minta maaf karena terlalu sibuk dengan pekerjaannya dan sekaligus juga mengatakan kalau mama tetap sayang denganku, perasaan marahku pun jadi luluh.
"Masak sih Mas (namaku sebenarnya Pur tetapi mama selalu memangggilku Mas sejak aku masih kecil), kamu enggak percaya sama mama? Mama terlalu sayang padamu, jadi kamu jangan curiga kalau mama pacaran lagi", katanya terisak sambil menciumi pipiku dan akhirnya kami berpelukan.
Setelah makan malam, lalu kami berdua ngobrol di ruang tamu sambil melihat acara TV.
"Mas, rambutmu itu sudah mulai banyak lagi yang putih... sini mama cabutin", kata mama yang biasanya selalu mencabuti ubanku bila datang ke Bandung. Segera saja aku bergegas ke kamar untuk mengambil cabutan rambut lalu duduk menghadap kearah TV di lantai sambil sandaran di sofa yang diduduki mama.
Terus terang, aku paling senang kalau mama sudah mulai mencabuti ubanku, soalnya bisa sampai ngantuk.
"Banyak betul sih Mas ubanmu ini?", komentar mama sambil mulai mencabuti ubanku.
"Habis sih... Mama sudah lama enggak kesini... cuman ngurusin kerjaan melulu."
"Ya sudah, sekarang deh mama cabutin ubanmu sampai habis."
Kami lalu diam tanpa berkata kata.
"Mas""ngomong2 kamu sudah punya pacar apa belum?", tanya mama tiba2, sambil masih tetap mencabuti ubanku di kepala bagian belakang.
"Belum kok Ma"..masih dalam penjajakan", sahutku.
"Tuh... kan. Kamu ngelarang mama cari pacar, tapi kamu sendiri malah mau pacaran.", sahut mama dengan nada agak kesal.
"Pokoknya, mama enggak mau lho kalau kamu mulai pacaran, apalagi masih sekolah bisa2 pelajaranmu jadi ketinggalan dan berarti kamu juga sudah enggak sayang lagi sama mama", tambahnya.
"Enggak kok Ma, aku masih sayang kok sama mama."
"Sudah selesai Mas yang belakang, sekarang yang bagian depan", perintahnya.
Lalu kuputar dudukku menghadap ke arah Mama dan tetap duduk dilantai diantara kedua paha mamaku serta Mamapun langsung saja meneruskan mencabuti uban-ubanku.
"Mas, kamu kan sekarang sudah tambah dewasa, apa enggak pingin punya pacar atau pingin meluk atau dipeluk seorang perempuan?", kata mama tiba2.
"Atau kamu sudah jadi laki-laki yang enggak normal barangkali ya, Sayang?", lanjut Mama.
"Ah, mama ini kok nanyanya yang enggak2 sih?", sambil kucubit paha mama yang mulus dan putih bersih.
"Habisnya selama ini kan kamu enggak pernah cerita soal temen wanita kamu, Mas.", sahut mama.
"Aku ini masih laki-laki tulen Mah. Kalau mama enggak percaya, boleh deh dibuktiin atau di test ke dokter.", tambahku sambil kuelus-elus paha mama. Kata Mama, aku enggak boleh pacaran dulu, tambahku.
"Naaah... gitu dong Mas. Pacarannya nanti-nanti saja deh Mas, kalau kamu sudah lulus".
"Tapi, kamu kan sudah dewasa, apa enggak kepingin meluk dan mencium lawan jenis kamu", tanyanya lagi.
"Kadang-kadang sih kepingin juga sih Ma, apalagi banyak teman-temanku yang sudah punya pasangan masing-masing. Tapi ngapain sih Ma, kok nanya2 gituan?"
"Ya... enggak apa apa sih, mama cuman pingin tahu saja.", sahut mama sambil tetap mencari ubanku.
Karena aku duduk menghadap mama dan jaraknya sangat dekat, tanpa kusadari mataku tertuju kebagian dada mama dan karena Mama ku hanya memakai baju tidur putih yang tipis sekali, maka tetek dan puting susunya secara transparan terlihat dengan jelas.
"Mah... ngapain sih Mama pake baju tidur ini?"
"Lho... memangnya kenapa mas dengan baju tidur mama ini? emangnya kamu enggak suka ya Mas?", tanya mamaku, tanpa menghentikan kerjanya mencabuti ubanku.
"Emangnya Mama enggak malu?"... tuh kelihatan?", sambil kututul puting tetek mama yang terlihat menonjol keluar dari balik baju tidurnya dengan ujung jariku.
"Huuuusss, teriak mama kaget. Mama kirain kenapa? wong enggak ada orang lain saja kecuali kamu dan bibi dirumah ini. Lagipula mama kan enggak keluar rumah. Memangnya kamu enggak suka ya Mas?", sahut mama menghentikan kerjanya dan memandang mataku.
"Wah"... ya suka bangeet dong Mah. Apalagi kalau boleh megang...", senyumku.
"Huussss...", sambil menjundul dahiku.
"Wong kamu ini masih kecil saja", tambahnya.
"Mah. Aku ini sudah mahasiswa lho.. bukan anak TK lagi, masak sih aku masih kecil? kalo ngeliat sedikit kan enggak apa apa kan mah... boleh kan Mah?", rengekku.
Mama tidak segera menjawab dan tetap saja meneruskan mencabuti ubanku seolah olah enggak ada apa-apa.
Setelah kutunggu sebentar dan mama tidak menjawab atau melarangku, akhirnya kuberanikan untuk menjulurkan tanganku kearah kancing baju tidurnya didekat dadanya.
"Sebentar aja lho Mas ngelihatnya", ujarnya tanpa menghalangi tanganku yang sudah melepas 3 buah kancing bajunya.
"Aduh Mah...putih betul sih tetek mama." komentarku sambil membuka baju tidurnya sehingga tetek mamaku tersembul keluar. Aku enggak tahu ukurannya, tetapi yang pasti tidak terlalu besar sehingga kelihatan tegang menantang serta berwarna merah gelap di sekitar puting nya.
"Sudah ah Mas, tutup lagi sekarang", katanya sambil tetap mencabuti ubanku.
"Lho... Kok malah bengong, tutup dong Mas?", katanya lagi ketika kata-kata mama enggak aku ikutin dan tetap memandang kedua tetek mama yang kupandang begitu indah.
"Bentar dong Mah... aku belum puas nih Mah, melihat tetek mama yang begitu indah ini. Boleh ya Mah pegang dikit?"
"Tuh kan... Mas ini sudah ngelunjak. Katanya tadi cuman mau ngelihat sebentar, eeeh sekarang pingin pegang.", sahut mama sambil tetap melanjutkan mencabut ubanku.
"Sebentar aja lho...", sahutnya tiba2 ketika melihatku hanya bengong aja mengagumi tetek mama.
Setelah Mama mengizinkan dan dengan penuh keraguan serta tanpa berani melihat wajah Mama, segera saja kuremas pelan kedua tetek mama dengan kedua telapak tanganku.
"Aahh... sungguh terasa halus dan kenyal tetek mama", gumanku dalam hati. Lalu kedua tetek mama kuelus2 dan kuremas2 dengan kedua tanganku.
Karena asyiknya meremasi tetek mama, baru aku sadar kalau tangan mama sudah tidak lagi mencabuti ubanku lagi di kepalaku dan setelah kulirik, ternyata mama telah bersandar di sofa dengan mata tertutup rapat, mungkin sedang menikmati nikmatnya remasan tangan ku di tetek nya.
Melihat mamaku hanya diam saja dan memejamkan matanya, lalu timbul keberanianku dan segera saja kumajukan wajahku mendekati tetek kirinya dan mulai kujilat puting teteknya dengan ujung lidahku.
Setelah beberapa kali teteknya kuremas dan tetek satunya kujilati, kudengar desahan mama sangat pelan "ssshhh... ssssshhhh... aaaahh.. Maaaass... suuuudaaaahh..."
Desahan ini walaupun hampir tidak terdengar membuat ku semakin berani dan jilatan di puting teteknya dan kuselingi dengan hisapan halus serta remasan di tetek mama sebelah kanan pun kuselingi dengan elusan elusan lembut.
Tiba2 saja terdengar bunyi "kling" di lantai dan itu mungkin cabutan ubanku yang sudah terlepas dari tangan mama, karena bersamaan dengan itu, terasa kedua tangan mama sudah meremas remas rambutku dan kepalaku di tekannya kearah badannya sehingga kepalaku sudah menempel rapat di tetek mama dan nafasku pun sedikit tersengal. Desahan dari mulut mamaku pun semakin keras.
"Ssssshhh... ooooohh... aaaaahhh... Maaaaaassss..."
Desahan yang keluar dari mulut mamaku ini menjadikan ku semakin bersemangat dan kugeser kepalaku yang sedang dipegangi mama kearah tetek yang satunya dan tangan kananku kuremaskan lembut di tetek kiri mama dan tak henti2 nya desahan mama terdengar semakin kuat dengan nafas cepat.
"Maaasss... aaaaahhh", desah mama dengan keras dan tubuhnya meliuk liuk, seraya mendekap kepalaku sangat kuat sehingga wajahku tenggelam kedalam teteknya.
"Aaaahhhh", teriaknya dan diakhiri dengan nafasnya yang cepat dan tersengal-sengal.
"Maaas, mama lemes sekali", kata mama dengan suara yang hampir tidak terdengar dengan nafasnya yang masih tersengal-sengal. "Maass, tolong bawa mama ke kamar", tambahnya dengan nafasnya yang masih cepat.
"Ayoooo Maas. Cepat bawa mama ke kamar", katanya lagi dan tanpa berfikir panjang akhirnya kubopong mama dan kuangkat ke tempat tidurnya dan dengan hati2 kutidurkan terlentang di tempat tidurnya dan mata Mama masih tetap merem tapi nafasnya yang cepat sudah sedikit mereda.
Aku enggak tahu harus berbuat apa, jadi aku hanya tiduran saja disamping mama sambil ku elus elus dahi yang berkeringat dan rambutnya serta pandanganku tidak pernah lepas dari wajah mama karena takut terjadi apa2, tapi sering juga mataku tertuju ke tetek mama yang menyembul keluar dari baju tidurnya yang terbuka. Nafas mama makin lama semakin teratur.
Tak lama kemudian mata mama mulai terbuka pelan-pelan dan ketika melihatku ada disampingnya, mama tersenyum manis sambil tangannya dieluskan ke wajahku.
"Kenapa Mah. Aku sampai takut", kataku sambil kuciumi tangan yang sedang memegang wajahku.
"Mama lemes sekali sayang... kaki mama gemetaran, tolong kamu pijitin mama", perintahnya dengan suara yang hampir tidak terdengar.
Tanpa membantah, segera saja aku berpindah ke dekat kaki mama dan ketika kedua kakinya di geser kearah berlawanan, lalu kutempatkan dudukku diantara kedua paha mama yang sudah terbuka lebar. Kulihat mama sudah menutup matanya kembali.
Penisku yang tadi sudah tidur karena rasa takut, kembali mulai bangun ketika baju tidur mama yang tersingkap dan cd nya terlihat jelas. Benar-benar merupakan pemandangan yang sangat indah, pahanya yang putih mulus serta padat berisi itu membuat jantungku serasa mau copot.
Karena enggak pernah tahu bagaimana caranya memijat, akhirnya kedua tanganku kuletakkan di kedua paha mama dan kupijit-pijit dari bawah ke atas. Aku enggak tahu, apakah pijitanku itu enak apa tidak, tetapi kelihatannya mama tetap memejamkan matanya tanpa ada protes. Demikian juga ketika kedua tanganku kusodokan di cdnya beberapa kali, mama pun tetap diam saja.
Memang godaan syahwat bisa mengalahkan segalanya. Penisku pun sudah begitu tegang sehingga kugunakan salah satu tanganku untuk membetulkan arahnya keatas agar tidak terasa sakit.
"Mah... celana mama mengganggu nih. Aku buka saja ya mah?", tanyaku minta izin sambil memandang ke arah nya.
Mama enggak segera menjawab, tapi kuperhatikan mama mengangguk sedikit.
Tanpa berlama-lama walaupun aku masih ragu, segera kutarik turun cdnya dan ketika bagian bawah pantat mama sulit kutarik, mama malah membantunya dengan mengangkat badannya sedikit sehingga cdnya dengan mudah kupelas dari kedua kakinya. Lalu sekalian saja kulepas beberapa kancing baju tidur nya yang tersisa dengan salah satu tanganku dan dengan cepat, kupelas juga kaos dan celana yang melekat di tubuhku.
Sambil kembali kupijati paha mama, mataku enggak lepas memandang memek mama yang baru pertama kali ini kulihat. Bulu jembutnya terlihat hanya beberapa lembar sehingga bentuk memeknya terlihat dengan jelas dan dari celah bibirnya kulihat sudah berair. Detak jantungku menjadi kian kencang terpacu melihat bagian-bagian indah milik mamaku.
Karena enggak tahan cuma memelototi lubang kenikmatan mama, lalu kuselonjorkan badanku kebelakang sehingga wajahku pun sudah berada tepat diatas memek mama tapi tanganku pun masih memijati pahanya walaupun itu hanya berupa elusan elusan barangkali.
Awalnya sih aku hanya mencoba membaui memek mama dengan hidungku. Ah, ada bau yang meruap asing di hidungku, segar dan membuatku tambah terangsang. Eeeh... kuperhatikan mama tetap tenang saja, walaupun nafasnya sudah lebih cepat dari biasanya.
Bersambung . . .