Sri Maya [i]Nestina .. what a amazing ..

Bookmark and Share


Sudah larut malam, ketika itu pulang dari mengikuti suatu tugas seminar ke kantor pusat, Surabaya.

Bahwa selain perhatianku tertuju pada materi seminar yang rumit dan membosankan, aku sering memperhatikan wanita berambut sebahu itu yang sering duduk di ujung depan.

Ntah aku yang mrasa aura sex nya yang memang luar biasa, atau yang lainnya juga. Tapi yang jelas sampai malam ini, aku belum tau dan belum pernah punya kesempatan kenal dia.

Dengan langkah gontai, lelah, bahkan penat di leher ini, kuarahkan tubuhku ke sofa empuk, hotel ini.
Sebenarnya kamar ini untuk 3 orang, tapi berhubung hari ini Sabtu & ² orang teman sekamarku itu punya rumah di Surabaya ini, mereka pulang ke rumahnya.
Kupandangi kamar sepi ini, sambil membayangkan wajah wanita sexy itu.

Hmm.. andai saja dia ada di sini?

Akupun tak sadar, terlelap. Lampu kamar ini masih terang.

Ntah brapa lama aku tertidur di sofa ini, aku dikejutkan oleh ketukan halus di luar pintu.
“siapa sih malam² gini, gangguin tidur orang?”
Kulirik jam tangan, “ah… jam 1²:30” aku dengan sedikit malas sambil menggeliat.. berdiri dan menghampiri pintu, ternyata tidak dikunci..

“siap….?” Terhenti bibirku berucap, karma sosok wanita cantik yang selama ini kuhayalkan sudah hadir di depanku…

“boleh masuk…?”
Aku termangu bahkan membiarkan tubuhnya melewatiku,
Hmm… harumnya… aroma minyak wangi yang lembut..

“hei.. kok bengong.. tutup donk pintunya.. ! di luar hujan loh.. ntar anginnya masuk…; nih liat celanaku basah…!” dia mengibas celananya di dekat sofa.

“eh iya…!” tersadar aku, lalu segera menutup pintu.
“ada apa ya… mbak?” aku berusaha kembalikan kesadaranku.

“Kusman dari Medan kan?” tanyanya, sambil duduk di sofa..
“eh iya mbak..!” kok tau?”…

“hihihi…” “aku tau dari Pak Gani yang duduk di sebelahmu!”
“katanya, kamu sering memperhatikanku..!”
Dia melirikku sambil tersenyum, “duh tuh bibir.. kilat merah…”

“hah!!” aku terkejut.
“ah biasalah mbak.; namanya mbak cantik, paling cantik malah, dari seluruh perserta!”
Aku menghindar.

“oh ya…? Tapi kata Pak Gani, caramu memandangiku, seakan-akan ingin menelanjangiku…!” sahutnya sambil meraih handphone yang bunyi di tas sandangnya.

“maaf.. ga maksud gitu kok mbak!” jawabku (“sialan nih Pak Gani, kok diperhatikannya aku memperhatikan wanita molek ini, sampe di sebutin segala!” pa emang keliatan kali mupengnya?)

“halo.. ya.., eeengg.. ga aku ga balik ni malam, aku tidur di rumah teman, .. iya sory, tadi hapeku lobet…! …Iya, besok sore aku pulang dah..!” begitulah percakapan singkat yang sempat kudengar, sebelum ia mengembalikan hape motorolanya ke tas sandang; & sepertinya dia mematikan hapenya.
“Eh, Man, bener ya.. kata Pak Gani, itu?” kmudian dia berdiri…& membetulkan lipatan celananya

“Mmmm… maaf mbak, ga maksud gitu sih!” aku masih berdiri kaku di dekat pintu memandangi wanita itu berbalik membelakangiku..
“Man, ga pa palah…; aku juga lagi suntuk nih..!” tiba tiba dia membalikkan badannya;

Rupanya tadi dia melepaskan tali pingangnya dan kancing blazernya..
Sekarang dia menarik tali pinggangnya.
Ketika Blazer itu menguak, & gerakan menarik tali pinggang itu.
Terlihat body padat & ketat si wanita ini terbalut jeans.. & baju ketat..
Aku menelan ludah..

“Man… dari tadi bengong mulu!!” dia menghardikku sambil mencampakkan tali pinggangnya ke sofa.

“ya jadi saya harus buat apa mbak, saya macam mimpi aja nih!” ujarku..

“hahaha… logatmu itu, khas Medan banget!”
“nyantai aja… oh ya.. sini duduk..!” masih berdiri, dia menunjuk ranjang di depan sofa.

Ntah gimana, aku seperti dicocok hidung aja, sang kerbau pun duduk di tepi ranjang, sambil memandangi wanita molek ini.

“Bentar ya.. !!” lirikan matanya, seperti mengandung/mengundang sesuatu..
Dia bergerak ke arah pintu, lalu memeriksa pintu, apakah terkunci atau tidak.

“hmm.. mastikan aja, agar kita ga terganggu…! Malam minggu kan? Ga ada room boy sepagi ini… eh dah Minggu pun…!” dia tersenyum senyum sendiri… sambil berjalan ke arahku,
“tak tok tak tok… “ langkah gemulainya mendekat, tapi lebih cepat detak jantungku daripada suara sepatunya..

“Mbak, siapa namanya?” bibirku sampe bergetar… ketika ia mulai berdiri pas dihadapanku.
“yaaa… masa’ kamu bisa ga tau namaku sih?”
Dia membuka blazernya lalu melemparnya ke sofa…
& tak terikuti mataku lagi, kini ia malah sudah menunduk menggamit daguku, meraih bibirku.
mmm……hhh…. Mmmh….(bibir lembut yang licin itu mengulum bibirku, tanpa ampun… dengus nafasnya memburu menghangatkan wajahku)

diserang tiba² dan bertubi² aku terdorong terlentang di tempat tidur..
dia pun hampir terjatuh menimpaku, tapi dia malah mendorong tubuhku..
lalu berdiri di pinggir ranjang..

“Maya…!” ujarnya..
“aaah.. payah kamu Man, ngidolain kok, malah ga mo nyari tau namaku?” dia berbalik badan, membelakangiku.
“mana toiletnya Man?” sambil melangkah ke arah toilet (rupanya dia sudah melihat ruang kecil di balik dinding kamar ini.

Kupegangi bibirku yang masih basah, masih terasa denyut, kuluman hangat dan penuh nafsu Maya, ya Maya namanya, Sri Maya Nestina, aku memang udah dengar nama itu & sempat melihatnya di buku tamu, hanya saja aku masih belum yakin.
Kenapa aku tiba tiba ingat Ines ya? Avatar wanita sexy dengan lingerie nya serta cerita cerita serunya di forum itu, hmm… aah iya, Maya mirip avatar nya Ines, tapi yang ini jauh lebih montok & putih. Lagian namanya juga mirip, aku panggil Ines aja.
Sudah sering aku membayangkan bermain cinta dengan pengarang “Karangan sendiri” itu.
Masih larut dalam hayalan, aku mendengar suara gemericik air.
“Aah.. ngapain si Ines di dalam ya?” Hmm… mungkin mandi…; aah, iya, dia kumur-kumur, “emang bau alkohol, dia barusan minum nih, di mana ya…?” “cuekin aja ah…!” “kapan lagi aku bisa bercinta ma Ines ku…” aku bergumam dalam hati sambil tersenyum senyum sendiri.

Posisiku yang masih terlentang, dengan kaki menjuntai ke lantai. Mataku terpejam, membayangkan semuanya…

“Hei…Man…!!, ngelamunin apa kamu?” dia keluar dari kamar mandi, berbalutkan handuk pink.
Mataku terbelalak.. termangu..
“astaga, paha, betis itu, putih & mulus…!!!” bahunya dan lengan atasnya juga putih mulus, meski ga seputih panlok. (“G_Big, panlok lu, kalah abiz lah.. ma ini!!”)

Sekian detik aku masih belum sadar, ternyata ia malah sudah di atasku lagi…
Tak terikut mataku lagi, bahwa kapan ia bisa melepas handuk itu…
Kini tubuh molek itu sudah tak berhelai benang 1 pun.

Sinar lampu tertutup wajahnya yang memandangiku…
“Hmm.. Man man…!!” kamu kok bengong aja dari tadi??”
(kok aku teringat serial komedi ya…”Temon … temon!” keluhan ngenes.. si Abdel atas ke culunan si Temon)

“Hei…, ayo Man.. wake up.. I’m real…Man!” dia menampar pipiku pelan,
Tangannya dingin dan lembut.. menyadarkanku,
Bahwa nenen kenyal itu sudah di hadapan wajahku…

“Man.. aku dingin Man…!” diraihnya kepalaku, diangkatnya, ke arah nenenya…

Aku langsung membuka mulutku, mendapatkan putting nenen itu, mulai mengenyotnya..
“hmmm… phh.. hmmm…pphh…!” sambil ku bergumam, nenen kiri, kanannya masih kenyal banget, keras, seperti nenen A Be Geh..; putingnya pun masih nonjol sedikit saja… aku hampir kesulitan tuk mengemut nenen & putingnya, karna nenen ini begitu kenyal..

“Aaah… Man…!” gigit putingnya sayang…!!” dia memerintahku lagi, sambil meremas kepalaku..; kedua kakinya mengapit pinggangku,
Dalam posisi begini, aku sungguh susah untuk bisa meraih putingnya yang masih nongol sedikit.

Inisiatifku, akupun telah terbakar nafsu,
Aku membalikkan tubuhnya..
Kini Ines sudah di bawahku…
Aku segera membuka baju kemejaku, tanpa membuka kancingnya, putuslah beberapa butir…
‘Yaa gitulah Man, aku suka laki laki berinisiatif…!” Maya/Ines memandangku di bawah,
Nenen itu begitu menantang, meskipun ia sedang rebah, nenen itu sama sekali tidak berubah bentuk.

Kini aku sudah telanjang dada.
“Hmm.. kamu kurus, tapi kamu putih…!”
“Biasanya orang putih, cepat K.O, katanya loh… tapi kamu kurus, pentunganmu pasti guedee…!, hihihi…” Ines genit banget…
Jarinya yang berkuku itu meraba badanku, six pack ku belum terbentuk.. bis gimana olahraga cuman futsal doank.. ma masak di dapur..

“Hei… bengong lagi…!!” ayo lanjutin…

Aku pun tanpa ragu ragu lagi, turun dan meraih nenen itu, nenen sebelah kiri yang tadi ku emut, kini kuemut lagi, brusaha raih putingnya tuk kugigit.. putingnya sudah semakin keras dan menonjol, akhirnya bisa kugigit gigit kecil, sementara nenen yang kanan kutangkup dengan tangan tangan kiriku, kuremas. Kupelintir putingnya…

‘hhh…. Eeenggghhh… aaaah.. eeeh…engghh…” sepintas kudengar lenguhan dan desahannya.. kutahu dia terangsang… kali ini dia bersikap pasrah, tangan nya dibiarkan menjuntai di samping…

“enggh.. aaah.. mmmppph…!!” aaah…
Hampir lebih dari beberapa menit, ku explore nenen Ines yang ranum ini, akupun menikmatinya, sampai kami tak ingat, kok tiba tiba aku sudah berada di antara ke dua paha putih mulusnya…
Aroma khas merebak dari meki Ines.. harum…

Aku menciumi kulit pahanya… kemudian naik ke pangkal pahanya…
Sebagian bulu jembutnya mengenai pipiku, bulu yang jarang, tapi sedikit panjang…
Aah.. no problem lah..
Aku menciumi..bagian atas meki.. jembutnya mengenai bibirku…
Aku tak perduli, aku terus menjilati, lidahku menjulur sana sini..
Kembali ke pangkal paha..lalu mendekati labia mayoranya..

Sudah basah, berlendir.. dan berbau khas..
Ines sudah terangsang..

Lalu aku menciumi bibir mekinya…
“cupp… clurpp.. mmmh.. cupp.. clurpp….!”
“aaah.. eeeghh… aaaah.. Maan… sssh…!”
Suara kecupan dan kulumanku di meki Ines bercampur dengan erangan Ines..

Itil mungil terselip di tengah, kujilati.. kukuas.. dengan lidahku..
Terkadang, ku sodok liang meki itu dengan lidahku..

Ritual ini berlangsung cukup lama, tanpa sadar, aku tak tau aku berlutut di lantai dan kaki Ines terbuka lebar dan mengapit kepalaku..
Ines meraih kepalaku, mremas dan menjambaki rambutku..
Tangannya yang satu, meremas nenennya sendiri..

Tiba tiba dia meremas kepalaku sejadi-jadinya..
“aah Man.. … maan…aaaaah….!”
Sementara jilatan & emutanku semakin cepat dan ganas di meki Ines..

Sesaat lalu, ia pun menjerit pelan dan tubuhnya berkejat..
Di sorongnya kepalaku menjauh dari mekinya, sementara aku malah makin ngotot tuk dapatkan cairan orgasmenya… Terjadi pergumulan antara malunya Ines dan maunya aku.

Ines menarik tubuhnya ke atas.. menjauhi wajahku..
“aaah… engh… aaaah…” “hhh.. hhh. Hhh…” dengusan nafasnya ga teratur..
“sinthing lu Mannnh…, masa’ lu mo telanhh… ?” tanyanya sambil tersengal sengal..
(kini malah dia nge”lu” gue” ma aku, what ever laa)

Aku tersenyum, sambil membersihkan mulut dan wajahku dengan punggung tanganku..
Masih terasa agak pegal rahangku, saat harus mendongak tadi..

Now its my time,
Aku membuka retsleting celanaku, kancingnya, setelah tali pinggangku. Dompet hapeku yang berisi N70 terjatuh ke lantai, kubiarkan bersama melorotnya celana katun coklatku.

Kini tinggal Celana dalam biru yang berisi pentungan yang sudah keras. Dan kepala pentungan itu malah menyembul melewati batas CD.
“iih Man… kamu ngences ya..?” Ines memperhatikan bagian bawahku, Cdku yang basah, & ya… Pentunganku emang ngences.. sudah tegang sedari tadi..

“ya lah Nes, bis kamu begitu hot sih..!”
“kok Nes?” “tapi kamu ga tau namaku, aku bilang kan tadi Maya…”
“aku mo manggil kamu Ines…!”
“Nesss ???” “belum ada yang manggilku Ines aah.., ga mau.. jelek tuh!, kek nama babu” sambil ia meraih handuk pink, menutup tubuhnya..”dingin nih..!, cepatan donk”

“eh salah, Ines itu dari namamu sendiri, Sri Maya Nestina!” sahutku..
“& nama Ines itu sama sekali tidak jelek, itu bukan nama babu, itu nama idolaku!” aku membela sambil mendekatinya…

“aah what everlah… ternyata kamu dah tau namaku, kok tadi masih nanya?”
“mastikan aja…sayang!” aku meraih wajahnya dengan tanganku, sementara aku berlutut di hadapannya…
“hmm….!” Dia segera meraih cd ku, kuku jarinya sempat bergesekan dengan kulit pahaku..
“kok ga dibuka sekalian aja tadi..!” ujarnya sambil terus memeloroti Cdku…

Pentungan itu terbebas dan mengacung tegas di hadapan wajah sang dara molek.
Segera diraihnya dengan tangannya pentunganku…
Di remasnya..
“hmm.. ternyata benar.. dikatain orang, orang kurus, pentungannya gede..!”
“ga tau deh, sanggup ga nerima pentunganmu…” ujarnya sambil terus meremas kocok..
Seakan akan ga yakin untuk mengoral pentunganku, ia terus memandangi pentunganku..

“Man .. kamu sunat ya…” aku tidak menyahut, aku memandangi bidadari sexy ini dengan ritual dan bibirnya yang terus mengoceh..
“Maaan.. kok dicuekin sih..?” ia memandangku berkernyit.. cemberut..

Aku malah tak perduli, kuraih kepalanya, memegang pas di atas telinganya.. menekan nya seolah memerintahkannya untuk segera melakukan ritual Blow Job nya..
Ines terdiam, makin terdiam saat pentungan itu mulai masuk kedalam mulutnya..
“mmmmh… mmppph.. amm.. mmmm.. mmmmhh.. mmh…aah…!”
Sesekali di tarik nafas..
Bibir hangat itu menjepit pentunganku.. kepalanya maju mundur…
Bahkan gerakan memutar.. membuat pentunganku terasa berdenyut denyut..
Sementara jemari Ines meremas daging pantatku..
Aku membelai rambutnya, terkadang kusibakkan rambutnya, yang kadang mengganggu ritualnya.
“clop clop.. clup.. clurrp.. hmm.. aah.. hmm…pph…” suara sedotan empotan mulutnya dan desahan nafasnya yang memburu.. ..

Aku ingin meraih mekinya, aku ingin merangsangnya dengan jariku. Aku menunduk…
Brusaha menggapai selangkangan Ines..
Ines tiba² menarik tanganku, tapi masih asyik dengan kulumannya.

Aku mbandel dan masih mencoba meraih mekinya.. sudah sampai di perutnya, ditariknya lagi.. ditepisnya..
“aah Maan.. jangan ah..gue ga suka.. pake jari.. ntar tetanus…!”

“oooh.. iya… deh..!” aku mengalah..
“mending pake burung gedemu ini..!” katanya sambil menarik keras pentunganku..

“aaah…pelan dong Nes..!” aku merintih, karna sakit.
“Ines ines… Maya…!!” dia protes manja, sambil menselonjorkan tubuhnya.
Telentang di kasur empuk ini..
“Dah ayok laah..!!” Ines menarik handuk pinknya, melemparnya ke lantai.

Aku mengerti, lalu aku menindih tubuhnya..
Kaki Ines dibuka lebar..
Aku mengarahkan penisku ke mekinya, meleset, meleset & terus meleset..
Lalu kucoba megang penisku kuarahkan ke lubang mekinya.. masih meleset,
(“walah seolah.. ga berlubang nih meki”)

“aah payah kamu Man, masa’ lubang ini aja dah lupa kamu?”…
Dia meraih penisku mengarahkan ke mekinya sendiri..

Ujung penis mulai merasakan jepitan,kedutan di permukaan liang meki. Disembarikan rintihannya, pelan² dilepaskannya, karma yakin pentungan ini dah mulai merambah liangnya yang hangat dan licin..
“engghhh.. aaahh … Man… astagaaah.. besar amat Mhaan…..pelan² ya…!”
Sungguh kasihan juga ku melihatnya meringis begitu..
Tapi aku juga merasakan kenikmatan di kedutan, denyutan di mekinya, bener² sensasi yang penuh tantangan..
Kunikmati setiap mili demi mili masuknya penis ini, demikian juga Ines..;
Dia sampai menahan nafasnya, menunggu apa yang akan terjadi selanjutnya, sambil memejamkan mata menahan perih namun nikmat.

Bahkan aku ikut memejamkan mata & meneruskan perjuangan pentungan itu merambah meki rapet ini.
Ketika ayunan berbuah desah demi desah..
Rintihan dan erangan yang riuh rendahkan ruangan kamar ini, seakan dunia ini hanya dipenuhi oleh nafsu dan gelora yang terjadi pada saat itu.

Tangan Ines merambah ke sana kemari. Ke kepala, ke dadaku, pantatku..
Sampai selang beberapa menit, ia meremas tanganku, matanya membelalak, bibirnya menggeram, seperti menahan sesuatu, & terasa denyutan menjepit jepit pentunganku..
& “aaaah… Maaan….!!” Lalu ia terkulai…

Lalu kami lanjutkan lagi di sofa, kali ini ia di atas, liukan tubuhnya, liar dan penuh nafsu.
Sepertinya ia baru menemukan lawan sepadan. (masa iya sih…)

Pada posisi yang entah ke berapa kali, pada saat itu ia sudah di hadapanku, membelakangiku, posisi doggy style, kuremas pantatnya yang sekel..
Sambil terus keayun pentunganku..
Basah, keringat bercampur, semuanya..

Akhirnya aku merasakan dorongan itu, seperti air bah ia mengalir melalui pipa kecil, mendorong keluar dalam kepitan vagina Ines.. & muncrat muntah sejadi jadinya..

“Aaaah…!!!” aku mengerang, sambil memegang/meremas pantat Ines..
Kepalaku puyeng, mataku berkunang-kunang.

Clep… ss… ketika pentunganku lepas dari meki Ines, ketika ia menarik tubuhnya untuk merebah…

“aaah…Man, ga kusangka, kamu tahan begini lama, haaa… setengah jam.. lebih..!”
“haku puas bangeth… “ ujarnya yang masih mengatur nafasnya..

Malam berlanjut sampai dini hari.
Telah beberapa ronde, kami terus bercinta.

Minggu pagi, Room boy mendapati kami di dalam kamar sambil tersenyum aneh.
Dia membawakan spray pengharum ruangan dan kopi panas, sambil memperhatikan Ines yang masih saja memelukku dalam balutan handuk pink.