Only petting saja, tak lebih - 1

Bookmark and Share
Tidak dipungkiri jika chatting membuat semuanya bisa berubah. Kehidupan yang sebelumnya adem ayem, tenang tidak ada gejolak mendadak seperti bahtera yang terombang-ambing di tengah lautan. Ya, chatting membuat hidup seseorang menjadi berisi. Seperti cerita yang ingin saya sampaikan kepada pembaca setia 17tahun2.com. Namun untuk menghindari hal-hal yang tidak diinginkan, saya terpaksa merahasiakan identitas pribadi saya, termasuk beberapa wanita yang pernah menghiasi kehidupan seks saya selama kurun waktu tiga tahun terakhir.

Saya sebenarnya biasa saja, sangat biasa mungkin. Tapi entah kenapa, saya diberi kelebihan dengan kepintaran saya. Mungkin tidak semua laki-laki seumuran saya diberi keberuntungan seperti yang saya raih sekarang ini.
Begitu lulus dari sebuah perguruan tinggi terkenal di Surabaya, saya mulai bekerja di sebuah penerbitan surat kabar yang berafiliasi dengan salah satu kelompok penerbitan terkenal di Surabaya. Tapi saya bekerja di Jakarta, sebuah harian yang berbahasa Mandarin. Dari tempat saya bekerja akhirnya saya tahu banyak seluk beluk ibukota. Untungnya lagi, mami saya juga seorang ketururan China, bahkan malah boleh disebut Totok karena lahir di Negeri Tirai Bambu tersebut, jadi tidaklah sulit bagi saya untuk bergaul dengan warga keturunan China.

Chatting memang sudah menjadi kebiasaan saya sejak kuliah di Surabaya, kala itu masih ngetopnya MIRC, tapi begitu Yahoo ada messenger-nya, semuanya beralih. Demikian juga saya. Tapi kadang-kadang bosan juga setiap hari chatting tidak jelas juntrungnya. Setelah hampir 3 tahun saya chat dan pindah-pindah pekerjaan, tapi masih seputar dengan urusan jurnalistik akhirnya saya memutuskan untuk bergabung dengan senior saya yang menghidupkan kembali sebuah penerbitan surat kabar di Surabaya. Tapi saya tetap di Jakarta sebagai wartawan biro Jakarta.

Seperti biasa, saya menghabiskan waktu dengan chatting di sela-sela menyelesaikan deadline. Kebetulan waktu itu, Yahoo Messenger (YM) masih ada room-room yang bisa digunakan untuk mencari dan melihat show-show perempuan yang memang hobi eksebisi. Maaf, terutama TKI Indo yang ada di Hongkong dan Taiwan. Tapi lama-lama bosan juga melihat seperti itu. Tidak disangka, saya mulai berkenalan dengan seorang wanita keturunan China, sebut saja S. Umurnya kala itu sudah 43 tahun, tapi karena dia memang rajin fitness, tubuhnya masih terawat. Singkat kata, kami terus chatting dan berkenalan lebih jauh. Merasa sudah tidak betah hidup sendiri di Bali, tepatnya di Denpasar, akhirnya S. memutuskan untuk kembali ke Jakarta, kumpul lagi bersama keluarga besarnya yang tinggal di Bogor. Pucuk dicinta ulam tiba. Sayapun memintaS. pulang ke Jakarta. Karena saya sibuk dengan pekerjaan saya, malamnya saya baru bisa bertemu untuk pertama kalinya dengan S. Tapi jangan salah dulu, meski saya dan S. belum bertemu, tapi lewat bujuk rayu akhirnya saya bisa mendapatkan puluhan foto telanjang dia yang dia ambil bersama temen kostnya di Denpasar.

Selesai dengan deadline, saya akhirnya sepakat bertemuS. di hotel tempat dia menginap di kawasan Mampang. Dia menginap di hotel tersebut karena sudah dibooking temannya yang ternyata juga seorang penari striptease di salah satu tempat hiburan di bilangan Dharmawangsa Square yang saya lupa namanya. S. waktu itu masih di seputaran Blok M ketika saya hubungi. Setelah menunggu beberapa lama, teman saya, yang juga teman chatting S. datang dan kami akhirnya menunggu S. pulang dari Blok M. Singkatnya lagi, S. akhirnya kembali ke hotel tempat dia menginap. Bertemu dengan perempuan setengah baya yang masih bagus tubuhnya, tinggi dan Chinese tentu satu pengalaman yang mengesankan bagi saya. Walaupun saya setiap kali hampir bertemu dengan wanita-wanita Chinese yang bekerja di kantor saya dulu. Tapi dengan S. berbeda rasa, dia langsung memeluk saya dan berciuman bibir di lobby hotel. Ini Jakarta bung, ngapain malu segalanya!

Kami bertiga akhirnya menuju kamar S. yang jendela kacanya menghadap jalan Mampang, kami bertigapun ngobrol dan sembari minum arak Bali yang dia bawa dari Denpasar. Di sela-sela ngobrol, S. kelihatan senang sekali bisa bertemu dengan saya. Karena sudah janji dengan temannya yang jadi striptease di Dharmawangsa tersebut, S. akhirnya bersiap ganti baju. Saya diminta masuk kamar utama, sedangkan teman saya yang cowok menunggu di ruang tamu.

S. sama sekali tidak canggung karena kami memang sering phone sex dan saling kirim foto telanjang masing-masing. S. pun langsung membuka bajunya dan tanpa canggung dia memperlihatkan payudaranya yang masih kencang di depan mata saya. Sesekali dia menindih saya karena gemas. Maklum, sebagai laki-laki keturunan China dengan ayah seorang pengageng di Kraton Solo, tentu saya cukup menarik. Tinggi saya, 178cm dengan postur tubuh atletis, apalagi dengan junior yang panjangnya bisa mencapai 16cm, saya cukup bangga dengan postur tubuh dan junior saya ini. Oh ya, tiga tahun silam, saya berumur 30 tahun, jadi bisa dibayangkan betapa saya memiliki hasrat yang luar biasa. Dan satu hal yang penting, mangsa telah di depan mata.

Sebagai laki-laki normal, tentu saja saya berontak melihat pemandangan indah di depan mata. Pemandangan yang selama ini hanya saya bayangkan karena Jakarta-Denpasar cukup jauh. Tapi malam itu, S. di depan saya, memperlihatkan payudaranya yang indah. Tak sabar, sayapun mulai mengecup mesra putingnya. Cukup nikmat, hhmmm puting yang memerah itu kini masuk dimulut saya. Saya tidak asing dengan putingS. karena dia memang sudah mengirimi saya bentuk tubuh telanjang dia. Saya mulai kerasukan, sembari memilin, memiting dan menjilati puting S, saya merancau.
"Enak sayang, hmm aku suka, akhirnya kesampaian juga," kataku sambil tak henti terus menjilati putingnya. S. pun mulai tidak sabar, dia hanya tersenyum senang, mungkin jarang mendapatkan laki-laki muda seperti saya selama dia berhubungan dengan laki-laki lain.
S. sudah terangsang, tanpa diperintah dia mulai mencari junior saya.
"Uch... mana punyamu, aku sudah tidak sabar lagi ingin mengulumnya, menjilatinya", kata dia dengan mata sedikit sayu. Saya berpikir dia sudah mulai horny. Jelas, dia sudah mulai horny karena ketika tangan saya menyentuh gundukan lembut di selangkangannya, cairan kewanitaannya sudah meleleh.
Hmmm, bayangkan pembaca, wanita yang selama ini hanya saya bayangkan kini di depan mata.
Tapi sebelum semuanya menjadi jelas, tersadar jika teman saya mulai gelisah, akhirnya saya hentikan petting dengan S. karena sudah waktunya berangkat. S. memakai tanktop pink dengan pusar kelihatan jelas. Malam pun kami habiskan dengan S., teman saya dan teman S. yang menjadi stripteaser tersebut dengan minum beberapa sampanye dan beberapa JD dan Chevas.

Karena sudah mulai capek akhirnya saya usul untuk pulang ke hotel, kami berempat pulang. Tapi teman saya meminta pulang ke rumahnya karena sudah mabuk. Sayapun setuju. Akhirnya saya bertiga, S. dan temannya balik ke hotel. Setelah mandi dan bersih-bersih muka, S. mulai menemani saya di ruang tamu. Sedangkan temannya berganti mandi, lalu hanya memakai daster transparan. Sebenarnya teman S. ini cukup menggiurkan untuk diembat, tapi saya sudah tidak selera dengan wanita yang umurnya di bawah saya. Apalagi dia seorang stripteaser.

Kami ngobrol di ruang tamu, S. memakai kaos motif Bali putih dan mengenakan sarung Bali. Tapi sesekali dia membetulkan sarungnya sembari memperlihatkan g-stringnya yang sangat mini, hitam lagi warnanya. Mungkin karena kecapekan, teman S. langsung terlelap tidur. Kami meneruskan ngobrol di ruang tamu. Kami saling berciuman dan meraba, "Hmm teruskan sayang, mau menikmati tubuhku?" tanya S. kepada saya. Sayapun hanya tertawa kecil. Sungguh pembaca, saya tidak kuat, ingin merasakan bersetubuh dengan wanita setengah baya dan sepertinya akan tercapai.

Bersambung . . .